Rambutnya sdh tersisir rapih, dgn bagian belakang dijepitkan ke atas. Dgn gaya sisiran semacam itu, leher jenjangnya yg putih mulus seolah dipamerkan dgn jelasnya. Kimono yg dikenakan masih kimono yg tadi. Kimono yg terbuat dari bahan putih, lembut, dan mengkilat. Dadanya membusung dgn gagahnya, dan putingnya tergambar jelas di kain kimono yg menutup dadanya. Wow… ada perubahan. Bau parfum! Kini bau parfum yg harum dan segar terpancar dari tubuhnya. Bau harum yg berbeda dgn wangi sabun mandi yg tadi terpancar dari tubuhnya.
“Ayo, masuk. Saya ambilkan kuitansinya.” Bibir sensual Amaya menyunggingkan senyum.
Senyum manis yg amat menggoda nafsuku. Dan berbeda dgn tadi, bibir sensualnya itu sekarang sdh berlapis lipstik tipis berwarna pink. Sexy, ranum, dan segar sekali bibir tersebut. Seolah menantang bibirku untuk melumat bibir tersebut habis-habisan.
Aku melangkah masuk.
“Sumimasen…,” kataku sambil menganggukkan kepala.
Pintu tertutup secara perlahan karena adanya pegas yg terpasang di dekat engselnya.
Aku kemudian berjalan di belakangnya menuju ruang tamu. Kuperhatikan goyang pantatnya yg sungguh aduhai. Gumpalan daging pantat itu tergambar jelas menggunduk di kimono tidurnya. Gundukan tersebut menggial ke kiri-kanan di saat melangkah, seolah menantang batang kejantananku untuk memijit-mijit kekenyalannya.
Amaya mengambil buku kuitansi dari rak buku, kemudian menyobeknya selembar.
“Ini Bobby-san, kuitansinya,” kata Amaya sambil memberikan lembaran itu padaku. Bibirnya menyunggingkan senyum. Matanya menatap diriku tajam. Namun menurut penilaianku, sunggingan bibir dan tatapan mata itu menantang diriku.
Aku mengulurkan tangan kanan untuk menerima kuitansi itu. Belum lagi kuitansi kupegang, Amaya sdh melepaskan kertas kuitansi tersebut. Akibatnya kertas kuitansi melayg jatuh. Secara refleks tanganku bergerak ke bawah berusaha menyelamatkan kuitansi sebelum menyentuh lantai. Agaknya Amaya pun melakukan gerak refleks yg sama dgnku, bahkan dia bergerak sedikit lebih cepat. Tangan Amaya berhasil menangkap kuitansi, sementara tanganku dgn tdk sengaja menangkap jari-jari tangan Amaya.
Aku terpana dgn ketdksengajaanku. Kehalusan jari-jari tangan Amaya terasa benar di dlm genggaman tanganku. Sementara posisi tubuh Amaya yg agak membungkuk membuat mataku dapat melihat belahan toket montok yg amat mulus itu dgn jelas dari belahan baju kimononya. Edan… penisku berdiri lagi.
Amaya menatap tanganku yg tanpa sengaja menggenggam jari tangannya. Kemudian tatapan matanya beralih ke wajahku. Sinar matanya itu… seperti meminta. Sinar mata orang yg sedang kehausan. Sinarmata orang yg sedang penuh hasrat.
Tiba-tiba Amaya merangkul pundakku. Toketnya menekan dadaku dgn hangatnya.
“Bobby-san. Buat apa kau berpura-pura,” kata Amaya,
“Aku tahu kau melakukan masturbasi di sini saat aku tertidur pulas tadi. Saat aku terbangun, rambutku ada yg basah oleh air mani. Dan itu pasti air manimu…”
Amaya mempererat rangkulannya pada bahuku. Dia berdiri sedikit berjinjit. Bibir sensualnya yg berwarna pink merekah itu dgn ganasnya mendarat di bibirku dan melumat-lumat bibirku. Nafasku jadi terengah-engah tdk beraturan.
“Kawamura-san…,” kataku tersenggal di saat bibirku sedikit terbebas dari bibirnya.
