Milan berdiri di depan para anggota redaksinya. Matanya yang tampak memerah seakan menandakan ia kurang istirahat. Akan tetapi, ia mencoba tersenyum.
“Kita akan segera melahirkan saudara baru bagi Generasi. Kita beri nama, RoomPhi. Untuk sementara, aku akan menunjuk Mona untuk menjadi kepala redaksi bagi Generasi. Aku akan lebih fokus untuk membesarkan nama RoomPhi.”
“Apa konten yang akan disajikan dalam RoomPhi?” tanya seorang staf yang mengangkat tangannya ke arah Milan.
“RoomPhi akan terdengar seperti rumpi. Di sini, aku punya filosofi dari nama ini,” jawab Milan seraya menunjuk ke arah papan putih yang terpancar gambar dari proyektor.
Di sana dijelaskan jika nama RoomPhi berasal dari dua kata yaitu room yang berarti ruang dan phi yang merupakan nilai konstan dari perbandingan diameter dan keliling lingkaran.
Milan ingin membuat sebuah media yang menjadi ruang bagi orang-orang untuk mendapatkan berita yang selalu konstan dan terus-menerus bagaikan lingkaran yang tak ada ujungnya.
Ia ingin membawa orang-orang ke ruang di dalam lingkaran yang ia buat–dalam bentuk berita–agar orang-orang tergerak untuk mengikuti pemikiran dalam ruangnya.
“Isi dari RoomPhi adalah tentang fakta, skandal, hal-hal yang disembunyikan. Kita akan menghadirkan media paling menarik yang akan melahirkan pro dan kontra yang terus diperbincangkan,” ujar Milan dengan pandangan berapi-api.
“Maaf menyela, tetapi ini jauh berbeda dengan Generasi. RoomPhi sudah jelas akan menghadirkan sensasi. Sementara itu, Generasi adalah media mencerdaskan bangsa yang penuh prestasi,” kata seorang staf lain.
“Jika sama saja apa serunya?” tanya Milan.
“Tapi ki–”
“Ikuti aku saja!” bentak Milan. “Aku akan memanggil nama-nama yang akan membantuku menyusun keanggotaan dalam RoomPhi. Selain yang aku panggil, kalian akan bersama Mona untuk terus menjalankan majalah Generasi,” kata Milan yang seakan tak mau lagi mendengar pendapat para bawahannya itu.
Milan tampak begitu berambisi sekarang. Rencananya, ia ingin segera bertemu Nolan. Dari kemarin, adik satu-satunya itu tidak bisa dihubungi dan bahkan tidak pulang ke rumah dalam dua hari.
Siapa lagi orang yang harus ia salahkan kalau bukan Vanesa. Dari sorot matanya, kebencian akan sosok yang pernah ia puji setiap waktu itu tampak semakin besar.
***
Vanesa terus menghindari awak media saat ditemui di lokasi syuting. Dia langsung masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi tanpa mengucapkan apa pun.
Video viral mirip dirinya bersama pria misterius itu masih menjadi perbincangan hangat di berbagai laman internet dan sosial media. Banyak spekulasi muncul akibat merebaknya video tersebut.
Dugaan paling kuat mengenai video itu adalah sosok pria yang bersama wanita mirip Vanesa itu adalah aktor senior tanah air yang berini–
Gerry mematikan televisi di kamarnya. Ia memandang ke arah ranjang tempat Nolan yang masih terlelap. Ia seakan tahu apa yang dirasakan sahabatnya itu, kacau dan tidak bisa dijelaskan lagi.
Semalam Nolan benar-benar mabuk, ia yang membawanya kembali ke apartemen itu. Cepat atau lambat, Nolan harus segera menghadapi masalah ini. Dia tidak bisa kabur ke mana pun.
“Bangun Lan. Minum air putih, mandi, dan segera temui Vanesa!” ujar Gerry seraya menarik selimut yang dipakai Nolan.
Suara ponsel berdering membuat Gerry menoleh ke arah meja. Dari semalan, ponsel milik Nolan itu selalu berbunyi.
Sepertinya sudah saatnya ia mengangkat telepon itu dan memberitahu di mana Nolan berada pada kakaknya. Namun, dugaan Gerry salah. Bukan Milan yang menelepon Nolan, melainkan Vanesa.
“Sayang,” panggil Vanesa.
“Ini Gerry,” jawab Gerry.
“Nolan bersamamu?” tanya Vanesa dengan nada getir. “Aku ingin bicara dengannya.”
“Dia masih tidur,” jawab Gerry seraya menoleh ke arah ranjang.
“Tolong katakan padanya, kalau aku menunggunya,” kata Vanesa.
Gerry mengiyakan permintaan Vanesa dan setelah itu, Vanesa menutup panggilannya. Dari suara Vanesa, Gerry menilai bahwa wanita itu tengah ketakutan, butuh orang di dekatnya, dan orang yang dia inginkan adalah Nolan.
***
Fiara dan Aska tampak sangat serasi dalam pemotretan yang sedang mereka langsungkan. Mereka berdua akan mengisi salah satu kolom di sebuah majalah, keduanya memakai pakaian dengan warna hitam. Fiara yang anggun dan Aska yang gagah tampak memesona dalam segala sudut pengambilan gambar.
