Bima dan Firman menghabiskan waktu mereka dengan berpelukan dan berciuman di hutan. Mereka tak henti-hentinya menikmati bibir satu sama lain.
Firman menyukai sekali aroma ketiak Bima. Dia tak henti-hentinya menyuruh Bima mengangkat tangannya agar Firman bisa menusukkan hidungnya di ketiak Bima yang berbulu lebat. Bima tadinya kegelian tapi akhirnya dia merasakan kenikmatan juga.
Di tengah mereka berpelukan Bima bertanya kepada Firman tentang rencana pernikahannya.
“Mbuh. Aku yo ga ngerti (Aku juga tidak tahu),” kata Firman kemudian dia merebahkan kepalanya di dada Bima.
“Lha kok iso (Kok bisa)?” Tanya Bima.
“Yo kan aku dikongkon rabi supoyo iso mbayar utange Bapak (Aku kan disuruh nikah supaya bisa bayar utangnya Bapak),” kata Firman sedih.
“Lho emange utange Pak Handoko akeh? Bukane wingi jik tas panen (Lho emang utangnya Pak Handoko banyak? Bukannya kemarin kamu habis panen?),” tanya Bima bingung.
“Yo biasa. Gali lubang tutup lubang,” kata Firman lagi.
“Awakmu wis ketemu karo calon bojomu? (Kamu sudah ketemu sama calon istrimu),” tanya Bima.
“Wis (Sudah),” jawab Firman pendek.
“Yokpo? Ayu ta? (Gimana? Cantik gak)?” Tanya Bima lagi.
“Mbuh. Ra paham aku (Gak tahu),” Firman menyembunyikan wajahnya di balik ketiak Bima.
Bima tertawa.
“Lah kok ga paham? Ngaceng ra pas ketemu (Lah kok bisa gak paham? Ngaceng ga pas ketemu)?” Tanya Bima lagi.
Firman mengeluarkan wajahnya dari ketiak Bima kemudian dia mencium leher Bima.
“Aku ngacenge mung gawe awakmu tok, Bim (Aku ngaceng cuma buat kamu, Bim),” kata Firman.
“Halah apusi (Halah boong),” kata Bima sambil tertawa.
“Tenane (Beneran),” kata Firman.
“Karo bapakmu ngaceng ra (Sama bapakmu ngaceng nggak)?” tanya Bima lagi.
“Iku liyo (Kalo itu lain),” kata Firman.
“Liyo piye (Lain gimana)?” Tanya Bima.
“Iyo kan aku karo bapak wis sejak SMP (Aku sama bapak kan sudah sejak SMP),” jawab Firman malu-malu.
“Awakmu kenthu karo bapakmu wis sejak SMP? (Kamu ngentot sama bapakmu sejak SMP)?” Tanya Bima.
“Iyo.”
“Aku jik tas minggu wingi ngerasakno kenthu (Aku baru minggu lalu merasakan pertama kali ngentot),” jelas Bima jujur.
“Ngapusi (Bohong),” kata Firman.
“Tenane (Beneran),” jawab Bima yakin.
“Isih tas kok wis pinter awakmu kenthue (Baru ngentot kok udah jago ngentotnya)?” Tanya Firman heran.
“Lho yo turunan,” jawab Bima.
“Tapi emang Pak Trisno penak kenthue (Tapi Pak Trisno emang enak ngentotnya),” jawab Firman.
Bima menatap Firman heran.
“Lho, awakmu wis tau dikenthu karo bapakku (Kamu pernah dientot sama bapakku?),” tanya Bima heran.
“Lho, saban bapakmu nang omah yo kenthu wong telu (Lho setiap bapakmu ke rumah aku ngentot bertiga),” jawab Firman bingung menatap Bima yang ternyata tidak tahu.
“Hmmmm…” Bima diam.
