Dewi di kamarnya berbaring, tapi matanya tidak terpejam, masih terbayang jelas adegan yang dia saksikan tadi. Setelah tiba di kamar barulah ia bisa memikirkan secara jelas hal tadi. Apa yang disaksikannya tadi amat mengejutkan juga membuat dirinya marah, Bagaimana bisa mama dan Aldi… itu jelas terlarang, lain halnya kalau Aldi dengan Alita lain, mama dengan pria lain, tapi ini…
mereka ibu dan anak. Aldi juga lelaki, badannya bagus, wajahnya ganteng, usianya juga sedang kritis-kritisnya sama yang namanya seks, kalaupun ia sudah mengenal dan melakukannya, aku bisa paham. Aku sendiri juga sudah sering melakukannya dengan pacarku. Tapi mengapa harus dengan mama, mengapa Al?
Dan mama kenapa kau harus melakukannya dengan Aldi, anakmu? Apa yang sudah terjadi selama ini..??? Kalau dilihat dari panasnya adegan tadi, wajah mereka yang bahagia juga mesranya mereka, nampaknya hal ini sudah berlangsung lama, pasti ini juga karena aku yang tidak ada di rumah ini. Kesempatan mereka amat besar.
Lalu kenapa aku tadi bisa terangsang…?? Ah persetan dengan itu, wajar saja kan, kalaupun itu bukan mama dan Aldi tapi bila melakukan persetubuhan sepanas tadi, pastilah aku yang melihatnya akan terangang, akukan Alita normal. Tapi bukan itu yang harus aku pusingkan. Besok saat mama kerja, aku akan minta keterangan semuanya dari si Aldi, hal ini nggak bisa dibiarkan berlanjut.
Aldi, Aldi adik kecilku ini ternyata sudah menjadi lelaki yang jantan yang mengerti bagaimana memperlakukan dan memuaskan Alita… egh… tongkolnya juga besar dan panjang… gimana rasanya bila tongkolnya menyodok memiawku… Arghhh… kenapa jadi mikirin tongkolnya adikku, mana bisa begitu, dia kan adikku, masa aku bisa memikirkan kemaluan adikku di saat seperti ini.
Pagi itu aku bangun terlambat, mama sudah berangkat kerja. Mama tidak terlalu ketat untuk urusan sekolah, dari dulu kalau aku bolospun mama tidak marah dan melarang, karena tahu nilai raportku selalu baik, jadi mama tidak terlalu khawatir. Masih terasa capek badanku akibat menggempur mama habis- habisan semalam.
Heran, mama masih kuat saja untuk pergi kerja pagi ini, padahal kan mama yang punya Perusahaan, bisa santai dikit gitu… ups tapi nggak juga deh, kan mama bertanggung jawab akan kelangsungan Perusahaan dan juga karyawannya. Salut banget aku sama mama. Aku bermalas-malasan sebentar, tidak berapa lama aku bangun.
Kulihat kak Dewi sudah di sana, sudah mandi dan rapi, sedang membaca koran, kayaknya sudah kelar sarapan, tinggal tersisa kopi instantnya yang belum habis. Kudiamkan saja, aku langsung mengambil roti dan membuka kulkas menuang susu, lalu duduk memulai sarapanku. Tidak berapa lama, aku selesai dan bengong, nggak ada kegiatan yang mendesak, jadi santai saja.
“Nggak sekolah lagi Al…” Kak Dewi menanyakan dengan nada suara yang amat manis.
“Enggak.. malas.”
“Malas apa capek Al?”
“Capek kenapa kak?” jawabku tertawa, mengira kak Dewi sedang meledekku seperti biasa.
“Capek ya capeklah Al?”
“Ah Aldi nggak ngerti maksud kak Dewi.”
“Biar aku perjelas ya Al, maksudku kamu capek pasti kamu paham. Semalam ngapain kamu di kamar mama?” suara kak Dewi tiba-tiba berubah tegas dan dingin. Deg… jantungku seakan berhenti berdetak. Apa maksudnya, mungkinkah kak Dewi tahu dan menyadari apa yang terjadi, namun aku masih mencoba menjawab dengan santai dan ringan.
“Kan semalam aku tidur di kamarku, terus pas malam aku bangun kencing, mungkin karena kondisi mengantuk aku jadi masuk ke kamar mama. Kenapa sih, kan kakak tahu aku juga biasa tidur di kamar mama.” Jawabku setenang dan semeyakinkan mungkin.
“Oh tidur. Benar hanya tidur Al..?”
“Lha iyalah… kak.”
“Gini ya Al kukasih tahu, semalam aku susah tidur, jadi aku bermaksud mengambil buku di kamar mama untuk kubaca sampai ngantuk. Tapi saat aku ke sana aku lihat pintu kamar mama tidak tertutup rapat, karena nggak mau mengganggu, maka aku dorong pelan-pelan. Iya sih kamu sama mama lagi tidur. Tapi lucunya dua-duanya bugil, dan gaya tidur kalian aneh sekali, masa sampai bergumul dengan hebatnya, sampai perlu kamu memasukkan tongkol kamu ke memiaw mama, itu namanya ngent*t Al, bukan tidur.
