Setiba kembali ke Jakarta segera dipersiapkan pernikahanku dengan Karina. Di singkat saja ceritanya, selesai nikah sebetulnya kami tidak perlu berbulan madu, namun mama yang mengusulkan
berbulan madu. Tetapi bulan madunya lain dari pada yang lain, karena bukan hanya aku dan Karina yang pergi berlibur, tetapi semuanya kecuali papa. Pilihan tempat bulan madu adalah satu resort di di Thailand Selatan, di pulau kecil yang sangat terisolir. Resort itu khusus untuk wisatawan yang tidak ingin diganggu liburannya.
Kami berlima menempati villa dua kamar yang dibangun di atas air. Suasananya sangat romantis. Pengunjung resort itu tidak terlalu banyak. Mungkin hanya kami yang tampang Asia, lainnya orang bule. Namun cewenya ada yang orang Thai dan Jepang atau Cina.
Banyak yang bugil bersantai di pantai. Aku seperti Joko Tarub yang dikelilingi para bidadari. Adalah si Mama yang mengusulkan agar kami bugil saja di dalam resort. Kebetulan laut di bawah penginapan tidak terlalu dalam, hanya setinggi pinggang jadi bisa berenang dengan turun dari tangga di penginapan.
Aku setuju usulan mama dan langsung terjun ke laut berenang tanpa celana. Rupanya ini mendorong lainnya ikut-ikutan yang lain sehingga kami berlima berenang bugil di sekitar penginapan. Airnya sejuk dan banyak ikan-ikan kecil berenang di dasar.
Selepas berenang kami mandi bilas bersama-sama dalam satu kamar mandi. Kalau sudah telanjang begini, sudah tidak ada lagi bedanya istri, ipar atau mertua. Semua saling merangkul, mencium dan menghisap penisku bergantian.
Diawali oleh suasana hot di kamar mandi jadi keterusan ke kamar. Aku dikerubuti oleh 4 orang bidadari yang semuanya bugil dan sedang birahi. Apakah perlu aku ceritakan suasana pertarungan dengan mereka. Kayaknya gak usah ya, nanti kepanjangan toh ceritanya juga sama dengan sebelumnya.
Setelah selesai bertempur kami makan bersama dengan hidangan yang diantar room service. Selesai makan aku menikmati rokok di teras villa dengan pemandangan laut.
Aku membayangkan yang tidak bisa terbayang, bagaimana kelak kehidupanku setelah berumah tangga dengan Karina, dimana aku bebas menyetubuhi adik-adiknya bahkan mamanya. Apa perkawinan itu hanya formalitas, tetapi faktanya aku pejantan mereka.
Karina menurutku cukup sempurna, dia bisa mengurus suami, bisa masak, rajin berbenah dan meski pun kerja kantoran, tetapi urusan di rumah tidak terbengkalai. Kami tidak mempunyai pembantu karena tidak banyak yang barus dikerjakan. Apartemen yang cukup mewah hadiah perkawinan dari papa Karina terawat apik berkat Karina pandai mengelolanya.
Setelah Stefani mempunyai pacar dan Melody setelah masuk universitas juga punya pacar. Mereka berdua jarang lagi berhubungan denganku. Sesekali Mama Margareth masih ingin berakrab sex denganku.
Sudah lebih dari 5 tahun Mama tidak pernah pulang kampung, dia mengatakan rindu dengan keluarganya. Setelah rapat keluarga, papa memutuskan mama boleh pulang kampung, tetapi papa tidak bisa menyertai. Perjalanan ke Caracas Venezuela memang sangat panjang dan melelahkan.
Rapat keluarga memutuskan akulah yang harus menemani mama, karena tidak laki-laki lain dalam keluarga setelah papa berhalangan. Aku sesungguhnya enggan melakukan perjalanan yang sangat panjang dan jauh. Sudah kebayang betapa beratnya melawan jetlag dan berbagai kendala di perjalanan.
