Di dalam kamarnya, Laras menanggalkan piyama tidurnya, ia mengambil kimono sutra berwarna putih dengan motif bunga anggrek berwarna ungu. Ia mengikat tali kimono ke pinggangnya dengan simpul pita. Ia tersenyum melihat pantulan dirinya yang begitu seksi.
Langkah kaki mulusnya berjalan dengan perlahan keluar dari kamarnya, dan menuju kamar putranya.
Suara alunan ayat suci menjelang subuh seakan menjadi pengantar langkah kakinya menuju kamar Azril. Dengan perlahan ia membuka pintu kamar Azril, dan tampak putranya masih terlelap tidur dengan damai. Ia tersenyum sembari menekan saklar, hingga suasana kamar Azril yang tadinya remang kini terang benderang.
Mata Azril menyipit karena merasa silau oleh cahaya lampu kamarnya. Ia melihat sosok Umi Laras berjalan kearahnya, dengan hanya memakai pakaian yang begitu seksi.
Deg… Deg… Deg…
Adrenalin Azril terpacu melihat pemandangan yang ada di hadapannya saat ini. Dengan hijab santai yang tak begitu lebar, membuat Azril bisa melihat sebagian payudara Laras yang menyembul keluar di balik lipatan komono yang di kenakan Ibu Tirinya.
“Bangun sayang! Udah subuh.” Panggil Laras dengan suara yang di buat semerdu mungkin.
Dengan bersusah paya Azril menelan air liurnya. “I-iya Mi, ini Azril sudah bangun.” Jawab Azril terbata-bata. Bagaimana tidak, kimono yang di kenakan Laras begitu pendek dan terbuka. Ia dapat menjelajahi paha mulus Ibu Tirinya.
“Kamu kok kelihatannya masih ngantuk?”
Laras duduk di samping Azril yang tengah duduk bersandar diatas tempat tidurnya. “I-iya Mi, semalam Azril sibuk ngafal.” Jawab Azril jujur, ia memang baru bisa tidur sekitar jam dua dini hari setelah menghafal pelajaran hari ini.
“Beneran kamu menghafal.”
“Masak Umi gak percaya.” Ujar Azril.
Laras tersenyum manis. “Umi percaya kok sama kamu. Masak iya anak Umi yang polos ini bohong.” Laras membelai rambut Azril, dan pada saat bersamaan mata Azril mengintip dari celah kimono yang di kenakan Laras hingga ia bisa melihat payudara Ibu Tirinya.
Gleeek…
Mata Azril membeliak ketika bisa melihat puting Ibu Tirinya yang mengintip malu-malu di balik kimono.
Reaksi wajah Azril ketika melihat payudara Haja Laras terlihat sangat jelas di mata Haja Laras. Entah kenapa Haja Laras jadi geli melihat cara Azril mengintip payudaranya. “Polos sekali kamu sayang.” Bisik hati Haja Laras melihat reaksi anaknya.
Tapi ia sangat senang melihat ketertarikan Azril kepadanya begitu nyata sekali. Setelah membiarkan Azril melihat putingnya selama beberapa saat. Barulah Laras ber-akting seakan-akan ia memergoki Azril.
“Azril!” Laras menarik sedikit kimononyo.
Wajah Azril yang memang pada dasarnya putih mendadak merah padam karena ketahuan mengintip. “Anu… Eehmm…” Ia mendadak tergagap, membuat Laras geli melihatnya.
“Barusan kamu lihat apa sayang?”
“Anu Mi…”
Laras memeluk lengan Azril, dan ia sengaja menekan payudaranya ke lengan Azril. “Umi gak suka kalau kamu sampai bohong.” Ujar Laras, sembari menatap putranya yang semakin salah tingkah.
“Ma-maaf Mi.”
“Kamu belum jawab pertanyaan Umi? Tadi kamu lihat apa sayang? Ayo jujur sama Umi.” Desak Laras, dan dengan sengaja ia menonjolkan payudaranya agar Azril bisa melihat putingnya dari cela kimononya yang terbuka cukup lebar.
“Lihat itu Umi.” Jawab Azril gemetar.
“Itu apa? Umi gak ngerti.”
Azril menarik nafas perlahan. “Itu… Pa-payudara Umi.” Jawab Azril sambil memejamkan matanya karena takut kalau Laras akan memarahi dirinya, atau bahkan memandangnya jijik karena ulahnya yang sangat memalukan sekali.
“Kalau kamu jujur Umi gak akan marah! Karena Umi sayang Azril.” Jawaban Laras membuat Azril terhenyak. “Tapi… Kamu tetap salah dan seharusnya tidak kamu lakukan.” Lanjut Laras, ia tidak ingin anaknya jadi besar kepala karena merasa kalau dirinya mengizinkan putranya melihat tubuh telanjangnya.
“Maafkan Azril Mi. Jangan benci Azril.” Pinta Azril jujur.
Laras mendekap kepala Azril lalu mencium kepala Azril. “Maafin gak ya….” Ujar Laras.
“Kok gitu?” Rajuk Azril.
“Soalnya kamu gak jujur.” Singgung Laras.
Azril memeluk pinggang Laras dengan erat. “Azril udah jujur kok Mi?” Ujar Azril yakin.
“Bener kamu cuman liat tetek Umi doang?” Laras menekankan kata tetek bukan payudara. Ia masih membelai rambut Azril. “Sekarang Umi tanya lagi? Kamu sekarang liat apa?” Bisik Laras di telinga Azril. Membuat Azril merinding mendengarnya.