Aku terdiam membisu. Wah… ribet nih, baru kali ini kudengar kak Dewi mengucapkan kata-kata kotor, gimana nih? Tak urung aku berpikir juga kalau sekarang kakakku amat pintar mengelola kata-katanya, ringan tapi kejam dan menghujam ke sasaran, hebat juga kakak, baru kuliah psikologi sebentar, gayanya sudah pro banget…
Hei, hei stop bukan saatnya kagum, ada hal serius nih, kak Dewi tahu dan melihat apa yang terjadi semalam antara aku dan mama. Dan jelas sekali dia tidak suka dan tidak mau mentoleransi hal tersebut. Kayaknya sudah tidak bisa mengelak lagi, aku harus terus terang dan menjelaskan semuanya supaya kak Dewi paham.
“Ya sudah, kakak sudah paham kan dengan apa yang kakak lihat semalam?”
“Paham apanya, gampang amat kamu ngejawab hal itu Al.”
“Ya memang segampang itu kak, sederhana saja, aku dan mama memang melakukan hubungan seks!”
“Kamu nggak punya otak ya Al, dia mama kamu, mana bisa kamu melakukan hal seperti itu?”
“Bisa saja dan sudah terbukti kan, kakak melihatnya sendiri kan …”
“Diam kamu, aku nggak peduli kalau kamu melakukannya dengan wanita manapun yang kamu suka. Tapi kenapa kamu harus melakukannya dengan mama?”
“karena kami melakukannya suka sama suka dan saling membutuhkan.”
“Ah, kamu asal saja bicara, paling juga karena kamu yang masih muda Cuma mau memuaskan nafsu bejat kamu, dan juga mama yang kegatelan… kalian berdua sama gilanya” Aku jadi emosi mendengar kata kak Dewi barusan, segera saja aku berdiri.
“Jaga mulutmu kak, jangan sekali-kali kamu menghina mama, kamu nggak ngerti semuanya. Dalam satu hal kamu benar, aku nggak mau munafik, aku memang melakukan hal ini juga untuk kepuasanku. Namun kakak harus paham, mama itu juga Alita yang usianya masih membutuhkan seks. Apa kakak tahu mama itu sakit dan kecewa karena perceraian dengan papa.
“Tapi Al…”
“Diam dulu kak, aku belum selesai bicara. Kak Dewi nggak tahu kan, mama juga butuh seks dalam hidupnya, apalagi sebagai Alita di usianya sekarang, beda halnya kalau mama sudah tua atau renta, mama masih muda, cantik, apa kakak tidak bisa memahami kalau mama memendam semua hasratnya ke dalam hatinya yang terdalam.
Lalu aku bisa mengetahui hal itu, Jujur memang aku tergoda dan amat terobsesi dengan mama, terserah apa penilaian kakak. Akhirnya mama mulai bisa memuaskan kembali hasratnya, dan mama merasa aman dan tidak takut akan sakit hati dan kecewa karena dia percaya ama aku. Kami saling menyayangi dan merasa tidak ada yang salah dengan hal ini.
Jadi kuharap kakak mau mengerti, dan satu hal yang pasti, cukup denganku kakak mempermasalahkan hal ini, jangan pernah kakak mengusik mama sekalipun, aku akan marah sekali kalau kakak melakukannya.” Aku meluapkan semua emosiku.
Kak Dewi langsung berdiri, diambilnya koran dan dilempar ke arahku sambil berteriak “Kamu hanya mencari pembenaran saja atas perbuatan kalian. Segala macam alasan yang kamu katakan adalah omong kosong, dasar, kalian Cuma mencari kepuasan saja, menggelikan sekali. Kamu dan mama sama gilanya.” Dengan kesal kutarik dan kupegang lengan kak Dewi dengan cepat dan keras, kudekatkan mukaku ke mukanya
“Jadi apa masalahnya. Terserah kakak mau bilang apa, sudah pasti di manapun akan menilai hal ini salah, tabu, tapi persetan. Kalau aku melakukannya dengan mama, itu urusan kami, siapa yang rugi hah? Siapa yang kami sakiti hah? Kami punya alasan yang bisa kami terima satu sama lain. Bukan hanya untuk kepuasanku, tapi aku juga merasa senang, karena mama juga bisa kembali bahagia dan bisa memenuhi kebutuhan seksnya tanpa perlu rasa takut dan kecewa.”
Kak Dewi segera menepis tanganku, dan langsung bergegas melangkah keluar, wajahnya penuh kemarahan. Aku tidak berusaha mencegahnya. Tak lama terdengar suara mesin mobil dinyalakan dari garasi dan meninggalkan rumah, biar sajalah, paling dia menumpahkan kemarahannya sambil jalan ke luar. Daripada dia tetap di sini, yang ada kami akan terus berteriak dan berdebat.
