Bukannya belok ke kanan menuju kantor Aliyah, Zaskia malah terus melangkah menuju klinik pondok pesantren Al-Tauhid. Selain di percaya untuk mengajar, Julia juga mendapat kepercayaan di bagian kesehatan bersama beberapa santri senior kelas 3 Aliyah.
Tok… Tok… Tok…
“Assalamualaikum!”
Cukup lama Zaskia menunggu jawaban, tapi tidak ada satupun yang menjawab salamnya.
Karena dirinya yang tengah emosi, membuat Zaskia memutuskan untuk masuk ke dalam klinik yang memang biasanya kalau pagi seperti saat ini masih terlihat sepi, tapi Zaskia yakin kalau Julia ada di dalam.
Ia berjalan cepat menelusuri lorong klinik, menuju ruangan yang biasa di tempati Julia. Tanpa permisi lagi Zaskia membuka pintu klinik.
“Astaghfirullah!” Jerit Zaskia.
Ia melihat sahabatnya Julia tengah duduk di pangkuan seorang santri dalam keadaan telanjang bulat.
Tubuh sintal Julia tampak naik turun diatas pangkuan sang Santri, sembari mengerang-erang, melolong panjang, menikmati sodokan kontol sang Santri yang tengah sibuk bermain dengan buah dadanya.
“Mbak…” Lirih Zaskia.
Julia dan Santri itupun tersadar akan kedatangan Zaskia, buru-buru Julia turun dari atas tubuh sang Santri dengan raut wajah panik, melihat Zaskia yang tengah menatap dirinya dengan tatapan tidak percaya. Sang Santri dengan cepat mengenakan kembali pakaiannya.
Tanpa permisi pemuda itu buru-buru meninggalkan ruang praktek Julia.
“Apa-apaan ini Mbak! Astaghfirullah.” Zaskia sampai memegangi kepalanya, seakan kepalanya mau pecah melihat kelakuan orang yang begitu ia percayai.
Julia mendesah pelan sembari memakai gamisnya kembali, lalu duduk di kursi kebesarannya yang biasa ia gunakan untuk memeriksa pasiennya. “Duduk Uhkti! Aku bisa menjelaskan semuanya.” Ujar Julia berusaha bersikap tenang.
“Tidak perlu Mbak! Saya ke sini cuman mau menanyakan maksud Mbak memberikan obat ini?” Ketus Zaskia.
“Duduk dulu.”
Zaskia menghela nafas perlahan. “Apa maksud Mbak memberikan obat ini ke saya.” Zaskia meletakan obat perangsang tersebut ke atas meja.
“Karena kamu membutuhkannya?”
“Apa? Saya gak butuh obat ini Mbak.” Geram Zaskia. “Mbak tau apa yang terjadi gara-gara obat ini? Obat ini membuat saya sangat tersiksa Mbak. Dan… Dan… Rayhan, adik saya hampir meniduri saya.” Tubuh Zaskia gemetar mengingat kejadian semalam.
“Hampir? Itu berarti tidak terjadi kan?”
Zaskia makin geram. “Dan itu bisa saja terjadi Mbak.” Sinis Zaskia.
“Mbak pikir kamu ke sini karena mau berterimakasih.”
“Gila… Mbak semalam Rayhan melecehkan saya! Ia menyentuh tubuh saya Mbak.” Tubuh Zaskia terguncang, mata indahnya tampak berkaca-kaca.
“Bukankah itu yang kamu mau?”
“Apa?”
“Mau sampai kapan Uhkti? Mau sampai kapan kamu membohongi diri kamu sendiri?” Julia menggenggam erat jemari Zaskia. “Mbak perempuan, Mbak tau apa yang kamu rasakan! Hanya saja ada tembok besar yang membuat kamu tidak berani melangkah. Mbak hanya mencoba untuk membantu kamu, merobohkan tembok itu.” Jelas Julia, ia menatap dalam mata Zaskia.
“Mbak bohong.” Lirih Zaskia.
Julia tersenyum lalu berdiri, ia berjalan mengitari Zaskia dan berhenti di belakang Zaskia, dan memegang pundak Zaskia yang terguncang. “Ini memang sulit Uhkti! Tidak muda… Tapi percaya sama Mbak, obat ini perlahan tapi pasti akan merobohkan tembok itu.” Bisik Julia.
“Ta-tapi ini dosa Mbak!” Tak tahan dengan tekanan batin yang di alaminya, Zaskia mulai menitikan air matanya.
“Tapi kamu menginginkannya.”
