Masih saja si otong berdenyut (dasar obat sial pikirku), kucoba tenang dan tetap menikmati rokok tidak lupa menenggak habis air putih didalam kamar dengan harapan si otong bisa tidur dalam sangkar.
Kucoba mengalihkan perhatian dan pikiranku dengan membuka laptop untuk mengerjakan tugas kantor. Tidak terasa waktu cepat berlalu dan jam pun sudah menunjuk pukul 03.
Silau matahari dari sela korden kamarku membuatku terhenyak bangun, kulihat jam sudah pukul 08.30 (wah telat sudah aku ke kantor, aku kesiangan gara-gara menghajar memek Bi Lastri semalam) dengan seribu alasan, aku ijin tidak masuk kerja ke HRD kantorku tapi tetap tugas sudah aku kirim sehingga beban di pikiranku pun sedikit berkurang.
Kegiatan formalitas kantor sudah beres (dengan masih telanjang bulat) aku keluar dari kamar menuju ruang makan. Makanan sudah tersaji dan siap untuk dilahap, tapi mana ini makanan untuk si otong (morning sick si otong nyari tandem nya semalam).
Terdengar suara air dari dapur dan ternyata Bi Lastri sedang membereskan alat masak yang telah dipakai memasak tadi.
“Pagi bi…”, sahutku
Bi Lastri: “ehh, mas adi udah bangun toh?”
“iyaa bi, bangun tapi kesiangan”, sambil garuk-garuk kepala.
Bi Lastri: “iya mas, bibi tau kok.. mas adi sama ‘itu’ juga bangunnya kesiangan,” jawabnya genit sambil nunjuk si otong.
(edaann… dikode lagi aku, ini stw minta dihajar lagi memeknya) pikirku.
Sengaja kutunggu Bi Lastri selesai membereskan cuciannya, setelah kiranya selesai langsung kedekap Bi Lastri dari belakang dan sesuai dengan SOP (standart operasional prosedur) persetubuhan, tanganku mulai bergerilya ke tubuh perempuan tua ini. Tangan kananku meremas buah dadanya dan tangan kiriku membantu mencoba menaikan kaki sebelah kirinya agar bisa naik di dekat wastafel tempat cuci piring tadi.
Bi Lastri: “ahhh… mas adi, ini masih pagi loo mas.” sahutnya, hirauannya jelas sudah tidak kugubris (bagaimana bisa ditahan, si otong sudah lalayeye begini).
“udalah bii, si otong ini loo sudah enggak bisa diajak kompromi”, jawabku sekenanya sembari tangan kiriku sudah masuk dua jari ke lubang memek Bi Lastri.
Bi Lastri: “aahh.. uhhh… pelan to ma.. ssshhh.. ah,” desahnya. Prosesi perLastrinan jari cukup 2 menit, sejurus kemudian Bi Lastri aku suruh untuk turun ke bawah biar si otong dapat service isapan dari mulut pembantu tuaku ini.
“aaahhh… bii, teruuss…”, jawabku menikmati isapan Bi Lastri sembari kedua tanganku memegang kepalanya yang masih tertutup hijab (ini cara ampuhku untuk mengatur ritme biar si otong engga buru-buru keluar gan). PerLastrinan BJ pun segera aku akhiri, kugandeng Bi Lastri untuk masuk ke kamarku.
Sampai dikamar…
“Bi Lastri, daster sama dalemannya dibuka dong!”, pintaku
Bi Lastri: “iya mas adi, tadi malem masih kurang toh?,” jawabnya sembari melepas pakaiannya satu persatu.
Pemandangan seperti itu dipagi hari ditambah mengelus-elus si otong sama dengan horny tingkat dewa. Setelah telanjang bulat Bi Lastri kusuruh untuk tiduran dikasurku dan prosesi “69” kami lakukan.