“Bobby-san… jangan gunakan nama keluarga saat ini. Panggil saja namaku… Amaya…,” pinta Amaya. “Bobby-san… cumbulah diriku… Sdh lama saya merindukan cumbuan hangat yg menggelora… Cumbuan laki-laki jantan yg penuh tenaga… Dan sejak pertamakali melihatmu, saya mendambakan cumbuan geloramu. Saya suka bermasturbasi dgn membayangkan tubuhmu yg tegap berisi… Bila suamiku sedang menggelutiku, kubayangkan bahwa yg menggelutiku itu adalah dirimu…”
Nafsuku terbakar. Ternyata hasratku untuk merasakan keaduhaian tubuhnya yg sdh cukup lama timbul dlm diriku tdk bertepuk sebelah tangan. Ternyata dia jg menyimpan hasrat untuk bercinta dgnku.
“Amaya…,” desahku penuh nafsu.
Bibirku pun menggeluti bibirnya. Bibir sensual yg menantang itu kulumat-lumat dgn ganasnya. Tdk kusisakan satu milimeter pun bibir itu dari seranganku. Sementara Amaya pun tdk mau kalah. Bibirnya pun menyerang bibirku dgn dahsyatnya, seakan tdk mau kedahuluan oleh lumatan bibirku.
Kedua tangankupun menyusup diantara lengan tangannya. Tubuh sexy dan kenyal itu sekarang berada dlm dekapanku. Aku mempererat dekapanku, sementara Amaya pun mempererat pelukannya pada diriku. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, walau lembaran kain baju masih memerantarai kami. Toketnya yg membusung terasa semakin menekan dadaku. Jari-jari tangan Amaya mulai meremas-remas kulit punggungku dari sela-sela lobang leher T-shirt yg kupakai.
“Bobby-san… kita langsung lepas pakaian dulu saja…,” kata Amaya sambil berusaha melepas T-shirtku.
Aku mengangkat kedua tangan ke atas untuk memberi kesempatan dia mencopot T-shirt. Tercopot sdh kaos yg kupakai itu. Kini kedua tangan Amaya dgn sigap melepaskan ikatan tali celana pendekku. Dan mencopotnya, sehingga aku kini tinggal memakai celana dlm saja.
Amaya pun merangkul punggungku lagi. Aku kembali mendekap erat tubuh Amaya sambil melumat kembali bibirnya. Sambil tangan kiri terus mendekap tubuh, tangan kananku bergerak ke samping pinggang Amaya dan melepaskan ikatan baju kimono tidurnya. Begitu terbuka kusingkapkan bukaan kimono tadi. Kemudian kedua tanganku menyusup ke dlm kimono dan langsung mendekap erat punggungnya yg berkulit halus. Amaya kemudian melepaskan rangkulannya ke tubuhku dan mengayunkan kedua tangannya satu per satu ke belakang agar kimononya terlepas dari tubuhnya. Dan terjatuhlah kimononya ke lantai. Kini dia seperti diriku, hanya mengenakan celana dlm saja.
Dlm keadaan hanya memakai celana dlm saja, kami kembali berpelukan erat dan saling melumat bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yg saling menempel. Kini kurasakan toketnya yg montok menekan nakal ke dadaku. Dan ketika saling sedikit bergeseran, putingnya seolah-olah menggelitiki dadaku. Penisku terasa hangat dan mengeras di dlm celana dlm. Penisku serasa protes, ingin ikut-ikutan menyerang tubuh mulus Amaya.
Tangan kiriku pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar Amaya, kemudian menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutku. Kini masih di dlm celana dlm, penisku tergencet perut bawahku dan perut bawah Amaya dgn enaknya. Sementara bibirku melepaskan diri dari bibir Amaya, dan bergerak ke arah lehernya. Leher jenjang yg putih mulus dan berbau harum segar itu pun kuciumi, kuhisap-hisap dgn hidungku, dan kujilati dgn lidahku.
“Ah… geli… geli…,” desah Amaya sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai dagunya terbuka dgn luasnya.
Amaya pun membusungkan dadanya dan melenturkan pinggangnya ke depan. Dgn posisi begitu, walaupun wajahku dlm keadaan menggeluti lehernya, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dgn rapatnya. Tangan kananku lalu bergerak ke dadanya yg montok, dan meremas-remas toket tersebut dgn perasaan gemas.
