“Kalian ke asrama duluan aja ya, aku mau langsung ke pasar.” Ujar Aurel sembari merapikan kembali buku pelajarannya yang berserakan diatas meja.
“Ada perlu apa ke pasar?” Tanya Asyifa.
“Aku ikut dong!” Potong Adinda.
Wajah Aurel tampak salah tingkah. “Ehm… Ya adalah! Hehehe… Tapi maaf ya Nda, aku mau sendirian aja.” Jawab Aurel gugup, seakan ada yang ia sembunyikan dari sahabat-sahabatnya. Padahal selama ini mereka sangat saling terbuka satu sama lainnya.
Hanya Aziza yang tidak berkomentar, ia menaruh curiga terhadap sahabatnya. Mengingat kemarin ia sempat memergoki Aurel yang tengah mengirim pesan kepada seorang Santri. Ia berharap tebakannya salah, walaupun hati kecilnya mengatakan kalau Aurel ingin bertemu dengan santri tersebut.
Saat mata mereka bertemu, Aurel buru-buru memalingkan wajahnya seakan ia takut menatap mata Aziza.
“Aku duluan ya.” Ujar Aurel.
Kedua sahabatnya memandang heran kearah Aurel yang berjalan tergopoh-gopoh keluar dari kelas.
“Mencurigakan?” Ujar Asyifa.
“Dia kenapa si?” Timpal Adinda.
Aziza mendesah pelan. “Nanti gue ceritain, kalian habis makan langsung ke rumah gue ya.” Ujar Aziza. Ia merasa harus membahas masalah ini bersama kedua sahabatnya.
Sementara itu Aurel terlihat senyum-senyum sendiri sembari menatap ke keluar jendela mobil angkot yang ia tumpangi, berharap angkot tersebut dengan cepat tiba di pasar, karena ia sudah sangat ingin bertemu dengan sosok santri bernama Dedy. Pemuda yang telah membuatnya jatuh cinta.
Setibanya di pasar Aurel bergegas kearah warteg yang berada di terminal pasar. Di sana tampak Dedy telah menunggunya. Pemuda itu tersenyum melihat kehadiran Aurel.
“Makan dulu yuk sayang!” Ajak Dedy.
Aurel tersenyum sangat manis di balik jilbab putih yang ia kenakan. “Kamu sudah pesan?” Tanya Aurel. Sembari memesan nasi ayam goreng.
“Belum… Sekalian aja Mas nasi ayam gorengnya dua.” Ujar Dedy.
Sembari mengobrol ringan mereka berdua menyantap makan siang bersama. Bagi Aurel makan bersama dengan kekasih nya terasa sangat nikmat. Momen berharga yang sangat jarang sekali ia dapatkan.
Selesai membayar makan mereka berdua berkeliling pasar hanya sekedar melihat-lihat.
“Yang ke penginapan melati yuk.” Bisik Dedy.
Wajah Aurel merona merah mendengar ajakan Dedy. “Mau ngapain ke sana lagi? Aku takut ke bablasan Yang!” Tolak Aurel. Terakhir ketika mereka ke penginapan Dedy nyaris membobol perawannya.
“Aku lagi kepengen ni Yang!” Bujuk Dedy.
“Gak ah… Kita jalan-jalan aja di sini.”
Raut wajah Dedy tampak kecewa. “Ya sudah kalau gak mau, aku pulang aja ya.” Rajuk Dedy, ia melangkahkan kakinya dengan cepat menuju terminal pasar.
“Sayang…” Aurel mencoba mengejarnya.
“Katanya kamu sayang, tapi aku ajak ke penginapan aja kamu gak mau.” Ujar Dedy ia terlihat sangat kecewa, membuat Aurel menjadi serba salah.
Aurel hanya diam, ia jelas tidak ingin membuat kekasihnya marah. Tapi ia juga takut kalau sampai mereka ke bablasan, tentu saja Aurel tak ingin kehilangan mahkotanya sebagai seorang wanita.
Setibanya di pinggir jalan, ketika Dedy hendak naik angkot, Aurel buru-buru menarik tangan Dedy.
“Iya aku mau, tapi jangan sampai ke bablasan ya.” Mohon Aurel.
Dedy menyeringai sembari menganggukkan kepalanya. “Kamu tenang aja, gak akan sampai ke bablasan.” Jawab Dedy, pemuda itu terlihat sangat senang sekali.
Jarak dari pasar ke penginapan melati tidak begitu jauh, mereka hanya perlu berjalan beberapa meter, lalu masuk ke dalam sebuah gang kecil, di ujung gang terdapat bangunan dua lantai dengan tulisan Wisma Melati. Kesanalah mereka pergi, untuk memadu kasih layaknya sepasang kekasih.
Sang penjaga wisma tampak tersenyum melihat Dedy, pemuda yang memang telah menjadi langganan tetapnya. Sudah beberapa wanita berhijab yang ia ajak ke wisma, baik muda maupun tua, sehingga wajar saja kalau sang penjaga wisma di buat geleng-geleng kepala, apa lagi wanita yang di ajak Dedy semua berhijab.
Setibanya di dalam kamar Aurel meletakan tas sekolahnya di atas meja kecil. Jantungnya berdetak cepat mengingat kalau dirinya hanya berdua di dalam kamar bersama Dedy.
“Aku kangen banget sama kamu sayang.” Rayu Dedy sembari memeluk Aurel dari belakang.
Aurel tersipu malu mendengarnya. “Iya, aku juga kangen kamu sayang.” Jawab Aurel, ia menyerahkan bibirnya untuk di kulum kekasihnya dengan mesrah.
Sembari berciuman Dedy meremas kedua payudara Aurel yang mengkal itu. Membuat tubuh Aurel menggelinjang geli, menikmati remasan sang kekasih diatas payudaranya yang berukuran 34D. Cukup besar untuk anak seusia Aurel yang masih terbilang cukup muda.
Satu persatu kancing seragam Aurel di buka, hingga akhirnya di lepas dari tubuhnya, menyisakan tanktop berwarna putih yang juga tidak bertahan lama.