Kini aku duduk sendiri, kepalaku pusing memikirkan pertengkaran kami barusan. Apa yang harus kulakukan, apa mama harus kuberitahu bahwa Kak Dewi sudah tahu hubungan kami. Ah, jangan, biar saja, tak perlu menambah beban pikiran mama. Terserah sajalah, aku yakin kakakku tidak akan menanyakan hal ini ke mama, karena pada dasarnya kakakku juga menyayangi dan mau mama bahagia, terlebih setelah perceraian.
Mungkin saat ini kak Dewi belum bisa memahami alasan yang melandasi hubungan kami, mungkin kak Dewi hanya melihat dari segi seks dan birahinya saja, memang hakikatnya hubungan seks yang kami lakukan untuk mendapatkan kenikmatan dan kepuasan, tapi itu harus diletakkan pada sisi terpisa, ah… sudahlah, nanti pasti dia kan mengerti.
Sorenya mama pulang, menanyakan ke mana kakakku, kubilang saja, tadi keluar mungkin ke rumah temannya. Mungkin karena aku lagi pusing memikirkan masalah tadi, aku tidak memanfaatkan ketiadaan kak Dewi untuk menggarap mamaku. Mama masuk ke kamarnya, mungkin istirahat dan mau mandi. Sekitar jam 7 kak Dewi pulang, wajahnya tampak biasa saja didepan mama, mengecup pipi mama dan mengucapkan salam, dan bicara seperti biasa dan tidak apa-apa.
Lalu masuk kamarnta, ganti baju terus mandi. Nggak lama mama selesai memasak dan kami segera makan, namun kak Dewi tampak dingin saja kepadaku. Kayaknya mama menangkap gelagat ini, dan menanyakan kepada kami apakah kami sedang bertengkar, namun aku dan kakak hanya berguamam singkat bahwa kami oke-oke saja.
Mamapun diam dan tidak bertanya lagi, biasalah namanya juga anak-anak, ada kalanya suka bertengkar dan diam-diaman, nanti juga baik lagi. Malamnya aku juga tidak menggarap mamaku, aku sedang kehilangan mood, jadi tidur saja. Paginya mama berangkat kerja dan aku juga segera memacu ninjaku ke sekolah…
Dewi kini sendirian di rumah. Duduk termenung di sofa, saat sendiri ini dia coba memikirkan dan mengolah semua hal yang terjadi antara mama dan adiknya. Mungkin saat sendiri dan tenang begini dia bisa memikirkannya dengan baik. Dia masih belum bisa menerima hal ini. Saling membahagiakan apanya… kebutuhan mama apaan, mereka bergumul dengan panasnya begitu kok, semua Cuma alasan, paling cuma memuaskan diri masing-masing…
huh dasar, lama dia memikirkan dengan kesal saat membayangkan bagaimana wajah mama dan adiknya yang penuh kepuasan dan birahi saat malam itu, terasa agak sesak di dadanya. Tapi kemudian dia kembali memikirkan kata adiknya, dia coba kesampingkan urusan seksnya. Memang benar setelah bercerai mama tidak pernah terlihat satu kalipun berjalan atau menjalin hubungan dengan pria manapun, semuanya dicurahkan untuk membesarkan aku dan Aldi, untuk bekerja juga.
Kalau untuk kecantikan dan menarik, Dewipun mengakui dan juga mengagumi mamanya, mustahillah kalau ada pria yang tidak tertarik dan mencoba mendekati mamanya saat itu. Tapi nampaknya mamanya memang menolak dan tidak pernah berusaha menjalin suatu hubunganpun. Kesampingkanlah faktor ekonomi, mama sangat mapan dan sukses, jadi mustahil mamanya menanti pria yang kaya, enggaklah enggak ini nggak masuk point yang harus kupikirkan.
Dilihat dari umur mama masih belum tua, masih menarik, dan juga memang sebagai Alita normal yang matang pasti masih mempunyai gairah seks yang tinggi, dari sini sudah jelas, bukan masalah kecantikan atau mama merasa dirinya sudah tidak menarik. Dewi segera meluruskan duduknya, benar juga, si brengsek Aldi ternyata bisa memahami hal tersebut, duh kenapa juga aku ini nggak bisa melihatnya, mungkin karena aku jarang di rumah ini.
Lama Dewi terdiam, mencoba menyimpulkan dari sudut pandang lain. Si Aldi sih nggak bisa bohong, pasti dia melakukan ini karena memang mama cantik dan seksi, terang saja dia bisa nafsu… eit tunggu dulu waktu itu kan dia bilang memang dia tergoda dan terobsesi sama mama… Dewi kembali mencoba mengingat, lalu ia ingat sebuah artikel ilmiah yang pernah dibacanya, bahwa anak laki memang memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengagumi, mengidolakan dan juga berimajinasi akan ibunya.
