Bima tentu saja kebingungan ketika Eko datang ke rumahnya pagi-pagi, dengan muka babak belur dan minta maaf kepadanya. Karena Bima memang hatinya baik, dia sudah melupakan kejadian itu. Tapi tetap saja dia penasaran. Dia bertanya kepada Eko kenapa wajahnya bisa babak belur tapi dia tidak menjawab.
Sementara itu di kamarnya, Pak Trisno tersenyum kesenangan mendengar Eko akhirnya minta maaf. Jitu juga rencana dia mengancam Cak Supangat. Dia menoleh ke kontolnya yang masih ngaceng karena pagi hari. Tidak ada yang bisa menolak kontol besar ini.
Hari itu mereka kedatangan Lik Tono. Lik Tono adalah suami dari Bulek Yayuk, adik dari Pak Trisno. Lik Tono tinggal di Blitar bersama anak dan istrinya. Dia bekerja sebagai penjual tanaman. Bisnisnya lumayan lancar karena dia adalah menantu Pak Trisno yang paling sukses. Biasanya kalau dia datang berkunjung, dia membawakan oleh-oleh. Dan hari ini dia membawakan Bima sepatu.
“Wah, Lik Tono, nggak usah repot-repot (Wah Om Tono, nggak usah repot-repot),” kata Bima menerima sepatunya.
“Halah,” kata Lik Tono sambil meminum kopi.
Malam itu mereka berbicara panjang sepanjang malam. Pak Trisno dan Mbah Sinyo membahas tentang harga gabah dan penjualan hasil panen mereka. Lik Tono bercerita tentang proyek pemerintahan yang dia baru saja dapat. Jam sepuluh malam Bima mengantuk dan pamitan untuk tidur.
Jam satu pagi, karena dia kehausan, Bima terbangun dan berjalan ke dapur. Ketika dia sampai di depan pintu kamar Mbah Sinyo, dia mendengar suara-suara.
Jangan-jangan bapak sama kakeknya ngentot lagi?
Bima langsung mengambil kursi pelan-pelan dan mengintip.
Dia melihat Lik Tono duduk dengan dengkul menyentuh lantai dan Bima melihat Mbah Sinyo dan Pak trisno berdiri. Pak Trisno merokok dengan cool sementara Mbah Sinyo memegang kepala Lik Tono. Lik Tono memasukkan kontol Mbah Sinyo ke dalam mulutnya sementara tangannya mengocok kontol Pak Trisno.
Bahkan Lik Tono pun menyukai kontol. Bagaimana ini bisa terjadi? Pikir Bima.
“Aduh, Lik. Tak bela-belani mrene soale aku wis gak kuat kepingin ngemut kontol-kontolmu (Aduh, Mas, aku niat banget kesini soalnya aku nggak kuat ngemut kontol-kontolmu),” kata Lik Tono sambil menjilati kepala kontol Pak Trisno.
“Kan wis tak kandani. Nggak usah adoh-adoh. Pindah cedek sekitar kene ae. Jarno lek kepingin kontol rasah repot (Kan udah gue bilangin. Nggak usah jauh-jauh tinggalnya. Pindah deket-deket sini aja. Biar kalo kepingin kontol nggak repot-repot),” kata Pak Trisno sambil mengentoti mulut Lik Tono. Pinggungnya bergerak-gerak.
“Ughh… ughhh…” suara kontol di dalam mulut Lik Tono menggema di seluruh ruangan.
“Yokpo kabare anakmu? Putra? Wis pinter ra kenthue? (Gimana kabar anakmu? Putra? Sudah pintar belum ngentotnya?),” tanya Mbah Sinyo.
“Lumayan. Tapi cepet metue (Lumayan tapi cepet keluar),” jawab Lik Tono sekarang dia menjilati biji Pak Trisno yang besar.
Bima makin terheran. Apakah apa yang dia dengar seperti apa yang dia pikirkan. Putra ngentot dengan bapaknya sendiri?
“Yo rapopo. Isih nom yo ngunu iku. Butuh latihan sing akeh (Ya nggak papa. Kalo masih muda emang kayak begitu. Butuh latihan yang banyak),” kata Mbah Sinyo.
“Ayo, Mas Trisno. Tembaken aku. Aku wis gak sabar ngerasakno kontolmu (Ayo, Mas Trisno. Entot aku. Aku sudah nggak sabar ngerasain kontolmu),” kata Lik Tono.
