Malam hari di sebuah asrama…
Kreaak…
Semua orang yang ada di dalam ruangan langsung berdiri ketika seseorang tiba-tiba membuka pintu kamar mereka. Heru memicingkan matanya, menatap tak suka kearah pria yang dengan sangat berani masuk ke dalam kamar kekuasaannya tanpa permisi terlebih dahulu.
Bagong langsung menghampiri anak tersebut sembari menarik kaos pemuda tersebut. “Eh anjing, siapa yang suruh Lo masuk bangsat.” Umpat Bagong, tangan kanannya sudah terkepal dan siap memukulnya.
“Santai bro, gue gak ada urusan sama Lo.” Doni mengalihkan pandangannya ke Heru.
Pemuda itu tersenyum tipis, sembari berdiri menghampiri Doni. “Lepasin.” Heru menepuk lengan Bagong.
“Anjing. Cuiiih…” Kesal Bagong.
“Ada apa Lo nyari gue?”
“Gue minta Lo ngerahin anak asrama kelapangan besok lusa! Teman gue ada ribut sama asrama Hamza.” Jelas Doni yang memang tidak suka berbasa-basi.
“Anjing ni bocah.”Umpat Pandi emosi, sembari membuang puntung rokok kearah Doni.
“Kalau gue gak mau?”
Doni tersenyum sinis. “Gue kesini bukan untuk mendengar kata tidak.” Doni menanggalkan kaosnya, memperlihatkan bentuk tubuhnya yang kotak-kotak. Di atas perutnya terlihat ada bekas luka yang cukup besar.
Tentu saja Heru tidak bergidik melihat bekas luka di perut Doni. Yang ada adrenalin nya makin terpacu untuk menghadapi Doni. Apa lagi selama ini Doni di kenal anak yang tidak pernah terlibat perkelahian, bahkan beberapa kali ia mengalah ketika seseorang mencoba mengganggunya.
Diatas kertas jelas Heru yang menang, mengingat track record nya yang tidak terkalahkan di asrama al-Fatih.
“Lo taukan aturan mainnya?”
Doni menganggukkan kepalanya. Tidak lama kemudian tiga orang pria dewasa masuk ke dalam kamar. Mereka adalah santri pengabdian yang bertugas menjaga keamanan asrama. Bagi mereka yang ingin berkelahi, harus mendapat izin terlebih dahulu dari santri pengabdian. Kalau tetap nekat berkelahi di asrama tanpa izin dari santri pengabdian, mereka di pastikan akan di keluarkan dari pesantren.
Tradisi ini sudah ada sejak lama, hal ini di lakukan untuk meredam kenakalan anak remaja yang butuh di salurkan. Karena pada dasarnya, sebagian dari santri masuk ke pesantren bukan karena mereka ingin jadi ustad, melainkan karena orang tua yang sudah tidak sanggup lagi mendidik mereka.
Terlalu naif memang, menyerahkan anak mereka untuk di didik orang lain, agar menjadi anak yang lebih baik, berguna untuk masyarakat hingga membanggakan kedua orang tua mereka.
Pablo, Iyan, Dan Dery duduk diatas salah satu kasur santri sembari melihat Doni dan Heru.
“Kalian berdua mau ribut?” Tanya Yan. Ia menyulut api ke sebatang rokok. “Ada masalah apa?” Sambung Yan, ia menghembuskan asap rokok kearah Doni.
“Apa perlu ada alasan.” Jawab Doni.
“Songong juga ni anak.” Komentar Pablo.
Yan tertawa renyah mendengar jawaban Doni. “Iya, kamu benar… Tidak perlu ada alasan.” Yan berdiri sembari merangkul Doni.
Dan tanpa di duga-duga Yan memukul perut Doni dengan sangat keras. “Hooeek…” Rintih Doni, ia merasa perutnya sangat sakit sekali. Bahkan hanya dengan satu pukulan, sudah membuat lututnya gemetar.
“Lain kali kalau ngomong sama senior yang sopan.” Bisik Yan.
Doni mengeram sembari menatap seniornya. Ia tidak menyangka kalau pukulan dari seniornya bisa sekeras itu.
“Kalian berdua silahkan selesaikan masalah kalian, tapi dengan satu syarat. Tidak boleh menggunakan senjata.” Jelas Yan kemudian kembali duduk di dekat kedua sahabatnya yang dari tadi hanya diam saja.
