Tante Lala berdiri sambil memegang pergelangan tanganku, “Di kamar aja yuk. Di sini sih takut mendadak ada tamu, “ajaknya. Kuikuti langkah Tante Lala menuju kamarnya, dengan jantung berdebar – debar.
Aku memang sudah terlalu sering membayangkan nikmatnya menggauli perempuan. seperti sering kudengar dari mulut teman – teman yang sudah berpengalaman dalam masalah perempuan.
Tapi sampai berada di dalam kamar Tante Lala, aku seolah tengah bermimpi saja. Karena semuanya ini tak pernah kurencanakan. Niatku mendatangi rumah ini adalah ingin berjumpa dengan sahabatku. Tapi yang kudapatkan malah ibunya, bersama ajakannya yang membuatku seakan sedang bermimpi…!
Saat itu aku benar – benar belum berpengalaman. Aku hanya sering nonton bokep dan dengar cerita dari teman – teman yang sudah berpengalaman menyetubuhi perempuan. Maka setibanya di dalam kamar Tante Lala, aku jadi kebingungan. Tak tahu dari mana aku harus memulainya.
Tapi Tante Lala mengawalinya dengan membuka kancing – kancing baju kaus hitamku. Dan menanggalkannya. Lalu menarik ritsleting celana jeansku, sekaligus menurunkannya berikut celana dalamku.
“Hmmm… kontolmu gede juga,” ucap Tante Lala sambil memegang penisku yang sudah ngaceng sejak tadi ini.
Aku cuma tersenyum – senyum. Sementara Tante Lala sudah melepaskan housecoat tipis transparannya. Disusul dengan pelepasan beha dan celana dalamnya.
Wow…! Sekujur tubuh Tante Lala yang tinggi langsing namun tidak kurus itu… kini tak tertutupi sehelai benang pun. Jelas aku semakin degdegan melihatnya. Dan semakin kebingungan, tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan.
Pada saat aku masih berdiri canggung di dekat bed, Tante Lala tersenyum centil, sambil mendorong dadaku… sehingga aku terhempas ke atas bed… rebah celentang tanpa mengetahui apa yang harus kulakukan.
Namun Tante Lala tahu benar apa yang harus dilakukannya. Ia menelungkup di antara kedua kakiku, dengan wajah mendekati batang kemaluanku yang masih ngaceng ini… lalu tahu – tahu ia menjilati puncak dan leher penisku… kemudian mengulum batang kemaluanku yang sangat peka ini…
Lalu terasa lidah Tante Lala mengelus – elus puncak dan leher penisku di dalam mulutnya, sementara tangannya mengurut – urut badan penisku yang mulai membasah oleh air liurnya…
Semuanya ini menimbulkan geli – geli enak. Dan membuatku agak menggeliat – geliat saking enaknya.
“Tante… ooooh… Tante… oooooh… Tanteeee… “hanya rintihan seperti itu yang berlontaran dari mulutku, sementara selomotan dan isapan Tante Lala makin lama makin menggila. Sehingga aku menggelepar – gelepar dibuatnya… dalam nikmat…!
Aku cuma terdiam pasrah, terkadang sambil memejamkan mataku. Dan aku tidak tahu lagi sejak kapan Tante Lala memasukkan batang kemaluanku ke dalam memeknya. Yang aku tahu, Tante Lala sudah berlutut, dengan kedua lutut berada di kanan kiri tubuhku, sementara memeknya mulai naik turun dan menggesek – gesek batang kemaluanku…
Cukup lama Tante Lala melakukan semua itu di atas tubuhku. Sampai pada suatu saat ia mengajakku berguling, mengubah posisiku jadi di atas, Tante Lala jadi menelentang, sementara batang kemaluanku masih berada di dalam liang memek Tante Lala.
“Ayo… sekarang kamu yang ngentot, “perintah Tante Lala ketika dadaku sudah bertempelan dengan sepasang toketnya yang membusung indah itu.
Dengan canggung kuikuti instruksi Tante Lala. Kuayun penisku seperti pisau pendulum. Maju mundur dan maju mundur terus.
“Iyaaa… ini sudah bener Be,” kata Tante Lala ketika aku mulai lancar mengentotnya, “Yang penting, jangan sampai terlepas… usahakan kontolmu tetap berada di dalam memek tante… !”
“Iii… iyaaa Tanteee… ddduuuuhhh… memek Tante ini… enak banget… !”
Tante Lala tidak bicara banyak lagi. Ia bahkan mulai mendesah – desah, sementara dekapannya di pinggangku makin erat saja.
Ayunan penisku pun makin lama makin lancar. Bermaju mundur di dalam jepitan liang memek Tante Lala yang luar biasa enaknya. Liang memek yang membuat nafasku tersengal – sengal, yang membuat mataku kadang terpejam dan kadang melotot.
Sementara itu desahan dan rintihan Tante Lala makin lama makin berhamburan dari mulutnya.
