Hari itu Bima merencanakan sesuatu. Dia tahu apa yang harus dia lakukan.
Sepulang sekolah dia langsung mengganti seragamnya kemudian dia membawa celurit dan berangkat ke kebun tebu milik Cak Suwadji. Di tengah jalan dia ke sawah Firman. Firman sedang duduk mengawasi sawah ketika Bima datang.
“Wis moleh to (Sudah pulang)?” Tanya Firman.
“Iyo,” kata Bima.
“Arep nandi (Mau kemana)?” Tanya Firman.
“Nempil tebu-ne Cak Suwadji. Melu ra (ngambil tebu-nya Cak Suwadji. Ikut ga)?”
“Ayo,” kata Firman.
Firman memakai kaos partai berwarna kuningnya kemudian berjalan mengikuti Bima di belakang. Sepanjang perjalanan Firman cerita tentang skandal kemalingan yang terjadi akhir-akhir ini. Bima mengangguk-ngangguk dan sesekali membalas dengan komentar tentang tidak efisiennya ronda yang ada di kampungnya.
Begitu sampai di kebun tebu, Bima terus berjalan masuk ke dalam.
“Golek sing koyo opo to (Mau nyari yang kayak apa),” tanya Firman.
“Mbuh. Nang tengah koyoke apik-apik (Nggak tau. Yang di tengah kayaknya oke),” kata Bima tanpa menoleh ke belakang.
Mereka akhirnya sampai di tengah. Dan begitu sampai di tengah Bima berhenti. Firman pun berhenti.
Bima menoleh ke belakang mendekati Firman kemudian tanpa aba-aba langsung memegang pipi Firman dan mencium bibirnya.
Firman kaget, dia mendorong Bima tapi Bima menahan punggung Firman dengan tangannya sehingga Firman tidak bisa bergerak. Firman akhirnya berhenti berontak dan diam.
Bima melepas bibirnya.
“Yokpo? Enak ra? (Gimana, enak nggak)?” Tanya Bima.
“Ora. Iki baru enak (Nggak. Ini baru enak),” jawab Firman.
Firman memegang kepala Bima kemudian menciumnya. Kali ini lidah Firman jauh lebih aktif. Lidah mereka bertarung dan menyatu. Saling memijat, saling mengisi satu sama lain.
Semakin lama mereka berciuman, semakin ngaceng kontol mereka. Mereka saling menggesek-gesekkan kontol mereka yang sudah mulai bangun dan berontak ingin keluar.
Firman mendesah ketika Bima menjilat lehernya yang berkeringat.
“Ahhhh…” desah Firman.
Bima mengangkat kaos Firman kemudian tanpa aba-aba, langsung menjilat pentil Bima yang menyala-nyala menarik untuk dijilat. Warnanya cokelat dan sekarang sudah berdiri ngaceng. Bima menyusu.
“ASSUUUUU,” pekik Firman.
“Enak to?” Tanya Bima.
“Aduh, Bim,” kata Firman.
Tangan Firman terus bergerak. Dia menikmati sekali jilatan Bima di pentilnya. Tangan Firman mencari sesuatu. Dan akhirnya tangannya menemukan kontol Bima. Begitu memegangnya, Firman melotot.
“Kontolmu, Bim,” kata Firman.
“Opoo?” Tanya Bima balik.
Mereka saling tatap. Firman menurunkan pandangan ke tangannya yang memegang kontol Bima.
Firman kemudian mencium leher Bima.
“Ahhh…” Bima mendesah.
Firman menurunkan ciumannya. Dia mencium lengan Bima yang berotot. Firman mengangkat lengan Bima dan kemudian menjilati ketiak Bima yang tebal.
Rasanya asin dan asam. Tapi sungguh mendebarkan.
“Ahhh…” Bima mendesah lebih keras.
Firman menurunkan jilatannya. Sekarang dia menjilati perut Bima yang kotak-kotak. Dan sekarang turun ke pusar Bima yang sekarang sudah dihiasi dengan bulu-bulu halus. Tangan Firman sekarang meremas kontol Bima dengan lebih agresif.
“Asu…” desah Bima.
Firman menoleh ke atas. Seakan minta perijinan. Bima tersenyum dan mengelus kepala Firman.