Heru menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan, agar otot lehernya lebih rilex, sembari memasang kuda-kuda, dia mengangkat kedua tangannya yang terkepal, dengan pose siap melawan.
Doni tersenyum, akhirnya ia bisa berhadapan langsung dengan Heru yang katanya jagoan nomor satu di asrama Al Fatih. Mengalahkan Heru akan menjadi solusi terbaik untuk berhadapan dengan Hamka besok lusa. Ia yakin, pertempuran jumad nanti tidak akan muda.
Doni menyerang lebih dulu, dia melepaskan jeb kearah wajah Heru, tapi dengan muda Heru menangkisnya dengan tangan kiri. Satu kakinya mundur ke belakang untuk memperkuat kuda-kuda nya. Sementara tangannya dengan cepat mengincar perut Doni. Tab Doni berhasil menangkis pukulan Heru dengan mengangkat lututnya cukup tinggi.
“Lumayan.” Puji Heru.
Kaki Heru terangkat tinggi dan terarah kewajah Doni. Reflek Doni mundur kebelakang, tapi tetap tidak bisa menghindari tendangan Heru.
Pipi kanan Doni memerah akibat tendangan Heru walaupun tidak telak.
Heru maju ke depan, ia melakukan uppercut kearah dagu Doni, dengan cepat Doni mengangkat kedua tangannya sembari menurunkan dagunya. Buuk Tinju Heru tepat mengenai kedua lengan Doni. Walaupun pukulan Heru berhasil di tangkis tapi tetap saja menimbulkan efek di kedua lengannya.
Lalu kemudian di susul oleh pukulan tangan kirinya, dan kali ini Doni tidak sempat menghindar.
Kaki kanan Heru maju satu langkah, dan dengan gaya memutar ia melayangkan kaki kirinya kearah kepala Doni, beruntung kali ini Doni berhasil menghindarinya dengan sedikit menunduk. Andai saja ia telat menghindar, satu tendangan Heru barusan bisa saja menjadi akhir dari pertempuran malam ini.
“Hampir saja, sekarang giliran gue..” Gumam Doni.
Doni mundur satu langkah, kemudian tangan kanannya melakukan pukulan menyilang. Heru yang belum siap hanya pasrah ketika wajahnya terpaksa menerima pukulan Doni dari jarak yang ideal.
Tanpa membuang kesempatan, tangan kiri Doni menghantam wajah kanan Heru, dan di balas dengan satu pukulan telak di ulu hati Doni.
Mereka berdua mundur beberapa langkah sembari mengatur nafas mereka yang mulai tersengal-sengal.
Heru langsung menerjang Doni, beberapa pukulannya berhasil di tepis Doni. Kaki kanan Doni menerjang lengan Heru, lalu di susul pukulan tangan kirinya di wajah Doni.
Buuuuk…
“Bangsaaaaat…” Pekik Heru di dalam hati.
Tubuhnya langsung sempoyongan setelah menerima pukulan telak di wajahnya. Kemudian di susul beberapa pukulan kombinasi yang di lakukan Doni. Yang bisa Heru lakukan hanyalah menangkis setiap pukulan yang di lepaskan Doni ke wajahnya. Dan sesekali mencoba membalasnya.
Tapi balasan Heru sama sekali tidak terasa bagi Doni, itu terlihat dari senyuman Doni kearah Heru, membuat pemuda itu makin kalap, dan berusaha memukul Doni berulang kali yang dengan muda di tangkis.
Sanking kesalnya, Heru lupa untuk melindungi perutnya. Dan hal tersebut di manfaatkan Doni dengan memukul perut Heru sekuat tenaga.
“Hooeek…” Heru memuntahkan darah dari mulutnya.
“Selesai.” Ujar Doni, sembari mengalungkan tangannya di leher Heru, dan menariknya ke bawah. Pada saat bersamaan lututnya sudah siap menghantam wajah Heru.
“Anjing!” Umpat Heru.
Buuuk…
Tubuh Heru kehilangan tenaga, ia roboh kelantai dengan wajah bersimbah darah. Di perkirakan hidungnya patah, dan beberapa giginya tanggal.
