Langit sore yang kaya akan warna menemani perjalanan langkah Rayhan menuju rumahnya. Sembari menenteng sebuah kelapa muda yang ia ambil di dekat rumah Ustadza Risty.
Saat Rayhan berada di jalan pulang, Zaskia tengah berada di dapur untuk menghangatkan kembali makanan yang sudah ia siapkan sejak siang tadi. Ia mendumel kesal dengan tingkah laku Rayhan yang di rasa semakin sulit untuk di atur, hampir setiap hari ia harus memanaskan kembali makan siang Rayhan yang memang sering pulang sore hari.
Ia sudah bertekad akan bersikap lebih tegas kalau Rayhan pulang nanti.
“Assalamualaikum!” Sapa Rayhan.
“Waalaikumsalam.”
Mendengar suara Rayhan, Zaskia bergegas menghampiri Adiknya yang lagi-lagi pulang kesorean.
“Astaghfirullah Ray! Dari mana kamu, jam segini baru pulang?” Omel Zaskia seperti biasanya, dan Rayhan yang sudah terbiasa mendengarkan Omelan Zaskia hanya tersenyum kecut sembari menggaruk-garuk kepalanya.
“Anu Kak.”
“Anu… Anu… Anu… Kamu tuh ya, kebiasaan banget deh! Emang gak bisa pulang sekolah langsung balik ke rumah?”
“Maaf Kak, soalnya…”
“Apa? Mau nyari-nyari alasan? Mau bohong lagi sama Kakak?” Zaskia berkacak pinggang dengan mata melotot. “Hayo jawab…”
“Astaghfirullah Kak! Istighfar…” Ucap pelan Rayhan sembari mengusap dadanya di iringi dengan gelengan kepalanya. “Aku habis dari rumah Ustadza Risty, soalnya beliau minta aku manjatin pohon kelapa yang ada di dekat rumahnya itu. Ini dia titip satu buat Kakak.” Rayhan mengangkat kelapa muda yang ada di tangannya.
Sejenak Zaskia terdiam menatap sebuah kelapa muda yang ada di tangan Rayhan. Mendengar jawaban Adiknya, Zaskia terlihat merasa bersalah.
Beruntung Rayhan tadi sempat memanjat kelapa muda yang berada di dekat rumah Ustadza Risty, kalau tidak, mungkin ia sudah di makan bulat-bulat oleh Kakak kandungnya. Masih berakting kesal terhadap Zaskia, Rayhan memasang wajah manyun menatap Kakaknya.
“Maaf Dek!” Ucap pelan Zaskia yang mulai melunak.
Masih dengan sikap pura-pura kesal, Rayhan membawa kelapa muda itu ke dapur untuk segera di buka. Zaskia segera mengekor di belakang Rayhan. Lalu duduk di dekat Rayhan yang tengah membuka kelapa muda untuknya.
“Maafin Kakak ya Dek?” Bujuk Zaskia.
Rayhan masih terlihat cuek. “Lain kali kalau mau marah tanya dulu! Jangan asal bentak-bentak.” Gerutu Rayhan sembari membuka bagian atas kelapa muda.
“Habisnya kamu si, pulang selalu sore.”
“Masih aja.” Kesal Rayhan.
Zaskia yang tidak tahan melihat Rayhan ngambek malah tersenyum geli menatap Rayhan. “Adeknya Kakak kalau lagi cemberut gitu jelek loh.” Goda Zaskia.
“Bodoh…”
“Hihihi… Cie ada yang ngambek.” Ledek Zaskia lagi.
Wanita Soleha yang sore ini mengenakan gamis berwarna abu-abu itu sedikit membuka kakinya ketika ia menggeser posisi duduknya.
Rayhan yang berada di depan Zaskia, tanpa sadar melihat bagian bawah gamis Zaskia yang terbuka lebar. Mata tajam Rayhan menatap nanar kearah selangkangan Zaskia yang sore ini mengenakan celana dalam berenda berwarna hijau muda, di padu dengan sepasang paha mulus Zaskia yang terlihat sangat menggoda keimanannya.
Darah muda Rayhan berdesir menatap betapa indahnya gundukan tebal yang ada di balik kain segitiga yang di kenakan sang Uhkti, membuat sang junior tampak mulai bangkit dari tidurnya.
“Jadi ceritanya Kakak gak di maafin ni?”
Rayhan mendesah pelan. “Makanya Kak lain kali jangan asal nuduh orang.” Ucap Rayhan, yang saat ini tengah merasa tegang karena pemandangan yang ada di hadapannya.
“Iya… Iya… kakak salah.”