Setelah puas menggeluti lehernya, wajahku turun ke arah belahan dadanya. Aku berdiri dgn agak merunduk. Tangan kiriku pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak memegangi toket. Wajahku kemudian menggeluti belahan toket Amaya, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah toketnya sambil menekan-nekankannya ke arah wajahku.
Segala kemulusan dan kehalusan belahan dada itu kukecupi dgn bibirku. Segala keharuman yg terpancar dari belahan toket itu kuhirup kuat-kuat dgn hidungku, seolah tdk rela apabila ada keharuman yg tersisa sedikitpun. Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan toket itu. Kemudian bibirku bergerak ke atas bukit toket sebelah kiri. Kuciumi bukit toket yg membusung dgn gagahnya itu. Dan kumasukkan puting toket di atasnya ke dlm mulutku. Kini aku menyedot-sedot puting toket kiri Amaya. Kumainkan puting di dlm mulutku itu dgn lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit toket di sekitar puting yg berwarna coklat.
“Ah… ah… Bobby-san… geli… geli…,” mulut indah Amaya mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan, bagaikan desisan ular yg kelaparan mencari mangsa.
Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas kuat toket montok yg kenyal Amaya sebelah kanan. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dgn tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada puting di atas puncak bukit toket kanan itu.
“Bobby-san… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu… ngilu…”
Aku semakin gemas. Toket aduhai Amaya itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit toket kadang kusedot sebesar-besarnya dgn tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yg kusedot hanya putingnya dan kucepit dgn gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dgn daerah tangkap sebesar-besarnya dgn remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil puting yg mencuat gagah di puncaknya.
“Ah… Bobby-san… terus Bobby-san… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Amaya mendesis-desis keenakan.
Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kiri semakin sering frekuensinya.
Sampai akhirnya Amaya tdk kuat melayani serangan-serangan awalku. Dia dgn gerakan cepat memelorotkan celana dlmku hingga turun ke paha. Aku memaklumi maksudnya, segera kurapatkan lututku sehingga celana dlm melorot jatuh ke karpet ruang tamu. Jari-jari tangan kanan Amaya yg mulus dan lembut kemudian menangkap penisku yg sdh berdiri dgn gagahnya. Sejenak dia memperlihatkan rasa terkejut.
“Sugoi… Bobby-san, sugoi… Penismu besar sekali… Penis pacar-pacarku dulu dan jg penis suamiku tdk ada yg sebesar ini. Sugoi… sugoi…,” ucapnya terkagum-kagum.
Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah toketnya, jari-jari lentik tangan kanannya meremas-remas perlahan penisku secara berirama, seolah berusaha mencari kehangatan dan kenikmatan di liatnya menara kejantananku. Remasannya itu memberi rasa hangat dan nikmat pada penisku.
“Bobby-san, kita main di dlm kamar saja…,” ajak Amaya dgn sinar mata yg sdh dikuasai nafsu birahi.
Tangan kirinya mendorong perlahan diriku untuk membebaskan toketnya dari gelutan wajah dan tanganku. Dia lalu mengunci pintu dari dlm dan membiarkan kunci tetap tertanam di lobangnya agar orang dari luar tdk dapat membukanya. Setelah itu dia menarik tanganku.
Aku dan Amaya pun berjalan menuju menuju kamar yg ada di sebelah ruang tamu. Kamar itu berukuran dua belas tatami. Sebagaimana kamar-kamar tidur tradisional Jepang, kamar itu kelihatan kosong, tanpa perabotan rak atau lemari. Namun di salah satu dindingnya, terdapat dua buah pintu geser dimana di dalamnya terdapat suatu ruang bersusun untuk menaruh futon.
Futon adalah kasur tidur yg gampang digulung. Kebiasaan orang Jepang, bila mereka mau tidur mereka membuka futon, sedang bila selesai tidur maka futon tersebut mereka gulung kembali dan mereka simpan di ruang bersusun yg menyatu dgn dinding tersebut. Dgn cara inilah orang Jepang menghemat tempat karena di saat tdk tidur maka kamar tersebut dapat dipakai untuk acara lainnya.
