Tania umurnya sedikit lebih muda dariku, tapi meski begitu ia adalah orang yang cerdas, terutama dalam masalah pelajaran. Aku pertama kali mengenalnya saat kami satu kelas dalam sebuah mata kuliah.
Waktu itu aku sudah akrab dengan Galih dan Rian, Tania juga sudah akrab dengan Santi. Lalu kami berkenalan, dan mungkin itulah awal mulanya geng Power Rangers terbentuk.
Aku ingat bagaimana aku adalah orang yang paling canggung di hadapan perempuan, bahkan terhadap Tania. Karena ia memang supel dan ramah, ia yang selalu mendekatiku lebih dulu, hingga aku akhirnya bisa mengenal dia lebih akrab.
Dia yang selalu aktif memulai candaan saat kami sedang nongkrong, lalu biasanya akan ditimpali oleh Santi dan Galih dengan cara yang konyol, bahkan cenderung gila. Rian cenderung waras, dan aku lebih waras lagi.
Bukan rahasia lagi kalau banyak cowok di kampus yang naksir pada Tania, baik senior ataupun junior. Namun Tania tampaknya tidak punya keinginan untuk pacaran dan hanya senang berteman.
Dia pernah curhat bahwa dulu ia pernah disakiti seorang cowok, dan itu membuat dia jadi anti terhadap status pacaran. Lagipula, semua orang setuju kalau Tani adalah tipe cewek yang asik dijadikan teman, dan tidak cocok dijadikan kekasih.
Tapi aku berbeda. Aku punya perasaan yang lebih dari sekedar teman. Dan lucunya, cewek yang kusukai secara diam-diam itu kini sedang duduk di sampingku, tangannya pelan-pelan membuka restleting celanaku, sementara bibirnya tersenyum antusias.
“Gapapa kan, kalo gue pegang barang lo?” tanya Tania.
Aku hanya mengangguk. Mana mungkin aku menolak.
Setelah restleting celanaku terbuka, terlihatlah celana dalam coklatku yang sudah menonjol menahan desakan penis. Ujung jari telujuk Tania yang lentik itu pelan-pelan mengelus penisku dari luar CD. Aku benar-benar sulit percaya, jari-jemari yang lentik dan indah itu sekarang mulai memijit-mijit kelaminku.
“Geli, Tan…” aku meringis.
“Waw, ternyata kaya begini ya. Gue baru pertama kali megang barang cowo,” ucap Tania.
“Gue juga baru pertama kali diginiin.”
“Emang ga sakit ya, ketahan celana kaya gini?” tanya Tania.
“Yah, sedikit sakit sih.”
“Keluarin aja ya?”
“Iya deh.”
Pelan-pelan, Tania menarik ke bawah ujung celana dalamku, dan seketika itu juga penisku yang sudah tegak langsung mencuat keluar. Melihat benda keras dan panjang itu tiba-tiba berdiri di hadapannya, Tania tampak kaget.
“Buset! Kaget gue. Hmmm… bentuknya gini ya,” ucap Tania. Sekarang jari-jemarinya meraba-raba batang penisku.
“Uhhh… emangnya lo baru pertama liat?” tanyaku sambil menahan desahan.
“Gue pernah liat lah, di film bokep. Tapi agak beda…” jawab Tania sambil mengelus-elus kepala penisku yang terlihat seperti topi tentara.
“Beda? Masa sih?”
“Iya, kalo di film sih, agak… lebih gede gitu,” Tania tertawa pelan. Sialan, aku diledek. Inilah akibatnya kalau cewek suka nonton bokep bule. Membandingkan seenaknya.
“Huh.”
“Becanda ih… haha…” Tania menjulurkan lidah. Oh seandainya saja lidah itu mau bergesekan dengan kulit penisku. Tapi aku tak berani meminta, “menurut gue punya lo pas banget di tangan,” ucap Tania.
Sekarang Tania menggenggam batang penisku dengan telapak tangannya. Rasanya ada sensasi dingin dan hangat sekaligus. Lalu ia mulai menggerakkannya naik turun. Oh, nikmatnya, dia mulai mengocok. Tapi tiba-tiba ia melepaskan lagi genggamannya. Lho, kenapa?
“Sebentar ya,” ucap Tania sambil beranjak berdiri.
Aku hanya mengangguk bingung. Ternyata ia berjalan ke arah lemari dan mengambil sebotol body lotion.
“Kasian kalau anak orang sampe gue bikin lecet. hehe,” ucapnya.
Ia meneluarkan lotion pemutuh kulit itu, lalu mengoleskannya di batang penisku. Lalu ia mulai mengocoknya lagi, perlahan, namun semakin cepat. Ohh, sekarang rasanya lebih lancar dan lebih nikmat.
“Awhhh…” aku tak kuasa menahan nafas yang semakin memburu.
“Enak ya, Di?” tanya Tania sambil menatap ekspresi wajahku.
