Pak Trisno menoleh ke Bima dan berkata, “Saiki wayahe awakmu dikentu, Bapak, Le (Sekarang waktunya kamu dientot, Bapak, Nak).”
“Dicopot disik tangane Bima… (Dicopot dulu tangannya Bima),” kata Mbah Sinyo sambil melepaskan ikatan kaki cucunya. Pak Trisno kemudian melepaskan ikatan kaki anaknya.
Ketika Pak Trisno melepaskan tangan anaknya, badannya menutupi Bima. Pentil Pak Trisno tepat di wajah Bima. Bima memutuskan untuk menjilat dan menyedot pentil ayahnya. Pak trisno langsung memejamkan mata dan mendesah.
“Aduh, Le…” katanya.
Pak Trisno kemudian berdia. Dia membiarkan Bima menyusu pentilnya. Bima memejamkan mata dan tangan kirinya yang sudah lepas kemudian menggerayangi badan bapaknya yang besar dan berotot.
“Sedotanmu enak tenan, Le (Sedotanmu enak sekali, Nak),” kata Pak Trisno.
Pak Trisno memejamkan mata sementara Bima terus menyedoti pentil bapaknya. Pak trisno kemudian melepaskan ikatan tangan kanannya dan sekarang Bima menggunakan kedua tangannya untuk menggerayangi bapaknya.
“Ahhhhhh assuuuu malah tambah didilat (Anjing malah dijilatin),” kata Pak Trisno.
Tangan Bima sekarang menggerayangi paha bapaknya yang berbulu. Bima kemudian menemukan kontol dan biji bapaknya. Ini pertama kalinya dia memegang kontol orang lain selain kontolnya. Bima menyedot-nyedot pentil bapaknya sambil menggerayangi kontol dan biji Pak Trisno.
“Assuuu gak sabar aku merawani kowe, Le,” kata Pak Trisno sambil mengelus-ngelus kepala anaknya dengan penuh cinta.
Melihat anak dan cucunya begitu bernafsu, Mbah Sinyo langsung mendekati selangkangan Bima yang sudah berdiri tegak. Mbah Sinyo kemudian mengangkat kaki Bima dan menjilati batang dan biji cucunya. Bima yang menjilati pentil anaknya semakin bersemangat.
“Aduh, Mbah, enak…” kata Bima disela-sela menyusu pentil bapaknya.
“Menengo ae, Le, digawe enak awakmu bengi iki (Diam saja, Nak, dibuat enak kamu malam ini),” kata Mbah Sinyo sambil menjilati batang cucunya yang tebal. Urat-urat di kontol Bima bermunculan. Biji Bima yang besar menjadi sasarannya. Dia menjilatinya kemudian memasukkan satu per satu bijinya ke mulutnya. Enak sekali rasanya.
Pak Trisno memegang kepala Bima dan memaksa Bima untuk menyusunya. Pak Trisno memejamkan mata. Bima menatap wajah ayahnya yang menggigit bibir menahan kenikmatan ini. Dia terlihat matang dan sungguh seksi.
Tidak heran banyak ibu-ibu yang ingin dikawini bapaknya. Bima kemudian tersadar bahwa justru dialah yang mendapatkan kesempatan untuk dikawini bapaknya. Hal ini membuatnya semakin bernafsu. Dan ketika dia bernafsu, dia menggigiti kecil pentil bapaknya.
Pak Trisno membuka mata dan menatap anaknya. Dia tersenyum.
“Awakmu kok weruh aku seneng dicokot-cokoti, Le (Kamu kok tau aku suka digigit-gigit, Nak?),” tanya bapaknya.
Bima melepas bibirnya dan pentil hitam bapaknya yang berotot. Dada Pak Trisno membumbung dan terlihat sangat seksi. Bima menatap bapaknya dan berkata, “Soale aku yo seneng dicokot-cokot, Pak (Karena aku suka digigit-gigit, Pak),” kata Bima.
Bima kemudian langsung menjilati dan menggigit-gigiti kecil pentil bapaknya. Pak Trisno makin mendekap kepala anaknya. Kepalanya menengadah di atas dan mulutnya terus komat-kamit.
“Ya Gusti enak men sedotane anak lanangku (enak sekali sedotan anak laki-lakiku),” kata Pak Trisno mendesah.