Sejenak Azril terdiam, ia menatap nanar kearah sepasang bongkahan payudara Ibu tirinya yang ada di balik kimono yang di kenakannya. Tampak sepasang puting yang terlihat indah dan menggemaskan, membuat pekakas Azril menegang.
Nafasnya memburu, hingga Laras dapat merasakan hembusan nafas hangat Azril di kulit payudaranya.
“Azril… Lihat… Te… Tetek… umi.” Jawab Azril tergagap.
“Terus?”
Gleeek…
“Azril… Lihat… Pu-put… Puting Umi.”
Deg… Deg… Deg…
“Apa sayang?” Jemari halus Laras membelai wajah imut Azril yang begitu tegang. Terus bergerak menuju bibir Azril. “Coba ulangi, Umi gak dengar.” Desah Laras.
“Az-r-i-l L-i-h-a-t Pu-Pu-ting U-U-Umii…” Gugup Azril.
Kedua jari Laras masuk kedalam mulut Azril, dia menarik lidah Azril keluar, hingga air liur putranya menetas. “Ulangi sayang!” Pinta Laras, sementara tangan kirinya menyusup masuk ke dalam celana piyama Azril, ia membelai kontol mungil Azril.
“Aaauuww…” Jerit Azril kesakitan.
“Ulangi.”
Deg… Deg… Deg…
Azril menyadari kalau ada yang salah dari pengakuannya. “Azrlil… Ngintip… Tehtek Umhi… Nghintip puthing Umhi.” Ucap Azril bersusah paya karena lidahnya di tarik keluar.
“Bandel kamu ya Nak.”
Laras semakin keras meremas kontol Azril sebagai hukuman kepada Azril yang berani ngintip putingnya. Dan Azril hanya pasrah menerima hukumannya karena lancang mengintip puting Ibu Tirinya.
Remasan Laras tentu saja tidak main-main. Rasanya sangat sakit sekali, bahkan air mata Azril sampai keluar sanking sakitnya. Ia merasa perutnya ikut keram, dan tubuhnya terasa lemas seakan tenaganya di hisap habis oleh remasan Ibu Tirinya.
“Sakiiit!” Rintih Azril.
Laras menarik sedikit kimononya agar Azril semakin leluasa melihat payudaranya yang berukuran 36D.
Antara terangsang dan tersiksa membuat sensasi yang di dapatkan Azril sulit untuk di jelaskan. Tapi yang pasti sensasi yang di dapatkan Azril menjadi candu yang membuat Azril tanpa sadar menikmati perlakukan Ibu Tirinya yang abnormal.
Dan itu terbukti setelah beberapa menit kemudian, ketika Azril tanpa sadar orgasme di tangan Ibunya.
“Oughkk…”
Tubuh Azril menegang beberapa detik, ia merasa seperti pipis, tapi pipisnya kali ini sangat nikmat. Setelah orgasmenya meredah, Azril melihat kearah wajah Ibu Tirinya yang tersenyum hangat, seakan tidak terjadi apa-apa diantara mereka.
Laras menarik kembali tangannya, terlihat jelas di jarinya yang terkena tetesan sperma Azril.
“Apa yang kamu lakukan itu zina mata, dan itu salah. Kamu taukan hukumnya?” Azril mengangguk patuh. “Lain kali jangan kamu ulangi lagi ya. Atau Umi akan hukum kamu lebih berat lagi.” Ancam Laras, tapi entah kenapa tidak terlihat menakutkan di mata Azril.
“Iya Mi, Azril janji gak akan mengulanginya lagi.”
“Bagus…” Laras membuka mulut Azril, lalu memasukan kedua jarinya ke dalam mulut Anaknya. “Telan nak.” Bisik Laras, tanpa pikir panjang Azril menelan spermanya sendiri.
Perlakuan Laras terhadap Azril memang tidak membuat memeknya orgasme. Tapi ia mendapatkan orgasme lainnya, yaitu orgasme batin yang membuat dirinya merasa sangat puas dan legah. Setelah beberapa hari ini ia tersiksa oleh perlakuan Daniel kepada dirinya.
Ia merasa Azril memang tempat yang tepat untuk melepaskan semua emosinya kepada Daniel.
“Umi sayang Azril.”
Azril tersenyum kearah Ibu Tirinya. “Azril juga sayang banget sama Umi.” Jawab Azril dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat bahagia.
“Terimakasih sayang.”
*****
Pagi ini Azril terlihat begitu semangat. Rasa kantuk yang menyerangnya sama sekali tidak ia hiraukan. Kejadian tadi pagi, seakan menjadi cambuk baginya, membuatnya menjadi lebih fresh di bandingkan hari-hari sebelumnya. Saat ia bergabung di ruang makan, Laras terlihat biasa-biasa saja, seakan tidak pernah terjadi apapun tadi pagi.
Berbeda dengan Azril, ia tak bisa menganggap kalau kejadian tadi pagi hal yang biasa saja. Karena baginya itu sangat luar biasa sekali.
Tap… Tap… Tap…
Terdengar suara langkah kaki dari tangga rumahnya. Otomatis ia menoleh ke belakang dan melihat seorang anak gadis cantik dan seksi berjalan menuruni anak tangga. Ia menghampiri Laras dengan wajah cemberut.
