Kulihat raut muka Bi Sri yang memang tampak sedikit lebih muda dari Bi Lastri itu antara kikuk dan atau takut, karena tahu akan digagahi majikannya dan bersetubuh dengan pria lain selain suaminya.
Tanpa banyak kata, kusuruh dia untuk menanggalkan pakaian yang dikenakannya, satu per satu dilepasnya hingga telanjang dan terlihat bongkahan dada yang tidak kalah besar dari Bi Lastri namun sedikit mancung serta daerah kemaluannya yang agak lebat tertutup rambut.
Tak ayal, dengan pemandangan itu si otong bereaksi dengan semakin keras dan menyembul dari balik CD yang aku kenakan. Kuhampiri Bi Sri yang sudah terduduk di pinggir kasur tidurku, dengan sigap kulepaskan CD hitamku dan kutuntun Bi Sri untuk segera mengulum si otong. Slreepp… sruupp… slrepp… sembari aku meLastrinkan kedua buah dadanya.
Sleeppppp… blesssss…
Bi Sri :“aahhhh… deeeeeeeeennn…”, erangnya dengan kedua tangannya merangkul leherku.
Sleeeppp… sleepp… plookk.. ploookkk, bunyi dari gerakan yang menghujam keluar masuk memeknya
Bi Sri :“ahh.. ahh.. ahh.. ahh…”, serunya
“gimana bi? enak… hh.. hhh”, sahutku
Bi Sri :“e… aahh.. aahhh.. nakk… dee… n… ahh. aahh”, jawabnya
Beberapa menit kemudian, kuajak Bi Sri untuk berganti posisi. posisi normal dengan posisi Bi Sri dibawah dan aku diatasnya, dengan posisi ini aku dapat leluasa meremas salah satu buah dada Bi Sri dan menyiumi daerah lehernya (bawah telinga). Sleppp… slepppp… sleppp (dengan ritme stabil).
Bi Sri :“aahhh… ahhh, te.. rus.. aahh.. ahh.. dennn…”, keluhnya dengan bergelinjang karena tusukan si otong dalam memeknya, tanganku yang meremas buah dadanya dan ciuman di lehernya.
Desahan-desahan yang Bi Sri keluarkan semakin membuatku terpacu dan semakin kupercepat tusukan si otong. Sleeppss… ploo.. ploookk.. plokk…
Bi Sri :“aahh… denn… aahh… aahhhh.. terus den… ahhhh.. ahhh.”
Bi Sri :“dee… nn… aahh.. ahhh.. ahhhh…“suara yang keluar dari mulutnya, semakin kuperdalam tusukan si otong dalam memek Bi Sri. Tidak tahu berapa lama yang pasti keringatku pun mengucur membasahi badanku dan Bi Sri.
“aahh.. ahhh… aku.. mau kelu.. arr… bii.. aahh.. ahhh…”, kataku, Bi Sri pun tidak menjawab namun merespon dengan menaikan pinggulnya seiring dengan tusukan yang otong berikan.
Sleepppp… sleeppppp… sleepppp… kuangkat badanku dengan tetap memacu si otong ke dalam memek tuanya, kedua tanganku terus dan tetap meLastrinkan, meremas kedua buah dadanya yang sudah tidak seberapa kenyal itu, sleepppp.. sreppp… plookk… sleeppp…
“aaaahhhhhhh…!“sahutku memekik saat si otong memuntahkan cairan ganteng ke dalam memeknya.
Dengan nafas kami berdua yang masih memburu, tetap kudiamkan si otong didalam memek yang berwarna coklat kehitaman milik Bi Sri ini.
Kutarik perlahan si otong untuk keluar… sleeepps… plug…
Bi Sri :“aahh… sudah lama bibi tidak begini denn.. hhahh.. hahh”, jawabnya sembari akan mengambil BH didekatnya.
“loohh… kok sudah mau dipakai BH nya bi?”, tanyaku.
Bi Sri :“hehe, iyaa den… bibi malu.”, menjawab dengan tangan kanan menutupi payudara nya. (padahal tangan kananku masih ada di bawah lingkar payudaranya).
“tunggu doongg bii…!”, kataku dengan sigap memasukan si otong kembali kedalam memeknya… SLEeeeeppppp… blesss… preeutt…
Bi Sri :“aahhhhhh… dennnnnn… aahhh… ahhh… belum selesai toh den adi?! ahhh.. ahhh.. aahhh”, jawabnya sembari kusetubuhi dengan tempo agak cepat.