Bi Lastri: “mas adi kok gayanya aneh-aneh to?… aahhh.. ahh,” desahan tanyanya
“Biar engga bosen bii…”, jawabku sambil meLastrinkan klitorisnya, “bii… lanjutin isepnya,” perintahku. Selang 5 menit berlalu, alhasil kedua kelamin kami pun basah, segera kuputuskan untuk menyetubuhi perempuan tua ini lagi. Dengan berganti posisi normal, kuarahkan si otong menuju liang senggama.
Bi Lastri: “Pelan yaa mas adii… ssss.. aahhh.,” sleeeepppp.. sleeppp.. sleeeppp
Bi Lastri: “aahhh… ahhhhh… mass, terus mas… ahh.,” plokk… slleppp… plookk… sleeppp, sengaja tempo perLastrinan aku buat naik turun agar Bi Lastri menggelinjang seperti ulat kepanasan.
“aaahhh… ahhhh, bii… memekmu bii… ahh.. ahhh.”, sebisanya aku nikmatin tubuh perempuan tua ini.
Ditengah-tengah acara pergumulan kami berdua, bel rumah berbunyi. Sontak hal ini membuat kami berdua kaget, kulihat dari sela jendela kamar sembari Bi Lastri memakai pakaiannya kembali. Ternyata Pak RT datang untuk bertamu.
“Bii… bilang saja saya kurang enak badan, nanti agak malam saja biar saya yang kerumah pak RT.”, (sial pikirku, lagi ditengah-tengah medan pertempuran)
Bi Lastri: “enjihh mas.,” sambil lalu ngelonyor keluar kamar.
Selesainya menemui pak RT, Bi Lastri bergegas masuk lagi kedalam rumah berlalu ke kamarku. Seperti tidak mau kalah, kali ini Bi Lastri yang mendekapku dari belakang karena mendapati aku sedang mengocok si otong sembari berdiri.
Bi Lastri :“aduuhh… kasian mas adi, keganggu yaa tadi.” jawabnya genit sembari tangan kanannya meraih si otong.
“iyaa nih bii.. aahhh.. sshh, terus kocokin bii…”, jawabku sembari membuka 3 kancing depan dasternya, sehingga leluasa lah tangan ini meremas buah dada yang besar dan menggelantung mirip pepaya kepunyaan Bi Lastri ini.
Tidak lama kemudian, sudah kurasakan si otong menegang tanda mau memuntahkan cairan gantengnya.
“aahhh… bii, aku mau keluar niih, sss.. aahh, bibi tiduran sebentar dikasur ya”, Bi Lastri pun menurut saja sembari mengangkat dasternya dan memegangi kedua pangkal pahanya.
Bi Lastri: “Pelan ya mas adi, inget loo bibi sudah tua.,” sahutnya
(inget sudah tua tapi mau aja disuruh ngangkang pikirku), sleeeppp… sleeppp.. sleepppp, plokk.. plokkk.. sleeppp goyangan buah dada Bi Lastri mengikuti hujuman si otong ke memek tuanya itu.
Bi Lastri: “aahhh… ahhhhh.. ahhhh… masss.. aahhhh ayo mass.. aahhhssshhh.”
“aaahhh… ahhhh… biii… aku keluarin di mulutmu yaa… aaahhh..”, jawabku tanpa ba bi bu kuarahkan si otong ke dalam mulut pembantuku ini.
“aaahhhhhhhhh… sssssshhhh.”, crett… crettt… crettt, air manipun masuk kedalam mulut Bi Lastri dan spontan pula ditelan lah air maniku itu.
Bi Lastri: “aduuhh mas, pejumu ketelen kan.,” jawabnya sembari mengusap sisa-sisa air mani yang tertinggal di sekitar mulutnya.
“obat awet muda bi..”, candaku sambil cekikikan.
Sambil duduk dikursi meja belajarku dan menghisap rokok kesukaan, kulihat Bi Lastri masih di atas kasurku dan mengangkang.
“Oia bi, tadi pak RT ada apa toh?”, tanyaku
Bi Lastri: “iya mas, tadi pak RT bilang dan tapi juga kaget katanya mas adi nyari pembantu tapi sudah ada bibi.”