Kesenangan Pak Trisno terhadap sedotan dan gigitan Bima di pentilnya terbukti dengan begitu banyaknya pre-cum yang menetes dan muncul dari kepala kontolnya. Bima yang memegang dan menjelajahi kontol bapaknya dengan tangannya langsung menaikkan pinggul bapaknya. Sekarang dia ingin mencicipi kontol bapaknya.
Pak Trisno tahu bahwa semua orang pasti ketagihan kontolnya yang perkasa. Dia kemudian duduk di atas dada anaknya dan membiarkan Bima memanjakannya. Bima menatap wajah bapaknya dan kemudian menjulurkan lidah dan mencicipi pre-cum bapaknya.
“Aduh, Le,” kata bapaknya.
“Enak, Pak,” kata Bima sambil menelan pre-cum yang sudah dia telan.
“Rasah kuatir. Gak bakalan entek kok (Nggak bakalan habis kok),” kata Pak Trisno.
Bima kemudian mencium kepala kontol bapaknya. Aroma kontol begitu memabukkan. Apalagi kalau kontolnya sebesar kontol Pak Trisno. Jembut Pak Trisno cukup rapi meskipun sudah ada beberapa ubannya.
Dan kontol Pak Trisno yang luar biasa adalah walaupun kepala kontol dan batangnya tebal, semakin ke pangkalnya kontolnya semakin tebal. Yang membuat Bima kesulitan memasukkan semua kontol bapaknya ke tenggorokannya. Dan yang membuat takut kalau nanti Bima dientot bapaknya.
Tapi siapa yang peduli itu kalau kalian punya kontol bapak kalian sendiri yang tebal dan menggiurkan di depan wajah kalian? Bima langsung melumat kepala kontol Pak Trisno dan memaju mundurkan kepalanya.
Pak Trisno memegang perut Bima dan menekukkan punggungnya.
“Assuuuu sedotanmu, Le, jan jos!” Kata Pak Trisno merasakan sedotan yang luar biasa dari mulut putranya.
Bima merasa semakin bangga dengan kata-kata ini. Dia semakin bernafsu menyedoti kontol bapaknya. Apalagi dia bisa melihat bapaknya duduk di perutnya yang sixpack, memamerkan tubuhnya yang telanjang dan keringatnya membuatnya seperti bercahaya di cahaya yang temaram ini.
Bima menyentuh dada dan perut bapaknya yang berotot dan sangat keras sambil terus menyedoti kontolnya. “Hmmmhh… hmhhh…” desah Bima sambil menyerap semua sari pati yang keluar dari kepala kontol Pak Trisno.
Sementara itu Mbah Sinyo masih keranjingan biji Bima. Dia merasa kesenangan menjilati biji cucunya. Kemudian dia mengangkat kaki Bima ke lengannya dan mulai mengerjai lubang cucunya.
Bima yang baru pertama kali merasakan lidah menyentuh lubang pembuangannya langsung kaget. Tapi dia tidak berhenti menghisap kontol bapaknya. Dia malah bersemangat. Dan ketika Mbah Sinyo memasukkan lidahnya lebih dalam ke lubang pantat Bima dengan lebih dalam. Bima kaget sekali.
Perasaan apa ini?
Badannya menggelepar.
Pak Trisno menoleh ke belakang dan melihat bapaknya sedang menjilati pantat cucunya. Pak Trisno memaju mundurkan pinggulnya agar Bima merasakan kenikmatan yang tiada tara. Bima memejamkan mata merasakan ini.
Pak Trisno kemudian turun dari badan Bima.
“Gantian, Pak. Wayahku saiki (Waktuku sekarang),” kata Pak Trisno.
Mbah Sinyo langsung ke atas kemudian dia mencium cucunya. Tidak seperti Pak Trisno, ciuman Mbah Sinyo lebih lembut. Bima sebenarnya lebih menyukai ketika Pak Trisno menciumnya karena sedotan Pak Trisno lebih kuat dan lebih garang. Tapi kelembutan Mbah Sinyo juga ternyata memberikan sensasi tersendiri.
Mbah Sinyo menarik bibirnya, menatap Bima dan tersenyum.
“Mari ngene dadi lanang tenanan awakmu, Le (Sebentar lagi jadi laki-laki sejati kamu, Nak),” kata Mbah Sinyo.
Mbah Sinyo dan Bima kemudian menyaksika Pak Trisno membentangkan kaki bima kemudian menjilati pantat Bima. Tidak seperti Mbah Sinyo yang kalau merimming pantat Bima lebih lembut dan pelan, Pak Trisno sangat bernafsu. Dia seperti marah. Lidahnya kasar tapi lembut pada saat yang bersamaan. Kehangatan ini membuat tubuh Bima berkobar.