Sleeppp… sleeppp.. slepppp… plookkk… plokkkk…(aaahh… ahhhh.. ahhhh), suara yang kita timbulkan.
Entah berapa lama kami berpacu syahwat, yang jelas 2 kali Bi Sri menerima air maniku.
Haripun sudah beranjak malam, aku dan fajar ngobrol dan makan seperti biasa seakan tidak ada hal aneh yang terjadi (hanya dibenakku yang berfikir kami berdua telah menyetubuhi dua orang perempuan tua yang bekerja dirumah ini).
Selama Fajar menginap, Bi Lastri pasti melayani nafsu bejat tamu sekaligus sahabatku ini, entah itu malam hari atau pagi hari sebelum kami berangkat bekerja. Tak pelak keadaan itu membuatku risih sehingga aku selalu menunjukkan gelagat tidak enak didepan mereka, entah saat mereka akan bersetubuh ataupun saling mengkode saat makan.
Beberapa hari sudah tidak kusetubuhi perempuan-perempuan tua ini baik Bi Lastri maupun Bi Sri, kuputuskan untuk mengakhiri paceklik si otong dan memek tua yang mereka miliki. Suatu malam dirumahku, setelah makan dan minum pil ajaib aku duduk di sofa tengah ditemani Bi Lastri yang duduk di bawah melihat sinetron sedangkan Bi Sri sedang membereskan makanan didapur.
“bi…?”, panggilku ke Bi Lastri
Bi Lastri :“iya mas adi…”, sahutnya
“nanti malam, aku minta ‘jatah’ ya?”, tanyaku ketus
Bi Lastri :“lohh… kok tumben mas, bukannya biasanya ngajak sri ya mas adi?”, kilahnya
“abis ini Bibi ajak sri masuk ke kamarku.. malem ini si otong pengen ngerasain tubuh bibi sama sri barengan!”, perintahku
Bi Lastri :“ahh.. mas adi mesti aneh-aneh maennya…”, timpalnya enggan
“mau bonus gak bi? lumayan looh!”, jawabku merayu. Sejenak Bi Lastri terdiam dan menuruti niat bejatku.
Waktu sudah menunjukkan pukul 21.30, kulihat dari sofa mereka berdua sudah beranjak berjalan masuk kekamarku hanya dengan memakai kain jarik yang menutupi. Bergegas kususul mereka sembari melepas pakaian yang kukenakan hingga telanjang. Kututup dan kukunci pintu kamarku, terlihat Bi Lastri dan Bi Sri sudah duduk bersebalahan di tepi kasurku.
“isep bi…”, perintahku ke Bi Lastri, tanpa kata tangannya menggapai si otong dan mulai mengulumnya. Slreeepp… seep.. sepp…
Sembari Bi Lastri mengulum si otong, kutarik tangan Bi Sri untuk berdiri di sebelahku. Dengan perintah tangan-tangan jahilku (tangan kiri memegang kepala Bi Lastri dan tangan kanan mengarahkan kepala Bi sri) agar mencium dan meLastrinkan putingku.
“aahhh… ahhhh… iyaa gitu bi, pinn… terrr… shh”, sahutku saat mereka berdua bekerjasama memuaskan nafsuku dan kulepas/tarik jarik yang mereka pakai.
srett… terbuka dan telanjanglah dua perempuan tua ini didepanku, payudara mereka yang ranum bergelantungan seirama dengan gerakan badannya sembari kuremas dan kupilin cukup kencang.
Kurasakan sudah cukup tegang daya tusuk si otong, kuperintah mereka untuk WOT secara bergantian (satu WOT dan yang lain diatas mukaku untuk kujilati memeknya atau berbaring disebelahku), Slepppppp, blesssss… sleppp.. sleeppp… ahhh… ahhhh… ahhh (terdengar desehan Bi Lastri dan Bi Sri bersahutan).
Prosesi WOT tetap kulakukan bergantian, terkadang Bi Sri tidur mendekap disampingku atau Bi Lastri sehingga dengan leluasa tangan-tangan bajinganku memeras payudara yang besar nan menggantung milik perempuan-perempuan tua budak seksku ini secara bersamaan.
Bi Sri (sewaktu diatas):“aahhh… ahhhh… dennn… enak den… ahhh.. ahh.”, sahutnya sembari ditusuk si otong dari bawah.
Bi Lastri (sewaktu Bi Sri WOT dan dia disebalahku dan tanganku memegang buah dadanya):“ahhhhh… ayoo mas adi, genjot sri mass… shhhh, tetekku sudah keras mass.. sshhh”, sambil berbisik ke telingaku. slepppp… sleepppp… pluug.. plookk… slepps..
