Limousine itu memasuki pekarangan sebuah villa cantik yang berada di tepi pantai laut selatan. Malam itu kebetulan langit sedang cerah, sehingga bulan yang hampir purnama menampakkan diri dengan anggunnya, dikelilingi bintang gemintang yang berkedap – kedip nun jauh di atas sana.
Tadinya kupikir Kevin akan menyetubuhiku. Tapi ia malah mengajakku tidur, agar kesehatanku tetap terjaga. Inilah untuk pertama kalinya aku tertidur dalam dekapan hangat lelaki yang bukan suamiku.
Esok paginya… pagi – pagi sekali Kevin membangunkanku dengan usapan lembut di rambutku. “Beib… bangun dong. Kan mau menikmati indahnya matahari terbit,” kata Kevin sambil menyalakan lampu yang semalaman dimatikan di kamar villa ini.
Aku pun bangun. Cuci muka sebentar di washtafel. Lalu mengikuti langkah suamiku menuju ke bagian belakang villa di tepi pantai laut selatan ini.
Ternyata di bagian belakang villa ini ada lantai yang menjulur jauh ke selatan. Lantai itu berada di atas batu – batu karang berbaur pasir pantai. Membuatku agak takut juga setelah menyadari bahwa lantai ini tidak menginjak bumi. Tapi Kevin meyakinkanku bahwa semua yang dibangun di villa ini sudah diperhitungkan secara.
Di sebelah barat dan timur lantai yang memanjang ke selatan ini ditutup oleh tembok tinggi. Sementara sisi paling selatan ditutup oleh dinding kaca yang sangat tebal. Di dekat dinding kaca itu ada mangkok raksasa, yang sebenarnya sebuah kolam berbentuk mangkok.
Tak jauh dari mangkok raksasa itu, ada sebuah kursi malas yang lebar… bisa muat untuk dua atau tiga orang. Dengan bantalan dari semacam kasur tipis.
Kevin justru menunjuk ke arah kolam berbentuk mangkok itu. “Ayo kita berendam di situ. Airnya hangat lho… takkan kedinginan,” ucapnya sambil menanggalkan kimononya, “Jangan takut… tidak akan ada orang yang bisa melihat ke sini. Jadi kita melakukan apa saja takkan ada yang bisa ngintip.”
Maka aku tak ragu untuk menelanjangi diriku sendiri. Lalu menaiki tangga pendek untuk masuk ke dalam mangkok raksasa itu. Pada waktu aku masih berdiri di dalam mangkok yang memang berisi air hangat itu, aku masih bisa melihat di sebelah timur sana fajar mulai menyingsing. Tapi matahari belum memperlihatkan bentuknya.
Kevin pun masuk ke dalam kolam air panas berbentuk mangkok ini. Lalu duduk menyandar ke dinding mangkok raksasa yang tampaknya terbuat dari batu pualam yang sangat licin ini. Kemudian Kevin menarik tanganku, agar duduk di atas kedua belah pahanya.
Aku ikuti saja kemauannya. Duduk di atas pangkuannya dengan dekapan hangatnya di perutku. “Aku sedang merasa bahagia sekali, karena bisa bersama wanita cantik yang sudah lama kudambakan ini,” kata Kevin sambil menciumi tengkukku. Sementara kedua tangannya mulai memegang sepasang payudaraku yang masih terawat dan kencang ini.
“Aku justru merasa seolah sedang bermimpi. Karena tak menyangka kalau lelaki seganteng Kevin bisa mencintaiku,” sahutku sambil memejamkan mata. Karena terasa Kevin mulai menjilati tengkukku, sementara kedua pentil toketku mulai dipermainkan oleh sepasang tangan Kevin.
Berendam di dalam air hangat, di atas pangkuan Kevin, di dalam pelukannya yang terasa melindungiku… sementara mentari mulai timbul di ufuk timur sana… diiringi debur – debur ombak laut selatan sebagai musiknya… ooo… tak berlebihan kalau aku mengatakan bahwa ini adalah detik – detik terindah di sepanjang perjalanan cintaku…
Namun Cupido (dewa cinta) selalu bersama Psyche (dewi nafsu).