“Emang salah…” Kata Rayhan sewot.
Zaskia hanya tertawa renyah memamerkan gigi putihnya yang tampak begitu bersih.
Walaupun Zaskia Kakak kandungnya, tapi tetap saja Rayhan selalu kesemsem setiap kali melihat Zaskia yang tengah tertawa renyah. Tapi itu hanya sebentar saja, karena setelahnya Rayhan kembali fokus mengamati selangkangan Kakaknya.
Setelah selesai membuka batok kelapa di bagian atasnya, Rayhan segera menyerahkan kelapa muda itu kepada Zaskia untuk segera di nikmati.
“Sruuupss… Ehmmpsss… Manis enak Dek.” Seloroh Zaskia.
Jemari lentiknya dengan gesit mengorek bagian dalam kelapa muda untuk di makan.
Dengan mata yang tak berkedip, Rayhan memandangi bibir merah Zaskia yang tengah mengunyah daging kelapa muda itu.
“Adek mau?”
Rayhan menggelengkan kepalanya. “Buat Kakak aja.” Ujar Rayhan sembari berdiri. “Aku mandi dulu Kak.”
“Ehmm… Habis mandi nanti langsung makan ya. Sudah Kakak panasin lauknya.”
“Siap bos, hehehe…”
*****
Satu Minggu kemudian
Hubungan Azril dengan Ibunya tak kunjung membaik, semenjak kejadian perkelahian kemarin, Laras tampak menjauhi dirinya. Walaupun beberapa kali mereka terlibat obrolan, tapi itu hanya sekedar basa-basi, membuat Azril merasa tidak tenang.
Seperti biasanya, Azril selalu bangun pagi walaupun di hari libur seperti saat ini.
Ia bergegas menuju kamar mandi, setibanya di kamar mandi ia tidak sengaja melihat tumpukan pakaian kotor yang ada di dalam keranjang plastik. Sejenak ia teringat dengan Ibu Tirinya, membuatnya menjadi sangat terangsang.
Dengan tergesa-gesa, Azril meobrak-abrik isi di dalam keranjang pakaian kotor, hingga akhirnya ia menemukan apa yang ia cari.
Di tangannya ada sebuah kain kecil berbentuk segitiga berwarna merah muda, yang di yakini Azril kalau itu adalah milik Ibu Tirinya. Tanpa ragu ia mencium, menghirup aroma memek Laras yang masih tersisa di celana dalam tersebut, dada Azril bergemuruh menikmati aroma memek Laras.
“Umi…” Desahnya.
Azril membelai kemaluannya yang telah ereksi maksimal, mengurut dan meremas-remas kontolnya. Ia membayangkan kalau sang Ibulah yang tengah menjamah kontolnya.
Setelah beberapa menit kemudian tubuh Azril menegang beberapa saat.
“Oughkk…” Lenguhnya panjang.
Croooottss… Croooottss… Croooottss…
Spermanya muncrat tumpah ruah diatas lantai kamar mandi yang tampak lembab. Ia tampak merasa sangat puas setelah sekian lama tidak di sentuh oleh Ibu tirinya.
Saat ia hendak mengembalikan celana dalam tersebut kembali ke dalam keranjang pakaian kotor, di situlah ia melihat Laras berdiri di depan pintu kamar mandi tanpa ekspresi, dan sedetik kemudian ia mendengar suara pintu kamar mandi yang di tutup dengan sangat kasar.
*****
Di Tempat Yang Berbeda
Di sebuah gubuk yang berada tidak jauh dari danau belakang pesantren, Clara bersama kedua sahabatnya melabrak Dedi dan kawan-kawan nya yang tengah nongkrong sembari menikmati sebatang rokok. Melihat Clara marah-marah membuat Dedi tampak terhenyak kaget.
“Gila Lo ya…” Bentak Clara.
Dedi berusaha menenangkan kekasihnya. “Sayang, kamu kenapa si?” Bujuk Dedi lembut.
“Kenapa?. Kamu masih bisa bertanya seperti itu?”
“Gimana aku bisa tau, kalau kamu tidak memberikan penjelasan apapun ke aku.” Ujar Dedi, ia mencoba memeluk erat Clara untuk menenangkannya.
“Lepasin gak… Lepasin.” Bentak Clara.
Tetapi Dedi tetap kekeuh memeluk tubuh sang Santriwati dengan erat. Bahkan ia mulai mencium pipi dan leher jenjang Clara di balik jilbab putihnya. Walaupun Clara terlihat meronta-ronta, tapi ia sebenarnya cukup menikmati pelukan hangat dan ciuman dari sang kekasih. Apa lagi ia sudah lama tidak merasakan cumbuan sang kekasih.