“Biar aku rapikan dasimu,” ujar Fiara sembari mengangkat tangannya untuk merapikan dasi yang melingkari kerah kemeja suaminya.
“Kau selalu merapikan segalanya tentangku,” kata Aska seraya menyentuh ujung hidung Fiara.
“Ya, tentu saja.” Fiara mengangkat kapalanya untuk bisa menatap wajah Aska. “Asal kau tidak merusak segalanya tentangku.”
“Jika aku merusaknya?”
“Aku hancur.”
Aska terdiam. Suara dari kru pemotretan itu membuatnya berpaling dari istrinya. “Satu take lagi?” tanya Aska.
Seusai pemotretan itu, Aska dan Fiara segera menuju ke sebuah ruangan terpisah. Keduanya akan melakukan wawancara dengan topik yang sama. Mereka akan dites dengan beberapa pertanyaan kecil yang akan membuktikan seberapa serasi keduanya.
***
“Pertama kalian berciuman?”
Aska seakan mengingat-ingat masa yang lama itu. “Saat aku mengajak Fiara ke bioskop, aku menciumnya di sana.”
“Kau tahu kapan itu?”
“Aku tidak mengingat hari dan tanggalnya. Namun kurasa lima atau enam belas tahun lalu,” jawab Aska seakan tidak yakin.
“Apa warna kesukaan Fiara?”
“Dia suka hitam. Dia bilang hitam adalah warna paling tenang, dan menyimpan sisi misterius,” jelas Aska seraya mengangguk-angguk.
“Kalau warna kesukaanmu?”
“Aku suka biru. Karena aku suka laut dan langit.”
“Di mana tempatmu melamar Fiara?”
“Aku melamarnya di pesta ulang tahunnya. Itu kado dariku,” jawab Aska dengan bangga.
“Dari enam film yang kalian bintangi berdua, mana yang menjadi favoritmu?”
“Janda Merah Jambu. Film itu sangat lucu. Aku mengejar-ngejar Fiara yang merupakan seorang janda yang suka sekali dengan warna merah jambu,” jawab Aska seraya tertawa kecil.
***
“Pertama kalian berciuman?”
“Di pesta ulang tahunku. Ya, dia bilang dia tidak membawa kado apa pun. Jadi, dia memutuskan memberikanku first kiss. Ya, faktanya dia adalah ciuman pertamaku.
Sementara aku adalah gadis ke 68 yang dia cium–selain untuk keperluan pengambilan gambar dalam film ya,” ujar Fiara. “Ya, tentu saja gadis ke 69 tidak akan pernah ada.”
“Apa warna kesukaan Aska?”
“Dia suka warna biru. Aska bilang kalau dulu dia ingin jadi pelaut di mana lautan biru terhampar di depannya dan langit sebagai atapnya saat dia berlayar. Ya, karena itu aku suka sekali diajak naik kapal pribadinya, dia selalu senang dengan lautan. Aku suka melihatnya bahagia,” jawab Fiara seraya tersenyum senang.
“Kalau warna kesukaanmu?”
“Aku suka putih. Aku ingin jadi awan putih yang menghiasi langitnya. Aku ingin jadi buih-buih putih yang menghiasi lautnya. Dan aku, ingin menjadi Vinso-nya yang menjadikan segala masalahnya menjadi bersih,” jawab Fiara. “Oh ya, Vinso jadi sponsor majalah ini, kan? Jadi tidak perlu disensor ya,” lanjutnya berbisik.
“Di mana tempat Aska melamarmu?”
“Aku tidak mungkin melupakan hal itu. Dia melamarku di bioskop. Aku dan Aska sering menyamar untuk bisa menonton film layaknya pasangan lain. Ngocoks.com
Saat film berakhir, dia turun ke depan layar, membuka topi dan kacamatanya, lalu berteriak pada semua orang untuk tidak pergi dari ruang bioskop itu. Ya, tentu saja tidak ada yang pergi. Semua orang tahu Aska yang kala itu adalah aktor yang digilai banyak wanita.
“Dia menunjukku yang masih duduk di belakang dan saat itu, layar bioskop menampilkan sebuah foto. Foto diriku dengan tulisan Wanita paling cantik di semua layar lebar, aku ingin kita saling memiliki.
Lalu dia tunjukkan sebuah wadah cincin dan menurunkan satu sikunya. Semua orang berteriak histeris dan aku segera turun dan menerima cincin itu,” terang Fiara dengan semangat.
“Dari enam film yang kalian bintangi berdua, mana yang menjadi favoritmu?”
“Favoritku adalah Warna Warni, itu film pertamaku dan aku harus beradu akting dengannya. Itu sangat mengesankan. Ya, tapi favoritku yang lain adalah film Cinta Imitasi.
Aska berperan sebagai seorang berandalan yang selalu memberikan barang-barang imitasi pada wanita yang disukainya. Itu film sembilan tahun lalu, dan pasti orang-orang kurang tahu hal ini.
Demi film itu, dia sampai membuat tato di lengannya, tato dua cincin. Tato itu sudah dia hapus beberapa waktu lalu, padahal aku menyukainya,” kata Fiara yang masih tersenyum.
Wajah pewawancara tampak berubah saat mendengar jawaban Fiara. Begitu juga wajah kameramen dan beberapa kru di ruangan itu.
“Ada yang salah dengan apa yang kukatakan?” tanya Fiara dengan bingung.
Bersambung…