Melihat ini Mbah Sinyo langsung mengambil kesempatan. Dia langsung menundukkan kepalanya dan menjilati pentil cucunya. Dia jilat dan dia sedot pentil cucunya yang berwarna cokelat tua itu. Sementara dia menjilat pentil kanannya, tangannya memainkan pentil Bima sebelah kiri. Akibatnya Bima kelabakan.
“Aduh, Mbah… Enaaak…” kata Bima.
Pak Trisno sendiri diam-diam sudah mengambil minyak dan mengoleskannya ke jari-jarinya. Dia memasukkan satu tangannya perlahan ke dalam lubang Bima yang masih perawan. Bima agak kaget ketika jari Pak Trisno masuk. Tapi karena dia mendapatkan rangsangan yang luar biasa dari Mbah Sinyo, dia diam-diam saja.
“Yokpo, Le (Gimana, Nak?),” Tanya Pak Trisno sambil memaju mundurkan jarinya.
“Aneh…” jawab Bima.
“Aneh enak opo yokpo?” Tanya Pak Trisno.
“Mbuh… (Nggak tau),” kata Bima.
Pak Trisno mengocok kontol Bima sambil mengeluarkan jarinya. Kini dia memasukkan kontol putra satu-satunya tersebut ke dalam mulutnya. Bima mendesah keenakan. Pentilnya dijilat dan disedot oleh kakeknya dan kontolnya dimainkan oleh bapaknya. Saat Bima memejamkan mata, Pak Trisno memasukkan dua jarinya.
Bima merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya tidak nyaman sekali. Tapi pada saat yang bersamaan, dia menginginkan yang lebih. Rasanya benar-benar tidak bisa diungkapkan. Pentilnya dijarah oleh kakeknya, bapaknya masih memijat batang kontolnya dengan lidahnya dan lubangnya disodok-sodok oleh dua jari.
Ketika Pak Trisno memasukkan tiga jari ke dalam lubangnya, Bima mulai mendesah. Dia merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya lebih sakit tapi lebih nikmat.
“Ahhhh aduuhh…” kata Bima.
“Loro, Le (Sakit, Nak?),” tanya Pak Trisno.
“He-em…”
“Yokpo, arep dikenthu bapakmu po yokpo (Gimana mau dientot bapakmu apa gimana)?” Tanya Pak Trisno sambil menjilati kepala kontol Bima yang penuh dengan pre-cum. Tangan kirinya masih terus menyodok-nyodokkan tiga jarinya.
Entah kenapa Bima menjadi terangsang sekali. Membayangkan bapaknya sendiri yang begitu gagah dan tampan mengentotinya, menyatu dengan dirinya seperti sebuah impian liar.
Bima mengangguk.
Pak Trisno melepas jari-jarinya. Pak Trisno paham. Dia mengambil minyak dan mulai melumurkan minyak tersebut ke kontolnya. Kontolnya bergerak-gerak saking ngacengnya. Ia terlihat gagah sekali. Keras dan menjulang. Menantang. Warna cokelat tua-nya terlihat begitu menarik dengan minyak di permukaannya.
Mbah Sinyo paham bahwa cucunya akan segera diperawani. Dia langsung menyedot kontol cucunya. Pak Trisno bersiap-siap dan mengangkangkan kaki anaknya.
“Tahan sakit, yo, Le,” kata Pak Trisno. “Ojok ditahan. Dilemeske wae (Jangan ditahan, dilemesin aja),” Bima mengangguk.
Kontolnya terasa keras sekali di dalam mulut kakeknya. Menyaksikan bapaknya yang terlihat begitu gagah dengan ototnya yang besar, memegang kontolnya dan bersiap memasukkan ke lubangnya membuat Bima deg-degan tapi sekaligus penasaran.
Pak Trisno kemudian mengarahkan kontolnya ke lubang Bima. Tentu saja lubang Bima tidak menyerah. Susah ditembus. Pak Trisno menjilati lagi lubang Bima.
“Dilemeske, Le (Dilemesin, Nak),” kata Pak Trisno.
“Slurrrppp… slurrppp…” Mbah Sinyo masih terus menyedot kontol cucunya.