Maka tidaklah mengherankan setelah mengeringkan badan dengan handuk, lalu kami pindah ke kursi malas lebar bertilamkan kasur tipis itu… kemudian penis Kevin dibenamkan ke dalam liang kenikmatanku… semakin jauh batinku melayang di alam yang teramat indah ini…!
Membuat nafasku tertahan – tahan, sementara penis Kevin terayun – ayun di dalam liang kemaluanku… di bawah sorotan sinar mentari pagi… seolah ada kumandang di telinga batinku: Selamat datang pagi terindah di dalam hidupku…!
Seminggu bersama Kevin adalah hari – hari yang bertaburkan cinta dan indahnya pelukan birahi. Memang tiap hari Kevin menggauliku. Tapi dalam sehari hanya satu kali saja. Kevin tidak mau berlebihan, meski usianya masih sangat muda.
Dan ketika kembali ke villa pertama, di mana suamiku sudah menunggu, segala yang pernah terjadi bersama Kevin itu membentuk kenangan indah yang takkan terlupakan.
Yang menggembirakan adalah ketika Kevin menyerahkan sehelai kertas kepada suamiku. Ternyata di atas kertas itulah tercetak keputusan Kevin untuk mengangkat suamiku sebagai manager marketing…! Kedudukan paling basah di perusahaan mana pun…!
“Semoga Anda bisa mengembangkan perusahaan ke arah yang positif, sesuai dengan jabatan yang akan Anda pegang mulai besok,” ucap Kevin sambil menjabat tangan suamiku.
“Siap Boss… !“kata suamiku sambil membungkuk hormat. Namun kelihatan sekali betapa cerianya sorot wajah suamiku saat itu.
“Kalau sudah jadi manager marketing, tentu akan sering melakukan perjalanan ke luar kota. Karena itu, silakan mobilnya dipakai terus,” ucap Kevin sambil menepuk bahu suamiku.
“Owh… terima kasih Boss. Terima kasih… !”
Kemudian Kevin menghampiriku sambil menyerahkan sebuah amplop sambil berkata, “Cek ini silakan cairkan besok. Gunakan uangnya untuk mengontrak rumah, karena rumahmu akan dirobohkan setelah ada seorang arsitek untuk mengukur luas tanah keseluruhan dan membuat gambar bangunannya.”
Berarti amplop itu berisi cek. Entah berapa nominalnya. Aku tak berani membukanya di depan Kevin. Aku hanya mengucapkan terima kasih sambil tersenyum manis.
Kemudian Kevin menoleh ke arah suamiku sambil berkata, “Boleh aku mencium bibir Linda sebagai tanda perpisahan untuk sementara?”
“Silakan Boss,” sahut suamiku sambil mengangguk.
Lalu Kevin merengkuh leherku ke dalam pelukannya. Dan mencium bibirku dengan mesra… mesra sekali…!
Kemudian suamiku berpamitan kepada Kevin, untuk meninggalkan villa itu bersamaku. Bersama kenangan indah yang takkan terlupakan.
Ketika sedan yang dikemudikan oleh suamiku mau meninggalkan pekarangan villa itu, kulihat Kevin berdiri sambil melambaikan tangannya padaku. Entah kenapa, saat itu hatiku terasa berat sekali untuk meninggalkan Kevin yang sedemikian baiknya padaku. Namun tentu saja perasaan berat ini harus kutindas. Bukankah aku sudah bersama suamiku lagi sekarang?
“Bagaimana selama bersama Boss Kevin, apakah kamu baik – baik aja?” tanya suamiku setelah sedan buatan Eropa itu berada di jalan raya.
“Baik,” sahutku, “dia memperlakukanku secara sopan dan lembut. Tidak pernah bersikap kasar sedikit pun.”