Doni mencekik Heru, ia berniat ingin menghabisi Heru dengan satu pukulan lagi. Ketika tinjunya hampir mengenai wajah Heru, tiba-tiba seseorang menerjang pinggangnya hingga ia terjungkal ke samping.
Pablo berdiri tegak setelah menendang Doni yang tengah meringis kesakitan.
“Cukup!” Ucapnya tenang. “Kalian Bawak Heru ke klinik sekarang juga.” Perintah Pablo. Bagong dan beberapa temannya segera membopong tubuh Heru.
“Selamat Lo sekarang bos baru di sini.” Ucap Bang Yan sembari menepuk pundak Doni.
Doni tersenyum sinis. Ia mengambil kaosnya lalu pergi meninggalkan kamar Heru. Baginya menjadi yang terkuat di asrama Al Fatih tidaklah penting.
*****
“Astaghfirullah Rayhan…”
Zaskia menjerit ketika melihat Rayhan yang masih tidur di dalam kamarnya. Bukan karena adiknya telat bangun, tapi karena lagi-lagi ia mendapatkan celana adiknya basah karena terkena sperma. Dan itu artinya, ia lagi-lagi harus mencuci celana Rayhan yang penuh dengan lendir yang lengket.
Teriakan Zaskia tentu saja membangunkan Rayhan. Dengan ekspresi tanpa dosa, Rayhan menatap Zaskia dengan penuh heran.
“Kenapa si Kak, pagi-pagi udah teriak.” Gerutu Rayhan.
Zaskia mendesah pelan. “Lihat tuh celana kamu.” Tunjuk Zaskia. Rayhan buru-buru menarik selimutnya. “Setiap hari Kakak harus nyuci celana kamu yang bauk sperma itu. Bisa gak si, sehari saja kamu gak mimpi basah.” Omel Zaskia, dia mendekap dadanya dengan kedua tangannya yang terlipat.
“Eh anu Kak.”
“Anu-anu… Emangnya kamu tiap malam ngayalin siapa? Kok bisa setiap malam mimpi basah. Kalau sesekali Kakak bisa maklum, tapi kalau sampai setiap hari, ini sudah keterlaluan.” Cerocos Zaskia, yang tidak habis pikir dengan kelakuan Rayhan.
Rayhan menggaruk kepalanya. “Ini semua salah Kakak yang terlalu cantik. Setiap malam aku mimpiin Kakak! Dan berharap benar-benar bisa ngentotin Kakak.” Ingin Rayhan mengatakan hal tersebut, tapi tentu saja ia tidak berani untuk berterus terang.
“Maaf Kak.” Akhirnya yang keluar hanya kalimat itu.
“Sudah sana, siap-siap mandi wajib. Habis itu shalat.” Suruh Zaskia. Habis memarahi adiknya ia segera keluar dari kamar Rayhan yang masih shock karena habis di marahi Kakaknya.
Zaskia benar-benar bingung dengan kelakuan Rayhan. Bagaimana mungkin ada orang yang mimpi basahnya setiap hari. Ini pasti karena pikiran adiknya yang telah rusak, karena terlalu sering membayangkan adegan tak senonoh. Entah bagaimana caranya untuk menghilangkan kebiasaan Rayhan, agar tidak mimpi basah lagi.
Ia membuka pintu kamar mandi, melepas bagian bawah mukenanya berikut dengan dalamannya dan menyisakan mukena bagian atas.
Zaskia berjongkok sembari sedikit mengangkat mukena bagian atas agar tidak terkena air urinenya ketika ia buang air kecil.
Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr…
Ketika lagi asyik menikmati momen buang hajat, tiba-tiba pintu kamar mandinya terbuka. Sosok Rayhan masuk ke kamar mandi sembari menenteng handuk di pundaknya. Mata Zaskia membulat sempurna melihat adiknya yang baru masuk ke kamar mandi tanpa melihat kearahnya.
“Rayhan!” Tegur Zaskia.
Tubuh Rayhan mendadak kaku, ketika mendapati Kakak kandungnya yang tengah berjongkok hanya memakai bagian atas mukena, sementara bagian bawahnya terbuka lebar, memamerkan memeknya yang tembem tanpa rambut kemaluan yang menempel di pubiknya.
Gleeek…
Rayhan menelan air liurnya, sembari mengusap bibirnya dengan lengannya.
“Kakak ngapain?” Pertanyaan tolol itu meluncur dari bibir Rayhaan.