Amaya yg tinggal tertutup celana dlm itu berjalan di depanku. Dari belakang, bentuk tubuhnya sungguh terlihat aduhai. Rambut belakang yg diikatnya ke atas itu menyebabkan lehernya yg jenjang terlihat jelas bagian belakangnya. Beberapa helai rambut bagian bawahnya yg pendek terlepas dari ikatan tersebut dan terjatuh menghiasi lehernya yg jenjang. Kulit punggungnya kelihatan licin. Tubuh tersebut meramping di bagian pinggangnya. Di bawah pinggang, tampak pinggulnya yg melebar dgn indahnya. Celana dlm pink minimnya tdk mampu menyembunyikan keindahan gundukan daging pantatnya yg putih dan amat mulus. Gundukan daging pantat itu menggial ke kiri-kanan dgn amat merangsangnya bergerak mengimbangi setiap langkah kakinya. Kemudian bentuk paha dan betisnya amatlah bagus, berkulit putih mulus tanpa terlihat goresan sedikitpun.
Perempuan Jepang bertubuh aduhai itu membuka pintu geser dan mengambil satu futon lebar dari dalamnya. Lebar futon itu kira-kira satu tiga per empat lebar futon yg kupunyai. Agaknya futon tersebut adalah futon untuk tidur dua orang. Amaya lalu membuka futon tersebut di atas lantai kamar yg berkarpet tebal berwarna biru tua. Dlm mengatur letaknya, dia merunduk menghadap ke arahku. Toketnya yg besar dan montok itupun tampak menggantung kenyal dgn indahnya di dadanya. Di bawah lampu neon, gundukan toket itu tampak amat mulus dan putih mengkilat.
Sementara ujungnya berwarna coklat tua, dgn putingnya yg menyembul gagah di tengah-tengahnya berwarna pink kecoklat-coklatan. Amaya kemudian mengambil sprei dari ruang susun atas, lalu menutup kembali pintu geser tersebut. Ketika mengambil sprei, tubuh tampak kanannya kelihatan jelas dari tempatku berdiri. Dari samping kanannya, toketnya kelihatan begitu membusung dgn bagusnya, di mana ujung serta putingnya kelihatan meruncing tajam dgn aduhainya. Sungguh toket dan puting yg sangat enak dilahap dan disedot-sedot.
Selesai melapisi futon dgn sprei, Amaya mematikan lampu neon dan berjalan membelakangiku dlm rangka menghidupkan lampu bercahaya kuning yg agak remang-remang. Masih pada posisi membelakangiku, dia lalu mencopot celana dalamnya. Wow… luar biasa! Kini tubuh yg membelakangiku itu telanjang bulat, tanpa suatu penutup kain selembarpun. Gumpalan daging di pantatnya yg tadi masih ditutupi celana dlm itu kini terlihat menggunduk dgn amat bagusnya. Di bawah sorot lampu kekuningan, kulit pantat yg putih itu menjadi terlihat kuning licin. Sungguh mulus sekali.
Aku tdk dapat berlama-lama memandang tubuh Amaya yg sungguh aduhai itu. Segera kurengkuh tubuhnya dari belakang dgn gemasnya. Kukecup daerah antara telinga dan lehernya. Bau harum dan segar yg terpancar dari kulitnya kuhisap dlm-dlm. Kadang daun telinga sebelah bawahnya yg kebetulan sedang tdk memakai anting-anting kukulum dlm mulutku dan kumainkan dgn lidahku. Kadang ciumanku berpindah ke punggung lehernya yg jenjang. Kujilati pangkal helaian rambutnya yg terjatuh di kulit lehernya.
Sementara tanganku mendekap dadanya dgn eratnya. Telapak dan jari-jari tanganku meremas-remas kedua belah toketnya. Remasanku kadang sangat kuat, kadang melemah. Sementara di bagian bawah, penisku kutekankan ke gundukan pantatnya yg amat mulus. Penisku merasa hangat dan nikmat berada di himpitan pantat kenyal Amaya dan kulit perut bawahku sendiri. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kananku menggencet dan memelintir perlahan puting toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas kuat bukit toket kanannya dan bibirku menyedot kulit mulus pangkal lehernya yg bebau harum, penisku kugesek-gesekkan dan kutekan-tekankan ke pantatnya. Amaya pun menggelinjang ke kiri-kanan bagaikan ikan yg hampir kehabisan air.
“Ah… Bobby-san… ngilu… ngilu… terus Bobby-san… terus… ah… geli… geli… terus… hhh… enak… enaknya… enak…,” Amaya merintih-rintih sambil terus berusaha menggeliat ke kiri-kanan dgn berirama sejalan dgn permainan tanganku di toketnya.