Tampak seragam, tanktop dan beha Aurel tergeletak di lantai, sementara sang pemilik tengah mengerang nikmat bersandar di tepian meja sembari mendekap kepala kekasihnya yang tengah mencaplok payudaranya secara bergantian. Matanya merem melek ketika puting mungilnya di hisap oleh sang Kekasih.
“Ughkk… Sayang! Aaaahkk…” Desah Aurel.
Dedy menyeringai senang mendengar erangan dari korbannya. Tangan kanannya ia arahkan ke selangkangan Aurel, ia memijit memek Aurel dari luar rok hijau yang di kenakan Aurel.
Nafas Aurel terasa semakin berat, ia merasakan ada yang keluar di bawah sana, dan rasanya itu sangat nikmat sekali, membuat Aurel merem melek keenakan. Ia mendesah kian keras tak perduli kalau nanti ada yang mendengar suara erangan manja yang keluar dari bibir manisnya.
“Duduk Yang!” Suruh Dedy.
Aurel mengangguk lalu duduk diatas meja. “Kamu mau jilatin itu aku?” Tanya Aurel agak malu, karena biasanya Dedy memang suka menjilati memeknya.
“Iya sayang. Kamu mau kan?” Tanya Dedy sembari menyingkap rok hijau yang di kenakan Aurel.
Kedua tangan Aurel menarik celana tidur sekaligus celana dalamnya hingga jatuh kelantai. “Aku mau Yang, rasanya enak.” Jawab Aurel, sembari membuka lebar kedua kakinya di hadapan Dedy.
“Indah sekali sayang.” Lirih Dedy.
Ia menatap gundukan memek Aurel yang terlihat indah, terdapat bulu-bulu yang berwarna kehitaman, cukup panjang tapi masih jarang-jarang. Ketika jarinya membuka cela bibir memek Aurel, ia dapat melihat lobang sempit yang ada diantara kedua bibir memek Aurel.
Berulang kali Dedy menelan air liurnya, menatap kagum kearah memek perawan Aurel. Sementara gadis cantik itu terlihat malu karena kelaminnya di tatap oleh kekasihnya.
“Aughkk…” Aurel menjerit saat merasakan lidah Dedy menyapu bibir memeknya.
Kedua tangannya mencengkram erat pinggiran meja, dan wajahnya sampai mendongak keatas. “Enak sekali memek kamu sayang! Sluuuppss… Sluuuppss… Sluuuppss…” Komentar Dedy sembari menjelajahi gundukan memek Aurel yang terasa asin tapi gurih.
Sapuan lidah Dedy di bibir kemaluannya membuat Aurel mencapai klimaksnya. Pantat Aurel bergetar, dengan suara erangan yang terputus-putus.
Dedy membantu Aurel untuk turun dari atas meja, lalu memberi isyarat agar Aurel berlutut di depannya. Aurel tentu mengerti apa yang di inginkan kekasihnya. Kedua tangannya dengan perlahan membuka celana Dedy berikut dengan dalamannya.
Dengan penuh kelembutan Aurel menggenggam kemaluan Dedy, ia menggerakkan tangannya maju mundur sembari menciumi kepala kontol Dedy.
“Ssstt…. Hisap kontolku sayang.” Desah Dedy sembari memegang kepala Aurel.
Gadis cantik itu membuka mulutnya, melahap batang kemaluan Dedy ke dalam mulutnya. Sembari menghisap kontol Dedy, telapak tangannya mengocok-ngocok kontol Dedy, sehingga pemuda itu mengerang nikmat, merasakan sensasi hangat dari dalam mulut Aurel.
Aroma khas kontol Dedy seakan bukan lagi jadi masalah bagi Aurel, karena ia telah familiar dengan aroma kontol Dedy yang memang cukup menyengat.
“Yaang… Aku mau keluar.” Dedy menekan kepala Aurel.
Tubuhnya menegang selama beberapa detik, kemudian dari ujung kepala kontolnya ia menembakkan spermanya ke dalam mulut Aurel.
Croooottss… Croooottss… Croooottss…
Setelah tidak ada lagi sperma yang keluar dari kontolnya, Dedy baru melepaskan kontolnya dari dalam mulut Aurel. Tampak gadis berusia belasan tahun itu mengap-mengap mengambil udara untuk mengisi paru-parunya yang terasa kempis.
“Nikmat banget Yang!” Puji Dedy yang tampak puas.
Aurel tersenyum manis. “Aku juga tadi enak banget… Jadi makin sayang sama kamu.” Ujar Aurel mengutarakan cintamu ke pada Dedy.
“Tidur diatas yuk.” Ajak Dedy.
Aurel mengangguk manja sembari melepas rok hijau dan kaos kaki yang melekat di tubuhnya. Yang tersisa hanya jilbab putih yang tampak aut-autan.
Diatas tempat tidur sembari berpelukan mereka saling merabah, tidak jarang bibir mereka berdua kembali bertemu untuk memberi kehangatan satu sama lain. Nafas Dedy kembali memburu, dan kontol nya kini telah kembali ireksi.
“Aku sayang kamu.” Bisik Dedy.
Pemuda itu menindih tubuh Aurel dengan posisi kaki yang mengangkang, sementara tubuh Dedy berada di tengah-tengah kedua tungkai kakinya.
Aurel menggigit bibirnya, ia dapat merasakan getaran-getaran syahwat yang luar biasa, menggelitik di setiap bagian sensitif tubuhnya. Apa lagi ketika ia merasakan ada benda tumpul yang menempel di bibir kemaluannya, seakan ingin memasuki lobang sempitnya.
“Yang…” Suara Aurel terdengar khawatir.
Telapak tangan Dedy membelai payudara Aurel, memainkan puting mungilnya. “Aku sayang kamu, aku janji gak akan ninggalin kamu…” Bisik Dedy, ia mencium kembali bibir Aurel, sementara kontolnya ia gesek-gesekan di bibir memek Aurel yang kembali basah.
“Aku takut…” Lirih Aurel.