Sejenak suasana menjadi hening, Zaskia tak lagi membantah ucapan sahabatnya. Memang benar Zaskia menginginkannya, hanya saja ia masih takut untuk mengakuinya. Selain karena perbuatan tersebut di larang oleh Agama, ia juga merasa kalau perasaannya terhadap Rayhan sangat tabu.
Sebagai seorang Kakak, tentu sudah menjadi tugasnya untuk menjadi seorang panutan adiknya. Bagiamana mungkin ia bisa menjadi panutan kalau dirinya sendiri tidak baik.
“Coba ceritakan sama Mbak! Apa yang terjadi semalam? Sekarang kamu duduk dulu.” Tanya Julia.
Zaskia yang melunak akhirnya menuruti ucapan Julia, ia duduk dengan wajah tertunduk. “Se… Semalam aku meminum obat yang Mbak berikan! Dan… Efeknya sangat mengerikan Mbak! Tubuhku rasanya panas dingin, gak bisa di gerakan, bahkan bicara saja aku gak bisa.” Lirih Zaskia.
“Terus.”
“Terus tidak lama kemudian Rayhan ke kamarku Mbak! Ia berusaha membangunkan aku! Tapi… Aku gak bisa.” Ucap Zaskia, ia menggigit bibirnya mengingat bagaimana pemuda itu mulai menyentuhnya.
“Setelah itu dia melecehkan kamu?”
“…..” Zaskia mengangguk.
“Apa kamu membenci Rayhan?” Tanya Julia.
“…..” Zaskia menggelengkan kepalanya.
“Kenapa? Bukannya dia sudah melecehkan kamu sayang?” Tanya Julia.
Zaskia menghela nafas. “Awalnya saya memang sangat marah Mbak! Tapi… Tapi… Sentuhan Rayhan membuat penderitaan saya berkurang!” Zaskia memejamkan matanya sembari menjambak rambutnya di balik jilbab yang ia kenakan.
“Seandainya Rayhan tidak datang dan melecehkan Uhkti, apa yang akan terjadi?”
“Se-sepanjang malam saya pasti akan merasa sangat tersiksa Mbak.” Jawab Zaskia, ia rasanya ingin menangis sejadi-jadinya walaupun ia tidak tau apa alasannya menangis.
Julia merangkul pundak Zaskia, dan dengan reflek Zaskia melingkarkan tangannya di pinggang Julia yang berdiri di sampingnya. Ia membenamkan wajahnya di perut Julia sembari menitikan air mata.
Perlahan Julia membelai, mengusap kepala Zaskia yang tengah menangis di pelukannya.
“Rayhan baik ya! Andai dia tidak datang kamu pasti sangat menderita! Seharusnya kamu berterimakasih sama Rayhan yang sudah membantu kamu.” Ucap lembut Julia.
“Saya merasa berdosa.”
“Tapi kamu bahagiakan, karena orang yang menolong kamu adalah orang yang sangat kamu sayangi.” Bisik Julia, membuat Zaskia semakin erat memeluk Julia.
“Mbak…” Zaskia menatap Julia.
Julia tersenyum dan menghapus air mata Zaskia. “Gak apa-apa Uhkti! Wajar kalau kamu menginginkan Adik kamu yang datang menolong kamu.” Ujar Julia menenangkan perasaan Zaskia yang kacau. “Dan setiap malam, dia akan selalu datang untuk melepaskan penderitaan kamu.” Sambung Julia.
“…..” Zaskia cemberut manja.
“Duh enaknya yang punya pangeran berkuda! Mbak jadi iri sama kamu.” Goda Julia.
“Iiihk… Mbak.” Gemas Zaskia mencubit Julia.
Wanita berusia 38 tahun itu tertawa melihat tingkah Zaskia yang seperti anak ABG yang tengah jatu cinta, begitu juga dengan Zaskia, ia tertawa mentertawakan dirinya sendiri yang entah kenapa selalu saja mendapatkan pembenaran dari tindakannya yang salah.
Cukup lama mereka mengobrol ringan, hingga akhirnya Zaskia memutuskan untuk pamit karena ia masih ada kelas sehabis istirahat siang.
Baru saja Zaskia hendak membuka pintu klinik, tiba-tiba Julia kembali memanggilnya. “Barang kamu ada yang ketinggalan Uhkti.” Ucap Julia sembari mengangkat obat perangsang yang tadi di bawak Zaskia.
“Itu…”
“Ambil.”
Zaskia kembali mendekat dan menerima obat perangsang tersebut dari Julia.
