Kejadian semalam membuat Zaskia benar-benar merasa ada yang tidak beres dengan kelakuan Adik kandungnya. Semakin kuat ia mencoba menepis anggapan negatif terhadap Rayhan, maka semakin kuat pula keyakinannya terhadap Rayhan yang telah melecehkannya semalam.
Masih teringat jelas di dalam ingatannya ketika ia memergoki adik kandungnya yang tampak salah tingkah tadi malam.
“Kamu kok ada di kamar Kakak?”
“Kakak tadi tidur di sofa, jadi aku gendong ke kamar.” Jawab Rayhan saat itu, dari raut wajahnya Zaskia merasa ada yang di sembunyikan Adiknya.
“Masak si.”
“I-iya beneran Kak.”
“Hmmm…” Dengung Zaskia merasa kalau ada yang aneh.
“Aku balik ke kamar dulu ya Kak, ngantuk ni…”
“Iya Dek.”
Selepas kepergian Rayhan dari kamarnya, di situlah ia menemukan sebuah kejanggalan yang membuatnya yakin kalau Rayhan baru saja melecehkannya, ia mulai menyadarinya saat ia tidak sengaja menjilati bibirnya yang entah kenapa terasa begitu asin dan lengket.
Tidak sampai di situ saja, ia juga menemukan bercak di pipi kanannya yang memang belum sempat Rayhan bersihkan seutuhnya, karena Zaskia keburu bangun.
“Tidak… Tidak… Tidak…” Zaskia menggelengkan kepalanya saat ia tersadar dari ingatannya semalam.
“Mana mungkin Rayhan kecilku melakukan perbuatan senekat itu. Senakal-nakalnya Rayhan dia adalah adik yang baik, bahkan paling baik sedunia.”
Ia berusaha mengabaikan bukti yang ada saat ini, menganggap kalau yang terjadi semalam hanyalah sebuah kebetulan belaka. Zaskia tidak yakin, kalau dirinya akan benar-benar siap menerima kenyataan kalau praduganya terhadap Rayhan memang benar.
Untuk menghilangkan kegelisahannya, ia menyibukkan diri dengan menyiapkan sarapan pagi untuk mereka.
Selama menyantap sarapan pagi, Zaskia berusaha bersikap senormal mungkin, begitu juga dengan Rayhan. Walaupun masih sedikit kerasa kalau ada kecanggungan diantara mereka berdua. Dan tentunya Rayhan dan Zaskia dapat merasakan kecanggungan yang terjadi diantara mereka berdua.
“Aku pergi dulu ya Kak!” Rayhan mengamit dan mencium punggung tangan Kakak kandungnya.
Zaskia tersenyum sangat manis. “Iya, hati-hati, pulang jangan kesorean.” Ujar Zaskia seperti biasanya, dan di sambut Rayhan dengan ancungan jempol.
Di jalan setapak yang biasa di lalui Rayhan, pemuda itu tampak melamun sembari sesekali mendesah pelan. Ada rasa cemas sekaligus lega karena Kakaknya Zaskia tidak mengungkit-ngungkit kejadian semalam. Andai saja Zaskia mendesaknya, mungkin ia tak akan bisa berkilah lagi.
Jujur, ada rasa sesal di hati Rayhan. Pemuda itu merasa sangat buruk karena telah berani melecehkan Kakak kandungnya. Tapi di sisi lain, ia juga tidak bisa membohongi dirinya akan ketertarikannya terhadap Zaskia.
“Apa aku bisa?” Gumamnya kecil.
Rayhan benar-benar di buat gelisah karena kejadian semalam, yang nyaris membuat namanya di coret sebagai saudara oleh Kakaknya.
Normalnya kejadian semalam seharusnya membuat dirinya kapok untuk kembali mencoba peruntungannya agar bisa sedikit menikmati tubuh Kakak kandungnya, tapi kenyataannya Rayhan malah semakin penasaran dengan lekuk tubuh Kakak kandungnya. Tapi yang menjadi masalah, Rayhan yakin kalau Kakaknya Zaskia akan lebih hati-hati lagi.
“Cuman ada satu cara.” Gumam Rayhan.
“Maksudnya.”
Deg….
Rayhan benar-benar terperanjat ketika ia melihat sosok gadis cantik yang entah kapan sudah berada di sampingnya. Asyifa tampak merenyitkan dahinya.
“Kamu lagi mikir apa si? Kamu gak dengar aku ngomong.” Omel Asyifa.