Suamiku terdiam sejenak. Lalu berkata, “Nanti pasti dia akan meminta pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya. Setujui saja, kecuali kalau kamu sedang datang bulan. Jadi sekarang ini anggap saja suamimu ada dua orang. Aku dan Boss Kevin.”
“Tapi dia punya keinginan yang berat melaksanakannya Bang.” ucapku lirih.
“Keinginan apa?”
“Dia ingin punya anak dariku.”
“Ohya?! Mmm… setujui saja. Apa pun yang diinginkannya harus disetujui.”
“Tapi setelah aku hamil, aku harus tinggal bersamanya sampai melahirkan.”
“Nggak apa. Selama kamu bersama Kevin kan ada Mbak Rum, yang akan kujadikan pelipur rinduku padamu.”
“Ohya… Mbak Rum sudah Abang gauli?”
Suamiku mengangguk.
“Selama aku bersama Kevin, Abang diliburkan ya?”
“Iya.”
“Hihihiiii… Abang pasti habis – habisan ngentot Mbak Rum setiap hari.”
“Kamu juga habis – habisan dientot Kevin selama seminggu kan?”
“Kevin tidak habis – habisan Bang. Dia seperti menjaga sikap dan perlakuannya padaku. Tidak seperti memperlakukan seorang pelacur.”
“Jadi… berapa kali dia menggaulimu selama seminggu itu?”
“Pokoknya tiap hari dia menggauliku. Tapi tidak lebih dari satu kali dalam semalam.”
“Berarti kalah sama aku dan Mbak Rum dong.”
“Iya. Abang kan seolah mendapatkan kompensasi dari kehilanganku dengan mendapatkan Mbak Rum yang seksi abis gitu. Hihihiiii… !”
“Tapi kalau tidak disuruh olehmu, aku takkan melakukannya.”
“Ohya… mengenai kebersamaanku dengan Kevin tetap dirahasiakan?”
“Tentu aja. Aku cuma bilang kalau kamu sedang berada di rumah Kak Reni.”
Aku terdiam. Lalu teringat pada amplop yang kuterima dari Kelvin tadi. Kukeluarkan amplop itu dari tas kecilku. Lalu kukeluarkan isi amplop itu. Selembar cek yang nominalnya membuatku terbelalak. Artis panggilan pun takkan pernah mendapatkan dana sebesar ini…!
Mungkin karena semua yang Kevin lakukan itu atas dasar cintanya padaku, sehingga dia tidak hitung – hitungan lagi.
“Bang… lihat isi cek ini,” kataku sambil memberikan cek itu kepada suamiku.
Setelah melihat isi cek itu suamiku juga terbelalak, “Wow! Besar sekali! Tadi dia bilang untuk biaya ngontrak rumah itu bagaimana sebenarnya?”
“Kan dia nanya apa yang pertama kali harus kulakukan kalau ada biayanya? Lalu kujawab ingin merenovasi rumah tua kita. Kubilang juga kalau tanahnya cukup luas. Kalau dibikin kos – kosan delapan puluh kamar juga bisa.”
“Terus?”
“Dia bilang nanti akan ada arsitek yang datang, untuk mengukur tanah kita sekaligus untuk membuat gambar bangunan yang akan dilaksanakan nanti. Nah… rumah kita akan dirobohkan, karena memang sudah terlalu tua. Jadi selama pembangunan rumah dan kos – kosan itu belum selesai, kita harus tinggal di rumah kontrakan dulu.
“Wah… pintar juga kamu mengajukan keinginan itu. Biayanya pasti lebih gede daripada harga mobil ini nanti, Sayang.”
“Kalau aku minta mobil kan malu Bang. Makanya aku ajukan sesuatu yang sangat kita butuhkan. Sudah saatnya kita memiliki rumah yang layak, yang sesuai dengan gelar mastermu.”