“Dosisinya di tambah satu tetes ya.” Ucap Julia seraya mengedipkan matanya.
Wajah Zaskia merona merah, ia merasa malu sekali di hadapan Julia. “I-iya Mbak! Terimakasih…” Jawab Zaskia dan menyimpan kembali obat perangsang tersebut.
*****
Langit tampak mendung mengiringi langkah Rayhan yang baru saja pulang sekolah. Ia berjalan menelusuri jalan setapak, tak jauh dari rumah Ustadza Risty, Rayhan berbelok menerobos semak belukar yang panjangnya hingga sepinggang.
Setelah hampir lima menit lamanya ia menerobos semak belukar, akhirnya Rayhan tiba di tepian danau yang berada tidak jauh dari belakang rumah Ustadza Risty.
“Lama banget.” Keluh Ustadza Risty setibanya Rayhan.
Pemuda itu tersenyum, lalu duduk di samping Ustadza Risty yang tengah duduk di atas tikar yang ia bentangkan diatas rerumputan. “Kangen ya…” Goda Rayhan, membuat wajah Ustadza Risty merona merah.
“Geer.”
“Hahahaha….”
“Kamu tau, semalam Ustad Fuad bilang ke Ustadza kalau dia gak jadi berpoligami.” Ujar Ustadza Risty dengan wajah berbinar.
“Oh ya…”
Ustadza Risty mengangguk. “Karena Ustad Fuad merasa puas dengan pelayanan Ustadza. Dan itu…. Berkat kamu Rayhan.” Bisik Ustadza Risty.
“Alhamdulillah kalau begitu.” Rayhan menggenggam tangan Ustadza Risty.
“Jadi…”
“Apa?”
“Ehmm… Kamu mau minta hadiah apa dari Ustadza?” Tanya Ustadza Risty.
“Hadiah?”
“Iya.”
“Apa ya…”
“Apa aja! Ustadza akan berusaha mengabulkan semua permintaan kamu.” Ucap Ustadza Risty.
“Kalau saya minta Ustadza gimana?” Tanya Rayhan, ia menatap dalam mata Ustadza Risty yang tampak tegang karena ucapannya barusan.
“Aapa.”
“Ya… Saya mau Ustadza! Saya mau memiliki Ustadza.” Bisik Rayhan, ia menggenggam jemari Ustadza yang terasa begitu halus dan lembut.
“Ustadza milik Ustad Fuad.” Lirih Ustadza Risty.
“Dan saya akan merebutnya dari Ustad Fuad.” Rayhan semakin berani, ia tidak hanya menggenggam tangan Ustadza Risty, tapi juga membelai jemari halus itu.
“Kamu berani?” Tantang Ustadza Risty.
Rayhan menarik wajah Ustadza Risty, dan sedetik kemudian Rayhan melumat bibir merah Ustadza Risty dengan perlahan. Walaupun sempat terkejut, tapi Ustadza Risty tidak melakukan perlawanan apapun, ia membalas pagutan mesrah dari Muridnya itu.
Ia membiarkan lidah muridnya bermain-main di dalam mulutnya, bahkan ia menelan air liur Rayhan yang masuk ke dalam mulutnya.
Telapak tangan Rayhan menggapai payudara Ustadza Risty yang berbentuk mirip lemon. Walaupun tidak begitu besar, tapi terasa begitu pas di telapak tangan Rayhan, hingga ia leluasa memeras susu Ustadza Risty.
“Ughkk… Hmmppsss… Hmmppsss…” Lenguh Ustadza Risty.
Hampir satu menit mereka berciuman, hingga akhirnya Rayhan melepas pagutannya setelah nafasnya di rasa hampir habis. Ia menatap dalam wajah cantik Ustadza Risty yang tampak tersipu malu setelah melakukan ciuman tabu antara murid dan guru.
Rayhan mendekap tubuh Ustadza Risty, kedua tangannya meremas-remas buah dada Ustadza Risty.
“Nakal kamu Ray! Ughkk… Ini punya Ustad.” Lirih Ustadza Risty sembari sesekali memejamkan matanya, menikmati remasan Rayhan.
“Sekarang milik saya Ustadza.”
Kedua tangan Rayhan membuka resleting gamis Ustadza Risty yang berada di balik punggungnya. Kemudian ia menurunkan gamis Ustadza Risty hingga sebatas perutnya. Rayhan agak kecewa karena di balik gamisnya Ustadza Risty masih mengenakan tank top.
Segera Rayhan menarik keatas tank top yang di kenakan Zaskia hingga tampak buah dada Zaskia yang berada di balik cup bra berwarna merah.