Andai saja ia tidak mengetahui perselingkuhan Dedi dengan Aurel, mungkin ia akan dengan senang hati melayani Dedi seperti biasanya.
“Bangsat… Lepasin anjing.” Bentak Clara.
Kedua tangan Dedi meremas-remas buah dada Clara, hingga menjadi tontonan keempat sahabat Dedi. “Kamu kenapa si sayang? Ehmm…” Goda Dedi, tidak mengubris rengekan sang Kekasih yang tengah di landa api cemburu.
“Kamu pikir aku tidak tau tentang hubungan kamu dengan Aurel?” Bentak Clara.
Dedi hanya menyeringai sembari menanggalkan kancing kemeja merah yang di kenakan Clara. “Oh ini masalah Aurel? Emangnya kenapa dengan gadis lugu itu? Kamu cemburu sama orang gak jelas itu?” Ujar Dedi, sembari menyingkap bra berwarna cream yang di kenakan Clara.
“Lepasin Ded.” Pinta Clara mulai tak tenang.
Sementara kedua sahabatnya Tiwi dan Ratu malah tertawa cekikikan melihat Clara yang tengah di gerayangi Dedi. “Kamu kenapa si sayang? Biasanya kamu paling doyan kalau aku ajakin ngentot.” Ujar Dedi santai.
Dengan sedikit memaksa Dedi membaringkan Clara diatas dipan reot yang telah di makan usia. Kemudian ia menindih tubuh Clara sembari melepas pakaiannya.
Kembali Dedi berusaha mencium bibir kekasihnya di hadapan teman-temannya. Clara yang mulai terbawa suasana erotis tampak mulai pasrah ketika Dedi melumat bibirnya dengan rakus. Bahkan ia membiarkan lidah Dedi bermain-main di dalam mulutnya.
“Wow… Makin panas coy.” Teriak Ratu.
Gio yang diam-diam juga mulai terangsang mendekati Ratu, dan dengan senang hati Ratu membalas pagutan mesrah Gio sembari berpelukan.
Sementara Tiwi lebih parah lagi, ia di gerayangi oleh tiga pria sekaligus.
Melihat kedua temannya yang mulai panas, membuat adrenalin Clara kian terpacu. “Oughkk…” Desah panjang Clara ketika Dedi melahap payudaranya, mengemut kasar putingnya yang berwarna coklat muda.
Rontahan-rontahan kecil di lakukan Clara demi sedikit menjaga harga dirinya di hadapan kekasihnya. Tetapi Dedi tau betul kalau anak dari KH Kumar saat ini tengah di landa api birahi yang sulit untuk di padamkan. Telapak tangan Dedi menyusup masuk ke dalam rok hitam yang di kenakan Clara, dan menyentuh langsung gundukan memek Clara.
Clara makin gelisah, ia paling tidak tahan ketika memeknya di sentuh oleh Dedi. Ia merasa kalau memeknya sudah sangat basah saat ini.
“Aahkk… Dedi! Auhg… Aahkk… Aahkk…”
Kedua tangan Dedi dengan mudanya melepas celana dalam yang di kenakan Clara. “Enakkan sayang? Hehehe…” Goda Dedi sembari melempar celana dalam Clara yang di sambut Efran.
“Wangi cuy!” Komentar Efran membuat muka Clara bersemu merah.
Selanjutnya yang di rasakan Clara hanyalah sebuah kenikmatan dari setiap sentuhan yang di berikan Dedi kepada dirinya. Lidah Dedi seakan menari-nari di bibir kemaluannya, menghisap clitorisnya yang kian membengkak, sementara kedua payudaranya di remas-remas dengan kasar.
Tubuh Clara melengking hebat ketika badai orgasme itu tak bisa ia hentikan. Dengan lolongan panjang ia melepaskan dahaganya.
Creeettsss… Creeettsss… Creeettsss…
Pantat Clara terhentak-hentak menikmati sisa-sisa orgasme yang baru saja ia dapatkan.
“Host… Host… Host…” Deruh nafas Clara.
Melihat Clara yang sudah tidak berdaya membuat Dedi tersenyum penuh kemenangan. Ia melepas celananya berikut celana dalamnya. Tampak sang junior telah berdiri tegak sempurna mengancam Clara.
Tanpa ada perlawanan, Clara pasrah ketika ia merasakan ada benda hangat menggesek-gesek bibir kemaluannya.
“Oughkk… Dedi!” Lenguh Clara.