“Eh… Hehehe…”
“Jangan-jangan kamu juga gak tau kalau dari tadi aku ada di samping kamu?” Rayhan kembali cengengesan. “Astaghfirullah… Percuma dong aku ngomong panjang lebar tadi.” Asyifa merucutkan bibirnya hingga terlihat sangat menggemaskan.
“Maaf aku benar-benar gak tau.”
“Ehmm… Kamu lagi ada masalah?”
Rayhan menggelengkan kepalanya sembari menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa rambutnya. “Gak ada kok, cuman lagi mikirin sesuatu aja.” Jawab Rayhan, tidak sepenuhnya berbohong.
“Mikirin Aurel?”
“…..” Rayhan mengangguk.
Asyifa menunduk sebentar menatap ujung sepatunya yang berwarna putih. “Akhir-akhir ini Aurel semakin menghindari kami! Bahkan semalam waktu aku tegur ia terlihat gak perduli. Menurut kamu, apa yang kami lakukan salah ya?” Asyifa menatap teduh Rayhan.
“Wajar saja si! Soalnya dia sedang jatuh cinta.”
“Ternyata cinta itu mengerikan ya? Sampai membuat kita kehilangan akal sehat.”
“Tergantung.”
“Maksudnya?” Tanya Asyifa sembari memainkan ujung jilbab putihnya.
“Kalau kamu jatuh cintanya terhadap orang yang tepat, cinta itu tidak akan mengerikan, malah akan sangat menyenangkan.” Jelas Rayhan, membuat Asyifa manggut-manggut.
“Sepertinya begitu.” Jawab Asyifa tersenyum penuh arti. “Eh ngomong-ngomong, kayaknya Azril suka sama Aurel ya?” Tebak Asyifa.
Rayhan mengangguk. “Keliatan ya… Hahaha… Tapi diam-diam aja sama yang lain.”
“Gak usah di kasih tau, yang lain juga pasti pada tau.”
“Emang tuh bocah gak bisa sedikit misterius apa kalau suka sama orang.”
“Emang kamu sendiri bisa.”
“Harusnya si bisa.”
“Ehmm… Oh iya, kamu sendiri ada yang kamu suka di pesantren ini?” Tanya Asyifa menyelidik, entah kenapa ia merasa harus tau.
“Ada.”
“Siapa?”
“Emang kamu beneran pengen tau?”
“….” Asyifa menganggukkan kepalanya.
Tapi belum sempat Rayhan memberi tau dirinya siapa yang ia suka, tiba-tiba dari kejauhan ia mendengar suara sorakan dari beberapa santriwati yang amat ia kenal.
Aziza bahkan tanpa ragu bersiul menggoda Asyifa yang terlihat begitu akrab dengan Rayhan, sementara Adinda tampak tersenyum simpul, membuat wajah Asyifa bersemu merah karena malu.
“Aku duluan ya…”
“Eh tunggu…” Cegah Asyifa tak puas.
Tapi sudah terlambat karena Rayhan sudah terlebih dahulu berlari kecil sembari melambaikan tangannya kearah Asyifa yang tampak sangat kesal karena belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.
Adinda dan Aziza segera menghampiri Asyifa, dan hasilnya ia harus terima ketika di interogasi oleh mereka berdua.
*****
Lima menit telah berlalu ketika suara lonceng tanda jam istirahat di bunyikan. Asyifa, Aziza dan Adinda memutuskan untuk segera ke kantin sekolah. Awalnya mereka juga mengajak Aurel, tapi sayang sahabatnya itu menolak ajakan mereka, karena rasa kecewanya terhadap ketiga sahabatnya itu.
Sementara itu di tempat yang berbeda, ketika beberapa santri lebih suka menghabiskan waktu istirahat mereka di kantin, taman, perpustakaan maupun pulang ke asrama. Fei malah menghabiskan jam istirahatnya di dalam kamar toilet di belakang bangunan kelasnya.
Bersama Ustadza Wanda mereka tampak tengah bermesraan layaknya sepasang kekasih.
“Ehmmpsss… Sluuuppss… Hmmppsss…”
Kedua bibir merah mereka bersatu, saling menghisap dan membelit mesrah. Berbeda dari biasanya, kini Fei tampak lebih berani membalas keintiman yang di berikan Ustadza Wanda kepada dirinya.
Bahkan tanpa ragu Fei ikut membelai tubuh Ustadza Wanda yang di balut gamis syar’i.