Akibatnya pinggulnya menggial ke kanan-kiri. Goyang gialan pinggul itu membuat penisku yg sedang menggesek-gesek dan menekan-nekan pada kenyalnya bukit pantatnya merasa semakin keenakan. Penisku serasa diremas-remas dan dipelintir-pelintir oleh pantat mulus Amaya.
“Amaya… enak sekali Amaya… enak sekali pantatmu… sssh… luar biasa… enak sekali…,” aku pun mendesis-desis keenakan.
“Hi-hik… Bobby-san… kamu keenakan ya? Penismu terasa besar dan keras sekali memijat-mijat pantatku. Wow… penismu terasa hangat di kulit pantatku… Ah…
sssh… Bobby-san… tanganmu nakal sekali di dadaku… ngilu, Bob… ngilu…,” rintih Amaya.
“Benar, Amaya… tanganku memang nakal… tetapi penyebabnya karena toketmu besar dan kenyal sekali.
Toketmu mulus sekali… Toketmu licin sekali… Sssh… luar biasa indahnya…”
“Bobby-san… ngilu… suka sekali kau memainkan toketku… Ah… geli ah, geli… Jangan mainkan hanya putingnya saja… geli… remas seluruhnya saja…” Amaya semakin menggelinjang-gelinjang dlm dekapan eratku.
“Amaya… sugoi… indah sekali toketmu… Kenapa kau tdk jadi bintang film saja… Toketmu lebih indah dari toket Natsumi Kawahama… Toketmu lebih bagus dari toket Ai Iijima… Seharusnya kau jadi bintang film saja…”
“Auw! Bobby-san… remasanmu kuat sekali… Tanganmu nakal sekali… Sssh… sssh… ngilu… ngilu… Ak… penismu di pantatku jg nakal sekali… besar sekali… kuat sekali…”
“Habis… pinggulmu bagus sekali… pantatmu kenyal dan mulus sekali… licin sekali… Wow… pantatmu bergoyang ke kanan-kiri… Edan… edan… enak sekali…”
Aku semakin bersemangat menekan-tekankan penisku di pantat Amaya yg licin dan mulus sekali itu. Tekanannya menjadi berputar-putar akibat goyangan ke kiri-kanan pinggul Amaya. Rasa hangat dan enak sekali mengalir semakin hebat di seluruh sel-sel penisku. Seiring dgn rasa enak itu aku semakin meningkatkan permainan tanganku di toket montok itu dan kecupan-kecupan bibirku di leher dan daun telinganya.
“Sssh… Bobby-san. Ngilu… ngilu… geli… geli… Nakal sekali tangan, mulut, dan penis kamu. Auw…! Ngilu… ngilu…,” suara rintihan Amaya mulai terdengar melayg. Seolah dia sdh berada di antara alam sadar dan alam tak sadar.
“Sdh Bobby-san… aku sdh tdk tahan lagi… Aku inginkan permainan yg sebenarnya… “
Tanpa menunggu aba-aba kedua kalinya, tubuh telanjang Amaya yg mulus itu langsung kubopong ke atas futon.
Di dlm boponganku, Amaya merangkulkan tangannya ke leherku sambil bibirnya mengecupi lengan tanganku. Untuk ukuran perempuan Jepang, tubuh Amaya sebenarnya termasuk istimewa. Kebanyakan perempuan Jepang, tinggi badan mereka hanya sekitar 160 cm, sedang toket mereka relatif kecil. Kalau masalah pinggul, mereka memang rata-rata mempunyai bentuk yg melebar dgn bagusnya, yg cukup kontras dgn pinggang mereka yg ramping-ramping.
Berbeda dgn Amaya, dia mempunyai badan yg tergolong tinggi, yakni 167 cm. Toketnya besar, padat, dan montok. Pinggangnya ramping, dan pinggulnya luar biasa. Kecuali melebar dgn bagusnya, gumpalan pantatnya pun membusung ke luar dgn amat indahnya. Walaupun kulitnya putih dan mulus, namun tubuhnya tdk lunak dan empuk. Seluruh bagian tubuh yg sdh kugeluti terasa padat dan kenyal. Makanya kalau dipandang dari kejauhan kulit tubuhnya mengesankan licin dan mulus sekali. Namun untuk membopong tubuh aduhai Amaya yg berukuran serba istimewa itu bagiku tdk ada masalah. Enteng-enteng saja. Tinggi badanku sendiri 174 cm. Badanku padat dan tegap. Dadaku bidang. Orang-orang Jepang temanku dlm latihan aikido bilang tubuhku sangat atletis ditambah dgn otot-otot badan yg berisi.