Inci demi inci kontol Dedi menyeruak masuk ke dalam lorong memek Clara yang sudah amat sangat becek. “Sempit sekali memek kamu sayang! Oughkk… Lebih sempit dan enak di bandingkan milik Aurel.” Seloroh Dedi, membuat hati Clara panas mendengarnya.
Tapi rasa nikmat dari kejantanan Dedi membuat Clara urung protes, ia lebih memilih menikmati kejantanan Dedi yang saat ini tengah mengaduk-aduk memeknya.
Sembari menggenjot memek Clara, Dedi tidak lupa untuk menjamah buah dada Clara. Jari-jari nya kasar memilin dan menggencet puting Clara, hingga membuat gadis muda itu kian mengerang panjang.
Ploooookkss… Ploooookkss… Ploooookkss… Ploooookkss… Ploooookkss… Ploooookkss… Ploooookkss….
“Sayang aku mau keluar!” Jerit Dedi.
Clara semakin erat memeluk pinggang Dedi. “Oughkk… Aku dapat sayang!” Jerit Clara dengan tubuh yang melejat-lejat tak karuan.
Dedi buru-buru mencabut kontolnya lalu mengocok kontolnya di depan wajah Clara.
Croooottss… Croooottss… Croooottss…
Sperma Dedi tumpah tepat diatas wajah cantik Clara, dan sebagian lagi tampak mengenai jilbab syar’i yang di kenakan oleh sang anak Kiayai.
*****
Di ruang tamu Laras tampak tengah menonton tv yang sedang menayangkan acara gosip. Tidak lama kemudian Clara pulang sambil terisak, membuat Laras kebingungan dengan tingkah anaknya, apa lagi Clara pulang sendirian tidak bersama dengan kedua sahabatnya.
Takut terjadi sesuatu terhadap anaknya, Laras bergegas hendak menyusul Clara ke kamarnya.
Tok… Tok… Tok…
“Sayang kamu kenapa?” Panggil Laras.
Clara berusaha menyembunyikan tangisnya. “Clara gak apa-apa Umi.” Jawab Clara masih terisak. Walaupun tadi ia bersedia di setubuhi Dedi, tapi hatinya tetap sakit setiap mengingat kalau Dedi telah berselingkuh dengan Aurel, bahkan menurut pengakuan Dedi, mereka berdua juga sudah tidur bareng.
“Buka dulu pintunya Nak! Umi mau bicara.” Pinta Laras dengan nada selembut mungkin agar hati Clara bisa luluh dengan bujuk rayunya.
Clara yang memang sangat nurut terhadap Ibunya segera beranjak dan membukakan pintu untuk Ibu kandungnya.
Saat pintu terbuka Laras tersenyum menyambut Putri satu-satunya itu, lalu dia memeluk erat Clara yang masih tampak terseduh-seduh di dalam pelukannya. Kemudian Laras menuntun Clara untuk duduk di tepian tempat tidur anaknya yang agak berantakan.
“Cerita sama Umi, siapa tau Umi bisa bantu.” Bujuk Laras sembari mengusap air mata Clara.
Selama ini Clara memang sangat terbuka terhadap Ibunya, kecuali masalah percintaan. Ia takut kalau Uminya akan marah kalau tau ia sudah berpacaran. Tapi Clara juga tidak ingin berbohong, sehingga ia memilih bungkam.
Laras tentu saja tidak menyerah begitu saja, ia membujuk putrinya agar mau cerita sembari membelai sayang kepala Clara, terkadang ia juga mencium ubun-ubun kepala anaknya.
“Umi janji gak akan marah.” Ucap Laras.
Clara mengangkat kepalanya menatap Laras. “Be-benaran Umi gak akan marah kalau Kakak cerita.” Mata bening Clara menatap mata indah Ibu kandungnya.
“Iya sayang… Sekarang Kakak cerita ada masalah apa?”
Clara mengusap kembali air matanya. “Pa-pacar Clara selingkuh Umi.” Lirih Clara pelan nyaris tidak terdengar.
“Jadi anak Umi udah mulai pacaran ni?”
“Ma-maaf Mi…”
Laras tersenyum hangat sembari mentoel hidung Clara yang mancung. “Kok minta maaf! Seumuran kamu wajar kalau sudah mulai suka sama lawan jenis. Umi malah khawatir kalau seusia kamu malah gak suka sama cowok.” Clara yang mendengar ucapan Laras tampak tidak menyangkah.
“Umi gak marah.”
“Gak dong Kak! Kakak sudah gede, wajar kalau Kakak sudah punya pacar.” Ucap pelan Laras. “Ehmm… Jadi ceritanya pacar kamu selingkuh.” Ulang Laras.