Namun aku tidak bisa menolak dan terpaksa harus mendampingi mama. Perjalanan pertama adalah Jakarta – New York. Mama memerlukan mampir di ibukota dunia ini untuk menyambangi beberapa sanak saudaranya yang tinggal di situ. Meskipun kami terbang dengan fasilitas kelas satu, tetapi lamanya perjalanan itu membuat aku tetap saja bosan.
Kami tiba di Bandara JFK pada siang hari. Di Bandara sudah dijemput oleh salah seorang ipar mama. Dia menjemput bersama istrinya, bule cantik berambut pirang. Perjalanan dari bandara ke Manhattan cukup lama juga karena jalanan agak macet.
Mama memilih bermalam di hotel dan menolak tidur dirumah saudara-saudaranya. Hotel The Plaza dekat taman Central Park di tengah Manhattan cukup megah, konon ini adalah milik Donald Trump.
Kami tinggal di New York 3 malam untuk aklimatisasi, atau menyesuaikan diri dengan iklim setempat. Siang jadi malam dan malam jadi siang, begitulah rasanya di New York, karena perbedaan waktu lebih lambat 12 jam dari WIB.
Jadi kalau siang mata agak ngantuk, karena tubuh masih mengikuti jam WIB yang sudah malam. Sedang kalau malam susah tidur karena di Indonesia masih siang.
Aku diperkenalkan oleh keluarga besar mama yang ternyata cukup banyak tinggal di New York. Silaturahmi tidak seperti di Indonesia, tetapi pertemuan dengan dinner bersama, tertawa-tawa dan mereka bercerita mengenai masa lalu. Aku bengong saja, karena tidak punya bahan pembicaraan. Dinner setiap malam dari jam 8 malam sampai jam 10. Setelah itu bubar.
Kami tidak bisa terbang langsung dari New York ke Caracas. Ini mungkin karena perseteruan Amerika Serikat dengan Venezuela. Pilihannya kami harus stop over di Mexico. Mama memilih stop over di Cancun, satu kota wisata pantai yang sangat terkenal.
Cancun mungkin seperti Denpasar, yang kalah ramai dengan daerah resortnya yang menyebar sepanjang garis pantai lautan Atlantik. Aku dan mama menginap semalam di Cancun di sebuah hotel di tepi pantai, kalau tidak salah ingat namanya hotel Tropical.
Tidak banyak yang bisa aku kagumi dari Cancun, karena rasanya Bali jauh lebih indah. Mungkin wisatawannya saja yang menarik, karena mereka lebih berani berpakaian, terutama cewek-ceweknya . Cancun bukan kota yang murah.
Selama semalam kami nginap di hotel, kami sempatkan keluar makan malam di tempat keramaian yang merupakan bangunan kumpulan dari cafe-cafe dan club-club. Pulangnya aku agak pusing karena minuman Tequila, mama mungkin juga rada terpengaruh karena gelagatnya agak kurang normal.
Jam 11 malam kembali ke hotel. Seperti biasa aku membersihkan diri, karena badan agak lengket berkeringat. Cancun kota yang cukup hangat. Mama mengikuti ke kamar mandi, kami berdua telanjang dan saling menyeka.
Pengaruh pandangan melihat tubuh sintal seorang wanita meskipun tergolong STW, birahi jadi bangkit. Apalagi Mama malah memainkan penisku dengan menggengam dan mengocoknya.
Akhirnya kami bergumul di dalam bak air hangat. Sehingga tidak dapat dielakkan, penisku terselip masuk ke vagina mama. Aku kurang bisa bergerak leluasa, karena bak mandi yang sempit, jadi agak repot menyetubuhi mama dalam bak. Meski begitu, penisku tetap terbenam di dalam memek mama.