Lubang Bima sepertinya mulai rileks. Pak Trisno kemudian langsung pelan-pelan memasukkan kepala kontolnya ke lubang Bima. Kepalanya masuk dan Bima langsung berteriak.
“Aduuuhhhh…”
Dia merasa panas sekali. Pantatnya panas sekali. Lubangnya seperti robek. Dan BIma tahu yang berikutnya akan makin sakit karena kepala kontol Pak Trisno bukanlah yang terbesar. Pangkal kontolnya lebih besar.
“Ditahan, Le. Dilemeske,” kata Pak Trisno diam, dia tidak bergerak.
Bima mengangguk. Dia tidak mau membuka mulut karena kalau dia membuka mulut dia akan merintih kesakitan.
Pak trisno memajukan kontolnya lagi. Separuh masuk dan Bima refleks berteriak.
“ASSSUUU LORO, PAK (ANJING, SAKIT, PAK!),” kata Bima.
“Emuten kontolku, Le, jarno awakmu gak ngerasakno loro nemen (Isep kontolku, Nak, biar kamu nggak merasakan sakit beneran),” kata Mbah Sinyo menoleh ke belakang.
Bima mengangguk. Dia memasukkan kontol kakeknya yang dari tadi mengeluarkan pre-cum karena saking bernafsunya. Kontol Mbah Sinyo sebenarnya lumayan besar. Mungkin sekitar 18 sentimeter. Tebalnya sama dengan kontol Bima. Tapi dia yang memiliki kontol terkecil di ruangan ini. Dan Mbah Sinyo benar, begitu Bima menyedot kontol kakeknya, dia merasa lebih rileks. Seperti bayi minta disusui.
Melihat Bima sudah rileks, Pak Trisno memasukkan sisa kontolnya.
“Emhh…” desah Pak Trisno. Dia merasakan betapa sempit dan menggigitnya lubang perawan Bima.
Bima merasakan kesakitan yang luar biasa. Pantatnya panas. Rasanya seperti mau buang air besar tapi tidak bisa dikeluarkan alias tertahan di tengah. Mbah Sinyo tahu soal rasa sakit Bima jadi dia menaik turunkan pinggulnya sehingga Bima terdistraksi oleh hal lain. Mbah Sinyo sekarang mengentoti mulut Bima dengan kontolnya sementara dia menyedoti kontol Bima dengan begitu bernafsu. Bima mengeluarkan begitu banyak pre-cum lezat untuk Mbah Sinyo minum.
Pak Trisno masih diam, dia tidak bergerak. Dia ingin membuat Bima terbiasa dengan kontolnya di dalam lubangnya. Rasa lubang Bima yang begitu nyaman membuat Pak Trisno mendesah. Dia memejamkan mata dan memainkan sendiri pentilnya.
“Oleh digenjot ra, Le (Boleh digenjot nggak, Nak),” tanya Pak Trisno.
Bima melirik ayahnya dan dengan kontol Mbah Sinyo di mulutnya dia mengangguk.
Pak Trisno kemudian memundurkan pantatnya kemudian memajukan lagi. Gerakannya begitu pelan dan konstan.
Bima masih merasa sakit tapi kini dia merasakan sensasi baru. Ada perasaan aneh ketika lubangnya kosong kemudian penuh, kemudian kosong kemudian penuh.
Bima pun mulai mendesah.
“Hmmmmhhmmm… hmhhh…” dengan kontol masih di mulutnya Bima mengeraskan suaranya menggunakan tenggorokan.
Pak Trisno tersenyum. Sepertinya putra laki-lakinya ini mulai menikmati gerakannya.
Pak Trisno pun agak mempercepat gerakannya.
Kini Bima merasakan sesuatu bergetar. Ketika kontol Pak Trisno yang gede sekali menyentuh prostatnya, ada sesuatu dalam tubuhnya yang bergetar. Dan begitu Pak Trisno mempercepat genjotannya, setiap kali prostatnya tersentuh, Bima ingin meledak saking enaknya. Rasa sakit tersebut sekarang menjadi seimbang dengan rasa geli, hangat di dalam tubuhnya.
Bima melepaskan kontol kakeknya karena dia ingin mendesah.
“Asuuuu, Pak, kok dadi rodo penak (Anjing, Pak, kok jadi agak enak),” kata Bima.
“Opo Le?” Tanya Pak Trisno pura-pura tidak tahu. Padahal dia bertanya sambil terus menggenjot pantat putranya sendiri.
PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK
“Enak, Pak…” kata Bima memejamkan kepalanya.
Kontolnya yang ngaceng diremas-remas oleh lidah kakeknya dan pantatnya terus digenjot oleh bapaknya yang macho sekali. Bagaimana kenikmatan ini bisa terjadi.
“Apane sing enak, Le? (Apanya yang enak, Nak?),” tanya Pak Trisno sambil terus menggenjot pantat anaknya.
“Kontolmu, Pak…” kata Bima memejamkan mata. Badannya menggelepar. Dia tidak bisa diam. Apalagi Mbah Sinyo malah mengocok kontolnya dan menyedoti kontolnya.
“Opoo kontol bapak, Le? (Kenapa dengan kontol bapak, Nak?),” tanya Pak trisno dengan raut muka serius.
PLOK PLOK PLOK…
“Enak Pak kontolmu…” kata Bima.
Semakin lama Pak Trisno menyatukan diri dengan anaknya, semakin menggelinjang Bima.
“Sik, Bima, ojo metu sik. Iki mbahmu bakalan ngekeki hadiah (Bentar Bima jangan keluar dulu. Ini kakekmu bakalan ngasih hadiah),” kata Mbah Sinyo yang memposisikan duduk di selangkangan Bima.
Kemudian Mbah Sinyo memasukkan kontol Bima ke dalam lubangnya.
Bima langsung merasakan sensasi baru. Kontolnya menemukan rumah yang hangat, empuk dan sempit sekali.
“Asu, Trisno. Kontole anakmu jan enak tenan (Anjing, Trisno. Kontolnya anakmu enak sekali),” kata Mbah Sinyo memejamkan mata. Kemudian Mbah Sinyo memainkan pentilnya sendiri sambil menaik turunkan pinggulnya.
“Yo mesti. Bapake ae pinter kenthu kok (ya jelas. Bapaknya saja pinter ngentot kok),” kata Pak trisno semakin cepat mengentoti lubang anaknya.
Bima tak tahu lagi harus bereaksi apa. Dia begitu bahagia merasakan kenikmatan tiada tara ini. Lubangnya terus dihajar oleh kontol bapaknya yang tebal dan terasa keras. Lubangnya benar-benar terasa penuh. Rasa sakitnya mulai menghilang dan digantikan dengan perasaan nyaman yang menjalar ke seluruh tubuh.
Kemudian kontolnya seperti diremas-remas oleh lubang kakeknya. Karena rupanya Mbah Sinyo jago sekali mengempot-ngempotkan lubang pantatnya.
Menyaksikan kakeknya begitu binal dan kecanduan kontol dan memainkan sendiri pentilnya, memejamkan mata dan menaik turunkan pantatnya untuk merasakan kontol lebih dalam di lubangnya, Bima menjadi binal.
Dia memegang pantat kakeknya dan sekarang dia ikut bergerak. Dan Bima kaget karena ini membuat hentakan kontol Pak Trisno dan lubangnya juga menjadi lebih keras.
PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK…
“Aduhhh asssuuuuu kontole anakmu jan jos gandos (Aduh, anjis kontolnya anakmu enak sekali),” kata Mbah Sinyo memejamkan mata.
“Yo wis, Pak, iki hadiahmu,” kata Pak trisno.
Pak trisno melepaskan kontolnya dari lubang Bima, kemudian dia membungkukkan badan ayahnya dan memasukkan kontolnya ke dalam lubang Mbah Sinyo.
Mbah Sinyo mendelik saking kagetnya tapi begitu semua kontol Pak Trisno masuk, Mbah Sinyo langsung berteriak-teriak. Dia mengocok kontolnya sambil terus menggerakkan pinggulnya.
“ASSUUU AKU DIKENTHU KARO ANAK LAN PUTUKU DEWEEE… GUSTIII JANCCOOOOKKKKK AKU METUUUU (ANJING GUE DIENTOT SAMA ANAK DAN CUCU GUE SENDIRI. YA TUHAANNN ANJIIINGGG GUE KELUAR…)”
CROT CROT CROT
Pejuh Mbah Sinyo muncrat ke wajah Bima. Ada sekitar tujuh muncratan pejuh hangat membasahi dada dan wajah Bima. Bima hanya tersenyum.
Pak Trisno mencium bibir ayahnya kemudian dia turun dan memasukkan lagi kontolnya ke lubang Bima.