Clara yang tadi senang kini kembali tampak sedih. “Iya Umi… Padahal Clara sayang banget sama dia.” Ujar Clara sembari membenamkan wajahnya di dada Umi yang membusung padat.
“Yakin…”
“Maksud Umi…”
“Kamu beneran sayang, atau jangan-jangan kamu cuman tidak ingin kehilangan dia.”
“Apa bedanya Umi.”
“Beda dong sayang! Kalau kamu sayang dia, kamu pasti siap kehilangan dia, selama orang itu yang kamu sayangi bisa bahagia. Bukankah cinta itu tak bersyarat?” Laras memberi jeda sebentar. “Berbeda kalau hanya takut kehilangan dia! Biasanya karena kamu menginginkan sesuatu dari orang tersebut makanya kamu takut kehilangan dia.” Jelas Laras panjang lebar kepada Clara.
“Contohnya.” Kejar Clara.
“Misalkan, kamu gak mau kehilangan dia karena pacar kamu itu tampan. Jadi kamu takut kalau nanti dia di ambil orang lain. Atau bisa juga karena pacar kamu anak orang kaya? Atau jangan-jangan karena pacar kamu bisa memanjakan kamu diatas ranjang.” Kalimat terakhir di ucapkan Laras dengan sangat perlahan tapi bisa di dengar jelas oleh Clara.
Sejenak Clara terdiam mendengar ucapan kalimat terakhir dari ibunya. Entah kenapa ia merasa kalau Ibunya saat ini tengah mencoba menjebaknya.
“Umi… kakak gak gitu.” Protes Clara.
Laras pun tertawa renyah mendengar pembelaan Clara. “Ya sudah kalau begitu jangan sedih lagi! Ingat kamu masih muda, jangan terlalu serius menjalin hubungan dengan seorang pria.” Nasehat Laras.
“Iya Umi.”
“Janji…” Laras menyodorkan jari kelingkingnya.
Clara segera mengaitkan jari kelingkingnya. “Iya janji Umi…” Jawab Clara sembari tersenyum sangat manis.
“Ingat pesan Umi, boleh pacaran tapi gak boleh pake hati… Pacaran hanya untuk bersenang-senang, tidak lebih.” Laras mengakhiri ucapannya dengan memberikan kecupan hangat di kening Putrinya.
*****
Sehabis makan malam, tampak Laras tengah mengobrol ringan dengan Clara sembari menonton sinetron ke sukaan mereka. Biasanya Azril akan ikut bergabung dan mengomentari jalan ceritanya hingga terkadang sampai terjadi perdebatan antara dirinya dan Kakak Tirinya, alhasil, Laras harus bersusah paya untuk menengahi mereka berdua.
Tapi semenjak kejadian seminggu yang lalu, Azril seakan tidak memiliki keberanian untuk berada di dekat Ibu Tirinya. Ia takut hal tersebut akan membuat Laras semakin marah kepadanya.
Tidak terasa malam semakin larut, dan beberapa lampu utama telah di matikan, kecuali lampu kamar Azril yang tetap menyala.
“Aku gak bisa kayak gini terus.” Gumam Azril.
Ia bertekad bagaimanapun caranya, malam ini ia harus berbaikan dengan Ibu Tirinya, mumpung Abinya sedang tidak ada di rumah. Dengan segala resiko yang ada, Azril mendatangi kamar Laras. Ia mengetuk beberapa kali kamar Laras hingga akhirnya ia mendengar suara kunci pintu kamar yang di buka.
Laras menatap tak suka kearah Azril, menandakan kalau ia masih marah dengan anak tirinya itu.
“Ada apa Zril?”
“U-umi… Adek mau minta maaf soal kejadian waktu itu. Azril ngaku salah Mi… Tolong maafkan Adek.” Isak tangis Azril makin tak terbendung. “A-adek kangen sama Umi.” Lirih Azril dengan suara pelan.
Mendengar kalimat terakhir Azril, membuat hati Laras sedikit terhenyu. “Umi udah maafkan kamu, sudah dari dulu… Sekarang kamu tidur.” Suruh Laras.
Azril mematung sejenak, dan dengan gerakan perlahan tubuhnya merosot ke lantai dengan berurai air mata. Ia menangis karena sudah tidak tau lagi bagaimana caranya agar hubungannya dengan Ibu Tirinya kembali seperti dulu lagi, Azril sangat merindukan kedekatan mereka berdua.
Sementara Laras memang sengaja mempermainkan perasaan Azril. Tujuannya agar Azril makin ketergantungan dengan dirinya.