“Kamu sayang aku kan?” Pertanyaan yang selalu membuat Aurel terjebak antara mengikuti hati nuraninya, atau kemauan sang kekasih.
Aurel mengangguk. “Iya aku sayang kamu… Tapi… ” Aurel meneteskan air matanya.
“Aku gak akan ninggalin kamu.” Dedy menyapu air mata Aurel. “Aku janji sayang…” Sambung Dedy meyakini Aurel, sementara kepala kontolnya telah masuk sedikit ke dalam memek Aurel.
“Aku percaya.” Bisik Aurel.
Dedy tersenyum, ia menekan pinggulnya hingga kontol Dedy menyeruak masuk semakin dalam ke dalam memek Aurel. Mata Aurel terpejam, keningnya berkerut ketika ia menahan rasa sakit ketika kontol Dedy mulai mengoyak selaput perawannya yang selama ini berhasil ia jaga.
Tapi bersama Dedy, ia tidak mampu mempertahankannya lagi, bukan karena ia kalah oleh nafsunya, tapi karena rasa sayangnya yang terlalu besar kepada Dedy.
Bleeess…
“Auuuww… Perih Yang.” Jerit Aurel.
Tangan kanan Dedy membelai kepala Aurel. “Tahan ya sayang, nanti juga enak…” Bujuk Dedy, sembari mendiamkan kontolnya yang baru saja merobek perawan Aurel.
“Ehmmpsss… Pelan-pelan.” Desah Aurel.
Dedy menganggukkan kepalanya, sembari menarik perlahan kontolnya lalu mendorongnya kembali. Gerakan tersebut ia lakukan berulang kali hingga Aurel mulai terbiasa dengan keberadaan kontolnya.
Seiring dengan waktu Aurel mulai tampak menikmati setiap gesekan kulit kontol Dedy dengan dinding memeknya.
Dedy mengangkat punggungnya sementara kedua tangannya bertumpu diatas kasur di sisi kanan dan kiri Aurel. Sembari menatap Aurel ia mulai meningkatkan tempo goyangan pinggulnya, menyodok memek Aurel yang terasa semakin licin karena lendir kewanitaan Aurel yang keluar semakin banyak, sehingga mempermudah laju kontol Dedy.
Wajah Dedy mengisyaratkan kebanggaan karena lagi-lagi ia berhasil memperdaya seorang santriwati. Baru satu bulan yang lalu dia berhasil merenggut perawan salah satu anak Kiyai di pesantren, dan hari ini ia kembali mendapatkan perawan segar, tentu sebuah prestasi yang membanggakan bagi Dedy.
“Enak sekali sayang Memek kamu.” Desah Dedy.
Aurel melingkarkan tangannya di leher Dedy. “Yang… Aku dapat… Aku dapat…” Lirih Aurel, tubuhnya menegang ketika ia mencapai puncak klimaksnya.
“Enakkan sayang? Kamu mau lagi?” Tanya Dedy.
Aurel mengangguk. “Iya aku mau sayang.” Jawab Aurel dengan suara berat.
Dedy mencabut kontolnya, lalu meminta Aurel untuk menungging di depannya. Walaupun masih terlihat canggung, tapi Aurel menuruti permintaan kekasihnya. Toh… Tidak ada lagi yang harus ia pertahankan dari kekasihnya.
Sembari merabahi pantat Aurel, Dedy kembali menjejalkan kontolnya ke dalam memek Aurel. Kali ini kontol Dedy masuk lebih dalam.
Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk…
Suara benturan kelamin mereka terdengar cukup nyaring, di iringi dengan suara desahan-desahan syahwat muda mereka. Hingga akhirnya mereka berdua secara bersama-sama mencapai puncak klimaks secara bersamaan. Dedy tanpa ragu menyiram rahim Aurel dengan spermanya.
****
“Oughkk… Umi….”
Croooottss… Croooottss… Croooottss…
Tampak lelehan sperma Azril tumpah mengenai paha dan perutnya. Nafasnya terputus-putus setelah menuntaskan hasrat birahinya yang ia tahan sejak tadi pagi.
Azril merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya, mengingat setiap momen kebersamaannya bersama Umi Laras, terutama ketika Ibu Tirinya menghukum dirinya. Mengingat semua itu, membuat Azril menjadi tidak tenang.
Ia menghela nafas sembari mengidarkan matanya kearah jam dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul lima sore. Biasanya jam segini Ibunya sedang mandi.
Deg… Deg… Deg…
Azril bangun dari tempat tidurnya, kedua tangannya terkepal seakan tengah melawan sesuatu.
“Siaaaal….” Gerutu Azril di dalam hatinya.
Ia berjalan keluar dari dalam kamarnya, dengan cara mengendap-endap ia memastikan kalau tidak ada orang di sekitarnya saat ini. Setelah merasa aman, ia menuju ke sebuah ruangan yang ada di paling ujung setelah kamar Kakak Tirinya Clara.
Dengan langkah berjinjit, ia berjalan menuju pintu kamar mandi yang tampak tertutup rapat, menandakan kalau sedang ada orang di dalamnya.
Sedikit membungkuk, ia memanfaatkan lobang kunci yang ada di pintu kamar mandi untuk melihat isi di dalam kamar mandi keluarganya. Ya… Azril mengakui kalau dirinya kalah oleh nafsu binatangnya.
Deg… Deg… Deg…
Detak jantung Azril tak beraturan, bahkan ia kesulitan untuk mengambil nafas, ketika matanya menangkap punggung putih mulus seseorang yang ada di dalam kamar mandi keluarganya. Saat pandangannya turun kebawah, ia dapat melihat bongkahan pantat seseorang wanita yang terlihat padat berisi.
Nafas Azril makin tercekat ketika wanita yang ada di dalam kamar mandi berbalik kearahnya.
Saat itulah Azril baru sadar kalau wanita yang ada di dalam kamar mandi bukanlah Ibunya, melainkan Kakak Tirinya yang bernama Clara. Azril sempat berhenti sejenak mengintip kamar mandi, ia kaget sekaligus tidak menyangkah kalau akan melihat Kakak Tirinya dalam keadaan telanjang bulat.