Firman kemudian meraba kontol Bima. Dan Firman kemudian mengeluarkan kontol Bima dengan mengangkat celana Bima. Sekarang kontol Bima yang kepalanya sudah banjir pre-cum, muncul dari samping kiri celana Bima.
Firman melotot memandang kontol paling besar yang pernah dia lihat seumur hidupnya. Kontol ini tidak hanya panjang tapi tebalnya sungguh mendebarkan. Warnanya cokelat tua menggairahkan. Kepalanya terlihat perkasa. Dan konsistensi tebalnya tetap sama sampai pangkal kontol.
Firman mencium kepala kontol Bima kemudian menjilat pre-cumnya.
“Enak, Bim,” kata Firman.
“Emuten wis (Iseplah),” kata Bima.
Firman membuka mulutnya tapi tidak memasukkan kontol itu ke mulutnya. Dia mau Bima yang usaha sendiri. Dan Bima mengerti. Dia mendorong kontolnya sehingga masuk ke dalam lubang mulut Firman.
Begitu merasakan kehangatan tiada tara dari dalam mulut Firman, Bima mendesah penuh perasaan.
“Enaaakkk Man jilatanmu…” kata Bima memejamkan matanya.
“Pejuhe gawe aku yo, Bim (Pejuhnya buat aku yo, Bim),” kata Firman menatap ke atas sambil mengocok kontol sahabatnya itu.
“Mulai saiki, pejuhku gawe awakmu, Man (Mulai sekarang, pejuhku adalah punyamu, Man),” jawab Bima.
Firman tersenyum bahagia. Ini adalah hadiah yang ia nanti-nantikan sepanjang hidupnya.
Firman kemudian memaju mundurkan kepalanya, menservis Bima. Bima mengangkat kedua tangannya ke udara memamerkan ketiaknya. Firman makin terangsang dan menyedot kontol Bima dengan lebih bersemangat.
“Asuuuuu sedotanmu…” teriak Bima.
Tangan Firman tidak diam. Tangannya berjalan ke pentil Bima dan memainkannya. Sementara lidahnya terus memainkan batang kontol Bima, tangannya terus memelintir pentil itu.
Betapa senangnya mereka, saling menikmati tubuh satu sama lain. Firman merasa di surga akhirnya bisa menikmati kontol sahabatnya yang selama ini selalu melintas dalam mimpi-mimpinya. Bima juga merasakan hal yang sama.
“Aduh, Man, aku kate metu (Aduh, Man, aku mau keluar),” kata Bima sambil memajumundurkan pinggulnya.
Firman tidak menjawab.
Firman malah menyedot kontol Bima dengan lebih bersemangat. Tangannya sekarang mengocok kontol Bima sementara tangan satunya ia pakai untuk mengocok kontolnya sendiri.
“Ahhh…. Ahh..” desah Bima.
PLOK PLOK PLOK…
Kontol itu terus mengentoti mulut Firman. Kadang jembut Bima bersentuhan dengan kumis Firman. Menyaksikan sahabatnya yang sangat macho itu begitu menikmati kontolnya, Bima merasa semakin birahi. Ngocoks.com
“Assuuu aku metu… (Anjing gue keluar),” teriak Bima menahan kepala sahabatnya.
Firman menyedot kontol Bima dan
CROT CROT CROT
Pejuh kental itu sepertinya tidak ada habisnya. Karena begitu Firman menelan pejuh itu, kontol Bima berkedut lagi dan menembakkan lagi pejuh ke mulutnya.
Bima tersengal-sengal memandang Firman yang meminum pejuhnya. Firman terus konsentrasi menyedoti kontol temannya sambil dia mengocok kontolnya sendiri. Kemudian Firman melepas kontol Bima dan mendesah
“Ahhhhhhhh… mettuuuuu pejuhku (keluarrrrr pejuhku),” teriak Firman.
Crot crot crot crot crot…
Pejuh Firman mewarnai rerumputan dan kaki Bima.
Bima memegang lengan Firman, membantunya berdiri kemudian mereka berciuman. Bima merasakan rasa pejuhnya sendiri yang sudah bercampur ludah Firman.
Mereka saling raba, saling sentuh, saling menikmati.
Mereka tidak tahu, tak jauh dari situ, Cak Suwadji mengocok kontolnya dan memandang mereka dengan nafas memburu.
Bersambung…