“Abeee… oooh… kontolmu mantap bangeeet… Beee… iyaaaa… entot terusss Beee… ooooh… entot teruuuuussss… kontolmu luar biasa enaknya Abeeee… ayo… sambil emut tetek tante Be… nah gituuu… aduuuuh… ini makin enak Beee…”
Makin lama entotanku terasa makin lancar. Gesekan – gesekan antara penisku dengan dinding liang kemaluan Tante Lala benar – benar nikmat bagiku. Nikmat yang sulit kulukiskan dengan kata – kata belaka.
Lebih nimat lagi setelah aku disuruh ngemut teteknya. Maka seperti bayi yang masih menetek di tetek ibunya, kukulum petil toket kiri Tante Lala, sambil kuisap-isap. Sementara tangan kiriku digunakan untuk meremas – remas toket kanannya. Sedangkan batang kemaluanku makin aktif menggenjot liang memeknya.
Tante Lala semakin “meraung – raung” laksana harimau betina yang sedang naik birahi.
“Abeee… oooo… ooooh… ooo… oooh… Abeee… kontolmu luar biasa enaknya Beee… entot terus Beee… entot teruuuusssssss… entoooot… entooot… entooootttttt… !”
“Raungan” Tantew Lala baru berhenti kala aku memagut bibirnya, lalu menciumnya dalam tempo yang cukup lama.
Keringatku pun mulai terbit dari pori – pori sekujur tubuhku. Bercampur aduk dengan keringat Tante Lala. Namun kami tak peduli dengan masalah “kecil” itu. Kami hanya peduli pada satu hal. Bahwa pergesekan batang kemaluanku dengan dinding liang memek Tanbte Lala menimbulkan rasa yang makin lama makin nikmat.
Aku baru sekali ini menyetubuhi perempuan. Namun tadinya aku sering ngocok sambil nonton bokep yang kutayangkan lewat USB di televisiku. Karena itu aku sudah hafal kapan saatnya mau ejakulasi.
Dan kini… setelah cukup lama aku menyetubuhi Tante Lala, aku merasakan gejala – gejala mau ejakulasi ini. Maka tanyaku terngah, “Tante… aaa… aaaku su… sudah mau nge… ngecrot… lepasin di mana?”
“Lepasin di dalam aja. Ini tante juga udah mau lepas… ayo lepasin bareng -bareng biar nikmat… ayooo… percepat entotannya… iyaa… iyaaaaaa… aaaaa…”
Aku pun mempercepat entotanku, seperti pelari yang sedang sprint menjelang garis finish… makin cepat… makin cepat…!
Lalu tibalah kamki di puncak kenikmatan yang teramat indah ini.
Aku membenamkan batang kemaluanku sedalam mungkin. Lalu mendiamkannya. Tidak menggerakkannya lagi.
Pada saat yang sama Tante Lala malah gedebak – gedebuk menggoyang pinggulnya ke sana – sini. Mungkin sedang mencari – cari yang lebih nikmat lagi di ujung pelampiasan nafsu birahi ini.
Sampai akhirnya… mulut penisku memuntahkan spermaku di dalam liang kewanitaan Tante Lala.
Crooooottt… crotcrot… cooootttttttt… croooootttt… crot… croooooootttt…!
Aku pun terkulai di atas perut Tante Lala. Seperti juga Tante Lala yang tampak tepar, dengan wajah dan leher bersimbah keringat.
Dua minggu liburan, kuisi dengan mengunjungi rumah Tante Lala tiap hari. Dan setiap kali aku datang ke rumahnya, selalu saja aku disuguhi masakan Tante Lala yang selalu enak – enak. Aku pun selalu disuguhi memeknya yang senak sekali itu… sekaligus sebagai memek pertama yang bisa kunikmati dalam hidupku.
Namanya juga pengalaman pertama, tentunya akan kuingat terus di sepanjang kehidupanku. Namun aku akan tetap merahasiakannya, sesuai dengan janjiku kepada Tante Lala.
Namun sebulan kemudian, ketika Rendi sudah kuliah lagi seperti biasa, Rendi mengajakku duduk berdua di puncak bukit yang konon tadinya milik orang Belanda di zaman kolonial.
Pada saat itulah Rendi mulai membuka pembicaraan yang berbeda dengan biasanya. “Abe… loe pernah punya ketertarikan kepada mama loe sendiri?” tanyanya.
“Ketertarikan gimana maksud loe?” aku balik bertanya, karena pada saat itu aku belum pernah punya affair dengan Mama.
“Misalnya aja… ngintip mama loe waktu sedang mandi, sedang tidur dan sebagainya… lalu nafsu loe timbul dan ingin menyetubuhinya…”
“Damn you…! Gue sih gak pernah punya pikiran segila itu Ren.”
Rendi tersenyum dan berkata, “Jujur kalau gue sie sering ngentot mama gue.”
“Haaa?! Lu udah jadi manusia incest?”
“Gue sih gak musingin soal istilahnya. Mau disebut incest lah, taboo lah… yang jelas gue sama mama udah jadi sepasang manusia yang saling membutuhkan dalam soal sex. Tapi ini rahasia Be. Jangan sampai jadi gosip di kampus nanti. Gue percaya loe sih bakal menyimpan rahasia ini.”