Sementara Azril terdiam membisu menatap Clara, Kakak Tirinya yang tampil berbeda dari biasanya, walaupun dengan seragam yang sama.
“Ini kekecilan Mi!” Protesnya.
Laras tersenyum sembari memegang lengan putrinya. “Kecil gimana? Itu udah pas banget buat kamu sayang.” Puji Laras, sembari menatap tubuh putrinya.
“Pas gimana?”
“Tapi menurut Umi ini pas kok.” Laras menoleh kearah Azril. “Gimana menurut kamu Dek? Baju Kak Clara pas apa kekecilan?” Tanya Laras sembari mengedipkan mata kanannya kearah Azril.
Azril yang terlalu terpesona dengan penampilan Clara sempat tergagap. Tapi ia buru-buru menenangkan dirinya. “I-iya Kak! Itu pas banget kok Kak.” Jawab Azril, yang awalnya sedikit terbata-bata.
Kalau boleh jujur, pakaian yang di kenakan Clara sangat ngepres di tubuhnya. Ah tidak, lebih tepatnya kekecilan. Kemeja putih dengan lambang pesantren Al-tauhid di saku kanannya terlihat sesak ketika di kenakan Clara.
Bentuk bulat payudara Clara membuat kancing-kancing kemejanya seakan ingin putus sanking sesaknya. Tidak hanya itu, kemeja putih yang seharusnya cukup panjang hingga ke pinggul, kini terlihat pendek. Ketika Clara tegak lurus, atau ia membungkuk, maka sedikit kulit pinggangnya akan terlihat.
Dan yang membuat Azril tidak ingin berpaling, rok hijau yang di kenakan oleh Kakak Tirinya tidak kalah ngepres di bandingkan kemejanya. Bulatan pantat Kakaknya terlihat nyata dengan garis celana dalamnya.
Berulang kali Azril menelan air liurnya, menatap nanar kearah tubuh Clara yang tidak kalah seksi di bandingkan tubuh Laras.
“Tuh… Kamu denger sendirikan?” Ujar Laras.
Clara mendesah pelan. Walaupun ia merasa agak risih dengan seragam yang baru di berikan Ibunya, tapi ia memilih untuk mengalah. “Iya deh Mi.” Jawab Clara seraya duduk di sebuah kursi meja makan.
“Aurel!”
Azril bergegas menghampiri salah satu santri Wati yang hendak menuju kantor Aliya yang berada di zona santriwan. Ia menghentikan langkahnya ketika melihat sosok Azril yang menghampirinya.
Wajah cantiknya menebarkan senyuman, membuat detak jantung Azril menjadi tak beraturan.
“Mau ke kantor Aliya?” Tanya Azril.
Aurel menganggukan kepalanya. “Iya.” Jawabnya singkat.
“Bareng ya.”
Lagi Aurel hanya menganggukkan kepalanya. Akhir-akhir ini mereka berdua memang sering terlihat bersama. Tetapi walaupun begitu mereka tak banyak bicara satu sama lain. Hanya saja sesekali Azril melirik kearah Aurel. Wanita yang membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Tapi sayang, Azril bukannya pujangga ulung yang terbiasa menggombal. Jangankan menggombal, untuk mengajak Aurel bicara saja, bibir Azril terasa kakuh.
Tidak terasa waktu berjalan cepat bagi Azril. Dengan berat hati ia harus berpisah dengan Aurel.
“Aku duluan ya!”
“Eh, iya.” Jawab Azril kikuk.
Ia berdiri mematung sembari menatap Aurel yang masuk ke kantor Aliyah. Andai saja ia punya keberanian, ingin sekali Azril mengajak Aurel keluar pesantren, walaupun itu hanya pergi ke pasar kabupaten.
Tanpa di sadari Azril, sudah sejak tadi salah satu sahabatnya berdiri di belakangnya. Ketika ia memutar tubuhnya hendak ke kelas, ia sangat terkejut melihat sosok Rayhan yang tengah tersenyum mengejeknya, membuat wajah Azril pucat pasi karena ketahuan sedang bersama Aurel.
“Lo jangan salah paham.” Tembak Azril.
Rayhan menampilkan wajah iblisnya. “Salah paham gimana si? Ana gak ngerti.” Ucap Rayhan dengan nada mengejek, membuat Azril makin salah tingkah.
“Taiklah.” Umpat Azril.
“Hahahaha…” Tawa Rayhan pecah melihat sahabatnya yang tampak kesal. “Cie… Yang ada gebetan baru! Kenalin dong.” Goda Rayhan sembari merangkul sahabatnya.
“Gak, cuman teman.” Azril buru-buru melangkah ke kelasnya.
Rayhan bergegas mengejar sahabatnya. “Ayolah kawan, siapa putri cantik yang membuat wajah sahabat daku sampai memerah seperti telur rebus.” Celetuk Rayhan, dengan nada suara seorang pujangga.
Azril memilih untuk bungkam. Karena ia tidak ingin menjadi bulan-bulanan Rayhan. Walaupun ia tau, tidak lama lagi, ia akan di buly habis-habisan oleh ketiga sahabatnya.
Sementara itu di kejauhan, Aurel tampak tersenyum kearah seseorang yang tak jauh darinya.
****
Di dalam kelas
Di saat Aziza, Asyifa, dan Adinda tengah serius mendengarkan penjelasan Ustadza Kartika di depan kelas. Aurel malah mencuri-curi waktu membalas pesan WhatsApp dari seseorang Santri yang ia kagumi. Tindakan Aurel jelas sangat beresiko, mengingat pihak pesantren tidak mengizinkan para santri membawa hp. Apa lagi sampai berkirim pesan dengan seorang santri.