“Maafin Azril Umi… Hiks… Hiks… Hiks…”
Laras diam sejenak sembari menatap Azril, seakan ia tengah menimbang apakah ia harus memaafkan Azril, atau kembali tidak memperdulikan anak tirinya itu.
“Ehmm… Kamu masuk dulu.” Suruh Laras dengan nada suara ketus.
Laras duduk di tepian tempat tidurnya sementara Azril duduk di lantai. Ia bersimpuh di kaki Laras, memohon ampunan Laras, berharap Laras masih mau memaafkan kesalahannya tempo hari.
Dengan sengaja Laras mendiamkan Azril, melihat sejauh mana anak Tirinya akan memohon ampunan darinya. Walaupun sebenarnya ia juga sedikit merasa kasihan dengan Anak Tirinya, tapi mau bagaimana lagi, ia harus melakukannya demi memastikan kalau Azril memang semakin tidak bisa jauh dari dirinya.
Laras menyilangkan kakinya, membiarkan kimono berwarna putih yang ia kenakan sedikit tersingkap, memamerkan kulit pahanya yang putih mulus.
“Maafin Azril Mi… Hiks… Hiks… Hiks…” Isak tangis Azril.
Telapak tangan halus Laras membelai rambut Azril, lalu mengangkat dagu Azril agar bisa melihat wajahnya.
“Umi maafkan kamu, tapi dengan satu syarat?” Ujar Laras.
Azril menganggukkan kepalanya. “A-apa syaratnya Umi?” Tanya Azril gugup.
“Umi akan kasih tau Abi kalau kamu berkelahi dengan temanmu. Gimana?” Tantang Laras.
Azril tampak bingung, ini sama saja ia di beri dua pilihan, antara di hukum Abi, atau di musuhi oleh Ibu Tirinya. Kedua pilihan yang sangat sulit bagi Azril, karena KH Umar tentu tidak hanya sekedar memarahinya, tapi akan ada siksaan fisik kalau sampai Abinya tau dia berkelahi di pesantren.
Tapi di musuhi Laras jauh lebih menakutkan bagi Azril, karena ia sudah merasakannya satu Minggu belakangan ini. Dan rasanya sangat tidak enak.
“Ter-terserah Umi.” Jawab Azril pelan.
“Kamu tidak takut di pukul Abi kamu?”
“….” Azril menggelengkan kepalanya.
“Berdiri.”
Azril segera berdiri, kemudian Laras melangkah mendekati lemari pakaiannya. Ia mengambil kunci untuk membuka rak yang ada di dalam lemari pakaiannya. Tanpa sepengetahuan Azril, Laras sudah menyiapkan sebuah pemukul berbahan silikon untuk menghukum Azril.
Laras menatap Azril dengan senyuman khasnya di kalah ia ingin menghukum Azril. Tapi yang membuat Azril shock ketika Laras tiba-tiba melepas kimononya.
Gleekk…
Mata Azril tak berkedip menatap tubuh Laras yang di balut bikini berwarna putih.
“Umi kasih dua pilihan. Mau Umi yang hukum, apa Abi?” Tanya Laras.
Tanpa membuang waktu Azril sudah tau apa yang harus ia lakukan. Azril berbalik menuju pintu kamar Ibunya lalu mengunci pintu kamar Ibunya. Tak sampai di situ saja, Azril mulai menanggalkan pakaiannya hingga tak bersisa satu pakaian yang menempel di tubuhnya.
Laras tersenyum melihat kemaluan Azril yang telah tegang maksimal, menantikan hukuman darinya.
“U-umi gak pake jilbab dulu.” Tegur Azril.
“Hampir aja lupa.”
Laras segera mengenakan jilbabnya, lalu duduk di tepian tempat tidurnya. Tanpa di minta Azril segera telungkup diatas pangkuan Laras.
Perlahan Laras mengusap lembut pantat Azril, turun kebawah menuju selangkangan Azril. Sentuhan-sentuhan lembut tersebut tentu saja semakin membangkitkan birahi muda Azril yang sudah lama tidak di sentuh oleh Ibu Tirinya.
Cletaack…
“Oughkk…” Jerit Azril.
Secara tiba-tiba Laras menjentikkan jarinya tepat di kantung telur burung Azril.
“Umi tuh sayang sama Adek! Tapi Umi benar-benar akan marah kalau Adek sampe berantem lagi…” Nasehat Laras sembari membelai kantung telur Azril yang tampak memerah setelah di jentik olehnya.
“Maafin Adek Mi, janji gak akan nakal lagi.”
