Beberapa hari ini aku jadi kehilangan kesempatan untuk melihat aktifitas kamar majikan putri itu. Aku jadi susah tidur, padahal aku setiap hari sebelumnya selalu melihat aktifitas di kamar itu dan sempat bermasturbasi barulah aku tertidur.
Memang aku akui di usiaku yang tidak muda lagi ini libidoku sering timbul. Namun kepada siapa aku akan menyalurkannya, sedang istriku di Sumatera bersama anakku. Untuk memenuhi hasrat libidoku, pada malam yang dingin itu aku mengintip majikanku itu di kamarnya. Rupanya ia masih belum tidur dan hanya berbaring di ranjang.
Tampaknya ia sedang merindukan belaian dari suaminya. Namun karena suaminya sedang tidak tidak ada ia menjadi kelihatan gelisah di tempat tidurnya. Aku memperhatikan Neng Shany selalu menggeser geserkan guling di ranjangnya yang luas itu ke arah kemaluannya.
Aku tahu saat itu Neng Shany ingin kehangatan. Apalagi hawa dingin AC di kamarnya membuatnya tampak kehausan. Tak lama kemudian kulihat tangan Neng Shany mulai meraba-raba bagian selangkangannya dari luar gaun tidurnya yang sudah mulai awut-awutan dan menyingkapkan pahanya yang mulus.
Aku jadi terangsang dan ingin melihat terus apa yang hendak dilakukannya. Saat sedang asyik-asyiknya memperhatikan tingkah laku anak perempuan majikanku itu aku dikejutkan oleh suara benda terjatuh dan ada bunyi ‘krasak kresek’.
Aku yang saat itu berada dalam kegelapan dapat dengan leluasa mengintai ke arah datangnya suara itu. Ohh.. Alangkah kagetnya aku. Aku melihat ada 3 orang yang mengendap endap akan masuk ke rumah ini. Mereka telah melompati pintu pagar dan sedang berjalan ke arah rumah.
Sebagai seorang bekas tentara yang telah banyak pengalaman di medan perang, aku lalu menuju arah suara itu dan dengan samuraiku aku bacok si penjahat itu tanpa tanya lagi. Mereka meringis kesakitan dan minta ampun padaku.
Mereka akhirnya lari dan berusaha menghindar dari kejaran masyarakat yang tahu akan tindakan mereka. Malam itu akhirnya rumah majikanku ini selamat dari upaya pencurian dan perampokan. Majikanku Shany akhirnya terbangun dan keluar rumah menemuiku.
Akupun menerangkan kejadian yang sesungguhnya dengan lengkap. Ia pun akhirnya berterima kasih dan minta aku untuk menyelesaikan masalah itu dengan aparat terkait malam itu. Setelah memberikan laporan secukupnya, malam itu pun aku pulang ke rumah dan disambut majikanku Neng Shany, yang saat itu mengenakan baju kimono tidur.
Ia amat mengkhawatirkan keadaanku malam itu. Iapun telah sempat menelepon suami dan kedua orang tuanya. Dan akupun lalu ditelepon suami dan kedua orangtua Shany agar bisa menjaga Shany dengan hati hati. Sempat aku lihat wajah kecemasan di rona muka Shany malam itu.
Wajahnya yang putih bersih itu terlihat takjub dan khawatir, namun dengan lambat aku terangkan kepadanya supaya jangan cemas seperti itu. Malam itu pun lalu kami tidak tidur dan hanya berbicara saja di ruang tamu rumah besar itu.
Neng Shany kelihatan masih shock atas kejadian itu dan akupun tidak sampai hati meninggalkannya sendirian di ruang tamu malam itu. Aku menemaninya dan sesekali mataku yang nakal mencuri-curi pandang ke arah sekujur tubuhnya yang terbalut kimono tidur saat itu.
Mata nakalku sempat memperhatikan gundukan bukit dadanya yang sekal dan berukuran 34B hingga amat menggodaku. Aku tahu nomor itu karena saat mencuci dan menjemur aku sempat melihatnya dengan seksama jenis dan wangi celana dalam Neng Shany.
“Neng.. Sudah malam tidur aja dulu.. Biar Mamang jaga di sini” kuanjurkan Neng Shany agar segera tidur karena waktu sudah hampir pukul 2 pagi.
“Ahh.. Enggak Mang.. Shany masih takut dengan kejadian tadi! Mamang mau kan jagain Shany di kamar” pinta Neng Shany dengan wajah yang masih nampak pucat.
“Wahh.. Mamang enggak berani lancang neng..” aku terkejut dan spontan menolak karena enggak enak harus masuk kamar majikanku ini.
“Enggak apa-apa kok Mang.. Soalnya aku takut sendirian..” katanya memelas.
Aku jadi tidak tega melihatnya. Entah kenapa malam itupun aku diajaknya ke kamarnya untuk sekedar berbincang bincang. Katanya ia masih takut dan trauma. Jika saja ada suaminya ia mungkin tidak akan mengizinkan aku ke kamarnya.