Pada satu sisi mungkin akan menjadi obsesi. Juga kan memang terbukti dengan adanya yang namanya sindrom Oedipus Compleks. Apalagi Aldi dan juga aku memang sayang sekali sama mama. Ditambah usia Aldi memang sedang memasuki usia remaja yangrasa ingn tahunya tentang seks dan Alita amat tinggi. Mama yang cantik dan seksi tersebut pasti menjadi obsesinya.
Apalagi memang lebih banyak hanya ada dia dan mama di rumah ini. Menarik juga melihat ini dari sudut pandang ilmiah pikir Dewi. Kemudian faktor mama, benar dari alasan yang kupikirkan tadi, nampaknya mama memang tajut untuk menjalin hubungan dengan pria lain, mungkin mama takut sakit hati dan kecewa, oh bodoh banget aku nggak menyadari mama yang memendam luka hatinya.
Akhirnya semua faktor itu bertemu dan menjadi satu, Dari sisi Aldi memang terobsesi dengan mama dan Aldi yang juga sedang dalam kondisi seks remajanya yang lagi tinggi-tingginya, dari sisi mama yang masih mempunyai rasa takut dan kecewa tapi juga masih memendam hasrat seks yang tinggi pula, saling bertemu, dan mama merasa aman dan nyaman.
Kalau kuingat ekspresi mama yang bahagia saat kulihat malam itu yah memang benar. Walau mungkin orang menilai salah, tapi sebaliknya bagi mereka berdua hal itu tidak menjadi masalah, karena keduanya saling membutuhkan dan melengkapi, bagi mereka tidak ada pihak yang dirugikan, seks memang untuk dinikmati dan mencapai kenikmatan, walau alasan seks Aldi dan alasan seks mama berbeda namun saat berpadu akan klop, karena mama dan Aldi saling membutuhkan, saling melengkapi, juga melakukannya karena mereka berdua merasa bahagia dan nyaman, makanya terasa menggelora dan indah bagi mereka berdua.
Dewi pun tersenyum, nampaknya kini dia bisa berdamai dengan pikirannya dan mulai bisa menerima kondisi yang ada secara logis. Kini ia sudah membulatkan pikiran dan hatinya untuk menerima dan memahami hubungan yang terjadi antara mama dan Aldi. Dewi menyayangi keduanya, dan mau mereka bahagia. Hmmm dasar si Aldi ternyata dia nggak asal ngomong ya, salahku juga saat itu emosi, mungkin terlalu kaget dan terlalu melihat hal ini dari sisi pandang umum tanpa mencoba memahami alasan Aldi dan mama.
Siangnya Aldi pulang, didapati rumah sepi, namun mobil ada di garasi, lalu ia melihat ke kamar kakaknya, nampak kakaknya sedang tidur pulas, Wooowww… kakaknya tidur memakai baju tidur santai yang tipis, nampak BH dan CD yang membayang jelas di baliknya. Sudah biasa Aldi melihat mama dan kakaknya mengenakan baju tidur atau daster tipis dan mini.
Dasar kak Dewi, asal banget sih. Lalu ia berjalan ke kamarnya, ganti baju, dan ke kamar mandi bersih-bersih. Sesaat ia menuju ke meja makan, dilihat ada spagheti di sana, dan selembar kertas bertuliskan Makan Yang Banyak Yah.. Adikku Sayang, Hmmm pasti kak Dewi, mungkin ia sudah nggak marah tapi masih sungkan bicara.
Aldi pun segera mematikan TV dan masuk ke kamar kakaknya, dilihatnya kak Dewi sedang duduk di tempat tidur, lalu menyuruhku duduk di sampingnya. Tonjolan tetek besar yang montok yang terbungkus BHnya terpampang jelas di balik baju tidur tipis. Samar terlihat putingnya.
“Al kamu sudah pulang? Sini sebentar dong, Kak Dewi mau ngomong penting sama kamu.”
“Iya kak sudah pulang dari tadi, makasih ya sudah dimasakin, mau ngomong apa?”
“Tentang masalah kemarin…”, deg Aldi agak menegang, siap mendengar kakaknya.
“Memang kenapa kak? Mau marah lagi?”
“Duh kamu… dengar dulu dong kakak bicara…”
“Iya… iya… silahkan kakak bicara”
“Kakak sudah berpikir, memang awalnya kakak kaget dan shock, mungkin karena dalam keadaan marah dan emosi, kakak tidak bisa menerima penjelasan kamu, namun setelah agak tenang kakak bisa memikirkan semuanya satu persatu. Alasan kamu bisa kakak terima dan pahami. Kakak melihat hal ini juga dari segi kebahagiaan mama, memang kakak harus akui mama memang kini nampak jauh berbahagia dan lebih ceria wajahnya. Jadi teruskanlah saja hubungan itu… kakak akan bersikap seakan tidak tahu saja di depan mama. Maafkan kakak kemarin emosi dan marah sama kamu.”
Kak Dewi lalu mendekat dan mencium pipiku, kemudian kembali duduk. Aku yang dari tadi diam mendengarkan, terus terang rada terkejut dengan cepatnya kak Dewi memahami hal ini, dan tidak bisa memikirkan banyak hal lagi, segera menjawab..
