Sebenarnya itu bukan pertama kali Bima menyaksikan orang ngentot secara langsung. Ya itu memang pertama kalinya dia menyaksikan sesama laki-laki ngentot, bapak-anak pula. Tapi itu bukan pertama kalinya dia menyaksikan orang ngentot.
Pertama kali dia menyaksikan orang ngentot adalah ketika dia SMP kelas tiga. Bima saat itu pulang dari nonton dangdut di kampung sebelah bersama Firman dan teman-teman lainnya. Mereka agak mabuk ciu. Di kampung ini anak laki-laki lebih dimaafkan untuk mabuk ciu daripada lainnya. Jadi Pak trisno pun maklum kalau melihat anaknya pulang bau ciu.
Ketika di jalan pulang, Bima mendengar suara desahan-desahan dari sebuah rumah tetangganya. Rumah Yu Minah. Yu Minah sendiri adalah istri juragan elpiji. Dia salah satu yang terkenal di kampung. Suaminya jarang ada di rumah karena harus mengurusi cabang-cabang distributor mereka yang ada dimana-mana. Isunya dia sebenarnya punya istri muda.
Itu sebabnya Yu Minah sangat kesepian. Dan itu dia mungkin kenapa Yu Minah mau dientot sama preman kampung bernama Eko.
Saat itu Eko berumur 20 tahun. Dia tidak sekolah sejak lulus SD karena sering ada kasus. Dia mencoba SMP selama beberapa semester tapi akhirnya tidak lanjut karena dia hobi berantem.
Semenjak itu Eko ikut om-nya jadi kenek angkot. Dan karena itu Eko makin liar. Dan malam itu Bima menyaksikan keliaran Eko.
Eko mengentoti memek Yu Minah dengan buas. Kontolnya yang lumayan besar keluar masuk dengan bebas ke dalam memek Yu Minah. Yu Minah yang ngangkang, terpejam matanya. Desahannya teratur. Apalagi setiap kali Eko meremas susu Yu Minah.
“Enak men kontolmu, Le (Enak sekali kontolmu, Nak),” kata Yu Minah mendesah.
“Yokpo, Yu? Enak tho kenthu karo aku? (Gimana, Mbak? Enak kan ngewe sama saya?),” kata Eko sambil terus menggenjot.
“Enak teenaaannn… aduhhhhh….” Teriak Yu Minah.
Malam itu, untuk pertama kalinya Bima menyaksikan ada orang yang menelan pejuh. Karena ketika Eko orgasme, dia memaksa Yu Minah menelan pejuhnya. Yu Minah muntah setelahnya.
Lama sekali Bima tidak memikirkan soal Eko sampai hari ini.
Hari ini ketika pulang dan melewati terminal, dia melihat Eko menggodai beberapa teman sekolahnya. Bima yang memang terkenal baik, membawa teman-temannya langsung pergi dari godaan Eko.
“Ojoklah, Ko. Koncoku iku (Janganlah, Ko. Temanku itu),” kata Bima.
“Halah…” Eko yang siang itu sedang mabuk, terlihat marah. Dia kemudian mengayunkan tinjunya ke Bima. Bima belum sempat membalas ketika dia dilerai oleh orang-orang disitu.
Ketika pulang, Pak trisno kaget melihat pipinya lebam.
“Lho, opoo, Le (Kenapa, Nak?),” Tanya Pak trisno.
“Eko. Biasa,” kata Bima.
Tapi Bima bukan pendendam. Sehingga dia dengan cepat melupakan kejadian itu.
Tapi tidak dengan Pak trisno. Dia sakit hati melihat anaknya lebam. Dan malam ini dia punya rencana untuk balas dendam.
***
Bapak Eko bernama Cak Supangat. Cak Supangat sendiri berkerja sebagai tukang bangunan. Badannya bagus walaupun usianya sudah 50-an. Otot-ototnya keras. Kulitnya berwarna cokelat tua seperti warna pohon yang sudah puluhan tahun.
Pak trisno malam ini berdiri di kamar Cak Supangat. Ketika Pak Trisno datang, Cak Supangat langsung cepat menutup semua jendela dan pintu.
Begitu datang, Pak Trisno langsung dibawa ke kamarnya. Dan begitu sampai kamar, Cak Supangat langsung menciumi leher Pak Trisno.
“Aduh, Mas. Wis kangen aku. Kok suwi nggak mrene (Aduh, Mas. Kangen aku. Kenapa lama nggak kesini?),” kata Cak Supangat dengan nafas berat dan mendesah.
Pak Trisno diam saja. Dia hanya menyalakan rokok dan menyaksikan laki-laki paruh baya ini meraba tubuhnya.
Masih berdiri dan menyandar di pintu, Cak Supangat membuka kaos Pak Trisno kemudian menjilati pentil Pak Trisno. Dia menyedot pentil Pak Trisno sementara tangannya memegangi wajah Pak trisno.
“Aduh, enak men susumu, Mas. Aku kepingin nyusu wis pirang-pirang ulan (Aduh, enak sekali susumu, Mas. Aku pengen nyusu kamu udah berbulan-bulan),” desah Cak Supangat.