Namun hal tabu yang slalu aku jaga slama ini malam itu luntur. Aku masuk ke kamarnya yang dingin dan harum semerbak itu sekedar hanya untuk menemani anak majikanku itu. Sebagai laki-laki aku telah memasuki wilayah pribadi putri majikanku itu.
Dengan sedikit berdebar aku mengikuti Neng Shany masuk ke kamarnya dan duduk di kursi yang ada di kamar Neng Shany. Niat isengku mulai timbul saat kulirik tubuh Neng Shany yang sintal terbaring indah di tempat tidurnya.
Dengan sedikit kurang ajar aku mulai berusaha mempengaruhi jiwa dan mental putri majikanku itu dengan cerita cerita seram tentang perampokan dan horor. Sebagai wanita yang hanya seorang diri malam itu tentunya ia merasa takut dan amat membutuhkan bantuanku.
Neng Shany tidak jadi tidur dan semakin merasa ketakutan. Ia memintaku menemaninya duduk di atas tempat tidurnya. Inilah saatnya insting kelelakianku bermain. Dengan tambahan cerita seram akhirnya dengan tanpa paksaan Neng Shany aku raih dan kupeluk malam itu di kamarnya.
Ia yang menganggapku sebagai orangtuanya hanya mandah saja saat tubuhnya kudekap di atas tempat tidurnya. Aku yang sudah banyak makan asam-garam sebagai laki-laki tidak terlalu sulit untuk menundukkannya.
Dengan terus menceritakan hal-hal seram, tanganku mulai mengelus lengan Neng Shany. Aku tahu Neng Shany sudah mulai tunduk dan takluk padaku. Hal ini kuketahui dari berdirinya bulu-bulu lembut di lengannya saat kuraba. Nafas Neng Shany pun mulai memburu.
Aku mulai memberanikan diri mencium leher bagian belakang telinga Neng Shany. Tubuhnya mulai sedikit bergetar atas ciuman dan rangsangan di wilayah peka tubuhnya yang mulus itu. Aku tahu saat itu Neng Shany sedang membutuhkan belaian laki laki.
Namun Neng Shany memang wanita dan seorang istri yang baik. Ia tidak begitu saja larut akan alunan gairah yang aku pancarkan saat itu. Ia berusaha menolakku dan melepaskan pelukanku. Namun malam itu apalah daya seorang wanita seperti Neng Shany dibandingkan aku yang bekas prajurit dan memiliki pengalaman yang lumayan di saat perang.
Aku tak mau mangsa yang sudah di depan mata terlepas begitu saja. Aku harus menuntaskannya. Karena kalau tidak maka habislah riwayatku. Aku harus mampu menundukannya. Neng Shany yang menggeliat berusaha melepaskan pelukanku, semakin kupeluk erat.
Tanganku semakin berani mengelusnya. Kali ini tanganku mengelus perutnya tepat di atas selangkangannya. Mulutku yang sedang menciumi bagian belakang telinganya semakin liar bergerak turun ke lehernya.
Bulu kuduknya telah berdiri semua. Tubuhnya semakin menggelinjang dalam pelukanku. Lalu dengan sedikit paksaan, kurebahkan tubuh Neng Shany dan mulai kutindih dan kucumbu.
Tubuhku yang menindih tubuh Neng Shany segera menekan bagian selangkangannya. Kedua kakinya kupentangkan lebar-lebar sehingga aku semakin leluasa menempatkan tubuhku di antara kedua pahanya. Batang kemaluanku yang sudah mulai mengeras menempel ketat ke selangkangan Neng Shany yang hangat itu.
Aku yang sudah sangat lama tidak melakukan hubungan badan semakin tak terkendali. Mulutku dengan rakus segera menyerbu gundukan bukit payudara Neng Shany dari luar kimono tidurnya. Puting payudaranya yang mulai mengeras di balik beha-nya segera saja menjadi santapan mulutku yang rakus.
“Ohh.. Mmaangg.. Jangg.. Annhh” Neng Shany merintih memohon agar aku menghentikan gerakanku. Namun aku yang sudah kesetanan tak mau berhenti begitu saja. Tanganku yang liar segera bergerak ke bawah dan menyingkap kimononya dan mengusap-usap pahanya bagian dalam yang sangat mulus.
Tanganku terus merayap ke atas dan akhirnya mulai mengelus-elus gundukan di balik celana dalam Neng Shany yang sudah mulai basah. Aku tahu Neng Shany sudah mulai terangsang. Walaupun mulutnya bilang jangan, namun aku tahu ia tak mungkin dapat menghentikanku.