“Gelar masterku gak ada apa – apanya. Semuanya itu kita dapatkan berkat pengertianmu. Kalau kamu tidak mau mengikuti rencanaku, kita takkan mendapatkan apa – apa. Kita akan tetap hidup pas – pasan. Ohya… biaya untuk ngontrak rumah kan tidak seberapa. Sepuluh juta juga cukup. Sedangkan nominal cek itu…
“Nanti lagi beli mobil sie… kan mobil sudah ada. Mobil mahal pula,” sahutku.
“Kali aja kamu ingin punya mobil sendiri. Biar kalau dipanggil oleh Boss Kevin bisa langsung pergi sendiri, gak usah minta dianterin sama aku lagi.”
“Jadi kalau Kevin manggil aku, boleh aku langsung menemuinya tanpa minta izin dulu dari Abang?”
“Boleh. Yang penting sebelum berangkat, kirim WA dulu. Kasihtau aku bahwa kamu akan menemui Boss Kevin.”
Tiga hari kemudian, rencana Kevin itu benar – benar dilaksanakan. Seorang arsitek datang untuk mengukur dan membuat denah tanah warisan dari orang tuaku itu. Arsitek itu datang bersama utusan dari kontraktor.
Kemudian mereka berkata kepadaku, bahwa seminggu lagi rumah tua itu akan diratakan dengan tanah. Kemudian akan dibangun rumah dan kos – kosan itu.
Kebetulan sehari sebelumnya kami sudah mendapatkan rumah kontrakan yang tidak jauh letaknya dari rumah kami. Letaknya di pinggir jalan, ada garasi pula untuk menyimpan mobil kami. Saking dekatnya rumah kontrakan itu dengan rumah lamaku, tiap hari aku akan bisa melihat proses pembangunan rumah dan kos – kosan itu.
Menurut suamiku, pembangunan yang akan diselesaikan dalam waktu 5 bulan itu termasuk sangat cepat. Karena pembangunan rumah biasa pun bisa setahun baru selesai. Pasti Kevin meminta kepada kontraktor agar selesai dalam tempo 5 bulan saja.
Setelah arsitek dan utusan kontraktor itu pulang, kami mulai memindahkan barang – barang kami ke rumah kontrakan itu. Dalam waktu 2 hari pemindahan barang – barang itu selesai.
Sebulan kemudian, tanah yang sudah diratakan (tidak ada rumah tua lagi) itu mulai dibangun.
Pada saat itulah aku iseng mencari – cari buku harian suamiku.
Aku masih ingat benar, waktu aku baru menikah dengan Bang Abe, setiap hal penting yang terjadi, selalu dia catat di dalam buku hariannya.
Aku tidak pernah membahas kisah suamiku dengan Mbak Rum selama aku sedang bersama Kevin. Tapi aku penasaran juga, apa saja yang pernah terjadi di antara suamiku dengan kakak kandungku itu.
Tapi aku tidak menemukan buku harian yang kucari itu.
Apakah sekarang suamiku tak pernah mencatat lagi kejadian – kejadian penting dalam hidupnya?
Hmm… zaman sekarang kan orang – orang suka menyimpan catatan seperti itu di flashdisk. Jadi kalau pun ada catatan pribadi yang sangat dirahasiakan, pasti catatan itu tersimpan di flashdisk. Bukan lagi dalam bentuk tulisan tangan di buku tebal.
Setelah mencari – cari secara cermat, pada saat suamiku sedang berada di kantornya, akhirnya kutemukan salah satu flashdisk yang berisi catatan pribadi suamiku itu.
Dengan sangat bernafsu kubuka file di flashdisk itu. File yang berjudul “Lembaran Kehidupanku”.
Aku mengira akan mendapatkan catatan tentang hubungan seksual suamiku dengan Mbak Rum. Tapi yang kutemukan malah catatan kejadian penting sejak masa bujangan Bang Abe. Isinya sebagai berikut ini… :
Lembaran Kehidupan Abe Abraham
Masa laluku tidak secerah langit biru seperti waktu aku menulis catatan pribadiku ini. Memang aku tergolong berhasil dalam pendidikanku. Setelah lulus S1, aku langsung mengejar master degree di Amerika Serikat. Dan pulang kembali ke Indonesia dengan perasaan bangga.