Kemudian Cak Supangat menurunkan wajahnya. Dia dengan cepat menciumi perut Pak Trisno yang kotak-kotak. Kemudian tanpa waktu lama dia langsung menurunkan celana kain yang dipakai Pak trisno. Kontol Pak Trisno langsung loncat keluar. Agak setengah ngaceng, Cak Supangat menciumi kontol tersebut.
“Aduh, aku kangen karo kontol iki, Mas (Aku kangen sekali sama kontol ini, Mas),” kata Cak Supangat.
Pak Trisno hanya memperhatikan apa yang dilakukan Cak Supangat tanpa mengatakan apa-apa. Dia masih menyandarkan diri di pintu dan merokok rokok Dji Sam Soe-nya.
“Aduh… mabok kontol aku iki….” Desah Cak Supangat sambil menciumi kontol tersebut.
Kontol Pak Trisno akhirnya bangun. Cak Supangat langsung menerima ini dengan senang hati. Dia langsung memasukkan kepala kontol Pak Trisno dengan pelan-pelan ke dalam mulutnya.
“Hmmmpphhh…. Hmmmhhh…” desah Cak Supangat ketika dia mulai menyedoti kontol Pak Trisno. Pak Trisno masih berdiri diam.
“Aduh, Mas. Enak men kontolmu. Aku ketagihaaann….” Desah Cak Supangat ketika dia melepaskan kontol Pak Trisno dan mengocoknya di depan mukanya.
Cak Supangat kemudian duduk di lantai, merasa nyaman, dia membuka kaosnya. Dia memasukkan kontol Pak Trisno ke dalam mulutnya dan mulai memaju mundurkan kepalanya. Dia menikmati ini sekali.
“Hmmmhh… hmhhh…” mulutnya mendesah setiap kali kepala kontol Pak Trisno menyentuh ujung tenggorokannya.
Dan dia menyedot kontol Pak Trisno sambil memainkan pentilnya sendiri.
“Aduh, Mas. Gak kuat aku,” kata Cak Supangat.
Dia langsung melepas celananya kemudian dia nungging di pinggir kasur. Dia menunggu Pak Trisno mengentotinya.
“Ayo, Mas. Kenthu,” kata Cak Supangat.
“Aku mrene kate ngomong (Aku kesini mau bicara),” kata Pak Trisno akhirnya.
“Ngomong opo, Mas?” Tanya Cak Supangat masih nungging.
“Lek awakmu gak iso ndidik Eko, lek aku ngonangi Eko ngantem anakku maneh. Awakmu nggak bakalan iso nikmati kontolku maneh (Kalau kamu gak bisa didik Eko, kalau aku nemuin Eko mukul anakku lagi. Kamu nggak bakalan bisa nikmati kontolku lagi),” kata Pak Trisno sambil menaikkan celananya lagi.
Cak Supangat langsung kaget.
“Lho ono opo to, Mas?”
“Anakmu ngantem Bima maeng awan (Anakmu mukul Bima tadi siang),” kata Pak Trisno.
Pak Trisno kemudian bersiap membuka pintu. Cak Supangat yang telanjang langsung mengejar Pak Trisno.
“Sek talah, Mas. Diomongno disik (Bentar, Mas. Kita omongin dulu),” kata Cak Supangat.
“Sampek Eko njaluk sepuro nang Bima, awakmu nggak bakalan kenthu karo aku maneh (Sampe Eko minta maaf ke Bima, kamu nggak bakalan bisa ngewe sama aku lagi),” kata Pak Trisno bersiap untuk keluar rumah.
“Iyo iyo, Mas. Ngkok tak omongi si Eko (Iya, Mas. Nanti aku bilangin si Eko),” kata Cak Supangat.
“Yo wis,” kata Pak trisno bersiap keluar. Ngocoks.com
“Tapi, Mas. AKu isih kepingin kontol (Tapi, Mas, aku masih kepingin kontol),” kata Cak Supangat.
“Aku males kenthu,” jawab Pak trisno pendek.
“Yo wis. Tak mut ae. Tapi pejuhne gawe aku yo? (Yaudah. Aku isep aja. Tapi pejuhnya buat aku ya),” kata Cak Supangat langsung memelorotkan celana Pak Trisno.
Cak Supangat langsung menyedoti kontol Pak Trisno sambil mengocok kontolnya sendiri.
“Hmmhhh… hmhhh… enak men kontolmu, Mas,” desah Cak Supangat.
Pak Trisno akhirnya memberikan Cak Supangat pejuh. Dan begitu selesai menelan pejuh Pak trisno, Cak Supangat menembakkan pejuhnya ke tembok.
Dan malam itu, Eko dihajar habis-habisan oleh bapaknya. Dan keesokan harinya, Eko ke rumah Bima dan minta maaf. Menyaksikan ini, Pak Trisno tersenyum.
Malamnya, Cak Supangat terbaring di meja ruang tamu dan lubang pantatnya terisi kontol Pak Trisno.
Sepanjang malam dia berteriak, “Aduh, Mas. Kontolmu enak tenan!”
Bersambung…