Lik Tono dan Mbah Sinyo kemudian naik ke kasur.
Lik Tono terlentang. Mbah Sinyo ada di sampingnya. Lik Tono dan Mbah Sinyo kemudian berciuman.
“Cpok cpok…” begitu suara lidah mereka saling bersentuhan.
“Ahhhhh… enak, Pak,” kata Lik Tono.
“Tambah suwe tambah binal awakmu. Nyesel ra dadi mantuku (Makin lama, makin binal kamu. Gimana, nyesel nggak jadi menantuku),” tanya Mbak Sinyo kemudian dia mengarahkan kepalanya ke arah pentil Lik Tono. Begitu Mbah Sinyo menghisap pentil Lik Tono, Lik Tono mendesah keras.
“Yo ora mungkin nyesel,” kata Lik Tono.
Kemudian Lik Tono menatap Pak trisno yang sedang mengolesi kontolnya dengan minyak.
Bima mulai mengocok kontolnya. Nafasnya menjadi berat.
“Tapi dadine awakmu ketagigan kontol (tapi kamu jadi ketagihan kontol),” kata Pak Trisno.
“Soale kontolmu ueeennaaakkk tenan, Mass. Ayo cepetan lebokno (Ayo cepat masukin),” bisik Lik Tono.
Bima makin terangsang. Lik Tono biasanya terlihat lumayan berwibawa. Dia kulitnya putih dan bersih. Dia agak sedikit kurus. Perutnya lumayan buncit. Tapi senyumnya bagus sekali dan rambutnya masih tebal walaupun usianya menuju kepala lima. Dan melihatnya menjadi maniak kontol seperti sekarang membuat nafsu Bima semakin menggelora.
“Ayo, Tris, lebokno. Sakno iki ngenteni suwe (Ayo, Tris, masukin. Kasian ini dia nunggu lama),” kata Mbah Sinyo sambil terus menghisap pentil Lik Tono.
Pak Trisno memegang kaki Lik Tono dan menaruhnya di pundaknya. Pak trisno memasukkan ujung kepala kontolnya. Sepertinya Lik Tono sudah sering dientot karena begitu masuk, Pak Trisno tidak kesusahan. Dia langsung mendorong kontolnya yang super besar itu masuk semua.
“Assssuuuuuuu…” teriak Lik Tono sambil memejamkan mata. “Asu tenan kontolmu uenak, Mas,” lanjut Lik Tono.
Pak Trisno melepaskan kontolnya lagi. Dia memutar-mutarkan ujung kepala kontolnya di ujung lubang Lik Tono.
“Ayolah, Mas. Ojok digawe dulinan. (Ayo, Mas. Jangan dipake mainan),” desah Lik Tono.
Pak Trisno tertawa.
“Njaluk opo kowe (Minta apa kamu)?” Tanya Pak Trisno.
“Kontolmu, Mas… ahhh… ah… ayo, Mas. Lebokno kontolmu (Masukin kontolmu),” desah Lik Tono karena sekarang Mbah Sinyo menghisap kontolnya yang tegak.
“Ayo sing banter (Ayo yang keras),” kata Pak Trisno. Masih memainkan kontolnya di depan lubang Lik Tono.
“Ngko krungu Bima yokpo (Nanti kedengeran Bima gimana)?” Tanya Lik Tono.
Bima yang masih mengocok kontolnya di depan pintu masih menatap ini semua dengan nafas yang berat.
“Arep dikenthu po ora (Mau dientot apa gimana)?” Tanya Pak Trisno.
“AYO MAS KENTHUEN AKU KARO KONTOLMU SING GUEDDDEEE (ayo mas, entot aku sama kontolmu yang gede),” jerit Lik Tono.
Dan begitu Lik Tono selesai menjerit, Pak Trisno langsung memasukkan kontolnya ke dalam lubang Lik Tono. Lik Tono mendesah begitu panjang. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa. Lubangnya dipijat dengan kontol besar Pak Trisno dan kontolnya dihisap oleh Mbah Sinyo.
“Plok plok plok…” Hentakan Pak Trisno begitu cepat dan kuat. Mata Lik Tono merem melek. Tangannya memainkan pentilnya sendiri.
“Asu tenan pancene sampeyan Mas Trisno. Gara-gara sampeyan aku dadi ketagihan kontol (Anjing emang lo, Mas Trisno. Gara-gara kamu aku jadi ketagihan kontol),” kata Lik Tono masih merem melek keenakan.