“Emang kamu gak liat Kakak ngapain?” Tanya Zaskia.
Tentu saja Rayhan lihat, dan ia melihat jelas ketika air urine Kakak kandungnya mengucur deras ke dalam closet hingga akhirnya berhenti. Proses buang air kecil Zaskia tentu terekam jelas di ingatan Rayhan.
“Eh iya, kakak lagi kencing ya, hehehe…” Sambil garuk-garuk bagian belakang kepalanya.
“Itu tau pake tanya lagi.” Omel Zaskia.
“Aku kan gak tau kalau Kakak lagi pipis! Lagian kebiasaan pintu kamar mandi gak di kunci.” Ucap Rayhan santai. Sembari melepas pakaiannya.
“Eh mau ngapain?”
“Mandi Kak.” Jawab Rayhan santai. “Kan tadi Kakak suruh aku mandi.” Sambung Rayhan, ia menarik turun celana pendeknya dan memamerkan kontolnya yang seukuran pisang ambon.
“Astaghfirullah Ray!” Protes Zaskia.
Rayhan melirik memek Kakaknya. “Apa lagi si Kak?”
“Kamu tuh ya, pake telanjang di depan Kakak! Gak sopan tau gak.” Lagi-lagi Zaskia mengomel, tapi matanya itu malah gak berpaling dari kontol Adiknya.
“Apaan si Kak! Kayak gak pernah lihat Ray telanjang aja.” Ucap Rayhan santai, sembari mengguyur tubuh telanjangnya dengan air di dalam bak mandi.
Zaskia kehabisan kata-kata, apa yang di katakan Rayhan memang benar. Dia sudah beberapa kali melihat Adiknya telanjang. Bahkan ia pernah memandikan Rayhan dalam keadaan telanjang bulat. Pengalaman tersebut tak akan pernah di lupakan Zaksia.
Sebagai wanita normal, ia sangat kagum dengan bentuk dan ukuran kontol Rayhan. Apa lagi kontol Rayhan, adalah kontol pria dewasa pertama yang ia lihat, sehingga meninggalkan kesan tersendiri baginya.
Wajah Zaskia merona merah ketika melihat Rayhan menggosok kontolnya dengan gerakan perlahan. Sanking tegangnya Zaskia sampai lupa bernafas. Ia merasakan suhu tubuhnya menjadi panas, walaupun kondisi kamar mandi yang cukup dingin, tapi Zaksia malah berkeringat.
Melihat Kakaknya yang setengah sadar dengan kondisi mereka saat ini membuat Rayhan semakin berani.
Ia berjalan kearah Kakaknya dengan kontol yang menggantung. “Maaf ya Kak, mau ambil sabun.” Ujar Rayhan, ia berdiri di depan Zaskia sembari menggapai sabun yang ada di dekat Kakaknya.
“Eh…” Kaget Zaskia.
Bayangkan saja, kontol Rayhan tepat di depan wajahnya. Dan hanya beberapa senti lagi kontol besar Rayhan akan menyentuh wajahnya.
Mata Zaksia tak berkedip menatap setiap jengkal kontol Rayhan yang berotot. Dengan sengaja Rayhan berlama-lama mengambil sabun yang ada dinding tepat di sampingnya yang sedang berjongkok diatas closed.
Kemudian Rayhan melumuri badannya dengan busah sabun. Ketika ia menyabuni tubuhnya tiba-tiba sabun di tangannya melompat kearah closed sampai masuk ke dalam closed.
“Waduh…” Kaget Rayhan.
Kemudian Rayhan berjongkok di depan Zaskia, tangannya terjulur diantara kedua kaki Zaskia yang terbuka untuk mengambil sabun.
“Mau ngapain kamu Dek?” Wajah Zaskia makin tegang.
“Ambil sabun Kak.” Jawab Rayhan enteng.
“Eh…” Zaskia tersentak kaget ketika merasakan lengan Rayhan menyentuh bibir memeknya.
“Angkat sedikit pantatnya Kak, susah ni.” Pinta Rayhan.
Zaskia berusaha mengangkat pantatnya, tapi tentu saja tidak muda, karena posisinya yang masih jongkok.