“Lain kali, Ustadza tidak boleh memakai pakaian apapun di balik gamis Ustadza.” Titah Rayhan, ia melepas penutup terakhir payudara Ustadza Risty.
Tangan mulus Ustadza Risty menggenggam tangan Rayhan yang tengah meremas buah dadanya. “Jadi sekarang kamu sudah berani memberi perintah sama gurumu?” Sindir Ustadza Risty menatap Rayhan.
“Tentu… Apa Ustadza mau membantahnya.”
“Ustadza tidak berani sayang! Karena Ustadza milik kamu sekarang.” Jawab Ustadza Risty, ia meraih dagu Rayhan dan mencium bibir Rayhan.
“Ehmmpps… Ehmmpsss… Ehmmpsss…”
Sembari melumat bibir Ustadza Risty, Rayhan membaringkan Ustadza Risty diatas tikar, ia melepas pagutannya dan mulai menelanjangi Ustadza Risty hingga tubuh tubuh Risty menjadi polos dan hanya menyisakan selembar kain yang menutupi kepalanya.
Telapak tangan Rayhan membelai kepala Ustadza Risty, menatap nanar tubuh telanjang Ustadzanya.
“Indah sekali Ustadza.” Bisik Rayhan.
Pemuda itu tidak mampu menyembunyikan kekagumannya terhadap gundukan kecil yang di tumbuhi rambut hitam yang di cukur rapi. Sadar kalau murid tengah menatap bagian terintim tubuhnya, membuat Ustadza Risty merinding. Rayhan pria pertama selain suaminya yang menatap keindahan tubuhnya secara langsung.
Rayhan kembali mencium bibir Ustadza Risty, mereka bertukar air liur, sementara telapak tangan Rayhan bermain dengan buah dada Ustadza Risty.
Ciuman Rayhan turun menuju leher Ustadza Risty, ia menyibak jilbab Ustadza Risty yang memang sudah berantakan. Lalu dia mulai menjilati leher jenjang Ustadza Risty, memberi beberapa cupangan di leher Ustadza Risty yang tengah mendesah nikmat.
Kemudian ciuman Rayhan kembali turun menuju dua buah gunung kembar yang terlihat menggemaskan itu. Secara bergantian ia menghisap dan meremas payudara Ustadza Risty, membuat wanita bersuami itu makin tak berdaya.
“Oughkk… Ray! Aaahkk… Aahkkk…” Desah Ustadza Risty.
Jemari Rayhan turun kebawah, menggelitik perut Ustadza Risty yang sedikit berlemak, lalu turun menuju lembah surga yang tampak sudah becek. “Wanita jalang!” Bisik Rayhan, membuat wajah Ustadza Risty merona merah.
“Itu karena kamu sayang! Ssstt… Kamu membuat Ustadza menjadi wanita jalang.”
“Bukan! Ini salah Ustad Fuad yang gak bisa membuat Ustadza menjadi wanita jalang.” Balas Rayhan, menatap mata Ustadza Risty yang tampak sayu.
“Terserah… Lakukan sekarang sayang.”
Rayhan tidak mengubris ucapan Ustadza Risty, ia menggeser tubuhnya kebelakang, membuka kedua paha Ustadza Risty hingga ia dapat melihat kemaluan Ustadza Risty yang terlihat begitu indah.
“Oughkk…” Jerit Ustadza Risty.
Lidah Rayhan bermain-main dengan kemaluan Ustadza Risty yang sudah basah dan semakin basah karena bercampur dengan air liur Rayhan.
Ia menyapu memek Ustadza Risty dengan seksama, sementara kedua jarinya terdorong masuk menjelajahi lorong memek Ustadza Risty yang terasa hangat dan berkedut-kedut meremas kedua jarinya. Perlahan Rayhan menggerakan jarinya maju mundur.
“Aahkkk… Ray! Oughkk…”
Semakin lama Rayhan semakin cepat mengocok memek Ustadza Risty, yang ia kombinasikan dengan jilatan di clitoris Ustadza Risty.
Tubuh Ustadza Risty bergetar hebat, ia sudah tidak tahan lagi akan gelombang nikmat yang di berikan Rayhan.
“Ustadza dapat Ray…” Lolongan Ustadza Risty terdengar sangat menggairahkan.
Creeettsss… Creeettsss… Creeettsss…
Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr….
Air cinta Ustadza Risty tumpah mengenai wajah Rayhan yang masih berada di bawah selangkangannya. Dengan rakus Rayhan menyeruput cairan yang keluar dari dalam memek Ustadza Risty yang tampak kepayahan.