Tapi aku tak mau menipu diriku sendiri. Bahwa pada masa masih kuliah di kotaku, banyak hal kelam tergores dalam lembaran kehidupanku.
Dimulai sejak usiaku hampir 19 tahun…
Waktu usiaku 5 tahun, aku menjadi anak yatim, karena ayahku meninggal dalam suatu kecelakaan pesawat terbang di luar negeri. Karena ayahku almarhum seorang eksekutif muda yang mapan, kata Mama.
Setelah ayahku meninggal, lumayan banyak harta yang diwariskan kepada Mama. Belum lagi santunan asuransi dari maskapai penerbangan itu. Meski secara hukum agama, ahli waris Papa itu adalah aku dan dua orang kakak perempuanku, namun aku dan kakak-kakakku saat itu masih kecil-kecil, sehingga kami pasrahkan saja masalah warisan dan uang asuransi itu kepada Mama.
Pada saat aku masih berusia 19 tahun, kedua kakakku juga masih muda-muda. Saat itu Teh Nuke baru berusia 20 tahun dan Teh Reni baru 21 tahun. Tapi mereka sudah pada punya suami. Mungkin hal itu menurun dari Mama yang kawin muda, pada saat Mama baru berusia 17 tahun.
Lalu berturut-turut Mama melahirkan Teh Reni waktu usia Mama baru 18 tahun, melahirkan Teh Nuke waktu Mama baru berusia 19 tahun dan melahirkan aku pada waktu Mama baru berusia 20 tahun. Berarti pada saat aku berusia 18 tahun ini, usia Mama sudah 38 tahun.
Dan sebagai anak bungsu, satu-satunya anak cowok pula, Mama sangat memanjakanku. Apalagi setelah Teh Reni dan Teh Nuke menikah dan dibawa oleh suaminya masing-masing, tinggal aku dan Mama yang tinggal di rumah, bersama seorang pembantu setia bernama Nining.
Pada saat aku berusia 18 tahun inilah awal dari kisah kelamku.
Saat itu aku sering tidur bersama Mama. Terkadang tidur di kamarku sendiri, terutama kalau sedang belajar. Tapi lebih sering tidur bersama Mama. Dan hal itu terjadi sejak aku masih kecil. Karena kalau tidak tidur bersama Mama, aku jadi sulit tidur. Terasa seperti ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang bisa menyebabkanku ngantuk dan tertidur.
Waktu masih kecil, aku senang sekali memijat-mijat tetek Mama sebelum tidur. Dan selalu saja aku tertidur sambil memegangi tetek Mama.
Setelah duduk di bangku SMA pun aku masih suka melakukan hal itu. Mama suka menegurku, “Sekarang kamu udah gede Abe. Jangan megangin tetek Mama gini lagi.”
“Nggak ah… aku suka sulit bobo kalau nggak megangin tetek Mama, “bantahku
“Tapi kamu kan udah gede Sayang. Kalau ketahuan orang lain, malu kan? Masa anak SMA harus megangin tetek ibunya menjelang bobo? Itu kan kelakuan bayi,” kata Mama.
“Biarin aja. Lain orang lain kebiasaannya. Walau pun udah jadi mahasiswa, aku akan tetap megangin tetek Mama sebelum bobo, “sanggahku.
Akhirnya Mama membiarkanku berbuat semauku. Biasanya malah Mama yang tidur duluan pada saat aku meremas-remas teteknya.
Tapi lain kelakuanku waktu masih kecil dengan setelah gede begini. Pada waktu masih kecil aku hanya meremas-remas tetek Mama saja, tanpa tujuan yang lain-lain. Tapi setelah jadi mahasiswa, aku mulai senang meremas teteknya sambil mempermainkan pentilnya. Mama pun menegurku. Beliau mengizinkanku untuk meremas toketnya, tapi tidak boleh memainkan pentilnya.