Seharusnya saat itu juga Azril mengurungkan niatnya untuk mengintip, tapi yang terjadi Azril malah kembali melanjutkan aksinya. Rasa penasarannya terhadap tubuh Clara mendorongnya untuk berbuat nekat.
Sementara itu Clara yang ada di dalam kamar mandi sama sekali tidak tau kalau ada seseorang yang tengah mengawasinya. Sehingga dengan santainya ia menyabuni setiap lekuk tubuhnya. Kedua tangannya yang lembut membelai payudaranya, membersihkan putingnya yang berwarna coklat muda.
Kemudian tangannya turun menuju gundukan kecil yang berada di bawah pusarnya. Ia membelai rambut kemaluannya yang tumbuh subur.
“Sssttt….” Clara mendesis nikmat.
Rasanya sudah beberapa Minggu ini kekasihnya tak lagi mengajaknya keluar untuk merenggut kenikmatan bersama-sama, seperti yang mereka lakukan belakangan ini. Membuat Clara merasa kalau kekasihnya kini telah berubah, tapi apa yang telah membuat kekasihnya berubah?
“Ehmm….” Erang Clara panjang.
Ia semakin intens menggosok clitorisnya, hingga akhirnya tubuhnya menegang beberapa saat ketika ia mencapai klimaksnya.
Azril yang berada di balik pintu kamar mandi tampak kaget dengan apa yang ia lihat barusan, ia tidak menyangkah kalau Kakaknya yang selama ini terlihat alim ternyata juga suka melakukan masturbasi sama seperti dirinya. Apa itu normal? Azril sendiri tidak bisa menjawabnya.
Setelah di rasa cukup mengintip Kakak Tirinya mandi, Azril kembali merapikan celananya yang sempat ia buka.
“Umi…” Suara Azril mendadak keluh.
Di belakangnya Laras berdiri sembari melipat tangannya, dari bibirnya tersungging sebuah senyuman penuh arti, membuat Azril ketakutan setengah mati.
*****
Zaskia menghabiskan waktu sorenya dengan membaca majalah wanita. Dengan kaki yang menyilang ia membolak-balik majalah yang ada di tangannya, sanking khusuknya membaca Zaskia sampai-sampai tidak menyadari kedatangan Rayhan yang baru saja tiba di rumah.
Beruntung Zaskia cepat menyadari kehadiran Rayhan, sebelum Adiknya itu kabur darinya setelah tidak meminta izin kepadanya untuk main hingga sore hari.
“Rayhaaaan…”
Langkah Rayhan terhenti, padahal sedikit lagi ia masuk ke dalam kamarnya. “Iya Kak, hehehe…” Jawab Rayhan cengengesan.
“Kamu tuh ya… Kebiasaan, kalau main gak bilang-bilang dulu.” Semprot Zaskia.
Ia meletakan majalahnya diatas meja, lalu menghampiri Rayhan yang berdiri kaku sembari menggaruk-garuk kepalanya, seperti seorang pesakitan yang baru saja kepergok maling.
Dia menatap Rayhan dengan wajah bengis, tapi yang di tatap malah cengengesan tanpa merasa bersalah sama sekali walaupun sudah di marahi. Zaskia hanya bisa menghela nafas melihat tingkah adiknya.
“Dari mana saja kamu Muhammad Rayhan?” Tanya Zaskia dengan nada mencekik.
“Biasa Kak, main… Hehehe…”
“Kamu tuh ya… Kebiasaan, kalau main bilang dulu sama Kakak! Bagaimanapun juga kamu itu tanggung jawab Kakak.” Omel Zaskia seperti biasanya, Rayhan sudah sangat hafal dengan sikap Kakaknya.
“Iya Kak.”
“Lihat pakaian kamu, kotor banget… Bauk lagi.” Zaskia menjepit hidungnya sembari mengibaskan tangannya. “Ni handuk, lepas pakaian kamu baru masuk kamar, yang ada nanti kamar kamu ikuttan bauk.” Zaskia memberikan handuknya kepada Rayhan.
Karena tidak ingin berdebat yang ujung-ujungnya nanti akan membuat Kakaknya semakin ngomel gak jelas, Rayhan memutuskan untuk mengikuti perintah kakaknya. Ia melilitkan handuk yang di berikan Kakaknya, lalu melepaskan seluruh pakaiannya hingga yang tersisa hanya handuknya saja.
Rayhan menyerahkan pakaiannya kepada Zaskia. “Gak sekalian Kak, aku di mandiin.” Goda Rayhan, membuat wajah Zaskia merona merah.
“Ni…” Zaskia mengacungkan kepalan tangannya kepada Rayhan.
Sebelum Kakaknya mengamuk Rayhan buru-buru kabur dari hadapan Zaskia. Wanita cantik itu hanya bisa mengelus dada melihat tingkah Adiknya.
Selepas kepergian Rayhan, Zaskia mengangkat baju kotor Rayhan. “Kotor sekali.” Dia mendekatkan kehidungnya dan mencium aroma keringat Adiknya. “Bauk lagi.” Ucap Zaskia menggelengkan kepalanya.
Lalu dia mengangkat celana bola Rayhan dan juga menciumnya, kali ini bauknya lebih menyengat. “Iihkk… Jorok banget si dek-dek…” Racau Zaskia tak jelas.
Kemudian yang terakhir ia mengangkat celana dalam Rayhan yang berwarna hijau lumut. Wajahnya memerah ketika ia mendekatkan celana dalam Rayhan kehidungnya. Matanya terpejam menghirup aroma celana dalam adiknya.
“Ya ampun Ray, bauk banget.” Lirih Zaskia.
Ia menatap dalam celana dalam Adiknya, lalu kembali mencium aroma celana dalam Adiknya berulang-ulang, hingga ia mendengar suara pintu kamar mandi dan langkah kaki seseorang yang menuju kearahnya. Buru-buru ia membawa pakaian kotor adiknya ke belakang, ke tempat keranjang pakaian kotor yang terletak tidak jauh dari kamar mandi.