Satu persatu kancing kemeja yang di kenakan muridnya ia buka dan ia tanggalkan. Sembari tersenyum sangat manis, Ustadza Wanda melepas pengait bra yang di kenakan oleh muridnya hingga payudara Fei yang ranum terpampang bebas di hadapannya.
Fei yang juga tidak mau ketinggalan segera menanggalkan pakaian gamis yang di kenakan Ustadza Wanda, hingga mereka berdua sama-sama telanjang bulat.
“Kamu cantik sekali sayang!” Puji Ustadza Wanda.
Fei tersipu malu mendengarnya. “Ustadza juga sangat cantik.” Ujar Fei sembari menatap tubuh telanjang Ustadza kesayangannya.
Mereka kembali berciuman mesrah, sembari saling merabah menjamah tubuh lawan mereka masing-masing.
Desiran-desiran nikmat atas sentuhan tangan-tangan mereka membuat keduanya makin hanyut akan kenikmatan birahi yang seakan membakar tubuh mereka. Wanda menundukkan sedikit wajahnya, meraih payudara Fei dan menghisapnya dengan perlahan.
Fei tidak mau kalah, telapak tangannya yang tadinya berada diatas buah dada Ustadza Wanda, kini beralih menuju lembah syurga yang di penuhi rambut hitam pekat.
“Ssstt… Ustadza! Aahkk…” Erang Fei.
Dengan sangat rakus Ustadza Wanda menghisap puting Fei yang terasa makin membesar. “Sluuuppss… Sluuuppss… Masukan jari kamu sayang!” Pinta Wanda di sela-sela menyeruput puting anak didiknya.
Kedua jari Fei membelai bibir kemaluan Wanda yang sudah sangat basah. Dan dengan perlahan ia mendorong kedua jarinya masuk ke dalam cela memek Gurunya. Dengan gerakan perlahan ia mendorong, menarik, mendorong, menarik jarinya dari dalam memek Ustadza Wanda.
Tubuh Ustadza Wanda menegang hebat, ia merasakan kenikmatan yang sulit untuk ungkapkan dengan kata-kata. Tubuh indahnya tampak gemetar hebat.
“Sayaaaang… Ustadza dapat.” Jerit Wanda.
Creeettsss… Creeettsss… Creeettsss…
Tubuh sang Ustadza tampak bergetar hebat, dengan nafas yang menderu menikmati orgasme yang ia dapatkan dari anak didiknya. Orgasme barusan membuat nya sedikit kelelahan, tapi ia tidak ingin mengecewakan anak didiknya.
Ustadza Wanda meminta Fei untuk duduk di pinggiran bak kecil yang ada di dalam toilet. Fei yang mengerti apa yang di inginkan Ustadza Wanda segera membuka kakinya selebar mungkin, memperlihatkan bibir memeknya yang tampak masih sangat rapat.
Wanda berlutut di hadapan selangkangan muridnya, jemarinya yang halus membelai bibir kemaluan Fei yang tampak tidak kalah basah di bandingkan dirinya. Ia mengendus-endus aroma memek Fei, menikmati aroma memabukkan itu membuatnya makin bergairah.
“Ssstt…. Aahkk…” Fei mendesis nikmat ketika lidah Ustadza Wanda mulai menjelajahi selangkangannya.
Sluuuppss… Sluuuppss… Sluuuppss…
“Ustadza! Aahkk… Enggkk…” Fei berusaha meredam suaranya dengan menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya.
“Memek kamu nikmat sayang!” Racau Ustadza Wanda.
Lidahnya menari-nari, menggoda bibir kemaluan Fei yang terlihat kemerah-merahan. Sedikit ujung lidahnya menyentil clitoris Wanda, membuat tubuh gadis muda itu bergetar hebat seiring dengan cairan cintanya yang kian membanjir. Tanpa ragu Wanda menyeruput cairan memek muridnya.
Sembari menyedot-nyedot kecil clitoris Fei, jemari Wanda kembali membelai bibir kemaluan muridnya.
Ia menatap wajah muridnya yang tampak merem melek keenakan. Sebuah senyuman jahat tergambar di raut wajah Ustadza Wanda tanpa di sadari oleh Fei.
“Enggkk… Ustadza!” Jerit Fei sembari menggelengkan kepalanya dengan raut wajah ketakutan.