“Aldi juga minta maaf kemarin marah juga ke kakak. Kak, makasih yah kakak sudah memahami, sungguh Aldi dan mama bahagia dengan hubungan yang sedang kami lakukan ini. Kalau kagak ada lagi yang mau dibicarakan, Aldi mau nonton TV lagi yah…”
“Hei.. siapa bilang sudah selesai, kakak bilang kakak setuju dan memahami, tapi kakak belum kelar menyampaikan semuanya.” Kak Dewi mulai lagi kembali ke gaya bawel bin ceriwisnya.
“Lho masih ada lagi, apaan sih?”
“Seperti kata kakak, untuk permasalahan sudah beres, dipahami dan dimengerti oleh kakak, tapi ada bagian tubuhku yang belum beres… itu jadi syarat mutlak dariku biar semua beres”
“Nggak ngerti aku, sudah ngomong yang jelas saja deh… sok misterius amat sih kakak..!”
“Oke… kakak kasih tahu ya, memiaw kakak belum beres nih… jadi kamu juga harus bikin kakak dan memiawnya bahagia dan puas seperti yang kamu lakukan ke mama… ayo ent*tin aku!”
“Apa…???” kaget benar aku mendengar kalimat terakhir yang diucapkan kakakku
“Nggak… nggak… No Way kak. Lagian kenapa harus begitu syaratnya?”
“Hei dasar bandit cilik, apa kamu pikir kakak kagak kepikiran melihat tongkol kamu yang besar dan panjang itu. Biar gimanapun aku Alita, pasti terangsang melihat panasnya pergumulan kalian semalam. Kalau mama saja sampai merasa nikmat begitu, kakak juga mau dong…!!!”
“Tapi itu kan lain… lagian mana mungkin.. aku… aku .??” suaraku terbata-bata.
“Sama mama saja kamu bisa, kenapa denganku tidak Al…??”
“Eng… eng… anu… aa… ya pokoknya nggak bisa kak. Mama lain sama kakak..”
“Lain apanya, mama punya tetek besar juga punya memiaw yang bisa dimasuki, aku juga sama kan..”
“Apa kakak kurang menarik buat kamu dibanding mama, Wan…???”
Kak Dewi lalu berdiri dan melepas baju tidurnya secara perlahan dengan gerakan sangat erotis. Kini berdiri dengan posisi sangat mengundang, hanya mengenakan BH dan CD yang ketat saja. Teteknya yang juga besar serasa sesak dalam BH berendanya, Nampak samar puting susunya, lalu kulihat CDnya, nampak tebal sekali, dari sela-sela terlihat beberapa helai rambut kemaluan menyembul keluar dari pinggiran CDnya.
Glek… aku meneguk ludahku, tongkolku spontan mengeras. Wah bablas deh… kalau ceritanya sudah kayak gini, apa boleh buat. Aku kan lelaki normal, di depanku berdiri seorang Alita cantik dengan tubuh montok dan menggiurkan, walau sulit namun aku sudah mencoba semaksimal mungkin menolaknya, tapi dia terus menantang dan meminta untuk di-ent*t, nggak lucu banget kalau aku mundur.
Segera saja aku kutarik kak Dewi ke arahku, kududukkan ke pangkuanku, mula-mula aku mencium ringan bibirnya, tanganku dengan lincah meremas-remas teteknya yang masih dibalut BH, rasanya agak lebih keras dari tetek mama, namun sama-sama enak diremas kok. Sesekali tanganku menyusup ke balik BHnya, memilin-milin puting susunya yang besar dan tegang.
Tanganku yang satu lagi mulai menari-nari mengelus permukaan CDnya, terasa penuh dan tebal. Kuusap-usap wilayah pangkal pahanya, ketika tanganku masuk ke dalam CDnya terasa rambut kemaluan yang lebat pula… wah sesuai seleraku, dan ketika jariku menyentuh memiawnya, kurasakan tonjolan yang agak besar…
ho.. ho itil kak Dewi rupanya berukuran agak besar dan terletak agak keluar, segera saja kumainkan itil tersebut dengan jariku, ciuman kak Dewipun mulai memanas. Tangan kak Dewipun tak tinggal diam mengurut-ngurut tongkolku yang masih ada di balik celana, cukup lama kami berposisi seperti ini, memiaw kak Dewi sudah terasa basah.
Lalu kusuruh kak Dewi berdiri menghadapku, kulepaskan Bhnya, nampak indah sekali tetek besarnya menggelantung, Di tengahnya terdapat puting susu yang besar dan keras berwarna kemerahan dikelilingi lingkaran kecoklatan yang rada luas di sekelilingnya. Aku terpaku terpesona, lalu tanganku membuka CDnya, alamak…
lebatnya rambut kemaluan kak Dewi, namun yang mempesona adalah beda dengan rambut kemaluan mama yang berwarna hitam pekat, rambut kemaluan kak Dewi berwarna hitam agak kecoklatan kontras dengan belahan memiawnya yang berwarna merah jambu, kulihat itilnya memang agak besar dan menonjol keluar, bakalan enak untuk dimainin sama kidahku.