“Umi masih bisa maklum, kalau kenakalan Adek itu cuman sekedar suka ngintipin Umi dan Kakak kamu yang sedang mandi. Atau seperti kenakalan yang kamu lakukan tadi pagi.” Ucap Laras pelan, membuat wajah Azril merona merah.
Cletaack…
Kembali Laras menjentikkan jarinya di kantung telur kontol Azril. “Tapi kamu tetap harus di hukum.” Bisik Laras.
“Iya Umi.” Jawab Azril mendesis menahan ngilu di selangkangannya.
Setelah beberapa kali menjentikkan jarinya di selangkangan Azril. Laras mengambil alat pemukul yang di berikan Daniel kepadanya beberapa waktu yang lalu. Tanpa ampun Laras memukul pantat Azril dengan alat tersebut hingga pantat Azril yang tanpa cacat itu tampak memerah memar.
Tentu saja Azril tersiksa oleh pukulan Ibu Tirinya, tapi anehnya ia merasa ada sensasi yang berbeda ketika merasakan setiap siksaan yang di berikan Laras kepadanya.
Bahkan tanpa sepengetahuan Laras, Azril sempat ejakulasi tanpa ada penetrasi yang ia lakukan.
“Baring di lantai sayang.” Suruh Laras.
Azril segera berbaring di lantai, tampak kontol Azril masih berdiri tegak menandakan kalau ia sama sekali tidak tersiksa oleh siksaan Laras kepada dirinya.
Melihat kontol Azril yang berukuran mungil membuat Laras semakin gemas. Tapi sebelum melanjutkan siksaannya Laras mengambil sebuah dildo pemberian Daniel. Tanpa merasa canggung Laras melepas celana dalamnya, membiarkan Azril menatap bebas gundukan memeknya.
Kemudian Laras berjongkok, dengan menggunakan jarinya ia membuka mulut Azril dan menyumpalnya dengan celana dalam yang baru saja ia pakai.
“Ini hukuman karena kamu berani cium celana dalam Umi.” Bisik Laras seraya tersenyum membuat Azril makin tegang di buatnya.
Masih duduk di tepian tempat tidurnya, Laras menggunakan dildo tersebut untuk menusuk memeknya di depan Azril yang tampak bernafsu melihat Ibu Tirinya yang tengah bermasturbasi di hadapannya. Sementara Laras dengan menggunakan kakinya menggosok-gosok kontol Azril.
Pemandangan plus gosokan kaki Laras di kontolnya membuat Azril seakan melayang-layang.
“Ummhk… Aahkk… Aahkk…” Desah Azril nikmat dan sakit.
Laras tidak kalah keras mendesah. “Ssstt… Bandel kamu sayang… Nakal kamu…” Racau Laras tak karuan, sembari mencolok-colok memeknya dengan dildo.
Melakukan aktivitas masturbasi sembari melihat wajah polos Azril yang tengah meringis kesakitan, rasanya sangat luar biasa. Alhasil Laras semakin kejam terhadap Azril, ia tidak hanya menggesek-gesek kan kaki mulusnya di kemaluan Azril, tapi juga menjepit dan menginjak kontol mungil Azril.
Siksaan yang di terima Azril tentu sangat menyakitkan, bahkan ia sampai menitikan air mata.
Tapi bukannya kasihan, Laras malah semakin bernafsu menyiksa Anak Tirinya. Dengan sangat kejam, Laras menendang testis Azril hingga Azril mengeram kesakitan.
“Eenghkk…” Lenguh Azril.
Sementara Laras semakin cepat dan lebih cepat lagi mencolok-colok memeknya dengan sebuah dildo, hingga akhirnya ia mengeram panjang ketika orgasme itu tak lagi bisa ia bendung. Saat dildo itu ia tarik keluar, tampak cairan bening tumpah membasahi tubuh Azril.
Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr….
*****
Sementara itu di tempat yang berbeda, tampak seorang pemuda yang sama-sama memiliki ketertarikan seksual terhadap keluarganya, diam-diam masuk ke dalam kamar saudari perempuannya. Di dalam kamar tampak seorang wanita Soleha tengah terlelap.
Rayhan dengan langkah perlahan mendekati Zaskia, menatap wajah cantik Zaskia yang damai di dalam tidurnya. Sungguh betapa cantiknya bidadari itu.
“Kakak cantik sekali.” Puji Rayhan gemetar.
Jemarinya membelai wajah wajah cantik Zaskia, dari kening, mata, hidung, pipi hingga bibir tipis merahnya. Dengan sangat berhati-hati ia membungkukkan tubuhnya. “Cup.” Sebuah kecupan lembut mendarat di bibir merah Zaskia.