“Ya iyalah,” sahutku yang diam – diam mulai memikirkan Mama dari sudut yang gila itu.
Namun pembicaraan itu berkelanjutan. Rendi berkata lagi, “Sekarang mama gue punya keinginan terpendam. Ingin merasakan main threesome bersama cowok lain.”
“Terus?!”
“Gue kan ingin selalu membahagiakan Mama. Karena itu gue tanya siapa cowoknya yang Mama inginkan untuk mendampingi gue menggaulinya. Ternyata Mama milih loe, Be.”
“Gue?!” seruku kaget.
“Iya. Makanya kalau loe mau, malam Minggu mendatang ini tidur di rumahku aja ya.”
“Terus?”
“Ya kita threesome aja mama gue, kalau loe mau sih. Jangan salah lho… memek mama gue masih enak banget, Be.”
Aku tersenung sesaat. Dari ucapan – ucapan Rendi, aku mengambil kesimpulan bahwa Tante Lala masih merahasiakan affairku dengannya pada waktu Rendi sedang berada di Jatim. Karena itu aku bersikap seolah – olah belum pernah menyentuh Tante Lala.
“Loe serius Ren?” tanyaku sambil menepuk bahu Rendi.
“Sangat serius, “Rendi mengangguk sambil tersenyum aneh.
Aku terdiam lagi. Memikirkan ajakan Rendi dengan hati limbung.
“Gimana? Mau?” desak Rendi ketika aku masih membisu.
Akhirnya aku mengangguk, “Oke…”
Rendi menepuk pangkal lenganku sambil berkata, “Tapi gue mohon agar hal ini menjadi rahasia kita ya Be.”
“Percaya deh sama gue,” ucapku sambil mengacungkan dua jariku.
Sabtu sore yang dijanjikan, aku sudah mandi sebersih mungkin. Kumasukkan dua stel pakaian ke dalam ransel kuliahku. Lalu pamitan kepada Mama dan berkata bahwa aku akan menginap di rumah Rendi.
Sebelum berangkat, aku masih sempat menerima WA dari Tante Lala. Isinya :
Abe… mau ke rumah tante malam ini kan?
Lalu kubalas, Iya Tante. Masalah kita berdua masih tetap kurahasiakan. Tante juga masih merahasiakannya kan?
Iya. Jadi nanti bersikaplah seolah – olah kamu belum pernah ngapa – ngapain sama tante ya
Oke Tante. Ini aku udah siap mau berangkat ke rumah Tante
Iya. Tante tunggu ya
Lalu kuhidupkan mesin motorku.
Beberapa saat kemudian aku sudah berada di atas motorku, menuju rumah Rendi.
Hanya butuh waktu setengah jam untuk mencapai rumah Rendi. Dan ketika motorku sudah disimpan di dekat teras depan rumah Rendi, kulihat pintu depan terbuka. Tante Lala menyongsong kedatanganku, dalam kimono sutera berwarna pink polos. Dengan senyum manis di bibirnya.
Aku pun menghampirinya, sambil mencium tangannya seperti pada awal aku mengenalnya dahulu. Tapi Tante Lala malah merangkulku sambil mendaratkan ciuman hangat di bibirku. Membuatku agak gelagapan, karena takut terlihat oleh Rendi.
“Rendi mana Tan?” tanyaku sambil duduk di sofa ruang tamu.
“Lagi disuruh beli wine… untuk mencairkan suasana,” sahut Tante Lala sambil duduk merapat ke samping kiriku.
“Beneran Tante ingin dithreesome?” tanyaku setengah berbisik.
Tante Lala menyahut dengan senyum menggoda, “Sebenarnya sih tante cuma kangen padamu aja Be. Makanya tante nyari alasan yang tepat untuk berjumpa denganmu. Setelah dipikir – pikir, gak perlu lagi kita merahasiakan hubungan kita. Mendingan fair aja. Tapi kita harus bersikap seolah baru sekali ini kita akan melakukannya.
Ucapan itu Tante Lala lanjutkan dengan menarik tanganku… menyelinapkan ke balik kimononya… lalu meletakkan telapak tanganku di permukaan kemaluannya yang licin seperti habis waxing… membuat nafsuku langsung berkobar, bukan cuma membara saja…!
Aku yang sudah terbiasa mempermainkan memek Tante Lala, langsung menggerakkan jemariku… menyelinap ke balik liang memeknya yang membasah dan hangat itu…!
Pada saat yang sama, Tante Lala mencium dan melumat bibirku dengan hangat dan harumnya.
Aku bahkan sudah hafal di mana letak kelentit Tante Lala, yang dia bilang harus sering disentuh pada saat foreplay ini… dan kini aku melakukan hal itu. Mengelus – elus kelentit Tante Lala dengan nafsu yang semakin bergejolak. Sementara bibirku tetap berada di dalam lumatan Tante Lala…!
Ooo… adakah detik -detik yang lebih indah daripada detik -detik yang sedang kualami ini? Adakah nafsu yang lebih bergolak daripada panasnya hasratku saat ini?
Bersambung…