Aku diam beberapa saat mengagumi keindahan tubuh kak Dewi. Kurasakan tongkolku sudah keras sekali, sesak banget di balik celana, meronta minta dibebaskan, segera saja kubuka kaosku dan celanaku, Swiiinggg… tongkolkupun mengacung dengan perkasa dan anggun, klihat mata kak Dewi terbelalak melihatnya dan menelan ludahnya, segera saja kutarik tangannya dan kubaringkan tubuhnya di tempat tidur.
“Kak Dewi… ummm maaf ya, tapi kakak sudah pernah begituan sebelumnya?” tanyaku canggung.
“Aduh Al… Wan, kalau aku belum pernah, mana berani aku nantangin kamu dan tongkolmu itu. Ada-ada saja kamu, oh iya kamu nanti nggak usah takut, keluarin saja di dalam, aku minum pil KB secara rutin kok.”
Tidak terlalu kaget sebenarnya aku, mengetahui kak Dewi sudah tidak perawan lagi, dengan siapa yah dia melakukannya… Hoi.. hoi stop dong mikirnya, situasi enak begini kok masih mikir terus… ayo balik lagi ke rejeki yang sudah pasrah di depanmu.
Aku segera memulai permainan ini, kak Dewi terlntang dengan pasrahnya, kali ini aku mulai dari wilayah memiawnya, karena aku penasaran banget sama itil kak Dewi yang menojol besar itu.
Mula-mula kuciumi perutnya, lalu menjilati rambut kemaluannya yang berwarna agak kecoklatan, tak lama aku arahkan mulut dan lidahku ke bawah sedikit, terdiam sebentar menatap keindahan memiaw kak Dewi yang tebal dan kemerahan, kusapukan lidahku dengan rakus pada permukaan memiawnya, kusodok-sodok lubang memiawnya dengan ujung lidahku, puas, aku mulai menuju itilnya yang membuatku penasaran.
Kali ini kumainkan dulu dengan menjepit dan mengelus-ngelusnya dengan jari telunjuk dan jempolku, nampak badannya bergetar penuh kenikmatan, lidahku mulai beraksi, kujilat ke kiri kanan, atas bawah, sekali-kali kugigit dengan lembut dan penuh rasa gemas, kuemut-emut perlahan dengan mulutku, nampak sekali kak Dewi merasa ser-seran saat itilnya kumainkan, sengaja aku lama bermain dengan itilnya, karena terus terang saja aku menyuka bentuknya yang menonjol keluar dan besar itu, amat pas dan enak dimainkan oleh lidahku…
Tidak berapa lama, memiaw kak Dewi tampak basah sekali dan desahan serta geliat badannya semakin liar, nampaknya orgsmenya sudah dekat, kupercepat jilatan lidahku pada iilnya, dan dengan satu desahan nikmat yang sangat erotis terdengar, kak Dewi merayakan orgasme perdananya dari diriku. Terasa hangat dan agak asin di mulutku.
Akupun segera menaikkan badanku, kali ini aku lahap tetek besarnya yang montok itu dengan buas, lidahku dengan professionalnya memainkan puting susunya, tangan kak Dewipun kini tidak mau tinggal diam, ia mulai meraih tongkolku, diremas-remas lebut sambil dikocok-kocok, ugh… lembut sekali tangan kak Dewi.
“Al… sabar dikit dong, jangan nafsu gitu ah, aku kewalahan nih.”
“Habis tubuh kakak amatlah berbahaya… bagi jiwa dan tongkolku, terlalu nafsuin.”
“Huh… dasar, sempat-sempatnya merayu, sini dekatin tongkol kamu.”
Tanpa pakai lama segera kudekatkan tongkolku ke arah mulutnya, kak Dewi diam sejenak, mengagumi sepenuh hati, lalu lidahnya mulai bergerak, mula-mula hanya menjilati secara perlahan kepala tongkolku, tangannya mengelus dan meremas lembut bijiku. Lalu lidahnya makin bergerak cepat menjilat batng tongkolku, memainkan dan menggelitik titik-titik sensitif di tongkolku dengan lidahnya, perlahan tapi pasti mulutnya mulai mengulum tongkolku, dihisap dan diemut-emutnya.
Memang kalau aku bandingkan, untuk urusan Oral, mama lebih hebat, kak Dewi masih kalah jam terbang, aku tidak mau bilang tidak ahli, tapi kalah jam terbang, karena kalau jam terbangnya sudah tinggi, pasti bisa seenak Oralnya mama. Namun permainan lidah kak Dewi jauh lebih enak dari mama, lidahnya bergerak terus tanpa henti, dan benar-benar mampu menggelitik tongkolku dengan nikmat.