Mama kelihatannya juga kurang puas, akhirnya kami mengeringkan badan dan melanjutkan permainan di tempat tidur. Kami bermain berganti-ganti posisi, seperti mempratekkan kamasutra. Namun menurutku yang paling nikmat MOT dan WOT, selebihnya hanya melelahkan dan repot, karena gerakan kurang leluasa.
Aku bisa mencapai orgasmeku dan mama sempat mendapat dua kali orgasme. Orgasme adalah obat tidur, karena setelah permainan itu kami langsung tertidur sampai pagi.
Setelah sarapan pagi yang menunya sangat mexico, kami bersiap-siap berangkat ke airport untuk penerbangan ke Caracas. sumber Ngocoks.com
Tiba di Caracas sudah gelap. Ada penjemput, seorang wanita cantik yang mengacungkan papan nama isinya adalah namaku. Kami bersalaman dan sesuai dengan unggah-ungguh disana aku harus mencium pipi kiri dan kanannya.
Dia memperkenalkan diri dengan menyebut namanya Stevi. Seorang gadis bule, tapi berambut hitam, cantik sekali, bodynya proporsional dan tinggi. Cewek-cewek di Venezuela terlihat cantik-cantik. Bisa dikatakan jika ada 10 cewek yang cantik adalah 11.
Stevi adalah keponakan Mama. Dia hanya bisa berbahasa Spanyol. Aku hanya mengerti sepotong-sepotong, kalau mama jangan ditanya, menggerutu aja pakai bahasa gituan. Stevi menyetir sendiri mobilnya. Aku lupa apa mereknya, tapi sedan cukup keren, kayaknya buatan Amerika.
Stevi mengantar ke hotel dan dia memberi waktu setengah jam saja untuk kami meletakkan koper dan merapikan penampilan. Sebab sebuah gala dinner sudah dipersiapkan oleh keluarga besar di sana di rumah salah seorang family mama.
Aku hanya buang air kecil saja, sementara mama masih sempat ganti baju menyesuaikan acara makan malam. Stevi yang turut ke kamar sempat juga melepas hajat kecilnya yang desirannya nyaring sekali sampai terdengar keluar.
Sekitar 30 orang sudah duduk mengelilingi meja jamuan. Aku menyalami mereka semua memperkenalkan diri. Dinner dilaksanakan di belakang rumah di halaman terbuka. Acaranya bakar-bakaran atau barberque .Musik latin diperdengarkan tidak terlalu keras. Aku duduk terpisah jauh dari mama. Repotnya aku sulit ngobrol, yang karena mereka semua kurang bisa bahasa Inggris.
Meski begitu, aku senang karena di kiri dan kananku adalah cewek-cewek cakep. Mereka hanya senyum-senyum saja ketika tidak mengerti ucapan inggrisku. Sekitar 2 jam kami bergembira dan pulangnya rada puyeng karena kebanyakan minum minuman beralkohol.
Sesampai di hotel aku dan mama langsung tertidur sampai pagi. Kami bangun lalu mandi bersama. Kami hanya berpelukan dan saling mencium. Selesai mandi kami turun ke bawah untuk sarapan pagi. Mama memberi tahu bahwa hari ini kami akan pindah menginap atau tinggal di salah seorang saudara mama.
Tempat menginap itu memang agak jauh di luar kota, tetapi merupakan resor wisata. Di tempat itu lengkap berbagai fasilitas. Mama bercerita sambil berbisik bahwa resor itu adalah resor nudis. Kami diberi kesempatan menginap free of charge alias gratis untuk semua fasilitas. Maklum yang memiliki tempat itu adalah sepupu mama.
Sekitar sejam kami santai di restoran, muncul Stevi yang melambaikan tangan di pintu masuk restoran. Penampilannya segar, baju teng top dengan hot pan yang super pendek, sampai lekuk bokongnya kelihatan. Kelihatannya di balik teng top dia tidak pakai BH, sehingga teteknya berguncang geal-geol. Padahal teteknya cukup membusung.