*****
Sudah beberapa malam ini Fei mendatangi kamar Ustadza Wanda untuk menyetorkan hafalan yang di minta oleh Ustadza Wanda kepadanya. Setibanya di dalam kamar Wanda, Fei sempat terdiam sebentar ketika melihat sosok Wanda yang tidak seperti biasanya.
Wanita berusia 26 tahun itu tidak memakai jilbab, membiarkan rambut pendeknya terekpose. Selain itu pakaian Wanda sama sekali tidak mencerminkan sosok wanita Soleha, ia memakai kaos super ketat tanpa lengan, dan celana jeans yang tidak kalah ketatnya, memeluk sepasang kaki jenjangnya.
Wanda tersenyum melihat Fei, ia meminta Fei duduk di atas ranjangnya, di samping dirinya.
“Malam ini kamu terlambat.” Ujar Wanda.
Fei menundukkan wajahnya. “Maaf Ustadza, soalnya malam ini jadwal saya piket untuk membereskan kamar.” Jawab Fei apa adanya.
“Iya Ustadza mengerti. Tapi tetap saja kamu tidak di siplin.” Ustadza Wanda tersenyum manis.
“Maaf Ustadza.”
“Berdiri di sana.” Wanda menunjuk kearah meja. Fei segera menuruti perintah gurunya. “Setiap kesalahan harus di ganjar dengan hukuman, agar kamu tidak mengulanginya lagi.” Ucap Wanda beralasan.
Wajah Fei mendadak tegang ketika ia merasakan belaian lembut di pantatnya.
Plaaakk…
Sebuah tamparan mendarat di pantatnya, membuat Fei tampak meringis menahan perih di pantatnya. Sementara Wanda terlihat sangat bersemangat menghukum murid kesayangannya itu. Berulang kali ia menampar pantat Fei, dan di akhiri dengan remasan lembut di pantat muridnya.
Kemudian Wanda menyingkap rok hitam yang di kenakan muridnya, menampakan bulatan pantat Fei yang di balut celana dalam berwarna biru langit.
Fei jelas sadar, apa yang di lakukan Wanda bukan hanya sekedar menghukumnya, tapi gurunya itu juga saat ini tengah melecehkan derajatnya sebagai seorang wanita. Tapi anehnya ia malah pasrah menerima perlakuan Wanda.
“Jadikan hukuman ini sebagai cambuk buat kamu agar menjadi santri yang lebih baik lagi.” Ucap Wanda menasehati muridnya.
“Iya Ustadza.” Jawab Fei.
Wanda tersenyum manis, sementara tangannya membelai bongkahan pantat murid kesayangannya. Dia menyusupkan jarinya ke bawah, menggesek-gesekan jarinya di bibir kemaluan Fei, yang di rasa sudah mulai basah.
Sentuhan-sentuhan Wanda tentu saja membangkitkan birahi muda Fei. Ia merasa memeknya mulai basah, menandakan kalau ia juga menikmatinya.
Wanda sadar betul kalau muridnya kini telah terangsang karena sentuhan-sentuhan yang ia berikan. Tapi Wanda tidak mau terburu-buru, ia ingin menikmati muridnya dengan cara perlahan-lahan tapi pasti. Ia ingin Fei menjadi miliknya selamanya, bukan hanya untuk malam ini.
“Eehmm… Ustadza!” Lirih Fei.
Gadis mungil itu mendekap mulutnya, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya ketika merasakan jari Wanda menggesek-gesek clitorisnya.
Wanda memeluknya dari belakang, tanpa melepas gesekan jarinya di bibir kemaluan muridnya. Tangannya naiknya keatas meremas-remas payudara Fei, sembari menghembuskan nafasnya di leher Fei, agar gadis muda itu makin terangsang karena sentuhannya.
“Anggap saja ini hukuman buat kamu.” Bisik Wanda.
Fei mengangguk patuh, dan membiarkan tangan gurunya masuk ke dalam kaos yang ia kenakan, dan meremasnya dengan sangat perlahan.
Hampir setengah jam ia di rangsang terus-menerus, akhirnya pertahanan Fei jebol juga. Tubuhnya bergetar ketika ia merasakan klimaks yang luar biasa. Fei merasa seperti buang air kecil, tapi kencingnya kali ini terasa sangat nikmat hingga pinggulnya bergetar.
Creeettsss… Creeettsss… Creeettsss…
Wanda menarik kedua tangannya dari dalam baju dan celana dalam muridnya. Dengan sengaja ia memperlihatkan tangan kanannya yang basah karena lendir cintanya Fei.
“Hari ini kamu tidak perlu menyetor hafalan! Tapi besok kamu ke sini lagi ya.” Pinta Wanda.
Fei mengangguk. “Iya Umi… Hmmmpss… Apakah aku boleh ke kamar sekarang?” Tanya Fei, ia ingin segera kembali ke kamarnya. Ia merasa sangat malu atas apa yang baru saja ia alami bersama gurunya.
“Boleh sayang.” Jawab Wanda.
“Assalamualaikum Mi!”
“Waalaikumsalam.”
*****
Di depan kamar Laras tampak seorang pemuda tengah berjalan mondar mandir di depan kamarnya. Dari wajahnya ia terlihat kebingungan antara ingin pergi atau mengetuk pintu kamar Laras. Pemuda tersebut adalah Azril, anak tiri Laras.
Kejadian tadi pagi membuat Azril tidak tenang, ia ingin bertemu Ibu Tirinya dan meminta maaf. Walaupun ia ragu kalau Laras akan memaafkan perbuatannya tadi pagi.
Tiba-tiba pintu kamar Laras terbuka, tampak Laras keluar dari dalam kamarnya dan melihat kearahnya. Azril hanya mampu tertunduk tanpa bisa membalas tatapan Ibu Tirinya. Tanpa banyak bicara Laras meninggalkan Azril yang masih tampak kebingungan, menatap punggung Laras yang malam ini mengenakan piyama tidur.