Aku hanya mampu mendesah dan meremas-remas rambutnya saja. Lidahnya menyapu seluru tongkolku dengan sangat agresif. Matanya terus menatap mataku saat melakukan oral, membuat makin nafsu saja pada diriku. Tidak berapa lama kak Dewi sudah nggak tahan untuk merasakan memiawnya dimasuki sama tongkolku.
Dia segera memposisikan pinggulnya di atas tongkolku wajahnya menghadap ke arahku yang sedang berbaring. Perlahan-lahan diturunkan pinggulnya, lubang memiawnya dia lebarkan dengan menariknya sedikit dengan jari-jarinya, kepala tongkolkupun mulai memasuki lubangnya, agak sulit sedikit, karena lubangnya masih agak sempit, setelah berusaha dengan telaten, tongkolku mulai masuk, pelan tapi pasti, kulihat badannya agak bergetar saat akhirnya tongkolku benar-benar sudah masuk seluruhnya ke dalam lubang memiawnya.
Tidak langsung ia goyangkan, ia diamkan dulu, sepertinya ingin membiasakan diri dahulu, lalu perlahan kakinya yang dalam posisi jongkok mulai ia lebarkan dan kak Dewi mulai menaik turunkan pinggulnya, memompa tongkolku dengan irama yang konstan. Lubang memiawnya masih terasa agak sempit, mungkin karena belum terlalu sering digunakan dan jga belum pernah melahirkan.
Aku yang terbaringpun benar-benar menikmati pemandangan saat memiawnya memompa tongkolku dengan jelas. Teteknya bergoyang-goyang dengan sangat merangsang, aku naikkan sedikit kepalaku, dan kak Dewipun paham, dia condongkan badannya ke arahku, segera saja aku lumat tetek dan putingnya dengan mulutku, Goyangan kak Dewi makin cepat.
Satu hal yang pasti memiaw kak Dewi memang terasa lebih dan mudah becek daripada memiaw mama, namun itu justru makin menambah kenikmatan tongkolku, yang bisa bergerak dengan leluasa dan bebas dalam lubangnya yang agak sempit. Mungkin semua itu karena pengaruh itilnya yang menonjol keluar, jadi setiap kali tongkol bergerak keluar masuk, otomatis itil itu akan ikut tergesek dan terelus oleh batang dan kepala tongkol, tentu saja rasa geli-geli enak akan lebih sering dinikmati kak Dewi, yang akhirnya membuat memiawnya jadi cepat basah karena frewkensi kenikmatan yang besar yang diterima itilnya (Sok tahu dikitlah si Aldi).
“Kak, sudahan dong, ganti posisi.”
“Yah Al lagi enak nih, itil kakak lagi nikmat.”
“Nggak ah… ganti gaya deh, jangan takut itil kakak akan merasa kenikmatan yang sama.”
“Yah sudah kalau beg… begitu.”
Kak Dewipun segera menghentikan goyangannya dan mencabut tongkolku dari lubang memiawnya. Aku segera bangkit, membelakangi kak Dewi, kusuruh kakak nungging, namun tanganya kusuruh memegang kepala ranjang. Belahan memiawnya terlihat merah mengundang, langsung saja kusodok memiawnya dari belakang. Kupompa tongkolku dengan semangat tinggi, sesekali kak Dewi ikut menggoyangkan pantatnya mengimbangi sodokanku, tanganku meremas tetek besarnya yang menggantung, sesekali kuremas dengan gemas pantatnya.
“Oh. Yeaahh… Ooooh… Jangan berhenti Al…”
“Ughhhhh… Enaaaakk.”
“memiaw kakak benar-benar kammmuuu hajar niihhhh.”
“Nikmati saja Kak.”
Posisi nungging kak Dewi benar-benar membuat tongkolku keenakan, rasanya amat lancar memompa lubang memiawnya, Tangankupun mulai nakal, memainkan lubang pantat kak Dewi, kutusuk-tusukan jariku ke lubang pantatnya, dan kak Dewi makin kencang saja mendesah. Desahan kak Dewi itu benar-benar seksi dan amat merangsang nafsuku.
Kak Dewi benar-benar pasrah kedua lobangnya dimainkan oleh aku. Nafas kak Dewi makin memburu, dan kulihat tubuhnya mulai agak mengejang, benar saja tak lama berselang kakakku mengalami orgasme lagi. Aku segera mencabut tongkolku, segera kak Dewi kutarik perlahan dan kusuruh berbaring, sekarang aku hajar memiawnya dengan posisi biasa, aku di atas.
Terasa tongkolku membelai itilnya setiap kali bergerak, aku makin bernafsu, kali ini aku pompa tongkolku secepatnya, tanpa mempedulikan kak Dewi yang berteriak-teriak karena terlalu merasa nikmat dengan tongkolku. tongkolku terasa berdenyut denyut, nampaknya sudah mau muntah, maka segera saja kutindih kakakku dan kupeluk dengan amat kuat, seiringan pompaan terakhir, Croot…
crooooot… crot, tongkolku memuncratkan sperma yang cukup banyak ke seluruh liang memiaw kak Dewi, Kak Dewi agak bergetar saat spermaku menyemprot kuat dalam dinding-dinding memiawnya. Aku terkulai lemas, diam sesaat menikmati rasa enak ini. Kak Dewipun membelai-belai punggungku yang sedang menindihnya.