Wanita berusia dua puluhan itu tersenyum, dan sedetik kemudian ia mendorong kedua jarinya masuk ke dalam lobang memek Fei, hingga kedua jari dan kukunya merobek keperawanan Fei.
Breeet…
“Aaaaaaaaaarrrtttt…” Jerit Fei.
*****
“Kalian duluan aja ya, aku mau ke kamar mandi.”
“Oke… Jangan lama-lama.” Ujar Asyifa.
Aziza hanya mengancungkan jari jempolnya, sembari berlari kecil menuju toilet yang ada di belakang kelas mereka. Terdapat tiga bilik toilet yang ada di belakang bangunan kelas mereka, dan Aziza memilih bilik bagian tengah.
Karena sudah tidak tahan, Aziza bergegas menanggalkan legging dan celana dalamnya.
Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr….
Aziza merasa sangat lega ketika cairan urine nya mengucur deras ke dalam closet. Setelah selesai buang air kecil, Aziza segera membasuh selangkangannya.
“Aaaaaaaaaarrrtttt….”
“Astaghfirullah!” Kaget Aziza ketika mendengar suara teriakan yang ada di samping billiknya.
Dengan perasaan takut sekaligus penasaran, Aziza memanjat bibir bak kecil yang ada di dalam toilet agar bisa melihat ke bilik sampingnya, sumber suara yang baru saja ia dengar dengan sangat jelas.
Dan apa yang ia lihat membuatnya nyaris jantungan, sungguh sulit untuk di percaya.
Fei tampak menangis di dalam pelukan Ustadza Wanda, tapi yang membuat Aziza tertegun adalah kondisi mereka yang sama-sama nyaris telanjang bulat, hanya menyisakan jilbab mereka, dan lagi Aziza dapat melihat jelas lengan Ustadza Wanda berada di antara kedua kaki mulus Fei yang tampak mengangkang.
“Gak apa-apa sayang! Nanti juga enak.” Bujuk Ustadza Wanda.
Jemarinya bergerak perlahan keluar masuk di dalam memek Fei yang baru saja selesai ia perawani. Tampak darah segar menyelimuti kedua jarinya.
Sembari mengocok-ngocok memek muridnya, Ustadza Wanda tanpa henti mencium sekujur wajah Fei. Agar gadis yang baru saja kehilangan kesuciannya itu bisa sedikit lebih tenang dan menikmati hubungan terlarang mereka.
“Ssstt… Ehmm… Aahkk…” Desah Fei.
“Gimana sayang, enak?” Goda Ustadza Wanda.
Fei mengangguk malu-malu. “Iya Ustadza! Eehmm… Aaahkk… Enak banget… Aahkk… Aahkk…” Desah Fei tertahan menikmati kocokan jemari Ustadza Wanda.
Sementara itu di balik dinding pembatas bilik toilet, Aziza dengan mata melotot tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Ia merasa seperti mimpi melihat adegan tak senonoh yang di perankan oleh seorang Ustadza kepada muridnya. Apa lagi mereka berdua sesama jenis.
Tapi di balik rasa jijik yang di rasakan Aziza, terselip letupan birahi yang membuatnya ikut terengah-engah.
Tidak lama kemudian, ia kembali mendengar jeritan kecil yang keluar dari bibir merah Fei. Saat Ustadza Wanda menjauhkan tangannya, Aziza dapat melihat pancuran air bening yang keluar dari sela-sela kemaluan Fei.
Aziza tidak dapat berkata-kata melihat adegan intim yang ada di hadapannya saat ini. Bahkan untuk pertama kalinya di dalam hidupnya ia melihat dua orang wanita berbeda generasi berciuman dengan mesrah.
“Aku harus segera pergi.” Gumam Aziza.
Ia segera keluar dari dalam toilet, bahkan sanking buru-buru nya ia tidak sempat memakai kembali legging dan celana dalamnya yang masih tergantung di balik dinding toilet.
Di dalam kelas Asyifa yang melihat Aziza terengah-engah tampak keheranan. Belum sempat ia bertanya, seorang Ustadza memasuki kelas mereka untuk memulai proses ngajar mengajar di kelas mereka.
*****
Julia mendesah pelan, sembari menatap meja sahabatnya yang tampak tidak bersemangat. Kondisi Zaskia yang seperti ini sudah sering ia lihat, sehingga tanpa di beri penjelasan Julia sudah tau kalau sahabatnya itu tengah bermasalah dengan Adik kandungnya.