Tanpa sepengetahuan Zaskia, Rayhan dengan sengaja menggodanya. Ia menggerakkan tangannya maju mundur dengan perlahan, menggesek bibir memek Kakaknya yang terasa hangat karena lendir kewanitaannya. Mata Zaskia membeliak, merasakan sensasi geli-geli nikmat, ketika bibir memeknya bersentuhan dengan kulit lengan Rayhan yang kasar.
“Engg… Dek!”
“Iya Kak.”
Zaskia menggigit bibirnya, hingga terlihat sensual di mata Rayhan. “Sha… Sabhun-nya dah… Dhaapaaat…. Ughkk… Belum?” Tanya Zaskia terbata-bata. Pinggulnya turun naik kegelian.
“Belum kak.”
Zaskia membuang muka kearah bak mandi. Nafasnya memburu dan wajahnya memerah. Sementara di bawah sana Rayhan semakin intens menggerakan tangannya maju mundur, menggosok memek Zaskia.
Aneh… Memang sangat aneh, seharusnya ia tau apa yang di lakukan Adiknya saat ini kepada dirinya. Tapi anehnya, wanita Soleha itu malah diam, dan menganggap apa yang di lakukan Rayhan saat ini adalah benar, dan memang sudah seharusnya terjadi tanpa ia inginkan
Kesadaran Zaskia seakan di renggut. Sehingga iman dan logikanya tak sejalan dengan hatinya. Dan dengan mudahnya ia terjebak dengan permainan Adiknya.
Bahkan dia hanya diam ketika Rayhan dengan jelas membenamkan wajahnya di dekat selangkangannya. Sehingga ia dapat merasakan hembusan nafas Rayhan yang menerpa bibir memeknya.
“Engkk… ” Zaskia menarik nafas panjang, kedua matanya terpejam.
Tanpa sadar ia menjepit kepala Rayhan dengan kedua pahanya, sementara tangan Rayhan semakin cepat menggosok bibir kemaluannya. Beberapa detik kemudian, tubuh mulus Zaskia bergetar, dan pinggulnya tersentak-sentak menyambut datangnya orgasme.
Rasanya nikmat yang luar biasa di rasakan Zaskia, ketika cairan cintanya merembes keluar dari sela-sela bibir memeknya di lengan Rayhan.
“Oughkk…” Ia melolong panjang.
Dalam diam Rayhan tersenyum karena berhasil membuat Kakak kandungnya orgasme. “Dapet Kak!” Ujar Rayhan berat. Karena dirinya juga saat ini sangat bernafsu.
“Eh… Iya!”
Zaskia buru-buru merenggangkan kakinya agar kepala Adiknya terbebas dari dekapan pahanya. “Lain kali hati-hati dong Dek! Udah buang aja. Kotor itu.” Suruh Zaskia, Rayhan segera membuang sabun tersebut ketempat kotak sampah yang ada di dalam kamar mandi.
Rayhan segera membilas tubuhnya yang penuh sabun itu. Selesai mandi, ia segera mengambil handuk dan melilitkan handuk tersebut ke tubuhnya.
“Kakak belum selesai pipisnya? Lama juga ya Kakak kalau lagi pipis.” Ujar Rayhan, dengan wajah polos tapi penuh makna.
“I-ini baru selesai.” Jawab Zaskia gugup.
Zaskia baru sadar, kalau dirinya sudah lama selesai buang air kecil, bahkan tidak lama setelah Rayhan masuk ke kamar mandi, ia sudah selesai buang air kecil. Tapi anehnya ia masih jongkok di situ dan melihat Rayhan mandi, bahkan ia masih diam ketika Rayhan hendak mengambil sabun beberapa menit yang lalu.
Kenapa? Kenapa aku jadi bodoh seperti ini? Ya Tuhaaaan… Sebenarnya ada apa denganku, tadi itu… Ya Tuhan…
“Kakak sudah shalat?” Tanya Rayhan.
“Eh…”
Rayhan tersenyum tipis. “Jangan lupa mandi wajib.” Ucap Rayhan nyaris tidak terdengar. Zaskia hanya melongok melepas kepergian Rayhan.
“Ya Tuhaaaan…”
Zaskia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Baru kali ini ia merasa sangat malu di hadapan Adiknya. Ingat, malu bukan marah.