Tubuh Amaya kubaringkan di atas futon. Amaya tdk mau melepaskan tangannya dari leherku. Bahkan, begitu tubuhnya menyentuh futon, tangannya menarik wajahku mendekat ke wajahnya. Tak ayal lagi, bibirnya yg pink merekah itu melumat bibirku dgn ganasnya. Aku pun tdk mau mengalah. Kulumat bibirnya dgn penuh nafsu yg menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dgn kuatnya. Kulit punggungnya yg teraih oleh telapak tanganku kuremas-remas dgn gemasnya.
Kemudian aku menindihi tubuh Amaya. Penisku terjepit di antara kemulusan pangkal pahanya dan perutku bagian bawah sendiri. Rasa hangat mengalir ke penisku yg tegang dan keras. Bibirku kemudian melepaskan bibir sensual Amaya. Kecupan bibirku pun turun. Kukecup dagu Amaya yg bagus. Kukecup leher jenjang Amaya yg memancarkan bau wangi dan segarnya parfum yg dia pakai. Kuciumi dan kugeluti leher indah itu dgn wajahku, sementara pantatku mulai bergerak aktif sehingga penisku menekan dan menggesek-gesek paha Amaya. Gesekan maju-mundur di kulit paha yg licin itu membuat penisku bagai diperas dgn gerakan maju-mundur. Kepala penisku merasa geli-geli enak oleh gesekan-gesekan paha Amaya.
Puas menggeluti leher indah itu, wajahku pun turun ke toket montok Amaya. Dgn gemas dan ganasnya aku membenamkan wajahku ke belahan dadanya, sementara kedua tanganku meraup kedua belah toketnya dan menekannya ke arah wajahku. Keharuman toketnya kuhirup sepuas-puasku. Belum puas dgn menyungsep ke belahan dadanya, wajahku kini menggesek-gesek memutar sehingga kedua gunung toketnya tertekan-tekan oleh wajahku secara bergantian.
Sungguh sedap sekali rasanya ketika hidungku menyentuh dan menghirup dlm-dlm daging toket yg besar dan kenyal itu. Kemudian bibirku meraup puncak bukit toket kiri Amaya. Daerah toket yg kecoklat-coklatan beserta putingnya yg pink kecoklat-coklatan itu pun masuk dlm mulutku. Kulahap ujung toket dan putingnya itu dgn bernafsunya, tak ubahnya seperti bayi yg menetek susu setelah kelaparan selama seharian. Di dlm mulutku, puting itu kukulum-kulum dan kumainkan dgn lidahku.
“Bobby-san… geli… geli…,” kata Amaya kegelian.
Aku tdk perduli. Aku terus mengulum-kulum puncak bukit toket Amaya. Putingnya terasa di lidahku menjadi keras. Kemudian aku kembali melahap puncak bukit toket itu sebesar-besarnya. Apa yg masuk dlm mulutku kusedot sekuat-kuatnya. Sementara toket sebelah kanannya kuremas sekuat-kuatnya dgn tanganku. Hal tersebut kulakukan secara bergantian antara toket kiri dan toket kanan Amaya. Sementara penisku semakin menekan dan menggesek-gesek dgn beriramanya di kulit pahanya. Amaya semakin menggelinjang-gelinjang dgn hebatnya.
“Bobby-san… Bobby… ngilu… ngilu… hihhh… nakal sekali tangan dan mulutmu… Auw! Sssh… ngilu… ngilu…,” rintih Amaya.
Rintihannya itu justru semakin mengipasi api nafsuku. Api nafsuku semakin berkobar-kobar. Semakin ganas aku mengisap-isap dan meremas-remas toket montoknya. Sementara penisku berdenyut-denyut keenakan merasakan hangat dan licinnya paha Amaya.