Ketika adzan Maghrib berbunyi, Firman dan Bima berjalan pulang. Bima sepanjang perjalanan pulang diam. Firman jadi tidak enak.
Mendekati pancuran, kamar mandi umum yang bentuknya seperti bangunan tanpa atap, Firman menoleh ke Bima.
“Adus bareng po (Mandi bareng opo),” ajak Firman.
“Nggak ah,” jawab Bima pendek.
“Ayo talah (Ayo plis),” ajak Firman.
Bima akhirnya menurut.
Mereka pun masuk ke pancuran. Jam segini sudah tidak ada petani yang akan lewat dan mandi. Tempat ini harusnya biasanya dipakai untuk cuci kaki yang kena lumpur. Tapi kebanyakan orang desa memakainya juga untuk mandi. Orang desa sudah biasa mandi di tempat ini. Kadang ada yang mandi dengan memakai celana dalam. Ada juga yang mandi telanjang. Tapi semuanya tidak ada yang peduli.
Disana ada shampo sachet bekas orang dan sabun di dekat pancuran.
Firman masuk. Bima juga masuk.
Begitu Firman masuk, dia melepas celana bolanya. Ketika dia mau melepas celana dalamnya, Bima mencegahnya.
“Rasah dicopot. Engko ngaceng maneh aku (Ga usah dicopot. Nanti ngaceng lagi aku),” kata Bima.
“Yo rapopo (Ya gapapa),” kata Firman.
“Kesel aku,” kata Bima.
Firman menurut.
Bima melepas celana pendeknya. Dia memakai celana dalam berwarna hitam yang sudah agak lusuh. Firman memakai celana dalam berwarna biru dongker.
Melihat Firman nungging dan memamerkan pantatnya yang semok, kontol Bima pun ngaceng tanpa diminta. Kontolnya menggembung di dalam celana. Kepala kontolnya ngintip di karet celananya.
Firman tersenyum menatap ini. Dia sengaja nungging dan menyabuni kakinya untuk memamerkan pantatnya.
Bima pun akhirnya meminggirkan kain celana dalam Firman ke tengah sehingga sekarang pantat Firman terekspos. Bima menampar pantat itu.
PLAK PLAK PLAK
“Ahhh…” desah Firman.
Bima mendekat kemudian mengambil sabun. Dia menyabuni dirinya. Firman memundurkan pantatnya. Pantatnya bertemu dengan kontol Bima yang masih terbungkus celana dalam. Firman menaik turunkan pantatnya. Menggesek-gesek selangkangan Bima.
“Ahhhh…” desah Firman.
Firman tak tahan.
Dia memutar badannya dan dalam keadaan jongkok dia mengeluarkan kontol Bima dari celana dalamnya dan langsung mencaploknya ke dalam mulutnya. Bima menyedot-nyedot kontol Bima di tengah gemericik air pancuran.
SLURRPPP SLURRRPPPP SLURRPPP.
Karena Bima pura-pura diam saja, Firman yang aktif. Dia memaju mundurkan kepalanya sampai kontol Bima masuk semuanya ke dlam mulutnya. Kadang Firman mengeluarkan suara seperti ingin muntah.
LEG LEG LEG…
Pancuran ini terbagi dari dua pancuran. Sebelah kanan dan kiri. Tingganya sekitar 120 senti. Jadi orang dari luar bisa melihat kepala orang yang sedang mandi tapi tidak bisa melihat sisanya.
Ketika Bima akhirnya menempelkan Firman ke dinding dan mulai mengentoti mulut Firman, suara seorang pria muncul.
Firman langsung diam. Bima juga diam, tidak bergerak untuk mengentoti mulut Firman.
Ternyata yang datang adalah Mas Ahmad. Mas Ahmad juga punya sawah tapi dia sehari-harinya bekerja sebagai guru agama Islam di SMP dekat kampung sini. Dia juga mengajar anak-anak ngaji setelah Isya.