****
Jam istirahat di kantin santri…
Seperti biasanya kantin pesantren selalu ramai di kunjungi oleh beberapa santri Al-tauhid. Bahkan beberapa ustad dan staf ponpes Al-tauhid ikut membaur di sana, menghabiskan waktu mereka hingga jam istirahat berakhir.
Di pojokan kantin, Rayhan, Azril, Doni dan Nico tengah membahas rencana besok siang setelah shalat Jum’at.
“Muka Lo kenapa lebam gitu?” Tanya Rayhan heran.
Doni nyengir. “Biasa.” Jawab Doni, tidak begitu mengubris ke khawatiran ketiga temannya. Toh baginya luka yang di alaminya tidak begitu parah.
“Lo berantem? Sama siapa?” Tanya Azril.
“Heru…” Jawab singkat Doni.
“Hogk… Hogk… Hogk…” Nico sampai terbatuk mendengar jawaban Doni.
“Lo gak apa-apa?”
“Serius, Lo berantem dengan Heru?” Potong Nico mengabaikan pertanyaan Rayhan. “Gilaaa… Kenapa Lo gak bilang sama gue, pantesan semalam Lo ngilang.” Rutuk Nico, ia sudah lama sekali ingin melihat Doni berkelahi. Tapi pupus sudah harapan Nico. Ngehek…
“Gue baik-baik aja, cuman sedikit bonyok. Yang penting sekarang kita punya kekuatan, kalau seandainya saja pihak Hamka mau main keroyokan.” Jelas Doni.
“Lo udah ngomong sama anak-anak.”
Doni mengangguk. “Sudah, dan kebetulan ternyata mereka juga punya dendam lama sama anak-anak Hamza. Tapi sayangnya Heru terlalu pengecut.” Doni tersenyum sinis, mengingat pengakuan salah satu temannya di asrama.
“Bagus…” Ucap Nico senang.
Rayhan menyandarkan punggungnya di kursi kantin. “Sory ya bro, gara-gara gue Lo sampe repot kayak gini.” Ujar Rayhan tidak enak hati kepada sahabatnya. Doni menepuk pelan pundak sahabatnya.
“Itulah gunanya sahabat.” Ucap Doni.
“Yups, benar.” Timpal Nico.
Sementara Azril hanya diam, karena ia merasa pokok permasalahannya ada pada dirinya. Tapi sayangnya ia tidak bisa membantu apapun.
****
Di dalam kelas para santriwati terlihat begitu ramai, padahal sudah lima belas menit yang lalu jam pelajaran di mulai, tapi kelas tetap kosong, sehingga di manfaatkan oleh para santriwati untuk bercanda gurau, hingga menimbulkan kegaduhan di dalam kelas.
Sementara seorang Ustadza yang seharusnya mengajar siang ini, malah tengah bermesraan dengan seorang pria yang tak lain hanya seorang petugas kebersihan.
Ustadza Dwi, tampak lupa akan tanggung jawabnya untuk mendidik murid-muridnya, demi kesenangan sesaat yang bisa menjerumuskannya ke neraka. Ilmu agama yang ia miliki, seakan tidak bisa untuk menyadarkan perbuatannya saat ini.
“Masih mau lagi Ustadza?” Goda Imbron.
Ustadza Dwi tersipu malu sembari menganggukkan kepalanya. “Iya Pak, kalau Bapak gak sibuk.” Jawab Ustadza Dwi sembari membelai kontol Pak Imbron yang beberapa menit lalu mengantarkannya ke surga dunia.
“Ngentotin Ustadza lebih penting dari pada pekerjaan lain.” Jawab Pak Imbron.
“Bapak bisa aja.”
Pak Imbron mengangkat dagu Ustadza Dwi, dia melumat mesrah bibir Ustadza Dwi. Tangan kekarnya menyusuri bukit kecil yang di tumbuhi rambut hitam yang tak begitu lebat Daging kenyal itu dirasakan sudah sangat lembab.
Jari tengah Pak Imbron menggosok lembut clitoris Ustadza Dewi, sementara ciumannya semakin panas.
“Ganti gaya Pak.” Pinta Ustadza Dwi.
Dia naik keatas tubuh Pak Imbron dengan posisi 69. Ia mengangkangi wajah Pak Imbron, menyodorkan memeknya kepada Pak Imbron. Sementara jari lentik membelai kontol Pak Imbron yang hampir setiap hari menyinggahi memeknya yang haus akan kontol besar seperti Pak Imbron.