Akhirnya aku tdk sabar lagi. Kulepaskan toket montok Amaya dari gelutan mulut dan tanganku. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku membimbing penisku untuk mencari liang meqinya. Kuputar-putarkan dulu kepala penisku di kelebatan jembut disekitar bibir meqi Amaya. Bulu-bulu jembut itu bagaikan menggelitiki kepala penisku. Kepala penisku pun kegelian. Geli tetapi enak.
“Bobby-san… kamu sdh ingin masuk? Hi-hi-hik… dasar masih perjaka. Baru pertama kali menggeluti perempuan, jadi tdk sabar untuk merasakan meqi perempuan. Hi-hi-hik… kau akan cepat terlempar ke langit ketujuh, Bob. Kau akan segera ejakulasi… Namun bukan masalah, nanti kita dapat melakukan babak kedua…”
Jari-jari tangan Amaya yg lentik meraih penisku yg sdh amat tegang. Pahanya yg mulus itu dia buka agak lebar.
“Sugoi… sugoi… penismu besar dan keras sekali, Bob…,” katanya sambil mengarahkan kepala penisku ke lobang meqinya.
Sesaat kemudian kepala penisku menyentuh bibir meqinya yg sdh basah. Kemudian dgn perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, penis kutekankan masuk ke liang meqi. Kini seluruh kepala penisku pun terbenam di dlm meqi. Daging hangat berlendir kini terasa mengulum kepala penisku dgn enaknya.
Aku menghentikan gerak masuk penisku.
“Bobby-san… teruskan masuk, Bob… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,” Amaya protes atas tindakanku.
Namun aku tdk perduli. Kubiarkan penisku hanya masuk ke lobang meqinya hanya sebatas kepalanya saja, namun penisku kugetarkan dgn amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dgn ganasnya menggeluti lehernya yg jenjang, lengan tangannya yg harum dan mulus, dan ketiaknya yg bersih dari bulu ketiak. Amaya menggelinjang-gelinjang dgn tdk karuan.
“Sssh… sssh… enak… enak… geli… geli, Bob. Geli… Terus masuk, Bob…”
Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dgn kuat-kuat. Sementara tenaga kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan… satu… dua… tiga! Penisku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dlm meqi Amaya dgn sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dgn pangkal pahanya yg mulus yg sedang dlm posisi agak membuka dgn kerasnya. Sementara kulit penisku bagaikan diplirid oleh bibir dan daging lobang meqinya yg sdh basah dgn kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt!
“Auwww!” pekik Amaya.
Aku diam sesaat, membiarkan penisku tertanam seluruhnya di dlm meqi Amaya tanpa bergerak sedikit pun.
“Sakit Bobby-san… Nakal sekali kamu… nakal sekali kamu…,” kata Amaya sambil tangannya meremas punggungku dgn kerasnya.
Aku pun mulai menggerakkan penisku keluar-masuk meqi Amaya. Aku tdk tahu, apakah penisku yg berukuran panjang dan besar ataukah lubang meqi Amaya yg berukuran kecil. Yg saya tahu, seluruh bagian penisku yg masuk meqinya serasa dipijit-pijit dinding lobang meqinya dgn agak kuatnya. Pijitan dinding meqi itu memberi rasa hangat dan nikmat pada penisku.
“Bagaimana Amaya, sakit?” tanyaku
“Sssh… enak sekali… enak sekali… Barangmu besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru lobang meqiku…,” jawab Amaya.
Aku terus memompa meqi Amaya dgn penisku perlahan-lahan. Toket kenyalnya yg menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku akibat gerakan memompa tadi. Kedua putingnya yg sdh mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku yg bidang. Kehangatan toketnya yg montok itu mulai terasa mengalir ke dadaku. Penisku serasa diremas-remas dgn berirama oleh otot-otot meqinya sejalan dgn genjotanku tersebut. Terasa hangat dan enak sekali. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala penisku menyentuh suatu daging hangat di dlm meqi Amaya. Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala penis sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.
Kemudian aku mengambil kedua kakinya yg putih mulus dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar penisku tdk tercabut dari lobang meqinya, aku mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Amaya kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok meqinya perlahan dgn penisku, betis kirinya yg amat indah itu kuciumi dan kukecupi dgn gemasnya. Setelah puas dgn betis kiri, ganti betis kanannya yg kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku. Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan rasa nikmat di penisku dgn mempertahankan gerakan maju-mundur perlahannya di meqi Amaya.