Azril mendesah pelan, ia merasa begitu bodoh karena takut untuk mengakui ke salahannya.
Saat Laras kembali dari dalam kamar mandi, Azril masih mematung di depan kamarnya. Dan lagi-lagi Laras hanya tersenyum sembari berlalu ke kamarnya.
“Aku tidak bisa seperti ini terus.” Bisik hati Azril.
Ia menguatkan hatinya untuk mengetuk pintu kamar Ibunya. Tidak lama kemudian pintu kamar Laras terbuka, dan Azril tampak kaget dengan penampilan Ibunya yang berbeda di bandingkan beberapa menit yang lalu.
Laras telah mengganti piyamanya dengan lingerie seksi berwarna hitam menerawang, hingga Azril dapat melihat payudara mulus Laras yang di bungkus bra berwarna hitam yang terlihat kekecilan, dan celana dalam sewarna dengan warna lingerie dan bra-nya. Laras melipat tangannya keatas dada membuat Azril tersadar.
“Ada apa sayang?” Tanya Laras.
Azril yang masih gugup tampak belum bisa menguasai dirinya. “Anu Mi… Itu… Ada yang mau Azril omongkan.” Ujar Azril terbata-bata sanking gugupnya.
“Masuk.” Suruh Laras.
Azril berjalan perlahan masuk ke dalam kamar Ibu Tirinya, Laras segera menutup pintu kamarnya dan mengunci pintu kamarnya, jaga-jaga kalau Clara tiba-tiba ke kamarnya. Tentu ia tidak ingin putrinya melihat dirinya dengan pakaian yang begitu seksi tengah menghukum adiknya.
Laras meminta Azril berdiri di depannya, sementara ia duduk di pinggiran tempat tidurnya dengan pose kaki menyilang dan kedua tangan yang bertumpu diatas tempat tidur.
Pose duduk Laras membuat mata Azril leluasa menatap keindahan tubuh Ibu Tirinya. Mata Azril menjelajahi wajah cantik Laras dengan mata yang lentik, pipi tirus, hidung mancung dan ukiran bibirnya yang tersenyum indah, dan dagu yang lancip.
Gleeek…
Azril menelan air liurnya, ketika matanya mulai menjelajahi belahan payudara Laras yang sebagian menyembul keluar, terus turun menuju puncak payudara Laras yang di bungkus bra dan lingerie transparan.
Kontol Azril menegang maksimal ketika menjelajahi selangkangan Laras yang di tutupi lingerie transparan itu, hingga ia dapat melihat celana dalam Ibunya yang tampak kekecilan, dan sepasang kaki jenjang Laras yang putih mulus membuat Azril enggan berpaling dari gundukan memek Laras yang sangat menggoda imannya.
“Ehem…” Tegur Laras. Azril segera tersadar dari lamunannya. “Katanya tadi mau ngomong, kok bengong.” Ucap Laras, ia menurunkan kakinya dan sedikit membuka kakinya.
Azril mengusap wajahnya. “Anu Mi… Azril mau minta maaf.” Lirih Azril masih dengan wajah tertunduk.
“Minta maaf soal apa sayang?”
“Soal tadi pagi Mi di kamar mandi.” Jawab Azril, ia sangat malu sekali mengingat bagaimana ia di pergoki Ibunya sendiri ketika sedang mengintip Clara mandi.
“Soal ngintip?”
Azril mengangguk. “Maafkan Azril Mi.” Ujar Azril penuh harap. Ia tau betul kalau dirinya salah.
“Duduk sini.” Suruh Laras sembari menepuk tempat kosong di sampingnya.
Azril duduk di samping Laras dengan perasaan tegang. Antara terangsang dan takut kalau Laras akan benar-benar marah kali ini karena perbuatannya yang sangat kurang ajar.
Laras mengusap-usap kepala Azril lalu turun ke punggungnya dan merangkul pundak putranya. Ia menarik tubuh Azril ke dalam pelukannya, sama seperti beberapa hari yang lalu. Wajah Azril merona merah, ketika wajahnya begitu dekat dengan belahan payudara Laras, membuat rasa takutnya berkurang.
“Umi sama sekali tidak marah.” Ucap Laras.
“Serius?” Kaget Azril.
Laras mengangguk. “Apa yang kamu lakukan pagi itu Umi anggap wajar kok sayang, anak remaja seperti kamu sudah sewajarnya kalau memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis. Dan Umi bersyukur karena ketertarikan kamu terhadap wanita, itu artinya kamu normal.” Ucapan Laras memang sangat sulit di terima nalar Azril, tapi ia juga merasa lega karena itu artinya Laras tidak marah kepadanya.
“Terimakasi ya Mi.” Ujar Azril ia mulai bisa tersenyum.
Laras mengusap kepala Azril lalu mencium kening Azril. “Kamu jangan senang dulu. Bagaimanapun juga apa yang kamu lakukan itu salah sayang, kamu harus tetap di hukum.” Wajah Azril yang tadinya ceria kini tampak murung.
“Kok gitu Mi.”
“Iya dong sayang! Umi tidak membenarkan perbuatan kamu, tapi memaklumi apa yang kamu lakukan tadi pagi.” Ujar Laras.
Laras menarik keatas kaos yang di kenakan Azril hingga ia bertelanjang dada. Telapak tangan Laras membelai dada bidang Azril, menggosok-gosok puting Azril, membuat pemuda manis itu menggelinjang karena kegelian atas sentuhan Ibu Tirinya.
Tak sampai di situ saja, tangan kanan Laras mulai menjelajahi perut Azril, terus turun menuju gundukan kecil di selangkangan Azril yang malam ini memakai boxer.
“Oughkk…” Erang Azril.
Tangan Laras masuk ke dalam celana boxer Azril, ia menemukan kontol Azril yang telah berdiri keras. Dengan kedua jarinya telunjuk dan jempol Laras mengocok kontol Azril.
Azril menatap Laras dengan bingung, tapi di jawab dengan senyuman penuh arti dari Laras.