Tanganku segera menyusup ke balik celana dalamnya yang tipis dan mulai meraba rambut di selangkangan Neng Shany. Tanganku segera menyentuh cairan lendir hangat yang mulai membasahi selangkangannya. Aku yang sudah sangat berpengalaman dalam hal ini segera saja mencari-cari tonjolan di sela-sela lubang kemaluan Neng Shany.
Karena disitulah titik kelemahan wanita. Jari tanganku segera mempermainkan tonjolan daging kecil di celah lubang kemaluan Neng Shany yang sudah sangat licin dan basah. Mulut Neng Shany tidak lagi menolakku. Tubuh Neng Shany semakin bergetar saat jariku yang lincah bergerak memutar-mutar di atas tonjolan daging di sela-sela lubang kemaluannya.
Nafas Neng Shany semakin megap-megap. Pantatnya mulai terangkat sehingga bukit kemaluannya semakin ketat menempel batang kemaluanku yang semakin mengeras. Tak berapa lama kemudian Neng Shany merintih panjang. Tubuhnya berkelojotan di bawah tindihanku.
Aku tahu Neng Shany sudah orgasme atas permainan jari-jariku yang sudah berpengalaman. Namun aku terus saja meneruskan permainan ini. Tanganku tetap meremas dan meraba bukit kemaluannya selama beberapa saat.
Kemudian tanpa perlawanan berarti dari Neng Shany aku berhasil membuka seluruh kain penutup tubuhnya hingga Neng Shany telanjang bulat dalam pelukanku. Pemandangan yang sangat indah segera terpampang di depan mataku.
Tubuh Neng Shany yang sangat mulus benar-benar membuat jakunku naik turun. Kedua belah payudaranya yang putih sangat mengkal dihiasi dua puting yang masih berwarna kemerahan sangat menggairahkan. Perutnya tampak masih sangat rata karena memang belum pernah melahirkan, jadi belum ada guratan sama sekali.
Pinggulnya yang lebar sangat serasi dengan pinggangnya yang ramping. Dan yang paling membuat mataku terbelalak adalah guratan kecil berwarna merah yang melintang di tengah-tengah gundukan bukit membusung di kemaluannya yang lebat ditumbuhi rambut.
Lalu tanpa membuang waktu aku segera melepas kaus bututku dan memerosotkan celana kolorku hingga aku pun telanjang bulat. Aku segera menindihnya dan menggangkankan kedua kakinya lebar-lebar. Batang kemaluanku yang sudah mengeras menempel ketat di selangkangan Neng Shany yang hangat.
Mulutku segera menyergap kedua bukit payudaranya yang indah itu dengan rakus. Kali ini tanpa dihalangi kain beha dan kimono lagi. Lidahku segera menjilat kedua bukit payudara Neng Shany yang putih kenyal itu bergantian. Ceritasex.site
Bibirku mengulum puting payudaranya yang mencuat. Hal ini membuat mulut Neng Shany mendesis-desis seperti orang kepedasan. Tubuhnya mulai menggelinjang hingga aku merasa betapa batang kemaluanku yang menempel ketat di selangkangannya mulai tergesek-gesek daging hangat dan licin karena sudah sangat basah.
“Amm.. punhh Maangg.. jaangg.. aannhh.. Maangg.. ouchh..” desis Neng Shany antara menolak dan pasrah. Aku tak peduli. Dalam benakku hanya ada tekad untuk menuntaskan hasratku. Aku tak peduli apapun juga. Biarlah urusan dipikir belakangan! Yang penting tembak duluan! Ayo blehh sikaatt! Demikian setan telah menari-nari membujukku untuk menuntaskan napsuku.
Mulutku yang rakus terus menyusuri seluruh permukaan tubuh Neng Shany. Dari kedua puting payudaranya yang semakin keras, mulutku bergeser ke samping ke arah ketiak Neng Shany yang bersih tanpa ditumbuhi rambut satu helai pun! Rupanya ia rajin mencabuti bulu ketiaknya hingga tampak bersih.
Lidahku segera menjilat-jilat ketiaknya dengan gemas. Tubuh Neng Shany semakin menggerinjal. Desisan tak henti-hentinya keluar dari bibirnya. Dari ketiak, mulutku terus bergeser turun menyusuri tulang rusuk Neng Shany hingga ke pinggangnya yang putih bersih. Lidahku terus menyapu-nyapu seluruh permukaan pinggangnya dengan diselingi sesekali menyedotnya kuat-kuat hingga tubuh Neng Shany terhenyak.
Aku semakin gemas menyedot-nyedot saat mulutku sampai ke bagian bawah perut Neng Shany yang rata. Rambut-rambut halus nampak menumbuhi perut bagian bawah Neng Shany yang semakin ke bawah semakin melebat.
Lidahkupun menyapu-nyapu bagian perut di antara selangkangannya dengan pangkal pahanya. Tercium aroma khas perempuan! Sungguh sangat merangsang. Rupanya Neng Shany sangat menjaga kebersihan kawasan pribadinya ini.
Bersambung…