“Pantas saja mama tidak menolak dan doyan kamu ent*tin Al, gila sampai lemas aku karena puas dan nikmat disodok sama tongkol kamu.”
“Aku juga sama kak…”
“Kamu jauh lebih hebat dan lebih tahan daripada pacarku… sampai rontok rasanya badanku.”
“Makanya kakak harus lebih giat lagi melatih pacar kakak…”
“Ah… ngeledek saja kamu.”
“Ngomong-ngomong kakak sering ya ngent*t sama pacar kakak..”
“Mau tahu ajaaa deh kamu. Tapi biar deh kakak kasih tahu ke kamu, kakak pacaran dengan Indra sejak kelas 2 SMA dan tetap awet sampai sekarang, mulai dari pertama kali melakukan sampai sekarang dengan dia saja. Pertama kali melakukan karena kami memang sama-sama menginginkannya, tidak ada keterpaksaan.
“Tapi sekarang tambah pengalaman ya sama aku kak.. hehehe.”
“Dasar anak bandel, kamu sendiri mana pacarnya Al…???”
“Wah belum tahu deh kak, aku belum merasa perlu sih, kan aku sudah ada pacar yaitu mama. Apalagi sekarang aku punya pacar lagi yaitu kak Dewi, aku makin nggak merasa perlu deh cari pacar yang lain.”
“Duuhhh kamu ini… serius dikit dong, kamu tahu nggak kakak percya kamu tuh nggak bakalan kesulitan cari pacar, wajah kamu oke, badan kamu bagus, ditambah sekarang kakak juga baru tahu, kamu juga pintar…”
“Pintar apaan kak…???”
“Pintar bikin perempuan puasssss…”
Kamipun tertawa dengan candaan kami. Aku masih tidak percaya bahwa aku baru saja menyetubuhi kak Dewi, setelah masalah yang terjadi saat kakak marah mengetahui hubungan yang kulakukan dengan mama, rasanya tidak akan pernah terpikir olehku kemungkinan kakak malah minta aku setubuhi. Dia yang minta lho bukan aku.
“Al, kakak senang dengan keputusan kakak meminta kamu ngent*t sama kakak, kamu boleh melakukannya lagi, kakak akan dengan senang hati meladeni kamu, kamu hanya tinggal bilang saja.”
“Tapi ini menjadi rahasia kita berdua ya, mama jangan sampai tahu, bukan apa-apa, kita tidak boleh merusak kebahagiaan mama Al. Biarkan mama menikmati kebahagiannya, aku takut mama akan marah dan kecewa kalau sampai mama tahu bahwa kita juga punya hubungan.”
“Iyalah kak, tenang saja, aku tidak akan bilang, lagian kalau mama marah, aku yang rugi dong, bisa-bisa kehilangan memiaw mama yang enak..” sumber Ngocoks.com
“Deh ni anak, dasar pemikirannya kagak jauh dari memiaw deh…!”
Lumayan lama kami berbaring dan berbicara sambil bergurau dengan cerianya. Tak lama kak Dewi bangun dan menuju meja riasnya terus membuka lemari bajunya, aku hanya memperhatikan saja punggungnya yang sedang berjalan, tidak melihat apa yang dia lakukan, tak lama dia kembali, di tangannya dia membawa baby oil dan selimut kain yang panjang, belum paham aku maunya, lalu ia berdiri di pinggir ranjang dan tersenyum dengan amat nakalnya dan berkata…
“Masih ada waktu banyak sebelum mama pulang, ronde berikutnya bisa segera dimulai adikku sayang?”
Tentu saja, aku pun kembali bergairah. Kak Dewi naik ke atas ranjang, melebarkan selimut di atas ranjang, ukurannya cukup besar, dia bilang buat tatakan. Dia segera membuka baby oil dan menuangkan isinya sedikit demi sedikit ke… teteknya yang besar dan montok itu, lalu tangannya mengusap dan meremas tetek yang kini nampak berkilau dan seksi dalam balutan licinnya baby oil.
Aku masih melihat saja, menikmati adegan yang sedang kakakku lakukan, Dia mainkan teteknya yang kini amat licin sehingga sering melejit lejit nakal saat tangannya memainkannya. Ughhh… tongkolku jadi keras seketika, tanpa diminta ku segera berpartisipasi ikut bermain dengan teteknya.
Enak rasanya memegang tetek besarnya yang licin, walau kita remas kuat, tak perlu khawatir kak Dewi merasa sakit, karena tetek itu akan melejit liar kalau kita remas kuat, kumainkan juga putingnya, kupilin dengan jariku, namun fokusku tetap meremas dan memijit tetek kak Dewi.
Bersambung…