Setelah menyelesaikan mengoreksi tugas muridnya, Julia menghampiri meja Zaskia.
“Gak ada kelas?” Tanya Julia.
Zaskia menggelengkan kepalanya. “Mbak mau pulang?” Tanya balik Zaskia.
“Rencananya si gitu, tapi melihat kamu yang sepertinya butuh teman curhat, terpaksa Mbak tunda dulu.” Ucap Julia dengan sedikit menggoda sahabatnya.
“Huh…”
“Kenapa lagi adik bandelmu itu?” Tembak Julia.
Zaskia tidak kaget kalau sahabatnya bisa menebak masalah yang ia hadapi saat ini. “Semalam… Rayhan ada di kamarku.” Bisik Zaskia, tentu ia tidak ingin ada orang lain yang mendengar, walaupun kantor Aliyah saat ini tengah sepi.
“Dia ngapain?”
Zaskia menggelengkan kepalanya. “Aku gak tau Mbak! Tapi aku curiga… Kalau dia sempat melecehkan aku.” Jawab Zaskia gugup.
“Kamu tau dari mana?”
“Dari gelagat dia Mbak, dan… Beberapa bukti yang aku temukan.” Lirih Zaskia pelan.
“……”
“Semalam saat aku tanya dia ngapain di kamar aku, Ray terlihat kaget Mbak… Gak biasanya. Dia bilang katanya aku ketiduran di sofa. Tapi seingatku semalam aku langsung tidur di kamarku.”
“Terus…”
“Saat dia keluar kamar, aku baru menyadari kalau, ehmm… Di bibir aku ada lendir gitu dan rasanya asin… Selain di bibir, ada juga di pipi.” Jawab Zaskia dengan suara gemetar.
“Apa lendir itu sangat lengket? Rasanya asin?” Selidik Julia.
Zaskia menganggukkan kepalanya. “I-iya Mbak!”
“Menurut kamu itu apa?”
“Sss… Sperma Ray Mbak!”
“Astaghfirullah…”
“Makanya aku bingung Mbak.”
Julia meraih dan meremas jemari sahabatnya. “Bingung kenapa?”
“Ehmm… Menurut Mbak Julia, kira-kira Rayhan benar-benar sudah melecehkan aku, atau cuman pikiran aku aja yang terlalu negatif terhadap Rayhan.” Ucap Zaskia, bibirnya gemetar, karena ia sendiri juga tau kalau dirinya saat ini tengah mencoba mencari pembenaran dari sahabatnya.
“Yang tau jawabannya cuman kamu Uhkti. Tapi Mbak cuman bisa kasih saran dan solusi untuk masalah yang kamu hadapi saat ini.”
“Apa saran dari Mbak.”
“Carilah jawaban yang bisa kamu terima, walaupun harus menipu diri kamu sendiri. Gak semua jawaban yang benar, bisa kita terima.” Nasehat Julia lagi-lagi membuat Zaskia bisa sedikit bernafas lega.
“Mbak benar!” Lirih Zaskia.
Julia tersenyum hangat menatap Zaskia. “Jadi… Jawabannya apa?” Pancing Julia.
“Semalam aku ketiduran di sofa pas lagi nonton tv, untungnya ada Rayhan.” Ujar Zaskia, senyumannya terlihat semakin mengembang.
“Terus.”
“Mbak kan tau, kalau Adik aku itu sangat baik dan sayang sama Kakaknya! Karena kasihan melihat Kakaknya tidur di sofa, jadi Rayhan menggendong aku ke kamar.” Lanjut Zaskia dan wajahnya terlihat semakin cerah.
“Hanya sebatas itu ceritanya.”
Zaskia menggelengkan kepalanya. “Tau gak Mbak, semalam aku tidurnya ngiler, hihihi… Dan Rayhan mau membersihkan Iler aku. Tapi karena aku keburu bangun, Rayhan gak bisa membersihkan semua iler aku. Jadinya bibir sama pipi aku masih ada ilernya.” Jawab Zaskia seraya tersenyum lepas.
“Ada-ada aja kamu Uhkti! Lain kali nonton tv jangan sambil tiduran.” Nasehat Julia. “Untung ada Adik kamu, kalau gak, bisa masuk angin kamu.”
“Iya Mbak.” Zaskia mengangguk.
“Ya sudah, Mbak mau pulang dulu ya! Ehmm… Kamu sendiri mau pulang?” Tanya Julia sudah bersiap-siap meninggalkan Zaskia.