Lubang Bima sekarang jauh lebih mudah untuk dimasuki. Dan begitu kontolnya merasakan pantat Bima yang lebih mencengkeram, Pak Trisno langsung menaruh kaki Bima ke pundaknya.
Mbah Sinyo turun dari selangkangan Bima dan sekarang dia menjilati pentil Bima.
“ASU TENAN KON, PAK, KONTOLMU JAN GEDI (Anjing beneran lu, Pak. Kontol lo gede banget),” kata Bima.
“Seneng awakmu dikenthu karo bapakmu dewe, Le (Suka kamu dientot sama bapakmu sendiri, Nak)?” Tanya Pak trisno.
“Iyo Pak. Kontolmu soale enak nggenjot silitku (Iyo Pak soalnya kontolmu enak nggenjot pantatku),” jerit Bima.
Mbah Sinyo terus menggigiti kecil pentil Bima yang membuat Bima tidak tahu lagi harus merasakan apa.
“Aduh sempit men silitmu, Le. Enak ancene perawan (Aduh sempit sekali pantatmu, Nak. Enak memang kalau perawan),” kata Pak Trisno.
Bima kemudian memegangi perut dan dada Pak Trisno yang berkeringat deras. Pejuh kakeknya di wajahnya terasa begitu seksi.
“Ayo, Pak, metu. Aku kepingin pejuhmu ndek njero (Ayo, Pak, keluar. Aku ingin pejuhmu di dalem),” kata Bima.
“Awakmu doyan pejuh, Le (Kamu doyan pejuh, Nak)?” Tanya Pak Trisno.
“Aku doyan kontolmu. Kenthu bendino yo, Pak, Mbah (Aku doyan kontolmu. Ngentot tiap hari ya, Pak, Mbah),” jerit Bima.
PLOK PLOK PLOK PLOK PLOK
Genjotan Pak Trisno lebih cepat sampai akhirnya Bima tidak bisa menahan lagi. Kakinya bergetar dan kontolnya berkedut-kedut.
Mbah Sinyo langsung memposisikan kepalanya di depan kontol dan ketika akhirnya kontol Bima mulai muncrat, dia membuka mulutnya.
“ASU PAAAKKKK AKU METU… GENJOT TERUS PAK…” jerit Bima.
CROT CROT CROT CROT CROT CROT CROT
Tujuh muncratan pejuh putih kental membasahi wajah Mbah Sinyo. beberapa masuk ke mulutnya, beberapa mengenai wajah, dagu bahkan sampai rambut Mbah Sinyo. Ngocoks.com
“Ahhhh…” desah Bima ketika badannya bergetar setelah pejuhnya keluar.
“Assuuu…” jerit Bima ketika Mbah Sinyo memasukkan kontolnya ke dalam mulutnya dan membersihkan pejuh di kontolnya.
Pak Trisno yang dari tadi sudah merasakan kenikmatan, makin kaget ketika kontol besarnya dipijat dan ditarik oleh pantat Bima yang sedang mengejan karena dia muncrat.
Pak Trisno kemudian menusuk kontolnya lebih dalam dan memejamkan mata.
“Iki, Le, pejuh sing gawe awakmu, tak lebokno maneh nang awakmu aahhhhhh (Ini Nak pejuh yang menciptakanmu, kumasukkan lagi ke dirimu aahhhh),” kata Pak Trisno.
CROT CROT CROT CROT CROT
Bima merasakan sesuatu yang hangat masuk ke dalam perutnya. Setiap hentakan Pak Trisno di dalam lubangnya malah semakin membuat Bima bangga dia sudah membuat ayahnya memuncratkan pejuh.
Pak Trisno mengeluarkan kontolnya dari lubang Bima dan Mbah Sinyo sekali lagi menangkap kontol putranya dan membersihkannya dengan mulutnya.
Pak trisno kemudian mencium Bima. Pak trisno menjilati pejuh bapaknya di wajah Bima kemudian mereka saling berbagi pejuh Mbah Sinyo.
“Gak sabar aku kenthu maneh sesuk (Gak sabar aku ngentot lagi besok),” kata Bima lemas.
“Yo saiki ngasuh sik. Mene maneh (Ya sekarang istirahat dulu, besok lagi),” kata Pak trisno.
Malam itu mereka bertiga tidur berpelukan tanpa busana. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, Bima merasa lengkap. Bima, akhirnya merasa dia sudah menjadi laki-laki dewasa.
Bersambung…