Lidahnya terjulur menyapu kepala kontol Pak Imbron. “Sluuuppss… Sluuuppss… Sluuuppss… Kontol Bapak enak sekali, bikin saya ketagihan Pak.” Puji Ustadza Dwi, dia melahap kontol Pak Imbron dengan mulutnya.
“Memek Bu Ustadza juga bikin nagih.” Jawab Pak Imbron. Dia menusukan satu jarinya ke dalam memek Ustadza Dwi. Semetara lidahnya menjilati daging mungil berwarna kemerah-merahan di sela-sela lipatan memek Ustadza Dwi. “Sruuupss… Sruuupss… Sruuupss…” Secara bersamaan lidah dan jarinya merangsang memek Ustadza Dwi.
Dengan mata merem melek keenakan, Ustadza Dwi tampak kesulitan berkonstrasi mengoral kontol Pak Imbron. Sembari menghisap kontol Pak Imbron, jemari Ustadza Dwi membelai kantung telurnya.
Selama beberapa menit mereka saling mengoral, hingga tiba akhirnya daging kenyal itu di masuki oleh kontol Pak Imbron yang sekeras besi.
Ustadza Dwi mengangkangi kontol Pak Imbron, di menuntun kontol Pak Imbron kearah memeknya.
“Sssttt…” Ustadza mendesis nikmat.
Kedua tangan Pak Imbron mencengkram payudara montok Ustadza Dwi. “Tekan lebih dalam Bu.” Pinta Pak Imbron, yang keenakan di jepit memek Ustadza Dwi.
“Aahkk… Enak sekali.” Suara Ustadza Dwi melengking, merasakan gesekan antara dinding kemaluannya dengan kulit kontol Pak Imbron yang memiliki tekstur kasar. Hingga akhirnya kontol Pak Imbron masuk seluruhnya ke dalam memeknya.
Dengan perlahan Ustadza Dwi mengangkat pinggulnya, lalu menurunkannya kembali. Ia melakukan gerakan tersebut berulang kali, dan semakin lama semakin cepat.
Rasa nikmat yang di berikan kontol Pak Imbron, membuat Nurul makin menggila. Dia menggerakkan pinggulnya dengan gaya ngebor, dan menghentak hingga kepala kontol Pak Imbron beberapa kali menyentuh dinding rahimnya.
Gerakan erotis Ustadza Dwi, membuat Pak Imbron harus berkerja lebih ekstra agar tidak sampai keluar lebih cepat. Belum lagi ulekan memek Ustadza Dwi yang selama meremas-remas kontol Pak Imbron. Untuk mengalihkan rasa nikmat yang di berikan Ustadza Dwi, Pak Imbron menggigit lidahnya, dan cara ini ternyata cukup berhasil.
“Ganti gaya Bu.” Pinta Pak Imbron.
Ustadza Dwi mengangkat pinggulnya, tampak kontol Pak Imbron kini bermandikan lendir cintanya. “Sodok memek saya dari belakang Pak.” Pinta Ustadza Dwi.
“Siap Bu Ustadza.” Kelakar Pak Imbron.
Ustadza Dwi menungging diatas tempat tidurnya yang spreinya sudah berantakan, dan basah karena keringat mereka yang bercampur dengan lendir.
Dari belakang Pak Imbron kembali memposisikan kontolnya di depan lipatan memek Ustadza Dwi. “Bleeess…” Dengan satu dorongan kontol Pak Imbron amblas ke dalam memek Ustadza Dwi yang memang sudah sangat licin.
Kontol Pak Imbron kembali memompa memek Ustadza Dwi, sembari memegangi pinggulnya.
Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk….
Suara benturan kedua kelamin mereka terdengar menggema ke seluruh ruangan, di bumbui dengan suara erotis dari kedua mulut mereka.
“Pak Imbron… Aahkk… Ssstt….”
Plak…
Plaak…
Plaaak…
Berulang kali Pak Imbron menampar pantat Ustadza Dewi dengan kasar.
“Bu… Saya mau keluar.” Desah Pak Imbron.
Sang pejantan yang selama ini selalu berhasil membuat seorang Ustadza Dwi sampai terkencing-kencing kini harus menyerah. Ia melepaskan spermanya yang sudah berada di ujung kontolnya, menyiram rahim Ustadza Dwi hingga terasa penuh.