Pada waktu tidur, Mama terbiasa nyenyak sekali tidurnya. Terkadang Mama suka mendengkur. Mungkin karena bodynya yang padat gempal itu tidak boleh terlalu banyak bekerja pada siang harinya.
Selain daripada itu, kalau sudah tidur, Mama susah sekali dibangunkannya. Terkadang kuguncang – guncang badannya sambil memanggil – manggil namanya, Mama tetap saja tidur dengan nyenyaknya.
Pada suatu malam… ketika aku mau tidur di belakang Mama yang sudah tidur miring menghadap ke dinding, aku melihat sesuatu yang lain dari biasanya. Mama tidur miring sambil memeluk lututnya. Mungkin untuk melawan dinginnya malam itu.
Pada saat itu daster Mama tersingkap sampai perutnya. Sehingga aku bisa melihat sesuatu yang lain dari biasanya. Ya… memek Mama itu kelihatan nyempil di antara kedua pangkal pahanya…!
Aku degdegan dibuatnya. Lalu kugerakkan wajahku ke bawah bokong Mama… memperhatikan bentuk memek Mama yang tampak jelas itu. Iseng-iseng aku pun mengelus-elusnya perlahan… makin lama makin penasaran… sehingga jariku mulai diselundupkan ke bagian di antara dua bibir kemaluan Mama itu. Ternyata jariku memasuki daerah berlendir licin.
Gila… diam-diam kontolku mulai ngaceng dibuatnya.
Pada saat itu aku hanya mengenakan celana pendek yang ada bagian elastis di lingkaran perutnya. Meski dengan perasaan ragu bercampur dengan penasaran, kuturunkan celana pendekku, sehingga kontolku yang sudah ngaceng ini tersembul.
Ketika kuselundupkan jariku ke dalam celah memek Mama, terasa ada yang basah dan licin. Maka kupegang kontolku sambil kuelus-eluskan moncongnya ke bagian yang basah licin di memek Mama itu, dengan mata tetap waspada, takut Mama terbangun dan memarahiku.
Tapi seperti biasa, Mama kalau sudah nyenyak tidur selalu sulit dibangunkan. Padahal aku sudah mendorong kontolku sampai membenam separohnya. Anjaaay…! Ternyata enak sekali kontolku yang sudah berada di dalam jepitan liang memek Mama yang basah dan licin ini…!
Lalu perlahan – lahan kuayun batang kemaluanku, maju mundur di dalam liang memek Mama yang aduhai ini. Sambil berjaga – jaga kalau Mama mendadak terbangun. Tapi tampaknya Mama tetap pulas tidurnya, tanpa menyadari kalau aku sedang mengentotnya dari belakang.
Hmmm… aku tidak tahu seperti apa sikap Mama kalau mengetahui bahwa aku sedang menyetubuhinya. Namun aku sudah lupa segalanya. Yang aku tahu, semuanya ini terasa nikmat sekali. Gesekan antara kontolku dengan liang memek Mama menimbulkan rasa geli-geli yang luar biasa enaknya.
Tapi sayangnya aku tak kuat lama menahan rasa nikmat ini. Maklum aku sama sekali belum berpengalaman. Karena selama ini aku hanya sering ngocok di kamar mandi. Baru sekali inilah aku merasakan kontolku dientotkan di dalam memek.
Lalu aku merasakan moncong kontolku menyemprot – nyemprotkan air mani di dalam memek Mama… crot… crooottt… crooooottt… crooootttttttt… crooootttttt…!
Setelah memuntahkan air mani, kontolku melemas dan menciut. Lalu lepas sendiri dari liang memek Mama. Maka kurapikan lagi celana pendekku. Aku pun sengaja membetulkan dater Mama agar menutupi memeknya yang nyempil di antara kedua pangkal pahanya itu.
Lalu aku pun tertidur dengan nyenyaknya. Tapi sebelum terdengar adzan subuh dari masjid paling dekat dengan rumah kami itu, tiba – tiba mataku terbuka dan menoleh ke arah Mama yang tidurnya sudah berubah posisi. Jadi menelentang.