Ekspresi wajah Aurel berubah-ubah layaknya anak remaja yang tengah jatuh cinta. Sesekali ia tersenyum, sesekali wajah merah padam, dan sesekali ia tampak cemburut.
Drrrrtt…
Hp Aurel kembali bergetar. Ia bergegas membuka aplikasi WhatsApp untuk membaca sebuah pesan.
My Lovely
Aku kangen sayang…
Bibir merah Aurel menyunggingkan senyuman. Buru-buru ia membalas pesan tersebut.
Aurel
Aku juga kangen kamu beb
My Lovely
Pulang sekolah, ketemu tempat biasa.
Aurel
Lagi pengen ya, hihihi… Tapi jangan sampe keblabasan ya?
My Lovely
Amaaan… Kayak kemarin aja yang. DP nya dulu dong yang, kontol aku ngaceng ni
Mata Aurel terkesiap ketika ia melihat sebuah foto kontol yang di kirimkan oleh kekasihnya.
Aurel
Lagi di kelas beb, takut ketahuan.
My Lovely
Sedikit aja.
Aurel mendesah pelan, ia melihat ke sisi kanan, Aziza tampak serius mencatat tulisan yang ada di papan tulis. Sementara Ustadza Kartika tampak sibuk menjelaskan beberapa poin penting tentang sejarah agama.
Diam-diam Aurel menarik sedikit rok hijaunya, lalu dari bawah ia memfoto selangkangannya. Ceklek
“Kamu ngapain Rel?” Tanya Aziza heran.
Aurel terlihat salah tingkah. “Eh, gak apa-apa kok.” Elak Aurel, seraya tersenyum menutupi kegugupannya saat ini. Tentu ia tidak ingin sahabatnya tau kalau barusan ia memfoto selangkangannya sendiri.
“Ya ampun Rel, itu sembunyikan.” Hardik Aziza ketika melihat handphone milik Aurel.
“I-iya.” Jawab Aurel tergagap.
Aziza mendesah pelan, lalu dia kembali mencatat tulisan yang ada di papan tulis. Sementara Aurel buru-buru mengirimkan foto selangkangannya sebelumnya yang lain curiga dengan aksi nekatnya di dalam kelas.
*****
Sore hari
Rayhan bertandang ke rumah Ustadza Risty. Ia tengah duduk di ruang tamu sembari menjelajahi seisi ruangan sederhana itu. Tidak ada yang istimewa di rumah Ustadza Risty, hanya ada sebuah sofa kecil dan meja. Sementara warna cat dinding rumah Ustadza terlihat sudah lusuh.
Tidak lama kemudian Ustadza Risty datang menghampiri Rayhan sembari membawakan teh hangat.
“Terimakasih Ustadza.”
Ustadza Risty tersenyum manis. “Sama-sama, di minum dulu.” Ujar Ustadza Risty.
Bukan tanpa alasan Rayhan berada di rumah Ustadza Risty. Sepulang sekolah tadi, ia memang di minta Ustadza Risty untuk mampir ke rumahnya, karena ada yang ingin di omongkan. Awalnya Rayhan pikir ini terkait masalah kemarin ketika ia ketahuan mengintip. Tapi melihat betapa baiknya Ustadza Risty menyambutnya, membuat Rayhan jadi ragu.
Ustadza Risty merapikan gamisnya di bagian pantat sebelum ia duduk di dekat Rayhan. Dari wajahnya terlihat sekali kalau saat ini ia sedang gugup.
“Ustadza, anu… Saya di suruh kemari ada apa ya.” Tanya Rayhan, ia sedikit bingung.
Ustadza Risty menghela nafas perlahan. “Tawaran kemarin masih ada gak?” Tanya Ustadza Risty, suara indahnya terdengar berat seakan ia ragu untuk mengatakannya.
“Tawaran apa?”
“Katanya Ustadza boleh curhat.”
Rayhan tergelak mendengar jawaban Ustadza Risty. “Oh itu… Ya masihlah Ustadza.” Jawab Rayhan, setelah di pelototi oleh Ustadza Risty. “Eh tapi gak gratis loh Ustadza.” Sambung Rayhan.
“Ustadza harus bayar berapa?”
“Oh bukan uang Ustadza. Sebagai gantinya, kesalahan saya kemarin di tangguhkan.” Usul Rayhan, membuat Ustadza Risty malah tertawa. Ia sama sekali sudah tidak berminat mempermasalahkan kesalahan Rayhan kemarin.
“Oke deal.” Jawab Ustadza Risty.
“Jadi mau curhat apa ni Ustadza?”
“Soal kemarin…”
“Soal Ustad Fuad yang mau menikah lagi?” Tanya Rayhan, Ustadza Risty menganggukan kepalanya.
Perlahan Ustadza Risty mendesah pelan. “Ehmm… Me-menurut kamu, hmm… Ustadza ca-cantik gak? Seksi? Ehmm… Masih terlihat menarik gak?” Ustadza Risty memberondong beberapa pertanyaan sekaligus kepada Rayhan yang masih dengan setia mendengarkannya.
“Eh kok tanya gitu Ustadza?”
“Kemarinkan kamu sudah lihat semuanya.” Jawab Ustadza Risty bersemu merah.