“Jorok!” Komentar Ustadza Risty.
Rayhan tersenyum. “Jadi seperti ini rasanya memek Istrinya Ustad Fuad?” Goda Rayhan.
“Jahat kamu Ray.” Rajuk Ustadza Risty.
Rayhan yang sudah sangat bernafsu segera menanggalkan pakaiannya hingga ia telanjang bulat.
“Hisap kontolku Ustadza jalang.” Ujar Rayhan.
“Setelah merasakan memeknya Istri Ustad Fuad, dan sekarang kamu meminta Istrinya Ustad Fuad untuk mengoral kontolmu.” Ejek Ustadza Risty.
“Lakukan.” Perintah Rayhan.
“Baik Tuan!”
Jemari Ustadza Risty menggenggam kontol Rayhan, ia menggerakan jemarinya turun naik. “Aku memintamu untuk menghisapnya, bukan mengocoknya.” Ucap Rayhan, dengan nada mengintimidasi.
“Bandel.” Ucap Ustadza Risty.
Ia menjulurkan lidahnya menyapu kepala kontol Rayhan yang berbentuk jamur hingga ke batangnya. Dengan gerakan perlahan ia mulai menghisap kontol Rayhan dengan gerakan memutar, dan sesekali menggelitik lobang kencing Rayhan dengan ujung lidahnya.
Bibir merahnya tampak kesulitan mengoral kontol Rayhan, tapi ia ingin memberikan yang terbaik untuk Rayhan, pemuda yang telah berebut dirinya dari Suaminya.
Harus di akui kalau Ustadza Risty semakin pandai memanjakan kontolnya, membuat Rayhan mulai kewalahan. Karena tidak ingin segera orgasme, Rayhan meminta Ustadza Risty untuk berhenti mengoral kontolnya.
Kembali ke posisinya semula, Rayhan menindih tubuh Ustadza Risty, ia memposisikan kontolnya tepat di depan gerbang masuk bibir kemaluan Ustadza Risty.
“Masukan Ray! Miliki tubuh ini, tubuh yang seharusnya hanya di miliki Ustad Fuad.” Goda Ustadza Risty sembari mengelus wajah tampan Rayhan.
“Apa yang harus di masukan Ustadza?”
“Kontol… Kamu sayang! Masukan kontol kamu ke dalam memek Ustadza jalang ini.” Ucap Ustadza Risty yang semakin tidak tahan ingin segera di masuki kontol Rayhan.
Rayhan tersenyum lalu ia menggesek-gesekkan batang kemaluannya di bibir kemaluan Ustadza Risty. Dengan satu hentakan kasar, Rayhan menancapkan kontolnya ke dalam memek Istri Ustad Fuad.
Duaaaar…
Tiba-tiba langit berteriak dengan keras, yang di sertai rintikan hujan yang jatuh ke bumi.
“Oughkk…” Jerit Ustadza Risty.
Tusukan kontol Rayhan di dalam memek Ustadza Risty semakin lama semakin cepat, seiring dengan guyuran hujan yang semakin deras menerpa tubuh mereka yang tengah bercinta diatas tikar.
Rayhan mendekap kepala Ustadza Risty dan melumat bibir Ustadza Risty dengan perlahan.
Di bawah guyuran hujan mereka berpacu dengan birahi, tidak perduli dengan suara gledek yang seakan memberi memperingatkan atas perbuatan mereka saat ini.
“Ray! Aaahkk… Enak…” Racau Ustadza Risty.
Jemari Rayhan kembali meremas-remas susu Ustadza Risty, dan memilin putingnya. “Ssstt… Aahkkk… Maaf Ustad Fuad, memek jalang Istrimu ku genjot.” Erang Rayhan, yang semakin gencar menyodok-nyodok memek Ustadza Risty yang terasa meremas-remas batang kontolnya.
Keluar masuk… Keluar masuk… Keluar masuk…
Genjotan Rayhan semakin lama semakin cepat, dengan hentakan yang kuat kuat menubruk memek Ustadza Risty yang terasa semakin licin.
Kedua tangan Ustadza Risty melingkar di leher Rayhan, dengan mata terpejam menikmati setiap hentakan kontol Rayhan di dalam memeknya. Tidak lama kemudian Rayhan mengangkat satu kaki Ustadza Risty, kaki jenjang itu ia silangkan ke samping sehingga memek Ustadza Risty terasa semakin seret.