“….” Zaskia menggelengkan kepalanya.
“Oh ya Mbak… Hmmm… Solusinya gimana?”
Julia kembali tersenyum. “Nanti kamu kerumah Mbak ya, nanti Mbak kasih tau solusinya di rumah. Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalam.”
*****
Sepulang sekolah Clara langsung menuju kamarnya, tidak seperti biasanya di saat Abi tidak ada di rumah, biasanya Clara akan lebih memilih menghabiskan waktu bermain bersama kedua sahabatnya Ratu dan Tiwi. Atau berpacaran dengan kekasihnya Dedi.
Tapi untuk hari ini, Clara merasa lebih nyaman berada di dalam kamarnya, dari pada menghabiskan waktu bersama kedua sahabatnya, apa lagi untuk bertemu kekasihnya.
Ia masih merasa kesal terhadap Dedi yang berani menduakan dirinya.
Mungkin ia masih terima andai pemuda itu mau meminta maaf kepadanya, tapi sayangnya bukan kata maaf yang di dapat Clara, yang ada dia di gauli oleh Dedi.
“Sayang…”
Clara yang tengah tengkurap diatas tempat tidurnya, buru-buru berbalik melihat kearah pintu kamarnya. “Lo? Kok… Ngapain elo ke sini?” Ujar Clara panik saat melihat sosok Dedi yang tiba-tiba sudah di depan pintu kamarnya.
“Umi kamu yang nyuruh.”
“Bohong.”
“Benar kok Kak, Umi yang suruh.” Tiba-tiba Laras sudah berdiri di belakang Dedi. “Kalian sudah cukup dewasa, selesaikan masalah kalian dengan baik-baik.” Nasehat Laras kepada mereka berdua.
“Iya Umi.” Jawab Dedi.
“Ya sudah, Umi tinggal! Kalian ngobrol aja dulu.” Ujar Laras seraya tersenyum dan meninggalkan kedua anak remaja berbeda kelamin tersebut untuk menyelesaikan masalah mereka berdua.
Clara memeluk boneka Spongebob miliknya sembari menatap Dedi yang baru saja menutup pintu kamarnya. Jujur ini kali pertama ada seorang teman prianya masuk ke dalam kamarnya. Ia sendiri juga tidak mengerti kenapa Ibu kandungnya malah mengizinkan teman prianya masuk ke dalam kamarnya.
Dedi yang telah mendapat izin langsung dari Umi Laras, tentu semakin berani.
“Gila Lo ya…” Bentak Clara.
“Ceh… Kok gila? Gue ke sini karena Nyokap Lo…” Ucap Dedi tenang sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan Clara.
“Terus sekarang Lo mau ngapain?”
Dedi menggeser duduknya agar lebih dekat dengan kekasihnya yang tengah marah. “Gue ke sini cuman pengen bilang, kalau gue sayang sama Lo… Masalah Aurel? Gue gak munafik, sebagai cowok gue terangsang sama dia.” Ungkap Dedi jujur apa adanya.
“Penjahat kelamin Lo…”
“Kalau iya kenapa? Bukannya karena itu Lo suka sama gue…” Goda Dedi.
“Najis.”
“Hahahaha…”
Dedi tertawa renyah, membuat Clara tanpa sadar ikut tersenyum. Harus di akui kalau dirinya tertarik kepada Dedi karena sifatnya yang badboy di rasa sangat menantang.
Karena sifat Dedi tersebutlah, yang membuatnya relah menyerahkan keperawanannya.
“Jadi…”
“Apa?” Tanya Clara bingung.
Tangan Dedi merangkul pundak Clara, sedetik kemudian bibir mereka berdua menyatu menjadi satu. Bermula hanya sebuah kecupan, lalu berlanjut menjadi saling melumat satu sama lainnya.
“Lo masih maukan jadi pacar gue?” Bisik Dedi.
Telapak tangannya turun menuju buah dada Clara dan meremasnya dengan kasar. “Gue benci Lo… Tapi gue gak bisa nolak.” Lirih Clara pelan.
“Bagus…”
Jemari Dedi mulai mempreteli kancing kemeja berwarna putih yang di kenakan Clara, dengan perlahan ia melepas kemeja putih tersebut.
Clara yang sudah di landa gejolak birahi, hanya pasrah ketika Dedi membaringkannya. Ia memejamkan matanya ketika pemuda itu kembali memanggut bibirnya, membelit dan menjamah bagian dalam mulutnya.