Mas Ahmad tentu saja tidak bisa melihat bahwa ada Firman di bawah bak air sedang menikmati kontol Bima karena sekarang Mas Ahmad mencuci kakinya sambil menyapa Bima.
“Lho, Bim, kok bengi men aduse (Lho, Bim, kok malam sekali mandinya),” kata Mas Ahmad.
“Iyo, Mas. Maeng keturon ndek pondok (Tadi ketiduran di pondok),” kata Bima.
Bima menahan desahan karena ternyata Bima malah terus menyedoti kontol Bima walaupun ada Mas Ahmad di dekatnya.
“Slurrrppp slurrrpp…”
“Suwe gak ketok, Bim. Sibuk opo saiki (Lama nggak keliatan, Bim. Sibuk apa sekarang?),” Tanya Mas Ahmad.
“Sekolah, Mas. Biasa,” jawab Bima meringis sementara Firman masih menyedoti kontolnya.
Slurrrppp slurrrppppp
Bima menatap ke bawah dan melotot ke arah Firman, Firman malah memejamkan mata dan menikmati kontol besar Bima di mulutnya. Firman menyedoti kontol Bima sambil mengocok kontol dan memainkan pentilnya sendiri. Bima entah kenapa menjadi terasa horny karena Firman terlihat begitu binal.
Bima pun akhirnya memutuskan untuk agak bergerak. Memaju mundurkan pinggulnya sambil terus pura-pura mandi di depan Mas Ahmad. Ngocoks.com
“Enak iki biasae aku adus karo olahraga (Iya biasanya aku mandi karo olahraga),” kata Bima sambil pelan pelan mengentoti mulut Firman.
Mas Ahmad menatap Bima dengan aneh karena Bima terlihat mandi sambil maju mundur.
“Hahaha… ono ono ae kowe, Bim (Aneh aneh saja kamu, Bim),” kata Mas Ahmad.
“Mas Ahmad sibuk opo to (Mas Ahmad sibuk apa sekarang),” tanya Bima.
“Biasa. Ngajar. Lek sempet yo nang tegal. (Biasa. Ngajar. Kalo sempet ya ke sawah),” kata Mas Ahmad.
Sedotan Firman di kontol Bima semakin keras dan sepertinya sebentar lagi Bima akan muncrat.
“Wahhh enakkk yaaa…” teriak Bima menahan keenakan di kontolnya.
Mas Ahmad menatap Bima dengan aneh karena tiba-tiba Bima teriak.
“Ngaji maneh, Bim. Suwe awakmu nggak ngaji (Ngaji lagi yuk, Bim. Lama kamu nggak ngaji),” kata Mas Ahmad.
SLURRRPPP SLURRRPPPP
Firman menyedot kepala kontol Bima kemudian Bima menghunuskan kontolnya sampai pangkalnya.
“Ahhhhh….. Iyo sesuk aku ngaji maneh Mas Ahmadd aahhhh (Iya besok aku ngaji lagi Mas Ahmad ahhhh),” Bima berteriak dan memuntahkan pejuhnya di dalam mulut Firman.
Mas Ahmad menatap Bima dengan aneh kemudian dia pamit.
“Yowis. Aku disik yo, Bim. (Yasudah. Aku duluan ya, Bim),” Mas Ahmad membawa paculnya kemudian pergi.
Bima menatap ke bawah dan melihat Firman membersihkan kontolnya dari pejuh. Firman juga sudah muncrat karena pejuhnya membasahi perutnya.
“Awakmu jian ra aturan (Kamu bener-bener gak tahu aturan),” kata Bima menatap Firman kesal.
“Tapi enak to? (Tapi enak kan?),” Jawab Firman sambil menelan pejuh Bima.
Bima tertawa. Apalagi Firman kemudian menambahkan dengan, “Kuat ra? Kenthu maneh yuk? (Kuat nggak? Ngentot lagi yuk?).”
Bersambung…