“ohhh… gitu.”, jawabku sambil mengingat memang waktu aku belum mendapat pembantu dari rekan kerjaku, aku juga minta tolong pak RT untuk mencarikan prt waktu ada kegiatan temu warga disini.
“Yaa uda bi, nanti malam saja aku ketempat pak RT. Sekarang perutku lapar bii, tolong disiapin yaa..”, manjaku
Bi Lastri: “enjih mas.,” sambil beranjak keluar kamarku dengan baju compang camping.
Setelah sarapan, aku sengaja memutuskan untuk tidur kembali agar stamina terjaga dan dapat digunakan untuk bersetubuh lagi dengan Bi Lastri.
Bi Lastri: “mass… mass adii, bangun mas.,” teriaknya didepan pintu kamarku. Hal ini memang aku biasakan ke Bi Lastri, jika tidak ada kepentingan jangan mengetuk pintu atau masuk kedalam kamarku.
“iyaa bi.. saya sudah bangun kok.”, sahutku.
Bi Lastri: “enjihh mas, tadi katanya mas adi mau ke pak RT?,” tanyanya.
“oiaa bi, hampir aku lupa. ya sudah aku mandi dulu bi.”, jawabku sambil berfikir geleng-geleng (ini PRT sudah STW, bisa masak, bersih-bersih rumah, cuci-cuci, budak seks, sekarang asisten pribadi… edaannn wes).
Akupun berlalu ke rumah pak RT…
Pak RT: “ehh… mas adi, mari masuk mas.,” sahutnya.
“iya pak, hehe.. maaf pak, tadi saya kurang enak badan.”, biasa kujawab sambil cengengesan.
Kamipun ngobrol panjang dan lebar, sehingga menjadi luas. Pada intinya ternyata pak RT sudah mendapatkan PRT dan sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi sesuai dengan kriteria saya. Namanya Sri, umur tidak jauh berbeda dengan Bi Lastri terpaut 3-4 tahun lebih muda. Yang terbesit dipikiranku bukan lagi masalah biaya gaji dan sungkan jikalau aku menolak pak RT, melainkan kalau ada si Sri ini bagaimana prosesi persetubuhanku dengan Bi Lastri.
Sambil lalu aku berjalan menuju rumah sambil berfikir. Sesampainya dirumah aku ingin membicarakan hal ini dengan Bi Lastri, siapa tahu dia juga ada solusi.
Bukannya percakapan dengan Bi Lastri serta solusi yang aku dapati, melainkan Bi Lastri sedang duduk bersandar di sofa ruang tv hanya memakai BH hitam berenda dan tangannya bergerilya sendiri/self service (tangan kanannya meremas buah dadanya, tangan kirinya meLastrinkan memeknya).
“loohh… kok sudah mulai duluan bii…”, candaku
Bi Lastri: “hhehe… iyaa mas, sambil nunggu mas adi pulang.,” jawabnya agak malu.
“oohhh… biar basah yaa bi. ”, lanjutku sembari membuka kaos dan Bi Imah dengan sigap membantu membuka celanaku. Bebaslah si otong yang sudah berdiri tanggung akibat melihat kegiatan Bi Lastri tadi. Dengan setengah jongkok, Bi Lastri mulai mengulum si otong, melihat buah dada yang bergoyang dan masih terbungkus BH hitam serta semakin nikmatnya kuluman dari pembantu tuaku ini membuat si otong tidak perlu waktu lama untuk berdiri tegak.
“Ayo bii.. bibi diatas.”, pintaku
Bi Lastri: “enjih mas.,” jawabnya sembari mengarahkan si otong ke dalam memeknya.
sleeeepppppp…
Bi Lastri :“massss… ahhhh… ahhhh.. ahhhh.”
“iyaa bii… ahhh… memekmu enakk.. ahhh.. ahh.” sembari digoyang kubuka kaitan BH Bi Lastri yang ternyata juga ada di bagian depan. Kupilin dan remas buah dada perempuan tua ini.