Slookss… Slookss… Slookss… Slookss… Slookss… Slookss… Slookss… Slookss…. Slookss…
“Ray! Aahkkk… Ustadza dapat Nak!” Jerit Ustadza Risty.
Tubuhnya menggelepar seperti ikan kehabisan air. Bukannya berhenti Rayhan semakin gencar menyodok-nyodok memek Ustadza Risty yang kian ketat memeluk batang kontolnya yang tengah menyodok-nyodok memeknya.
Alhasil orgasme Ustadza Risty seakan tak pernah padam, membuat Ustadza Risty makin tersiksa.
Ploopss…
Rayhan mencabut kontolnya, dan tampak memek Ustadza Risty terlihat makin memerah karena sodokan kasar kontol Rayhan terhadap memeknya.
“Nungging.” Perintah Rayhan.
Pemuda itu mengusap wajahnya yang di guyur air hujan yang semakin lebat.
“Ughkk… Ayo sayang masukan lagi, memek ini milik kamu sekarang.” Goda Ustadza Risty, ia melebarkan kakinya dengan sedikit mengangkat pantatnya.
Plaaak…
Rayhan menampar pantat mulus Ustadza Risty hingga tampak memerah.
“Auww… Ray!”
Plaaak…
“Binal… Wanita jalang.” Umpat Rayhan.
“Masukan Ray… Masukan kontol kamu ke dalam memek Istrinya Fuad.” Desah Ustadza Risty, pantatnya tampak tersentak-sentak setiap kali di tampar Rayhan.
Tangan kanan Rayhan menuntun kontolnya untuk kembali melesat ke dalam memek Ustadza Risty. “Bleeess…” Dengan satu dorongan kontolnya kembali bersemayam di dalam memek Ustadza Risty. Sembari menggenjot Ustadza Risty dari belakang, Rayhan menarik jilbabnya.
Layaknya seorang joki kuda, Rayhan menyentak-nyentak pinggulnya, menyodok memek Ustadza Risty.
“Ray… Aahkkk… Aahkkk…”
“Aku mau keluar Ustadza…” Erang Rayhan, ia makin cepat mengocok kontolnya di dalam memek Ustadza Risty.
Wajah Ustadza Risty tampak panik, walaupun dirinya juga di landa rasa nikmat yang luar biasa, ia merasa kalau dirinya juga sebentar lagi akan sampai.
“Di luar Ray! Oughkk… Aku dapat.” Jerit Ustadza Risty.
Untuk ketiga kalinya Ustadza Risty melolong panjang melepaskan syahwatnya. Pantat Ustadza Risty bergetar hebat di bawah guyuran hujan, hingga tubuhnya ambruk dan dadanya menempel keatas tikar.
Rayhan makin gencar menyodok memek Ustadza Risty, hingga akhirnya ia merasakan aliran darahnya berkumpul di satu titik.
“Aku keluar…”
Rayhan mencabut kontolnya dan menumpahkan spermanya diatas pantat mulus Ustadza Risty.
Croooottss… Croooottss… Croooottss…
*****
Sehabis shalat ashar, Aurel menuju perpustakaan, ia mengambil sebuah buku lalu duduk di teras perpustakaan. Alih-alih membaca buku, Aurel malah lebih banyak melamun, meratapi nasibnya yang begitu kacau setelah mengenal kekasihnya Dedi.
Kini ia tidak hanya kehilangan harga dirinya sebagai seorang wanita muslimah, tapi juga harus kehilangan sahabat-sahabatnya yang selalu setia menemani dirinya di saat ia sedih seperti saat ini.
Andai saja ia mendengarkan ucapan teman-temannya, mungkin ia tidak akan kemakan jebakan Dedi, pemuda yang telah menjebaknya hingga ia harus melayani keempat teman Dedi bersamaan.
“Aurel.”
Aurel menoleh ke samping lalu dengan sigap mengusap air matanya. “Eh kamu Asyifa!” Ujar Aurel, ia berusaha tersenyum agar sahabatnya tidak curiga.
“Kamu kenapa?” Asyifa duduk di samping Aurel.
“Aku gak apa-apa kok!” Jawab Aurel.
Asyifa memegang lengan sahabatnya. “Bohong! Aku tau kalau sahabatku saat ini sedang sedih.” Ujar Asyifa, membuat Aurel terdiam.
Memang sukar rasanya menipu orang terdekat kita. Tanpa Aurel ceritapun, Asyifa pasti bisa menebak kalau dirinya saat ini tengah sedih. Tapi apakah mungkin ia harus menceritakan kejadian tadi pagi sama sahabatnya? Tidak… Tidak… Aurel tidak ingin melibatkan teman-temannya.