Setelah cipika-cipiki dia duduk satu meja, tapi menolak ikut sarapan. Kami bertiga naik kekamar membereskan koper. Lalu turun.setelah menyelesaikan bill hotel kami melaju dengan mobil yang dikendarai Stevi.
Lalu lintas di Caracas tidak sepadat Jakarta, malah menurutku sangat longgar. Sekitar 45 menit, kami sampai di resor yang letaknya seperti di dataran tinggi. Di pintu gerbang petugas menanyai Stevi, lalu dia membukakan pintu gerbang.
Jalan masuknya lumayan panjang juga, mungkin sekitar 1 km. Wilayah resor itu memiliki pemandangan yang indah dan sangat terpelihara. Sebelum sampai di kantor penerimaan tamu mata ku sering melihat orang-orang bugil sedang menikmati liburan.
Setiba di front office, saudara mama yang memperkenalkan namanya Carlos yang merupakan pemilik resort itu menyambut kami. Pegawainya memberi well come drink rasanya seperti sprite tetapi di dalamnya ada daun mint. Aku teguk sekali teguk langsung habis, karena rasanya manis segar dan dingin.
Aku dan mama diberi kamar terpisah, malah terpisah jauh, Jika aku di sisi Barat, Mama di sisi Selatan. Kamar yang didisain. Mas Carlos, begitu aku menyebutnya sengaja memisahkan kami berjauhan agar kami lebih banyak bergaul dengan pengunjung.
Bangunan penginapannya cukup bagus, rapih, bersih, dan interior serta eksteriornya khas Mexico, dengan kayu dan batu bata yang diekspos. Di dalam kamar terdapat, tempat tidur besar, kamar mandi yang dilapisi batu alam, teras dengan pagar dari kayu bulat.
Aku masih menyimak arsitektur di dalam kamar, lalu melihat-lihat keluar dari teras kamarku. Suara ketukan pintu mengejutkan. Buru-buru aku buka pintunya.
Aku terkejut, ketika muncul sosok Stevi yang sudah telanjang bulat di depan pintuku. Tanpa ragu dan malu dia masuk ke dalam kamarku dan berbicara dalam bahasa inggris sepotong-potong yang maksudnya aku harus membuka semua bajuku pada hari ini.
Tidak terlihat kerikuhan, Stevi membantu membuka bajuku dengan memelorotkan celanaku sekalian celana dalamnya. Penisku masih loyo, mungkin karena ikut terkejut. Ditoelnya penisku yang masih lemas berkali-kali sampai akhirnya bangun. Aku membalas dengan memelintir pentil susunya kiri dan kanan. “”Wow…..” katanya.
Birahiku jadi bangkit, mungkin Stevi juga. Kami berciuman lekat sekali sambil berdiri. Harus diakui permainan pagutannya luar biasa. Aku jadi lupa daratan dan langsung meremas teteknya yang cukup menggunung dan menantang.
Puas meremas aku melakukan kerajinan tangan di selangkangannya. Terasa berlendir celahnya. Tanpa menunggu lama, aku cucukkan penisku sambil berdiri masuk ke lubang vaginanya. Terasa hangat dan lumayan mencekat. Kusandarkan Stevi ke dinding lalu aku genjot. Dia mengerang-ngerang. Aku tidak peduli apakah itu pura-pura atau memang sungguhan.
Cukup lama main berdiri, lututku jadi lemas. Sambil penisku masih tertancap aku gedong Stevi dan kami rebah ke tempat tidur lalu meneruskan genjotan. Rasa persetubuhannya jadi makin nyaman dan aku benar-benar bisa menikmati genggaman memeknya dan memperhatikan bentuk tubuhnya yang memang aduhai.
Mungkin aku bermain sekitar 15 menit. Stevi bisa juga mendapat orgasme bersamaan dengan ku. Dia menciumiku dan entah apa yang disebutkan tapi aku mengira-ira dia memujiku dari permainan singkat itu.
Bersambung…