Bi Lastri: “ahhh… shhhh, iyaa enakk.. mass.. aahh.. ahh. ,” sleeppp… plokkk.. plook… sleepp… (gila pembantuku ini, hanya bermodal perLastrinan semalam dia sudah lihai mengatur tempo naik turun genjotan) pikirku. Tidak mau kalah, kusudahi prosesi WOT ini dan kudorong Bi Lastri sehingga posisinya miring diatas sofa.
Namanya juga PRT STW, nurut saja dia mengikuti kemauanku. Dengan posisi itu, agak setengah berdiri dan kaki kirinya berada dipundakku sehingga terlihat jalan yang pas untuk si otong menghujam memek tua Bi Lastri. Buah dada nya menempel dan bergoyang akibat posisi miring ini serta tusukan dari si otong.
Plookk… plokk… plokkkk… plokkk, percepatan dimulai
Bi Lastri: “aahhh.. mass.. pelan mas.. ahh.. mas adi.. ahhhh…,” cuma itu kata yang keluar dari mulut pembantu tuaku.
“ahh.. ehhh.. ehhh… ta.. hann bi.”, kujawab dengan tetap mempertahankan ritme tusukan si otong.
Dengan posisi miring itu cukup kusadahi dalam tempo 5 menit, karena banyak tenaga untuk menahan berat badan dengan posisi setengah berdiri. Kulepaskan si otong dari dalam sangkar memek tua Bi Lastri dan aku duduk bersandar di sofa. Sengaja kubiarkan sebentar Bi Lastri dan aku sendiri untuk mangatur nafas sembari menikmati denyutan-denyutan yang terjadi akibat persetubuhan tadi.
Tak lama berlalu…
“Bii… isep dong.”, pintaku
Bi Lastri: “enjih mas..,” menjawab sembari membetulkan posisi dan melepas BH hitam nya yang sudah setengah terbuka. Dengan posisi nungging dia jilat dan isap si otong, sedangkan aku dengan leluasa meLastrinkan buah dada perempuan tua ini yang lebih terlihat menggantung dan besar karena posisi nya itu.
“sshh… ahhh, ahhh.. bii terus bi..”, desahku, entah karena keenakan atau apa, si otong sedikit memuntahkan cairan gantengnya (ini sudah keluar atau pre cum yaa pikirku).
Bi Lastri: “loh, mas adi kok engga bilang bibi kalau sudah mau keluar?,” tanyanya
“engga bi, kayaknya belum deh. Tuh liat si otong masih berdiri, tapi udah kerasa sih emang” jawabku.
Tanpa jawaban dari Bi Lastri, langsung saja kusudahi prosesi kulumannya.
“ayoo bii, saya mau keluarin di dalem memek Bi Lastri.” sahutku.
Slepppp… sleeppp… plok.. plokk.. plokkkk
“aaaahhhh… biiii, ak… aku keluar.. ahhhh.. yaaa…”, teriakku
Bi Lastri: “aahhh… ahhhh.. ah.. mas, pe.. jumu maa.. ssshhh.. aahh.. ahhh.”
crett… crett.. crettt… serrr, setelah si otong muntah tetap kudiamkan didalam memek Bi Lastri dengan kuperlahan tusukan si otong sembari menikmati buah dada Bi Lastri.
“ahhhhh (lega)… malem ini bibi tidur lagi dikamar saya ya?”, tanyaku dengan posisi tetap di atas Bi Lastri
Bi Lastri: “enjihh sayaang…,” jawabnya sambil menyolek hidungku.
(sayang… sayangg… gundulmu itu) batinku, hhehee.
Didalam kamar akhirnya kami pun membahas masalah Bi Sri yang akan bekerja juga dirumahku, awalnya agak bingung untuk memulai dan menjelaskan ke Bi Lastri. Yang aku takutkan adalah terganggunya prosesi persetubuhan kami ini tapi seakan disambar gledek (petir) dan hatiku pun sedikit berdegup kencang mendengar kata yang keluar dari Bi Lastri.
Bi Lastri: “kalau bibi engga masalah mas, kalau sri mau.. diajak aja sekalian kayak bibi gini sama mas adi.,” sambil tertawa kecil. eaaaaaaaaa…
Bersambung…