Tidak ingin kehilangan momen, Ustadza Dwi dengan liar menggerakan pinggulnya, mengejar kenikmatan yang ia damba-dambakan. Tapi apa daya, sang pejantan telah menyerah, sekeras apapun usahanya tidak membuahkan hasil. Yang ada kontol Pak Imbron semakin mengecil di dalam memeknya.
Ploppss…
Kontol Pak Imbron terlepas dari dalam memek Ustadza Dwi, tampak sperma Pak Imbron mengalir di sela-sela kemaluan Ustadza Dwi.
“Ayo Pak lagi.” Pinta Ustadza Dwi.
Pak Imbron mendesah, ia telah kehilangan gairahnya. “Maaf Bu Ustadza, sudah tidak bisa lagi.” Ucap Pak Imbron dengan sangat terpaksa.
“Sebentar lagi Pak.”
Pak Imbron menggelengkan kepalanya. Ia tampak sangat kecewa karena Pak Imbron tidak bisa menuntaskan hasrat birahinya.
*****
“Mana si Imbron?”
“Mana aku tau! Sejak tadi pagi dia menghilang.” Jawab Jaja yang tengah menginjak tumpukan sampai di dalam gerobak sampah.
“Akhir-akhir ini Pak Imbron sering sekali menghilang.” Keluh Budi.
“Tuh orangnya.” Tunjuk Edi.
Dari kejauhan Pak Imbron berjalan santai sembari bersiul ringan. Dari wajahnya terpancar kebahagiaan yang sulit di mengerti oleh teman-temannya.
Sebagai teman seprofesi, mereka tentu sangat kesal, karena sikap Pak Imbron yang seenaknya saja. Tapi tidak ada satupun yang berani menegur Pak Imbron. Selain Pak Imbron yang di tuakan, mereka juga takut akan latar belakang Pak Imbron yang seorang preman pasar. Dapat di lihat dari tato yang ada di lengan tangannya.
*****
Zaskia menghampiri sahabatnya Julia yang sedang duduk di meja kerjanya. Ia tampak sibuk mengoreksi hasil ulangan harian yang ia berikan kepada murid-muridnya setiap satu bulan sekali. Saat melihat Zaksia, ia menghentikan sejenak pekerjaannya, sembari tersenyum menyapa Zaskia.
Zaskia dengan wajah lesu nya, duduk di kursi kosong yang ada di depan meja Julia.
“Kamu kenapa lagi say!”
Zaskia menghela nafas perlahan. “Kejadian kemarin terulang lagi.” Lirih Zaskia, ia membuang muka kearah sepasang bingkai foto presiden dan wakil presiden. Ceritasex.site
“Maksudnya?”
“Rayhan… Dia ngejerjain aku lagi, kayak waktu itu, saat aku mandikan dia.” Jujur Ustadza Zaskia sembari merucutkan bibirnya. “Nyebelin banget kan.” Keluh Zaskia, ia menatap dalam sahabatnya yang hanya tersenyum.
Julia mencondongkan badannya kedepan. “Entah Rayhan yang pintar, atau karena kamu sendiri yang suka di goda oleh adikmu.” Ujar Julia, dia mengambil gelas yang ada di atas mejanya, dan meminumnya.
“Maksudnya?”
“Mungkin Uhkti gak sadar. Sebenarnya Uhkti sendiri yang suka di godain Rayhan, atau jangan-jangan Uhkti mulai kecanduan di nakalin Rayhan.” Jelas Julia.
“Kenapa bisa begitu.”
Julia menghela nafas. “Coba Uhkti pikir lagi. Tidak mungkin Rayhan berani menggoda kamu berulang kali, kalau kamu sejak pertama sudah tegas kepada Rayhan. Misalkan kamu memarahinya atas perbuatannya.” Julia menggelengkan kepalanya dengan sikap Zaskia.
“A-aku gak bisa marah sama dia.” Aku Zaskia.
“Aku ngerti kok! Anggap saja apa yang di lakukan Rayhan, hanyalah kenakalan biasa, bukan suatu yang harus di pikirkan.” Ucap Julia, sembari menggenggam tangan Zaskia.
“Ya, kamu benar.” Zaskia tersenyum manis.
Bersambung…