“Ayo cerita.”
“Maafin aku ya Asyifa! Aku sudah jahat sama kalian semua.” Lirih Aurel.
Asyifa tersenyum. “Minta maaf buat apa? Kamu gak salah kok…” Ujar Asyifa.
“Aku takut kehilangan kalian.”
Tiba-tiba Aurel memeluk sahabatnya itu, ia benar-benar menyesal karena tidak mau mendengarkan nasehat sahabatnya itu, sehingga ia harus kehilangan mereka demi seorang pemuda yang malah tega menyakiti nya.
Tapi nasi sudah menjadi bubur, Aurel hanya berharap sahabat-sahabatnya mau memaafkan dirinya.
“Kamu tidak akan pernah kehilangan kami.” Tegas Asyifa.
“Apa kamu mau memaafkan aku?”
Asyifa mengangguk. “Tentu saja, Kitakan teman…” Ujar Asyifa kembali tersenyum.
“Terimakasih.”
Asyifa berdiri. “Ya sudah jangan sedih lagi, ayo kita belajar bersama, besok kan ada kuis.” Ajak Asyifa. Aurel mengangguk dan menyambut uluran tangan Asyifa.
Mereka berdua segera kembali masuk ke dalam perpustakaan untuk belajar bersama. Entah kenapa Aurel merasa sangat bahagia sekali, rasanya sudah lama ia tidak merasakan perasaan seperti saat ini. Terimakasih Tuhan, sudah memberikan sahabat terbaik.
*****
Di tempat yang berbeda, Aziza tampak duduk di tepian bangku penonton sembari melihat teman-teman asramanya yang tengah bermain basket, walaupun lapangan saat ini sedikit tergenang air karena hujan barusan, tapi mereka terlihat begitu bersemangat.
Saat sedang menikmati permainan teman-temannya, Aziza tidak sengaja melihat Ustadza Wanda bersama Fei yang tengah berjalan bersama-sama.
Kehadiran mereka membuat Aziza kembali teringat kejadian kemarin ketika ia memergoki Ustadza Wanda tengah berbuat mesum di dalam toilet bersama Fei. Rasanya sulit sekali untuk mempercayai apa yang ia lihat, mengingat Ustadza Wanda adalah seorang guru di ponpes Al-Tauhid.
Wanda terlihat berbisik kepada Fei, kemudian mereka berpisah. Fei segera menuju kosnya, sementara Ustadza Wanda menghampiri Aziza.
“Gak ikut main?” Tanya Wanda.
Aziza tampak gerogi. “Eh… Ehmm… Iya Ustadza, cuman mau lihat-lihat aja.” Jawab Aziza tampak terlihat salah tingkah karena di dekati Ustadza Wanda.
“Kenapa?”
Ustadza Wanda duduk di samping Aziza, lalu wanita cantik itu meletakan tangannya di paha Aziza.
Seandainya saja ia tidak melihat kejadian kemarin, mungkin Aziza akan bersikap biasa-biasa saja, tapi masalahnya ia sudah memergoki kelakuan menyimpang Ustadza Wanda, membuat Aziza menjadi risih.
“Eh… Gak apa-apa Ustadza.” Aziza menggeser kakinya.
Ustadza Wanda tersenyum melihat ketakutan dari tatapan Aziza. “Soal kemarin! Ustadza minta maaf ya.” Ucap Ustadza Wanda sembari mengamati anak didiknya yang tengah bermain basket di lapangan yang basah.
“Maksud Ustadza?”
“Ustadza tau kalau kemarin kamu melihat Ustadza sama temanmu Fei.” Ujar Ustadza Wanda, sukses membuat Aziza semakin salah tingkah.
“Jadi Ustadza tau.”
“Kamu bisa kan jaga rahasia Ustadza?” Tanya Ustadza Wanda, jemarinya naik keatas merabahi paha Aziza yang di balut celana panjang berwarna hitam.
“Eh… Ehmm… Iya Ustadza.” Ujar Aziza makin tak tenang.
Memang Aziza tidak berniat mengadukan perbuatan Ustadza Wanda, karena ia merasa itu bukan urusannya. Tapi kejadian kemarin membuat pandangan Aziza terhadap gurunya menjadi berubah.
Mendengar ucapan Aziza membuat Ustadza Wanda senang, ia semakin berani merabah semakin atas kaki Aziza, hingga nyaris menyentuh selangkangan Aziza.