“Semenjak kapan kamu suka ngintipin Kakak kamu sayang?” Tanya Laras, ia terlihat sangat tenang, tapi tidak dengan Azril. Pemuda itu terlalu tegang dengan apa yang di lakukan Laras kepada kemaluannya.
“Ssstt… Umi! Aahkk…” Desah Azril.
Laras mendekap wajah Azril ke dadanya. “Jawab dong sayang. Kalau kamu jujur Umi tidak akan mengadukan perbuatan kamu sama Abi, tapi kalau bohong Umi pastiin besok Abi akan pulang untuk memarahi kamu.” Ancaman Laras membuat Azril tak berkutik.
“Ba-baru… Aahkk… Kemarin Mi, Aahkk… Azril tidak pernah ngintipin Kak Clara sebelumnya ” Jawab Azril jujur.
Laras merenyitkan dahinya, lalu dia melepas genggamannya di kontol Azril. “Umi gak suka kamu berbohong, sepertinya Umi memang harus mengadukan perbuatan kamu ke Abi.” Ujar Laras, ia terlihat bersungguh-sungguh, membuat Azril panik.
“Aku gak bohong.”
“Sekarang kamu boleh kembali ke kamar.” Suruh Laras, ia masih terlihat tenang, tapi menakutkan.
Azril buru-buru bersimpuh di kaki Laras, ia sangat ketakutan sekali. Bisa di bayangkan seperti apa murkanya KH Umar kalau sampai tau ia ketahuan mengintip Kakaknya sendiri.
“Azril gak bohong, pagi tadi itu pertama kalinya aku ngintipin Kakak, itupun juga gak sengaja Mi.” Ucap Azril, ia tampak menahan tangisnya sanking takutnya. Padahal baru beberapa menit yang lalu ia merasa tenang, dan sekarang ia setengah mati ketakutan.
“Gak sengaja?” Laras tampak tidak mengerti.
Azril mengangguk cepat. “Awalnya Azril ingin ngintipin Umi, tapi gak taunya malah Kak upss…” Azril buru-buru mendekap mulutnya, ia tidak sengaja mengakui semua perbuatannya.
“Apa?” Kaget Laras tak percaya. “Ya Tuhan, Azril…”
Tubuh Azril gemetar, sanking takutnya ia sampai keceplosan kalau dirinya berniat mengintip Laras. Kini kesalahan besar Azril menjadi dua. Pertama ia ketahuan mengintip Kakaknya, dan kedua ia mengakui kalau dirinya berniat mengintip Ibu Tirinya.
Di saat ia sudah sangat ketakutan, tiba-tiba Laras tertawa renyah, membuat Azril tampak kebingungan.
Sembari membungkukkan badannya, dia mencubit hidung Azril. “Bandel banget si kamu sayang. Masak mau ngintipin Ibu kamu sendiri.” Ujar Laras yang kemudian tersenyum. Tidak ada tanda-tanda kalau Laras akan murka atas perlakuan anaknya terhadap dirinya.
“Maaf Mi.”
“Coba jelaskan ke Umi, kenapa kamu mau ngintipin Umi?” Laras membuka kedua kakinya agar Azril bisa melihat gundukan memeknya yang terbungkus celana dalam berwarna hitam.
Pemandangan yang ada di hadapannya membuat lidah Azril menjadi keluh. Dirinya yang tadi setengah mati ketakutan, kini malah sangat terangsang melihat pemandangan indah yang ada di depannya. Azril merasa kalau Ibunya sengaja memperlihatkan selangkangannya, dan karena alasan itu Azril menjadi lebih sedikit berani.
Dia memeluk kaki Laras dengan wajah memelas, sementara tatapannya lurus ke depan kearah selangkangan Laras.
“Anu Mi… Ehmm… Soalnya Umi cantik.” Jawab Azril gugup.
“Bohong…” Laras kembali menyentil hidung Azril. “Mana mungkin kamu mau mengintip Umi mandi, cuman karena Umi cantik. Pasti kamu ingin melihat Umi telanjangkan?” Ujar Laras, membuat Azril makin terangsang di buatnya.
Melihat reaksi Laras, membuat Azril semakin yakin kalau Ibunya tidak akan marah kalau ia berkata jujur. “Iya Mi… Soalnya Azril penasaran dengan tubuh Umi. Maafin Azril ya Mi.” Lirih Azril dengan wajah memelas.
Laras menjulurkan kakinya ke selangkangan Azril. Dengan wajah yang terukir senyuman indah, Laras memainkan kontol Azril dengan jari-jari kakinya. Membuat Azril mengaduh nikmat, karena gesekan jari kaki Laras di kemaluannya. “Buka celana kamu sayang.” Suruh Laras, tanpa di minta dua kali Azril menanggalkan celananya.
“Aduh Mi… Ampun…” Melas Azril ketika ia merasakan kontolnya di jepit oleh jari kaki Ibunya.
“Ini hukuman anak yang suka mengintip.” Ujar Laras sembari mengedipkan matanya, membuat Azril menjadi salah tingkah, ia tidak menyangkah kalau hukumannya akan senikmat ini.
Azril memejamkan matanya, seakan ia pasrah menerima hukuman dari Ibunya. Sementara dari bibirnya ia mengeluarkan suara desissan nikmat dan tubuhnya tampak gemetaran merasakan sensasi dari sentuhan kaki Ibunya.
Tidak butuh waktu lama, tubuh Azril menggelinjang beberapa saat ketika ia mencapai klimaksnya.
“Ooohkk…” Desah Azril.
Croooottss… Croooottss… Croooottss…
Spermanya tumpah mengenai jari-jari kaki Laras. Dengan perlahan Laras mengangkat kakinya dan menyodorkan kakinya di depan wajah Azril yang merah padam.
“Bersihkan kaki Umi sayang.” Suruhnya.
Azril memegangi pergelangan kaki Laras. “I-iya Mi.” Lidah Azril terjulur menyapu jari-jari Laras. Ia menghisap jari Laras dan menjilati spermanya yang ada di jari Laras hingga bersih.