20 menit berlalu, prosesi WOT yang Bi Lastri dan Bi Sri lakukan membuat si otong tidak berdaya dan ingin segera memuntahkan cairan gantengnya.
“aaaahh… ahhhhh biiiii… aku mau… keluar iniiii… aahhh… ahhh”, kataku saat Bi Lastri WOT. Tahu akan keluar, dengan sigap Bi Lastri berhenti melakukan hisapan pada memeknya dan segera mengocok si otong dengan cepat sembari Bi Sri tetap mencium dan meLastrinkan puting-putingku yang sudah mengeras (akupun tetap meremas payudara Bi Sri dan tangan satunya memegang paha Bi Lastri).
Bi Sri :“(creppp… creeppp… slrrppp)”, tidak menghiraukan eranganku
Bi Lastri: “aahhh… ayooo mass… keluarin pejumu… ahhh.. shhhh”, jawabnya nakal dengan tetap mengocok si otong dengan cepat
“aaaahhhhh… biiiiiiii… terus begitu biiii!”, cretttt… crettttt… cretttt… air maniku pun mengalir deras, sebagian mengenai muka Bi Sri pun banyak di tangan Bi Lastri.
Bi Sri :“aaahhh… den…”, katanya sambil menyeka muka yang terkena air maniku.
Bi Lastri :“ihhh… banyak loo mas… pejumu,, sshhhhh”, desahnya dengan tetap mengurut si otong dan buah zakarku dengan tempo lambat.
Dengan keringat bercucuran, kami putuskan mengakhiri malam itu dengan tidur bersebalahan (aku ditengah diapit budak-budak seksku).
Di penghujung malam, aku terbangun karena haus melanda. Kuberanjak dari tidur untuk meminum air dikamar, setelah habis kuputuskan untuk kembali ke kasur tetapi dengan pemandangan perempuan telanjang yang tergolek lemas di kasurku membuat si otong kembali berdenyut. Kuhampiri dan kuelus lembut memek Bi Sri, diapun hanya mendesah ringan.
Bi Sri :“ss.. hhhh… shhhh.. aahhh, kok bangun denn?? ayoo tidur lagi den…”, jawabnya manja lirih, tidak berhenti tetap kucoba memasukan si otong dengan lembut dan lambat. Blesss… cplakk… slleeppp…
“ahhh… hhhh… hmmmm…”, suaraku pelan menikmati tiap goyangan si otong dalam memek Bi Sri, tidak lupa kuciumi kedua payudaranya yang ikut bergolak.
Bi Sri :“ahhh… deee.. nnnn.. ahhhhh… ahhhhh”, jawabnya menikmati, slepppp… slepppp… sleeppp, tusukan si otong yang lambat nan pasti ini.
Bi Sri :“aahh… sshhh… hhh… de… nnn…”, suaranya dan goyangan persetubuhan kami membangunkan Bi Lastri dan berbalik badan melihat kami berdua bersenggama.
(Sleepp… sleeppp.. ahhh biiii… sleeppp… deenn… ahhh), suaraku dan Bi Sri. Tak disangka (shhhh… ahhh.. ss.. hhh), suara Bi Lastri dengan mengelus kembali memek tuanya.
Kusudahi genjotanku di liang senggama Bi Sri dan berpindah posisi untuk bersiap menyetubuhi Bi Lastri, blesssss… pluug… sleppp.. sleeppp…
Bi Lastri :“ahhh.. ssshhh… pelan.. massss… shhh”, sahutnya sembari meremas salah satu payudaranya yang besar.
“ii… yaaa… biii, ahhh… ahhhh”, lanjutku.
Bi Lastri :“shhhhh… ahhh, kontolmu massss… ahhh… ahhh”, jawabnya getar.
Ronde kedua ini tidak berlangsung lama, kusudahi dengan menyuruh perempuan-perempuan tua ini duduk dan aku berdiri pas dihadapan muka mereka sembari mengocoks si otong. crettt… crettt… creett… suur (air maniku pun tumpah dan menetes di sela-sela payudara besar mereka) pun Bi Lastri dan Bi Sri berlanjut untuk mengulum si otong secara bergantian.
Begitulah cerita persetubuhanku dengan Bi Lastri ataupun Bi Sri (prt stw). Hampir tiap hari kugilir tubuh tua mereka baik terpisah atau bersamaan, entah itu dikamarku, kamar mereka, ruang tengah, kamar mandi ataupun dapur saat salah satu diantara mereka tetap melakukan kegiatan ataupun menolak karena capek.