“Astaghfirullah!” Hentak Aziza.
Gadis cantik itu langsung berdiri dan menatap tak suka kearah Ustadza Wanda yang ia anggap terlalu berani. “Kenapa sayang.” Ucap lembut Wanda.
“Maaf Ustadza! Saya bukan Fei.” Lirih Aziza.
“Ya, kamu bukan dia, karena kamu lebih cantik dari Fei.” Bisik Ustadza Wanda membuat tubuh Aziza merinding.
“Sepertinya saya harus pergi sekarang! Assalamualaikum.” Ucap Aziza cepat, lalu tanpa menunggu jawaban Ustadza Wanda, Aziza buru-buru pergi kembali ke rumahnya.
Ustadza Wanda menatap punggung Aziza yang pergi meninggalkannya begitu saja. Ia tersenyum penuh arti sembari menggigit bibirnya. “Lihat saja nanti sayang!” Gumam Ustadza Wanda, lalu beranjak pergi.
*****
Hujan yang tadi sudah reda, kini kembali mulai mengguyur pondok pesantren Al-Tauhid dengan perlahan. Azril yang baru saja pulang dari lapangan sepak bola bergegas menuju rumahnya sembari menenteng sepatu bola yang ada di tangannya.
Ketika ia hampir tiba di rumahnya, tiba-tiba ia melihat sosok santri yang amat ia kenal baru saja keluar dari rumahnya. Pemuda itu adalah Dedi.
“Ngapain dia ada di rumah?” Gumam Azril.
Pemuda itu bergegas menuju rumahnya setelah Dedi menghilang dari pandangannya. Setibanya di rumah ia melihat Laras yang tengah duduk di depan televisi. Wanita yang kini menjadi panutannya itu tampak tersenyum ketika melihat kehadirannya.
Azril segera menghampirinya dan mencium lembut punggung Laras, yang di balas dengan kecupan di keningnya. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com
“Mandi, terus ganti baju dulu sana.” Suruh Laras.
“Iya Umi.”
Baru saja berjalan beberapa langkah Azril menghentikan langkahnya. “Eh Umi… Hmmm… Tadi aku lihat ada teman sekolahku ke rumah kita, dia nyari siapa Umi?” Tanya Azril penasaran.
“Dedi maksud kamu?”
“Iya Umi.”
“Dia nyari Kakak kamu Clara! Sepertinya si dia pacarnya Clara.” Jawab Laras.
“Apa?”
“Kenapa?”
Azril yang tadi sudah merasakan kalau ada yang tidak beres semakin merasa khawatir. “Kok Kak Clara di bolehin pacaran Umi?”
“Emangnya kenapa kalau Kakak kamu pacaran?”
“Bukannya Abi melarang kami pacaran?” Ujar Azril, ia masih ingat dengan pesan KH Umar yang meminta anaknya untuk tidak coba-coba menjalin hubungan dengan lawan jenis sebelum menikah.
Laras tersenyum. “Itukan kalau Abi tau, kalau gak tau.” Ucap Laras pelan.
“Tapi Umi.”
“Kamu kenapa si sayang? Wajar dong kalau Kakak kamu mulai pacaran. Itu artinya Kakak kamu normal.” Bela Laras, membuat Azril benar-benar tidak mengerti.
“Setau Azril, Dedi itu pacaran sama Aurel Umi! Aku cuman takut kalau Kak Clara cuman di permainkan oleh Dedi.” Ungkap Azril tentang kekhawatirannya dengan sosok Dedi yang ternyata juga mendekati Kakak Tirinya.
“Astaghfirullah… Azril.”
“Azril gak bohong Umi.” Bela Azril.
Laras menatap marah kearah putranya. “Umi gak pernah ngajarin kamu nuduh orang sembarangan! Yang Umi lihat dia anak baik-baik.” Ujar Laras, membuat Azril benar-benar dilema saat ini.
“Azril gak bohong.” Azril tertunduk diam.
“Cukup.”
Azril segera bersimpuh di depan Laras. “Umi… Azril gak mau kalau nanti Kak Clara di permainkan sama Dedi, Azril sangat mengenal dia.” Ujar Azril tidak menyerah meyakinkan Ibu Sambungnya.
“Sepertinya Umi harus sedikit keras sama kamu.”
“Umi.”
Laras tidak mengubris ucapan Azril, ia berdiri dan menatap tajam kearah Azril. “Sekarang kamu mandi, ganti baju lalu ke kamar Umi.” Ucap Laras lantang, lalu meninggalkan Azril yang tampak masih bengong.