“Tapi enak to?” tanya Pak Trisno.
“Enak tenan bangsaaattt aduuuhhh…” kata Lik Tono ketika Pak Trisno mengeluarkan kontolnya kemudian menusuknya lagi secara tiba-tiba.
Mbah Sinyo sepertinya tak kuat menahan nafsu. Dia kemudian naik ke atas selangkangan Lik Tono. Dia memasukkan kontol Lik Tono ke dalam lubangnya.
“Asssuuu kontolmu atosss (Anjing, kontolmu keras),” kata Mbah Sinyo.
“Aduh, Pak. Anget men silitmu (Aduh, Pak. Anget sekali pantatmu),” desah Lik Tono.
Bima mengocok kontolnya dengan keras. Sekarang dia melihat bapaknya ngentot adik iparnya sementara adik iparnya ngentot kakeknya.
Suara desahan dan plok-plok masih berlanjut. Puas dengan posisi tidur, mereka kemudian berganti dengan posisi berdiri. Lik Tono terus terusan ngoceh “asu asu” sementara Mbah Sinyo mendesah pelan. Pak Trisno terlihat macho sekali seperti pejantan. Dia menuruti setiap permintaan Lik Tono.
“Aku kepingin ngemut kontolmu, No,” kata Mbah Sinyo.
Mbah Sinyo pun dibaringkan di kasur. Lik Tono kemudian ngentot Mbah Sinyo dengan teratur. Sementara di ujung kepala, Pak Trisno mengentoti mulut Mbah Sinyo. Dengan santapan kontol, Mbah Sinyo akhirnya keluar.
“Assuuuu metuuuu…” kata Mbah Sinyo.
Setelah keluar, Lik Tono langsung nungging. Dia menoleh ke Pak Trisno dengan manja dan mendesah, “Ayo, Mas. Kawini aku.” Ngocoks.com
Pak Trisno tersenyum. Dengan macho dia menyalakan rokok dan mengentoti Lik Tono seperti anjing. Mbah Sinyo yang sudah keluar membantu merangsang Lik Tono dengan menjilati pentilnya. Kadang mereka berciuman.
“Aduh, Mas…” kata Lik Tono. “Aku kate metu… (Aku mau keluar).”
Mbah Sinyo kemudian langsung mencaplok kontol Lik Tono dan menghisapnya. Lik Tono yang tidak siap, langsung merasakan keenakan. Dia memegang kepala Mbah Sinyo kemudian melolong.
“Bangsat kontolmu, Mas Trisno. Aku metuuuuu (Aku keluar),” teriak Lik Tono.
Mbah Sinyo kemudian menelan pejuh Lik Tono. Ada beberapa sisa pejuh Lik Tono di bibirnya. LIk Tono dan Mbah Sinyo kemudian jongkok di lantai dan Pak Trisno mengocok kontolnya di depan wajah mereka. Keduanya menjilati biji Pak Trisno dan tatapan mereka begitu binal.
“Ayo, Le. Pejuhmu, Le (Ayo, Nak. Pejuhmu, Nak),” kata Mbah Trisno.
“Kontolmu uenak, Mas…” bisik Lik Tono.
“Aaahhhhhhhh….” Kata Pak Trisno sambil memegang kepala Lik Tono.
Pejuh Pak trisno muncrat banyak sekali. Warnanya putih kental dan mewarnai wajah Lik Tono. Mbah Sinyo langsung menjilati pejuh di kontol Pak Trisno. Sementara Pak trisno dengan kerennya merokok dan duduk di tepi kasur.
Mbah Sinyo dan Lik Tono berciuman dengan kontol Pak Trisno di dekat mereka. Mbah Sinyo menjilati pejuh Pak Trisno di wajah Lik Tono dan setelah semua pejuhnya di mulutnya, keduanya berciuman dan bertukar pejuh dan menelannya.
Mereka kemudian menjilati kontol Pak Trisno yang sekarang tersenyum.
“Entenono sepuluh menit. Ronde dua (Tunggu 10 menit lagi. Ronde dua),” kata Pak Trisno.
“Siap, Mas,” kata Lik Tono sambil menjilati batang kontol Pak Trisno yang masih tegak.
Dan Bima sekali lagi muncrat di dalam celananya.
Bersambung…