Rayhan menggaruk-garuk kepalanya karena merasa bersalah. Untuk menghilangkan perasaan gerogi, Rayhan kembali meminum tehnya.
“Jadi apa jawabannya?” Desak Ustadza Risty.
“Menurut saya Ustadza itu cantik, dan… Eehmm… Tubuh Ustadza Risty juga sangat bagus. Saya ehm… Sampe coli dua kali kemarin.” Jawab Rayhan jujur, dan di luar dugaan, Ustadza Risty malah tertawa renyah.
“Kamu tuh ada-ada aja.”
“Hehehe…”
“Kalau menurut kamu Ustadza masih menarik, lantas kenapa Ustadza Fuad mau berpoligami.” Jawab Ustadza Risty yang terlihat kembali murung.
“Sebenarnya banyak faktor Ustadza, mungkin selama ini Ustadza kurang perhatian.”
“Perhatian seperti apa? Setiap hari saya selalu menyiapkan semua keperluan keluarga saya, dan Ustadza rasa perhatian yang Ustadza berikan sudah lebih dari cukup.” Jelas Ustadza Risty berapi-api.
Rayhan menegakkan punggungnya. “Maaf Ustadza! Ehmmpsss… Kalau boleh tau, satu Minggu berapa kali Ustadza ehmm… Begituan.” Ujar Rayhan terbata-bata.
Jujur baru kali ini ada seseorang bertanya tentang hubungan ranjangnya, membuat dirinya jadi gerogi. “Anu… Ehmm… Sa-satu sampai dua kali sebulan.” Jawab Ustadza Risty membuat Rayhan tergelak mendengarnya.
“Serius?”
“Ih kamu tuh ya.” Rajuk Ustadza Laras.
“Maaf-maaf Ustadza… Ehmm… Kalau boleh saya tebak, saat main Ustadza selalu berada di bawah. Dan tidak pernah melakukan oral sex?” Tanya Rayhan berusaha bersikap lebih serius.
“I-iya, emang aneh?”
Rayhan mengangguk mantab. “Berarti Ustadza wanita konservatif. Emang Ustad Fuad tidak pernah minta yang macam-macam? Ehm… Seperti minta di kulum itunya?” Pertanyaan Rayhan semakin vulgar membuat wajah Ustadza Risty terasa panas karena malu.
“Per-nah… Tapi Ustadza tolak. Jijik.”
“Ya ampun Ustadza! Hahahaha… Padahal bagi kami pria sex itu bukan hanya sekedar buka baju terus ngentot! Kalau kayak gitu gak ada seninya. Akan lebih menyenangkan kalau di mulai dengan foreplay terlebih dahulu. Dan saya yakin, suami Ustadza pasti bakalan ketagihan.” Jelas Rayhan, seakan ia sudah sangat berpengalaman soal berhubungan badan.
“Dan lagi Ustadza, pria itu suka sama wanita yang agresif di atas ranjang. Rasanya lebih nendang.” Sambung Rayhan.
“Pusing kepala Ustadza dengerin kamu.” Omel Ustadza Risty. “Jadi menurut kamu Ustadza harus melakukan itu agar suami Ustadza betah tinggal di rumah?” Rayhan menganggukan kepalanya.
“Selain itu… Coba rubah penampilan Ustadza agar lebih terlihat seksi, seperti memakai kimono atau lingerie.” Ujar Rayhan.
“Astaghfirullah Ray! Itu pakaian pelacur.”
“Jadi pelacur untuk pasangan sendiri tidak masalah.” Jawab Rayhan.
Ustadza Risty mendesah pelan. “Ya, kamu benar.” Ustadza Risty tersenyum tipis. “Tapi kalau untuk oral sex, kayaknya Ustadza harus belajar dulu.” Ujar Ustadza Risty dengan gestur tubuh yang terlihat salah tingkah.
“Kalau butuh guru, saya siap Ustadza.” Celetuk Rayhan.
Mata Ustadza Risty melebar, dengan tawa yang meledak. Ia tidak menyangkah bisa memiliki murid segila Rayhan. Tapi di dalam hati ia berterimakasih karena nasehat Rayhan memang benar adanya. Apa salahnya menjadi pelacur untuk pasangan sendiri.
Ustadza Risty berfikir kalau dirinya sepertinya harus belajar banyak dari pemuda bauk kencur yang ada di sampingnya saat ini.
*****
Teeeeng… Teeeeng… Teeeeeng…
Suara jam lonceng yang berada di ruang tengah berdentang keras, menandakan kalau saat ini sudah jam dua belas malam. Di sudut kamar, Haja Laras mendesah pelan, ia meremas-remas jarinya, ada rasa khawatir yang membuncah di hatinya, setiap kali jam itu berbunyi.
Ia menyeka keringat di dahinya, sembari melirik kearah pintu kamarnya, seakan ia tengah menunggu seseorang.
Tidak lama kemudian pintu kamarnya terbuka, sesosok pemuda tersenyum menyeringai kearahnya. Ia menampakkan wajah iblisnya. Bibir Haja Laras bergetar, tubuhnya menggigil, menatap sayu kearah sang predator.
Ia berjalan perlahan mendekatinya, setiap langkahnya bagaikan teror yang menakutkan bagi Laras. Tapi dirinya hanya kelinci kecil, bisa apa dia menghadapi srigala seperti Daniel. Ia tidak bisa lari, yang bisa ia lakukan hanyalah merintih dan merengek ketika sang srigala mencabik-cabik dirinya.