“Enak,” jawabku.
“Enak banget?” tanyanya lagi.
“Iya, enak banget.”
“Enak sih enak, tapi tangan lo jangan diem aja dong…,” ia protes.
“Oh iya, hehe, sori.”
Aku langsung menggunakan kedua tanganku untuk meremas-remas buah dadanya dari luar kaos. Remasanku kini lebih liar karena aku terasa semakin menikmati kegiatan ini. Lalu kami berciuman, ciuman yang penuh nafsu antar dua orang sahabat.
Lidah kami bertautan dan saling jilat. Samar-samar terdengar suara gesekan tangan Tania dengan penisku yang sudah diolesi lotion. Tanpa meminta izin, tanganku menyusup ke balik kaosnya.
Dia kan cuma bilang tidak boleh buka baju, kalau menyelipkan tangan kan dia tidak melarang. Langsung saja kuremas buah dada kanannya. Uhh, sensasinya berbeda. Sekarang kulit tanganku bergesekan langsung dengan kulit payudaranya, rasa kenyal dan lembutnya benar-benar terasa.
“Mmmmhh… ahh.. nakal ya…,” gumam Tania. Tapi ia tidak membuat perlawanan.
Tanganku sekarang memilin-milin puting susunya, membuat puting yang sudah keras itu menjadi semakin keras. Sesekali kupencet lembut, dan itu membuat Tania menarik nafas dalam.
“Di… mmmhhh…. terus Di, enak,” merasakan kenikmatan yang lebih, Tania semakin mempercepat kocokannya. Aku jadi semakin ingin ejakulasi, tapi kutahan dulu.
Leher Tania yang jenjang dan mulus itu kucium dan kujilat-jilat. Wangi badan dan rambutnya membuatku merasa semakin nyaman. Selain itu lehernya benar-benar bersih, tak ada cacat sedikitpun.
“Adi… mmmhh… ini cuma sekali ini aja ya. Kita akan tetep jadi temen dan sahabat. Mmmhh… jangan sampe ada yang tau, ya?” ucap Tania di sela-sela desahannya.
Aku tidak menjawab, dan malah menggigit pelan leher Tania. Lalu aku menarik ke atas kaos yang dikenakan Tania. Aku tarik terus hingga ke dekat leher, sekarang kedua payudaranya terlihat jelas di hadapanku. Bentuknya sungguh indah, bulat dan putih bersih, putingnya berwarna coklat agak pink.
“Gue jadi malu…,” ucap Tania sambil tersipu.
“Toket lo bikin gemes,” ucapku.
Perlahan-lahan kujilat ujung puting Tania, kubelai-belai dengan lidahku.
“Aaaahhh! Geli!” Tania berteriak.
Setelah itu kubuka mulutku dan kulahap buah dada itu. Aku hisap, buah dada yang sebelah kanan, bergantian dengan yang sebelah kiri. Sesekali kujilat permukaan gunungnya.
“Oooh… terus Di, kenyot terus, sedot Di… Mmmmhhh…”
Benar-benar luar biasa. Kemarin malam aku merasa senang hanya dengan menyenggol benda ini, tapi sekarang, aku bisa menjilat dan menghisap-hisapnya.
“Putingya, Di… Akhhh…, iyah, kaya gitu… ahhh….”
Setelah menjilat dan menghisap kedua bukit kembar itu terus menerus, aku berinisiatif untuk menggigit putingnya, pelan-pelan.
“Aw!” jerit Tania.
Kocokan Tania di penisku semakin cepat dan rapat. Mendengar suara desahannya yang seksi serta merasakan payudaranya yang kenyal membuat aku benar-benar tidak tahan lagi sekarang. Aku ingin lebih. Aku ingin percumbuan ini berlangsung hingga klimaks. Aku ingin….
Tok! Tok! Tok! Seseorang mengetuk pintu kamar Tania dari luar. Lalu sebuah suara terdengar.
“Tan…, Tania…,” itu suara Santi!
Kami terhenyak. Rupanya karena keasyikan, kami sampai lupa batas waktu lima belas menit tadi. Bagaimana ini? Tania tampak kaget dan wajahnya pucat. Kalau sampai skandal ini ketahuan, habislah riwayat kami. Bisa-bisa persahabatan geng Power Rangers bisa berantakan.
Mungkin karena panik atau bingung, Tania bukannya buru-buru mengakhiri permainan ini, ia malah terus mengocok penisku. Aku sudah tak sanggup mengendalikan diri lagi.
“Tan, gue… mau ke… keluar….”
“Hah?!” Tania kaget, mulutnya menganga.
Seketika itu juga penisku berdenyut-denyut dan muncratlah cairan sperma berkali-kali. Tania secara refleks menjauhkan penisku dari tubuhnya, dan itu malah membuat spermaku muncrat kemana-mana. Sebagian ada yang tumpah di kaos Tania, di tangannya, dan sebagian lagi ada yang muncrat ke lantai dan dinding. Gila, rasanya sungguh nikmat.