Aku ingin menyingkapkan daster Mama. Tapi aku ingin kencing. Sudah kebelet. Maka perlahan – lahan aku turun dari tempat tidur.
Setelah kencing, aku kembali lagi ke atas bed. Sementara Mama masih tampak nyenyak tidurnya dalam posisi celentang dengan kedua kakinya agak mengangkang. Lalu perlahan – lahan kusingkapkan dasternya. Dan tampaklah kemaluannya yang berjembut tipis sekali, sehingga bentuk kemaluannya tampak jelas di mataku.
Aku berdebar – debar menyaksikan pemandangan yang sangat indan dan merangsang itu. Perlahan – lahan aku bergerak sampai berada di antara kedua kaki Mama yang mengangkang lebar itu. Tanganku pun bergerak mendekati kemaluan Mama yang tampak tembem dan menggiurkan itu.
Kucolek – colek celah kemaluan Mama dengan hati – hati dan siap untuk melompat ke samping kalau Mama terjaga.
Nafsu memang sudah menguasai jiwaku. Sehingga aku nekad untruk membenamkan batang kemaluanku ke dalam liang memek Mama… lalu mulai mengayun kontolku perlahan – lahan. Sementara Mama tetap tertidur nyenyak. Seandainya pun Mama terjaga dan marah, aku siap untuk memeluknya erat – erat sambil membuka rahasia yang selama ini kututupi.
Ya… rahasia itu membuatku berani menjatuhkan dadaku ke atas dada Mama, sambil mempercepat entotanku.
Tiba – tiba Mama membuka matanya. Dan tampak terejut setelah menyadari bahwa dia sedang dientot oleh aku, anak kandungnya… “Abe! Oooooh… apa yang sedang kamu lakukan ini?” pekiknya tertahan.
“Lagi ngentot Mama… ternyata memek Mama enak sekali… !” sahutku tanpa menghentikan entotanku.
“Hentikan Abe… hentikan…! Ini dosa besar Abeeee… !“Mama meronta tapi kupeluk kedua lengannya erat – erat. Erat sekali… sehingga Mama tak berkutik.
“Abeee… oooh… jangan teruskan Abeee… cabut kontolmu sekarang juga… ini dosa besar Abeee… !“Mama berusaha meronta terus. Tapi tenagaku jauh lebih kuat untuk menahan kedua lengannya dalam cengkramanku.
“Mama jangan sok suci !” bentakku, “Memangnya disetubuhi oleh Oom Dani waktu aku masih di SMA bukan dosa besar?”
Mama tampak klaget. Dan berusaha membantah, “Mama dengan Dani hanya ciuman, Abe !”
“Mama pikir aku tidak tau? Aku menyaksikannya dengan mata kepalaku sendiri. Puluhan kali Mama dientot oleh Oom Dani yang sekarang menghilang entah ke mana. Lalu setelah bersetubuh, Mama suka mandi bareng sama dia. Setelah mandi, ngewe lagi kan? Mama pikir pada waktu itu aku tidak tahu? Nanti rekaman cctv yang sudah kusimpan di laptopku akan kuputar ulang.
Mama terhenyak. Dan tidak mengucapkan apa apa lagi.
Mungkin Mama sudah percaya bahwa aku mengetahui petualangannya dengan lelaki bernama Dani yang sering datang ke rumah pada saat aku masih duduk di SMA dahulu.
Dan Mama akhirnya terdiam pasrah pada saat aku semakin menggencarkan entotanku…! Bahkan sesaat kemudian Mama mulai menggoyang – goyangkan pinggulnya. Mungkin karena dia mulai merasa enaknya entotan kontolku, yang mungkin saja membuatnya mulai lupa segalanya…!