“Assalamualaikum Bu Haja?” Bisik Daniel sembari membungkukkan badannya.
Laras menggelengkan kepalanya. “Stop Dan! Aku tantemu, sudah cukup.” Klise… Mungkin itulah yang ada di benak Laras saat ini.
Selalu saja, dan selalu saja ia menggunakan alasan yang sama ketika sang predator menyapanya. Seakan-akan ia tak relah di jamah, tapi pada akhirnya ialah yang akan mengemis, meminta sang predator untuk menjamah tubuhnya.
Ia menggigit bibir merahnya ketika Daniel mulai menanggalkan pakaiannya. Nafasnya tercekat, tatkalah matanya menatap nanar kearah seonggok daging, yang sudah tidak terhitung berapa kali membawa nya ke surga iblis, membuatnya kecanduan ingin mengulangi lagi dan lagi, walaupun ia tau itu salah.
“Kok gak di jawab.” Daniel membelai wajah cantik Laras.
“Wa-waalaikumsalam Tuan!” Lirih Laras.
Daniel tersenyum tipis. “Bagus sekali!” Puji Daniel, ia membelai bibir merah Laras, menyusupkan jari telunjuknya untuk di hisap mesrah olehnya.
Hangat… Itulah yang di rasakan Daniel ketika sang budak sex tengah mengulum jarinya. Selagi jari tangan kanannya di hisap, jemari tangan kirinya sibuk membuka kancing piyama yang di kenakan sang Ustadza. Hingga tampak sepasang gunung kembar yang terlihat sangat indah.
Jemarinya membelai puncak payudara sang Ustadza, membuat tubuhnya terhenyak merasakan getaran syahwat yang di berikan Daniel kepadanya.
Ia menggelengkan kepalanya, dengan tatapan memohon agar Daniel berhenti menggodanya. Tapi permohonannya di tolak, Daniel malah semakin intens menjamah payudaranya, meremas dan memilin putingnya.
“Aahkk… Cukup! Aku mohon.” Melas Laras.
Daniel menarik leher Laras, dia melumat mesrah bibir merah sang Ustadza. “Ehmmpsss… Ehmmpsss… Ehmmpsss…” Dia menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Haja Laras, membelit lidah tersebut dengan mesrah.
“Ehmmpsss… Cukup… Eehmmppss…” Nafas Laras tersengal-sengal ketika ia harus meladeni ciuman ganas dari sang predator yang dengan perlahan mulai memakan kesadarannya, merenggut kenikmatan dari bibirnya.
Setelah puas melumat bibirnya, Daniel meminta Laras untuk mengoral kontolnya. Ia memaksa Laras untuk menunduk, mengarahkan kontolnya di bibir merah sang Ustadza yang tampak gemetar. Sedikit imannya bergejolak, tapi sang Iblis tak menyerah untuk membuat sang Ustadza takluk akan birahi syahwatnya.
Jemari halusnya membelai batang kemaluan Daniel, lidahnya terjulur menari-nari di kepala kontol Daniel yang berbentuk jamur. Lalu ia menghisapnya dengan perlahan.
Daniel membelai rambut Haja Laras, menikmati proses oral sek yang di berikan Haja Laras kepada dirinya.
Sluuuppss… Sluuuppss… Sluuuppss….
Kepala Laras naik turun menghisap kontol Daniel, ia terlihat sangat menikmati tekstur kontol Daniel yang memabukkan. Jemari tangan Laras membelai kantung telur Daniel, menambah rangsangan untuk sang predator. Hingga akhirnya, sang predator menyerah.
“Cukup.” Perintah Daniel.
Laras berhenti menghisap kontol Daniel. Walaupun tatapan matanya mengisyaratkan kebencian, tapi ia sangat mematuhi perintah Daniel.
Dengan rontahan kecil Laras berontak di dalam dekapan Daniel. Tapi ia pasrah ketika bibir Daniel kembali melumat bibirnya, sementara tangan kanannya menyusup ke dalam celana piyama yang di kenakan Laras, ia merogoh bibir kemaluan Laras yang telah membanjir, menandakan kalau dirinya saat ini tengah terbakar birahi.
Pinggul Laras tersentak ketika ia merasakan kedua jari Daniel dengan nakalnya menyusup masuk ke dalam lobang senggama miliknya. Mengorek-ngorek lobang memeknya hingga makin terasa banjir.
“Jangaaaaan… Eehmmppss… Cukup Dan! Istighfar.” Melas Laras.
Bibir Daniel menyunggingkan senyuman iblisnya. “Ini sangat menyenangkan sekali Bu Haja! Membuat memek seorang Istri Kiayi salah satu hobi saya. Apa lagi kalau sampai menghamilinya.” Bisik Daniel, sembari menghembuskan nafas birahi di telinga Laras hingga membuat sang Bu Haji merinding geli.
Haja Laras menggelengkan kepalanya sebagai bentuk protes. “Astaghfirullah… Danieeeell… Jangan tusuk memek Bu Haja, aahkk… Toloooong… Jangan di tambah lagi.” Jerit Haja Laras ketika Daniel memasukan jari manisnya ke dalam lobang memek Haja Laras, hingga ada tiga jari di dalam memek Haja Laras.
“Enak ya Bu Haja? Tapi malam ini Bu Haja tidak boleh orgasme.”