Tidak sampai di situ saja, Rayhan mulai mempreteli kancing daster babydol yang di kenakan Zaskia, hingga ia dapat melihat sepasang buah dada yang ranum dengan puting mungil berwarna merah muda, terlihat sangat menggiurkan hingga air liurnya mau menetes.
Sentuhan-sentuhan ringan tersebut membuat wanita Soleha itu menggeliat tapi cak cukup untuk membangunkannya dari tidur lelapnya..
“Ma-maaf Kak!” Lirih Rayhan.
Ia menyingkap keatas daster Zaskia hingga tampak gundukan tebal yang terbungkus kain segitiga berwarna biru muda semi transparan. Gleekk… Pemuda tanggung itu hanya dapat menelan air liurnya yang terasa hambar.
Kembali ia mengamati wajah Zaskia, memastikan kalau sang Kakak masih terlelap dengan damainya.
Dengan sangat hati-hati Rayhan menyibak ke samping celana dalam Zaskia, hingga sedikit demi sedikit ia dapat melihat bibir kemaluan sang Kakak.
“Kakak habis cukuran? Bersih…” Lirih Rayhan.
Ia berjongkok di dekat kaki Zaskia agar bisa melihat jelas lipatan merah memek Kakaknya yang terlihat polos karena memang sore tadi Zaskia sempat mencukur rambut kemaluannya. Ceritasex.site
Butiran-butiran keringat sebesar biji jagung mulai membasahi wajah tampannya, seiring dengan deruhan nafasnya yang mulai terasa berat.
Sedikit lidahnya mulai terjulur, mencoba mencicipi daging tebal kemerah-merahan tersebut.
Sluuuppss…
“Enggkk…” Lenguh Zaskia.
Sluuuppss…
Sluuuppss…
Dengan sangat hati-hati Rayhan menjilati permukaan bibir kemaluan Zaskia yang menyebarkan aroma khas memek seorang wanita muslimah.
Setelah puas membasahi daging mungil itu dengan air liurnya, Rayhan kembali menuju payudara Zaskia yang berukuran 34E. Gleekk… Lagi ia menelan air liurnya, menatap nanar kearah puting Kakak kandungnya.
“Ma-maaf Kak.” Bisik Rayhan.
Tangan kanannya membelai rambut kepala Zaskia sementara tangan kirinya membelai dan sedikit meremas payudara Zaskia yang terasa empuk.
Tidak puas hanya sekedar meremas-remas saja, Rayhan mulai mencoba mendekati bibirnya, ia mengecup mesrah puting Zaskia, dan kemudian menjulurkan lidahnya untuk merasakan pentil merah payudara Zaskia di lidahnya yang ternyata sudah mulai kaku.
Jemari Rayhan turun kebawah membelai bagian bawah perut Zaskia, terus turun menuju lembah merah surgawi Kakak kandungnya yang semakin basah.
“Kakak terangsang!” Batin Rayhan.
Jemarinya mencari clitoris Zaskia, saat menemukannya ia menggosok-gosok pelan clitoris Zaskia yang terasa semakin membengkak dari ukuran normalnya.
Sembari menjamah memek Zaskia, secara bergantian Rayhan mengulum payudara Kakaknya, sedikit menghisap putingnya yang terasa empuk saat di kenyot-kenyot ke dalam mulutnya. Rayhan yang sudah tidak tahan lagi, segera mengeluarkan senjata pamungkas nya.
Sembari menatap sekujur tubuh Kakaknya yang nyaris telanjang bulat, Rayhan mengocok kontolnya sembari sesekali menggeseknya batang kemaluannya di bibir merah Kakak kandungnya sendiri. Beruntung sentuhan tersebut tidak sampai kembangkan sang bidadari surga.
“Oughkk… Kakak!” Lenguh Rayhan.
Tek… Tek… Tek… Tek…
Jemari tangan kanannya semakin cepat mengocok kontolnya yang semakin memerah. Hingga akhirnya ia berada di ujung puncak kenikmatan.
Croooottss… Croooottss… Croooottss…
Sperma Rayhan muncrat hingga sebagian spermanya yang kental itu mengenai bibir merah Zaskia.
“Nikmat sekali Kak!” Racau Rayhan.
Setelah birahinya meredah, Rayhan buru-buru kembali merapihkan kembali daster Zaskia. Saat ia hendak membersihkan spermanya yang terkena di bibir dan pipi Zaskia, tiba-tiba…
“Rayhan!”
“…..”
Bersambung…