“Tania…. ini gue Santi. Lagi ngapain sih lo? Tidur ya?” suara Santi terdengar menggumam dari balik pintu.
“Aduh, gimana ini?” Tani berbisik sambil memperhatikan tangan kirinya yang belepotan spermaku.
“Bersihin dulu!” bisikku padanya.
“Iya, sebentar San! Gue lagi ganti baju nih, abis mandi!” ucap Tania, setengah berteriak.
Dengan gerakan cepat, Tania mengambil tissue dan mengelap spermaku yang menempel di tangan dan kaosnya. Lalu ia mengambil kain lap dan membersihkan spermaku yang menempel di lantai dan dinding.
“Cepetan dong, Tan… Ganti baju aja lama banget sih lo?” ucap Santi dengan tidak sabar.
Tania mengambil air minum dari galon, lalu membasahi rambutnya sendiri. Mungkin agar terlihat seperti habis mandi.
Lalu ia melotot padaku dan berbisik, “Di, ngumpet di kolong tempat tidur! Cepet!”
Aku terkejut. Tampaknya tak ada tempat bersembunyi lain, jadi aku langsung menuruti perintahnya.
Kira-kira tiga menit kemudian, persiapan sudah selesai. Aku sudah bersembunyi di kolong tempat tidur dan hanya bisa mendenga suara mereka. Untunglah seprei tempat tidur ini panjang sampai ke lantai, jadi sepertinya Santi tidak menyadari keberadaanku.
“Duh, lama amat sih lo, baru dibukai sekarang,” terdengar suara Santi.
“Sori, sori, tadi gue lagi pake handuk,” jawab Tania.
Setelah itu aku dengar mereka mengobrol dengan suara yang kurang jelas. Mungkin Santi sedang menggumam. Lalu tak lama kemudian, aku merasakan ada yang duduk di atas tempat tidur.
“Ihh… ini apaan Tan ?” suara Santi terdengar dari atasku.
“Hah? Apaan?” suara Tania.
“Ini, gue kan meluk boneka kucing lo, tapi kok ada lendir lengket gini ya? Idiih… apaan nih…?” ujar Santi.
DEG! Jantungku serasa berhenti berdetak. Gawat. Sepertinya ada yang kelewatan waktu proses bersih-bersih tadi!
Selama beberapa detik, suasana menjadi hening. Entah apa yang terjadi di luar sana.
Namun tiba-tiba Tania bersin, “hachiiii!!!”
“Woooaaahh…! Hiiiiiiiyyyy! Jadi ini ingus lu? Jorok banget sih lu, cewek macem apa sih lu, ga nyangka gue punya temen jorok kaya lo. Idiiih,” ucap Santi beruntun.
“Ya… abisnya… gue lagi pilek banget nih, sori…” ucap Tania dengan suara yang dibuat lesu.
“Pilek sih pilek, tapi ingusnya jangan dilap ke boneka dong,” ucap Santi menggerutu.
Perasaanku menjadi lega. Untunglah, sepertinya Santi percaya. Selama setengah jam kemudian, mereka berdua mengobrol panjang lebar, khas anak cewek. Ngocoks.com
Dan setelah itu, aku dengar bahwa Santi tidak bisa berlama-lama, karena ia ada urusan lain dan juga agar Tania yang sedang “pilek” bisa beristirahat.
“Yaudah, Tan. Lo istirahat dulu ya. Besok pagi gue mampir ke sini lagi deh. Cepet sembuh ya!” ucap Santi.
“Iya, thanks ya.”
Suara pintu ditutup. Sepertinya Santi sudah keluar. Tak lama kemudian, seprei kasur disibak oleh seseorang, dan Tania melongok ke kolong kasur, ke arahku yang sedang merayap seperti cicak.
“Huff… Hampir aja kita mampus….” ujar Tania.
Aku membuang nafas lega. Untungnya aku membuat skandal dengan perempuan yang kreatif.
Setelah Santi pergi, sebenarnya aku sempat berharap agar permainan kami dilanjutkan. Tapi Tania ternyata menolak, mungkin peristiwa menegangkan tadi sudah membuat mood-nya turun, atau malah membuat dia kapok.
Aku tidak bisa memaksa, sebab semua ini memang dia yang memulai. Tapi aku tidak terlalu kecewa,setidaknya aku sempat mengalami ejakulasi tadi, jadi nafsuku lumayan bisa dikendalikan.
“Di, lo inget ya…, besok kita ketemu di kampus, lo anggep semua ini ngga pernah terjadi,” ucap Tania saat aku pamit. Aku mengangguk saja sambil tersenyum, padahal mana mungkin aku bisa melupakan kejadian tadi. Mustahil.
Bersambung…