“Aahkk… Aaaahkk… Aaaahkk…” Erang Haja Laras.
Ia merasa sudah tidak sanggup lagi, lendir cintanya seakan sudah berada di ujung memeknya dan siap untuk di ledakan. Tapi ucapan Daniel membuat Laras mati-matian menahan orgasmenya. Alhasil ia semakin tersiksa karena sensasi yang ia buat sendiri.
Setelah berapa menit kemudian siksaan birahi yang di berikan Daniel akhirnya untuk sementara tidak lagi menyiksa dirinya, ketika Daniel mencabut jarinya. Tapi Laras tau ini hanya sementara saja.
Daniel memperlihat jarinya yang basah di hadapan Laras yang tersipu malu.
“Sekarang celananya di buka ya Ustadza.” Pinta Daniel.
Laras menggelengkan kepalanya. “Tidaaaak… Sudah cukup Dan! Saya tidak mau.” Mohon Laras, ia menatap Daniel dengan sungguh-sungguh.
Seakan tidak mengubris permohonan Laras, ia mengambil sebuah vibrator berbentuk kapsul, dan kedua penjepit kecil yang memiliki getaran halus. Melihat benda-benda aneh tersebut membuat Laras makin frustasi, ia tidak yakin kalau dirinya mampu untuk tidak orgasme. Tetapi hal tersebut malah membuat adrenalin nya terpacu.
Daniel tersenyum kembali menatap Laras, lalu melirik celana piyama Laras yang masih utuh. Laras kembali menggelengkan kepalanya, karena ia tau apa yang diinginkan Daniel kepadanya saat ini.
Hati kecilnya berteriak keras, menolak semua perintah Daniel. Tapi tubuhnya malah mengkhianati dirinya.
Dengan tatapan frustasi, Laras menarik kedua sisi celana piyamanya sedikit demi sedikit. Tampak rambut kemaluannya yang lebat begitu menggoda. Kedua kaki jenjang Laras mengais-ngais membantu melepaskan celana piyamanya. Hingga akhirnya ia benar-benar telanjang bulat di hadapan Daniel, yang notabene nya masuk di dalam list manusia yang paling ia benci saat ini.
Daniel merentangkan kedua kakinya, hingga bibir memeknya terkuak dihadapan Daniel. Wajah Daniel sumringah melihat lobang memek Haja Laras yang sudah siap di masuki oleh kejantanannya.
“Dan… Aahkk…” Lirih Laras ketika batang keras itu menyeruak masuk ke dalam memeknya.
Dengan gerakan konstan Daniel memompa memek Laras. Tangannya meraih payudara Laras dan meremasnya dengan perlahan tapi cukup bertenaga.
Tubuh Laras yang telah bermandikan keringat tampak pasrah menerima setiap hentakan selangkangan Daniel di memeknya. Sedikit air liurnya tampak mengalir di sela-sela bibirnya. Ia terlihat seperti orang yang terkena sakau. Mata indahnya mendelik menikmati setiap gesekan antara kedua kelamin mereka berdua.
Rasa nikmat itu kian bertambah tatkala ketika kedua jari Daniel memilin putingnya. Menarik, menggoda puting Laras yang telah ereksi maksimal.
“Dan… Bu Haja mau keluar.” Lirih Laras.
Daniel tersenyum tipis, ia menghentak cepat beberapa kali kontolnya di dalam memek Laras. Membuat wanita alim itu menggelengkan kepalanya karena tak tahan. Dan pada saat ia benar-benar tidak sanggup lagi bertahan. Daniel mencabut kontolnya dari dalam memek Laras, meninggalkan kehampaan di memek Laras.
Pinggul Laras terhentak-hentak mencari kontol Daniel, tapi sayang Daniel tidak memberikan kontolnya kepada Laras. Membuatnya semakin frustasi.
Laras nyaris menangis. Ia sangat tersiksa dengan orgasme menggantung yang di berikan Daniel kepadanya. Bagi Laras ini jauh lebih kejam dari pada Daniel mengambil nyawanya. Tapi bagi Daniel, ia sangat senang melihat Laras yang terus menerus gagal orgasme.
“Nungging.” Suruh Daniel.
Laras membisu sembari mengatur nafasnya yang memburu setelah ia gagal orgasme.
Kemudian ia memutar tubuhnya hingga ia menungging di hadapan Daniel. Plaaaaak… Plaaaaak… Plaaaaak… Berulang kali Daniel menampar pantat mulus Laras yang kini bercap merah.
“Auww… Sssttt…” Erang Laras.
Daniel membuka pipi pantat Laras, dan membenamkan jarinya ke dalam lobang anus Laras. “Sempit sekali.” Puji Daniel sembari mengorek lobang anus Haja Laras.
“Ughkk… Dan! Aaaahkk…” Desah Laras.
Wajahnya mendongak keatas dengan tatapan sayu. Ia merasa birahinya kembali meletup-letup. Itu artinya ia akan kembali di siksa oleh kenikmatan yang tak berujung.
Setelah puas membuat lobang pantat Haja Laras menganga. Daniel kembali memasukan kontolnya ke dalam memek Istri dari KH Umar. Sembari memegangi pinggul Haja Laras, ia menggerakkan pinggulnya maju mundur. Membuat liang memek Haja Laras kembali terasa penuh.
Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk…
Plak… Plaak… Plaaaakkkk…..
Berulang kali Daniel menampar pantat Haja Laras dengan keras, meninggalkan bekas merah di pipi pantatnya.