Laras menatap wajah Azril yang tengah mengulum jarinya, membuat birahi Laras naik ke ubun-ubun. Mata Azril membeliak ketika melihat Laras menggosok-gosok memeknya dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat terangsang, membuat Azril makin bersemangat menjilati jari-jari Ibu Tirinya walaupun spermanya telah bersih.
Satu persatu jari Laras ia hisap dengan perlahan, bahkan sela-sela kaki Laraspun tak luput dari sapuan lidahnya, hingga membuat setiap inci kaki Laras basah oleh air liur.
“Az-r-i-l… Aahkk…” Erang Laras.
Tubuh indah Laras menegang beberapa saat, ia menyibak ke samping celana dalamnya dengan kondisi mengangkang. Sedetik kemudian dari dalam memek Laras mengucur deras air cintanya hingga mengenai wajah Azril yang merona merah, melihat momen di mana memek Laras yang menumpahkan cairan yang sangat banyak, bagaikan air mancur.
Dengan pasrah Azril menerima air cintanya Laras tanpa berusaha untuk menghindar, karena ia juga menikmatinya.
“Eenghkk… Hmmm….” Lenguh Laras.
Pinggulnya tersentak-sentak, menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan. Sungguh perasaan yang sulit ia gambarkan ketika ia mendapatkan orgasmenya hanya karena terangsang melihat Azril menjilati jari-jari kakinya.
Begitu juga dengan Azril, ada kepuasan tersendiri ketika ia menjilati jari kaki Ibu Tirinya.
Sejenak suasana menjadi hening, Azril dan Laras tampak sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Laras yang awalnya hanya ingin mengerjai putranya malah ikut terbawa suasana, membuat dirinya semakin yakin kalau ia memiliki orientasi sex menyimpang, ia memiliki kepuasan tersendiri ketika melihat Azril begitu patuh menuruti semua perintah dirinya.
Begitu juga dengan perasaan Azril. Ketidak berdayaannya malah menimbulkan sensasi seks yang luar biasa, semakin ia tidak berdaya dengan keadaan, malah membuatnya makin terangsang.
Laras tersenyum tipis. “Sayang… Umi harap kamu tidak menceritakan apa yang terjadi barusan dengan orang lain.” Ujar Laras, ia terlihat gugup ketika mengatakannya. Tapi ia harus memastikan kalau Azril akan benar-benar tutup mulut.
“Iya Umi…” Jawab Azril patuh.
“Ini baru anak Umi.” Seloroh Laras sembari tersenyum, Azril ikut tersenyum senang.
“Pake pakaian kamu sayang! Udah malam, saatnya kamu tidur.” Ujar Laras, mengingat jam di dinding rumahnya sudah menunjukan pukul satu dini hari.
Buru-buru Azril memakai pakaiannya. Setelah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi ke salahannya lagi, Azril pamit hendak ke kamarnya. Baru saja Azril membuka kamar Ibunya, tiba-tiba Laras kembali memanggilnya.
Wanita cantik itu berjalan anggun kearah Azril, yang tampak sulit sekali berpaling dari kemolekan tubuh Ibunya.
“Ingat ya sama janji kamu!” Ujar Laras.
Azril menganggukkan kepalanya. “Iya Mi, Azril janji gak akan ngintip lagi.” Ujar Azril bersungguh-sungguh.
“Yakin? Umi gak percaya.” Laras melipat tangannya di dada menonjolkan belahan payudaranya.
Gleeek…
Azril sampai menelan air liurnya. “I-iya Mi…” Jawab Azril.
“Ya udah, Umi percaya sama kamu. Tapi kalau sampe kamu ketahuan ngintip lagi, Umi akan hukum kamu lebih berat dari yang tadi.” Ancam Laras, seraya tersenyum sangat manis.
“Siap Mi.” Ujar Azril semangat.
Laras kembali tersenyum. “Bandel kamu ya.” Dengan gemas Laras mencubit hidung Azril. Kemudian mereka tertawa renyah bersama-sama seakan tidak pernah terjadi apapun diantara mereka.
Azril menganggukkan kepalanya, seraya berjalan menuju kamarnya, Azril tersenyum tipis. Ia sangat mengerti maksud dari arti dari ucapan Laras. Ia merasa sama sekali tidak keberatan kalau Laras menghukumnya seperti tadi kalau ia harus kembali ketahuan, bahkan ia malah berharap sampai ketahuan agar mendapatkan hukuman seperti tadi.
Membayangkannya membuat Azril tidak tahan menunggu esok hari, entah hukuman seperti apa lagi yang akan ia terima.
******
Rayhan tersenyum ketika melihat jam dinding kamarnya sudah menunjukan pukul 12 malam. Dengan perlahan ia keluar dari dalam kamarnya. Seperti yang sudah ia duga, Zaskia lagi-lagi ketiduran di sofa. Ia berjalan perlahan menghampiri Zaskia yang memakai piyama berwarna putih.
Dia berjongkok menatap wajah cantik sang Kakak, jemarinya membelai rambut Zaskia yang terurai panjang. Cantik, sungguh sangat cantik sekali Zaskia malam ini. Ceritasex.site
Jemari Rayhan mulai berani membuka kancing piyama Kakaknya dengan sangat hati-hati. Dia menelan air liurnya tatkalah matanya menatap gumpalan daging payudara Zaskia yang putih mulus dengan puting berwarna kemerah-merahan.
“Maaf Kak.” Bisik Rayhan. Telapak tangannya membelai gumpalan daging payudara Zaskia, jarinya menyentuh lembut puting Zaskia.
Sebenarnya ia ingin melakukan lebih dari ini, tapi ia takut sentuhannya akan membangunkan Zaskia. Dengan tangan gemetar ia membuka celananya dan mulai beronani di hadapan Kakak kandungnya.
Nafas Rayhan memburu seiring dengan batang kemaluannya yang terasa semakin kaku dan besar. Dia mendengus beberapa kali hingga akhirnya ia merasa sudah di ujung.
Dengan nekatnya Rayhan menumpahkan spermanya diatas belahan payudara Zaskia. Croooottss… Croooottss… Croooottss…
Bersambung…