“Hisap tetek ku Ded.” Pinta Clara.
Dedi melepas pengait bra yang ada di belakang punggung kekasihnya. “Kamu kangen sayang?” Goda Dedi, ia bermain-main dengan puting kekasihnya.
“Ehmm… Kangen berat.”
Hupsss…
Sluuuppss… Sluuuppss… Sluuuppss…
Secara bergantian Dedi melahap payudara Clara, menghisap dan menjilati puting Clara. Sementara tangan kanannya menarik keatas rok hijau yang di kenakan Clara, membelai paha mulus Clara, terus keatas menuju selangkangan Clara yang di balut kain segitiga berwarna cream.
Kedua jemari Dedi membelai memek Clara, menggosok-gosok memek Clara yang sudah sangat basah itu.
“Aahkk… Dedi! Aaahkk… Terus sayang…” Rintih Clara.
Perlahan sapuan lidah Dedi turun menuju perut rata Clara, ia melumuri perut putih Clara yang memang sudah basah karena bermandikan keringat, dan kini semakin basah karena sapuan lidah Dedi diatas perutnya, alhasil perut Clara merasa keram karena menahan rasa geli yang amat dahsyat.
Clara sedikit mengangkat pantatnya, mempermudah kekasihnya untuk menarik lepas celana dalam yang sudah lecek oleh lendir cintanya itu.
“Indah sekali.” Puji Dedi.
Ia membelai bibir kemaluan Clara yang tampak lengket karena cairan cintanya.
Clara yang sudah tidak tahan menjambak rambut Dedi, dan menarik kepala Dedi agar segera mencium dan menjamah kemaluannya yang sudah berkedut-kedut sejak tadi. Dedi yang mengerti keinginan Clara segera menyapukan lidahnya ke daging tembem yang sangat menggairahkan itu.
Sluuuppss… Sluuuppss… Sluuuppss….
“Oughkk… Sayang! Aaahkk… Nikmat sekali.” Rintih Clara, tubuhnya menggeliat-liat bagaikan cacing kepanasan.
Sembari menjilati clitoris Clara, kedua jemari Dedi menyeruak bibir kemaluan Clara, ia menusuk sedalam mungkin yang ia bisa dengan kedua jarinya.
Dengan gerakan perlahan, ia mulai menggerakan kedua jarinya keluar masuk di dalam memek Clara, di selingi dengan jilatan di clitoris Clara. Slookss… Slookss… Slookss… Semakin lama semakin cepat Dedi mengocok memek kekasihnya yang tampak sudah hampir mencapai puncaknya.
Beberapa detik kemudian, tubuh indah Clara melejat-lejat, pantatnya terangkat. “Oughkk….” Jerit Clara ketika ia mendapatkan orgasmenya.
Creeettsss… Creeettsss… Creeettsss…
Pantat Clara kembali terhempas ketika orgasme itu dengan perlahan mulai mereda.
Selagi membiarkan kekasihnya beristirahat, Dedi menanggalkan pakaiannya hingga ia telanjang bulat. Kontolnya yang besar tampak mengacung di hadapan Clara yang tampak senang menatap kontol Dedi.
Tanpa di minta Clara meraih kontol Dedi, ia menggenggam dan mengusap kepala kontol Dedi. Dengan tatapan yang menggoda Clara menjulurkan lidahnya menjilati kepala kontol Dedi yang berbentuk jamur. Sapuan lidah Clara sukses membuat Dedi mendesah nikmat.
“Ughkk… Enak sekali sayang!” Puji Dedi.
Clara yang belum selesai segera melahap kontol Dedi, kepalanya bergerak maju mundur menghisap kontol Dedi yang terasa hangat di dalam mulutnya.
Tidak sampai di situ saja, Clara juga memanjakan kantung telur Dedi. Ia membelainya dengan seksama, membuat Dedi sampai tak sempat untuk bernafas sanking nikmatnya oral seks yang di lakukan Clara.
“Cukup sayang.” Pinta Dedi terengah-engah.
Clara tersenyum penuh kemenangan. “Masukan sekarang sayang.” Pinta Clara sembari memutar tubuhnya hingga menungging.
Plaak…
“Mantab ni pantatnya anaknya Kiayi.” Ujar Dedi.
Clara yang mulai gusar tampak tak sabar. “Ayo masukan Ded! Gue udah gak tahan.” Jerit kecil Clara yang tampak mulai tidak tenang.