“Auww… Aaaahkk… Aaaahkk…”
“Gimana rasanya Bu Haja! Apa kamu menikmatinya? Menikmati kontol yang bukan milik KH Umar, suamimu.” Ucap Daniel sinis.
Haja Laras menggeleng-gelengkan kepalanya. “Tidaaaak… Aahkk.. Danieeeell… Bu Haja mohon hentikan! Oughkk… Memek Bu Haja udah gak tahan lagi.” Melas Laras sembari menggerakan pinggulnya maju mundur, mencari puncak kenikmatan yang sudah ia idam-idamkan.
“Jadi maunya Bu Haja gimana?”
“Toloooong biarkan hambamu orgasme.” Mohon Laras kian frustasi. Walaupun ia merasa sangat hina ketika mengucapkannya, tapi ia benar-benar menginginkan orgasme tersebut yang di rasa sangat mahal.
“Belum… Belum saatnya.” Bisik Daniel.
Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk…
Daniel semakin gencar menyodok memek Haja Laras. Dan pada saat bersamaan Laras merasa ia sudah di ambang batas pertahannya. Saat ia merasa sudah tidak kuat lagi, Laras buru-buru menarik pinggulnya menjauh dari kontol Daniel, sembari mencubit putingnya sendiri untuk merendahkan rasa nikmat yang nyaris berhasil ia ledakan.
Tubuh indah Haja Laras yang bermandikan keringat, bergetar hebat. Ia mati-matian menahan orgasmenya agar tidak sampai orgasme. Ia mengerang tersiksa hingga akhirnya keinginan orgasmenya mulai meredah.
“Host… Host… Host…” Nafas Haja Laras memburu.
Wajah cantik nya merona merah, dan matanya berair. Sungguh ia merasa sangat tersiksa. Ingin ia mengakhiri penderitaan nya, tapi ia seakan tidak memiliki kuasa atas tubuhnya.
Daniel menindih tubuh Haja Laras yang tengah telungkup. Kemudian dia menyusupkan kontolnya di belahan memek Haja Laras. Dengan perlahan batang kemaluannya menelusuri dinding memek Haja Laras. Sembari menggerakan pinggulnya, ia menyibak rambut Laras.
“Eenghkk… Eenghkk… Eenghkk…”
“Apa Bu Haja ingin orgasme?” Bisik Daniel.
Laras menggigit bibirnya. Ia malu kalau harus mengatakannya, tapi ia membutuhkannya. “A-akuu mau… Toloooong Dan! Buat aku orgasme.” Lirih Laras di tengah derai rasa nikmat yang tak berujung menyiksa dirinya.
“Apa tugas yang kuberikan sudah kamu lakukan?” Tanya Daniel.
Laras terdiam sejenak. Ia teringat dengan kejadian tadi pagi di mana ia memperlakukan Azril dengan cara yang tidak manusiawi. Tapi ia terpaksa melakukannya, karena Daniel yang memintanya, menyuruhnya untuk membuat putranya terobsesi kepada dirinya.
Sebagai seorang Ibu tentu saja Laras merasa bersalah. Tapi perintah Daniel seakan tidak bisa bantah dan harus di patuhi walaupun bertentangan dengan hati nuraninya.
Dan jujur, dengan perlahan Laras mulai menikmati caranya untuk membuat Azril terobsesi kepada dirinya, dan ia merasa kalau Azril juga menikmatinya. Hanya menunggu waktu untuk menjadikan Azril seperti yang di inginkan Daniel.
“Sudah… Ughkk…! Sudah kulakukan kepada Azril.” Lirih Laras menikmati persenggamahannya. “Akan kujadikan Azril budak seks, seperti yang kamu minta.” Jawab Laras. Ceritasex.site
“Bagaimana dengan Putrimu Clara?”
Laras terdiam sejenak. “Aku belum menemukan caranya, tapi akan kupastikan, Clara juga akan menjadi budak sex, seperti aku Ibunya.” Laras memejamkan matanya, membayangkan putrinya di menjadi pemuas sex dan Azril yang tersiksa akan kenikmatan tanpa ujung seperti yang ia rasakan saat ini.
“Bagus! Sekarang kamu boleh orgasme.” Daniel mempercepat kocokan kontolnya, membuat tempat tidur Laras berderit-derit seakan mau roboh.
Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk…
“Aku dapaaaaaat…” Jerit Laras.
“Aku akan menghamili Istrimu bangsaaaat…” Geram Daniel.
Tubuh mereka menegang beberapa detik, dan pada saat bersamaan seprei tempat tidurnya menjadi basah kuyup.
Dengan perlahan Daniel menarik kontolnya, dan tampak lelehan spermanya di celah-celah bibir kemaluan Laras. Ia sangat senang, dan yakin cepat atau lambat ia pasti bisa menghamili Ustadza Laras.
“To-tolong maafkan Suamiku.” Lirih Laras.
Daniel menyunggingkan senyumnya. “Tidak… Tidak akan pernah! Kalau kamu ingin marah, marahlah terhadap Azril, karena anak itu yang membuatmu dan putrimu harus menanggung semuanya.” Ujar Daniel sembari menyulut Zippo di batang rokoknya.
Selepas kepergian Daniel. Laras menangis sembari memeluk bantalnya, ia merasa sangat bersalah dan lemah.
“Maafkan aku Mbak, Maafkan Umi Azril!”
Bersambung…