Makin lama Mama pun seperti sudah lupa bahwa dia sedang dientot oleh anaknya sendiri. Karena dia mulai merintih – rintih seperti tak terkendalikan lagi oleh kesadarannya, “Abeee… oooooh… ooooh… ternyata kontolmu enak sekali Beee… Ayo entot terus sepuasmu Sayaaang… iyaaaa… entot terussss…
Aku pun semakin lupa segalanya. Bahkan tidak sadar lagi sejak kapan daster Mama terlepas dari tubuh montoknya.
Yang aku tau cuma satu. Memek Mama luar biasa enaknya…!
Aku pun semakin gencar menggenjot kontolku bermaju – mundur di dalam jepitan liang memek Mama yang makin lama makin terasa betapa legitnya liang yang pernah melahirkanku ke dunia ini…!
Tampaknya Mama pun sudah lupa segalanya. Karena Mama terus – terusan merintih perlahan seperti ini: “Abeeee… kamu nakal… tapi kontolmu enak sekali Saayaaang… ayo entot terus… entot teruuuuussssss… ini luar biasa enaknya Abeeee… ooo… oooohhhh… pentil tetek mama emut Sayaaang…
Iyaaaa… seperti kamu suka meneteknya waktu masih bayi dahulu… iyaaaa… kontolmu… entoootttt… entooootttt… entot teruuuusssssss… enak sekali… iyaaaa… entot terusss Abeeee… ooo… ooooh… oooo… ooooh… pentil teteknya juga emut terussss… sambil disedoooooot..
Kali ini aku lebih tangguh daripada “mencuri” memek Mama dari belakang sebagai persetubuhan pertama kalinya yang Mama tidak menyadarinya itu.
Keringatku pun mulai bercucuran. Namun aku masih giat mengentot liang memek Mama yang ternyata luar biasa enaknya ini.
Entah berapa lama aku melakukan semuanya ini.
Yang jelas, ketika tubuhku sudah bermandikan keringat, aku tetap mengayun batang kemaluanku yang tak mengenal lelah ini.
Sampai pada suatu saat… aku tak kuasa lagi menahan nikmatnya menyetubuhi Mama ini. Lalu kucabut batang kemaluanku dari liang memek Mama.
Kupegang dan kukocok – kocok batang kemaluanku di atas perut Mama yang agak buncit. Lalu… berlompatanlah air maniku di atas perut Mama tercintaku.
Croooottt… crooot… crot… crooooootttt… crotcrot… crooooooootttt… croooooottt…!
Air maniku berlompatan ke atas perut Mama. Ada juga yang “mendarat” di toket dan di dagu Mama…!
Mama tidak marah perut dan toket serta dagunya dikecroti air maniku. Bahkan air mani yang terlempar ke dagunya dicolek oleh jarinya, lalu dijilat dan ditelannya.
Karena hari masih sangat pagi, aku pun bergerak ke pinggiran tempat tidur. Mau mandi. Namun aku masih menyempatkan diri meremas toket Mama perlahan sambil berkata, “Maafkan aku sudah kurang ajar ya Mam.”
Mama menatapku sambil menyahut lirih, “Yaaah… semuanya sudah telanjur terjadi. Mau diapain lagi…”
Lalu aku melangkah ke kamar mandi dan menyemprotkan air hangat shower ke sekujur tubuhku. Tak lama kemudian Mama pun muncul di kamar mandi yang pintunya tidak kukunci itu. Tak cuma muncul, Mama pun menyabuni tubuhku, seperti yang selalu dilakukannya pada waktu aku masih kecil dahulu…
“Kamu mau kuliah pagi ini?” tanya Mama sambil menyabuni punggungku.
“Iya Mam…”
“Kamu harus lebih rajin kuliah dan cepat jadi sarjana, ya Be.”
“Iya Mam. Kalau Mama kasih memek terus, aku akan semaklin bersemangat untuk kuliah dan mempercepat jadi sarjananya.”
Mama cuma menghela napas panjang. Tapi Mama tidak menolak ketika kusabuni punggungnya, pahanya, toketnya, perutnya dan bahkan memeknya juga…
Bersambung…