“Oke sayang.” Seloroh Dedi.
Pemuda itu segera menghujamkan kontolnya ke dalam memek Clara. Menghentak membuat Clara menjerit. “Auww… Aahkk… Pelan-pelan.” Rintih Clara.
Kedua tangan Dedi mencengkram pinggul Clara sembari memacu kontolnya keluar masuk di dalam rongga surgawi milik anak yayasan pesantren. Ah… Betapa beruntungnya Dedi bisa merasakan memek dari anak Yayasan.
Ploooookkss… Ploooookkss… Ploooookkss…
Suara merdu perpaduan antara kedua kelamin mereka bagaikan melodi erotis yang menemani persenggamahan terlarang yang mereka berdua lakukan.
Hentakan-hentakan kontol Dedi yang tanpa ampun menjorok-jorok memek Clara, membuat tubuh gadis cantik itu ikut terhentak-hentak kedepan. Nafasnya kian terengah-engah seiring dengan rasa nikmat yang semakin menjadi-jadi menerpa tubuh indahnya yang telah bermandikan keringat.
“Enak sekali memekmu sayang.” Seloroh Dedi.
Telapak tangannya meraih buah dada Clara yang tampak ikut bergoyang.
Sodokan yang di padukan dengan remasan diatas payudaranya membuat Clara kian tak tahan. Dan benar saja, tidak lama kemudian Clara kembali mencapai puncak kenikmatannya.
“Oughkk… Auww… Sssttt…” Erang Clara.
Tubuhnya menegang hebat, dan tampak lelehan lendir cintanya menetes hingga ke seprei tempat tidurnya.
Dedi segera mencabut kontolnya, menatap nanar bibir memek Clara yang tampak kemerah-merahan setelah di hajar habis-habisan oleh kontolnya.
“Gimana enak?” Goda Dedi.
Clara memutar tubuhnya sembari mengangguk. “Kamu belum puaskan sayang?” Lirih Clara sembari tersenyum hangat kearah Dedi.
“Tentu saja.” Jawab Dedi sumringah.
Clara segera melepas rok hijau yang masih melekat di pinggulnya, hingga kini ia hanya menyisakan jilbab putih yang sudah tampak aut-autan karena pertempuran mereka barusan yang terasa begitu panas. Ceritasex.site
Ia menuntun batang kontolnya yang sudah tampak sangat basah untuk kembali menjelajahi lorong memek kekasihnya yang terasa sangat hangat dan nikmat itu. Dengan satu dorongan kontolnya amblas ke dalam memek Clara.
“Oughkk…” Lenguh keduanya.
Dedi kembali memacu birahinya, kontolnya menghentak-hentak menyodok memek Clara.
Dengan kecepatan penuh ia mengagahi anak dari seorang ketua yayasan. Sungguh beruntung bagi dirinya karena berhasil memperawani anak Kiayi Haji Umar.
“Aku dapat… Dapat…” Teriak Clara panik.
Kedua tangan Clara di tarik dan di minta untuk memeluk lehernya. Dengan gerakan cepat Dedi menggendong Clara dari depan sembari tanpa menghentikan pompoan kontolnya di dalam memek Clara yang terasa makin berkedut-kedut, membuat Dedi sudah hampir mencapai batas pertahanannya.
Bibir mereka kembali bersatu menikmati persenggamahan terlarang yang tengah mereka lakukan.
“Oughkk…” Lenguh mereka bersamaan.
Croooottss… Croooottss… Croooottss…
Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr….
Masih di dalam gendongan Dedi, mereka berdua tampak menikmati sisa-sisa orgasme yang baru saja mereka dapatkan dari persetubuhan yang cukup melelahkan.
“Udah baikan?”
Dedi dan Clara tampak terbengong-bengong ketika melihat Laras yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar sembari meletakan nampan berisi minuman. Tentu saja kedua anak manusia itu sangat ketakutan, karena bagaimanapun juga Laras adalah Istri dari seorang Kiayi.
Tapi perkataan Laras selanjutnya membuat kedua anak manusia itu tampak keheranan. “Maaf Umi ganggu, silakan di lanjut, Umi mau masak buat makan malam.” Ujar Laras, lalu pergi begitu saja meninggalkan mereka berdua.
Clara dan Dedi yang masih tampak shock saling melempar pandangan selama beberapa saat.
Bersambung…