Setelah puas dgn cara tersebut, aku meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah toketnya. Masih dgn kocokan penis perlahan di meqinya, tanganku meremas-remas toket montok Amaya. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua putingnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara perlahan. Puting itu semakin mengeras, dan bukit toket itu semakin terasa kenyal di telapak tanganku. Amaya pun merintih-rintih keenakan. Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dgn sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah.
“Ah… Bobby-san, geli… geli… Tobat… tobat… Ngilu Bob, ngilu… Sssh… sssh… terus Bob, terus…. Edan… edan… penismu membuat meqiku merasa enak sekali… Nanti jangan disemprotkan di luar meqi, Bob. Nyemprot di dlm saja… aku sedang tdk subur…”
Aku mulai mempercepat gerakan masuk-keluar penisku di meqi Amaya.
“Ah-ah-ah… bener, Bob. Bener… yg cepat… Terus Bob, terus… “
Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Amaya. Tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk penisku di meqi Amaya. Terus dan terus. Seluruh bagian penisku serasa diremas-remas dgn cepatnya oleh daging-daging hangat di dlm meqi Amaya. Mata Amaya menjadi merem-melek dgn cepat dan dan indahnya. Begitu jg diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yg luar biasa.
“Sssh… sssh… Amaya… enak sekali… enak sekali meqimu… enak sekali meqimu…”
“Ya Bob, aku jg merasa enak sekali… terusss… terus Bob, terusss…”
Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kantholku pada meqinya. Penisku terasa bagai diremas-remas dgn tdk karu-karuan.
“Bob… Bob… sugoi Bob, sugoi… sssh… sssh… Terus… terus… Saya hampir keluar nih Bob…
sedikit lagi… kita keluar sama-sama ya Booob…,” Amaya jadi mengoceh tanpa kendali.
Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau keluar. Namun aku harus membuatnya keluar duluan. Biar perempuan Jepang yg molek satu ini tahu bahwa lelaki Indonesia itu perkasa. Biar dia mengakui kejantanan orang Indonesia yg bernama Bobby ini. Sementara penisku merasakan daging-daging hangat di dlm meqi Amaya bagaikan berdenyut dgn hebatnya.
“Bobby-san… Bobby… Bobby…,” rintih Amaya. Telapak tangannya memegang kedua lengan tanganku seolah mencari pegangan di batang pohon karena takut jatuh ke bawah.
Ibarat pembalap, aku mengayuh sepeda balapku dgn semakin cepatnya. Bedanya, dibandingkan dgn pembalap aku lebih beruntung. Di dlm “mengayuh sepeda” aku merasakan keenakan yg luar biasa di sekujur penisku. Sepedaku pun mempunyai daya tarik tersendiri karena mengeluarkan rintihan-rintihan keenakan yg tiada terkira.
“Bob… ah-ah-ah-ah-ah… Kimochi Bob, kimochi… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar Bob… mau keluar… ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…”
Tiba-tiba kurasakan penisku dijepit oleh dinding meqi Amaya dgn sangat kuatnya. Di dlm meqi, penisku merasa disemprot oleh cairan yg keluar dari meqi Amaya dgn cukup derasnya. Dan telapak tangan Amaya meremas lengan tanganku dgn sangat kuatnya. Mulut sensual Amaya pun berteriak tanpa kendali:
“…keluarrr…!”
Mata Amaya membeliak-beliak. Sekejap tubuh Amaya kurasakan mengejang.
Aku pun menghentikan genjotanku. Penisku yg tegang luar biasa kubiarkan diam tertanam dlm meqi Amaya. Penisku merasa hangat luar biasa karena terkena semprotan cairan meqi Amaya. Kulihat mata Amaya kemudian memejam beberapa saat dlm menikmati puncak orgasmenya.
Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding meqinya pada penisku berangsur-angsur melemah, walaupun penisku masih tegang dan keras. Kedua kaki Amaya lalu kuletakkan kembali di atas futon dgn posisi agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Amaya dgn mempertahankan agar penisku yg tertanam di dlm meqinya tdk tercabut.
“Bobby-san… kamu luar biasa… kamu membawaku ke langit ke tujuh,” kata Amaya dgn mimik wajah penuh kepuasan,
“Sdh dua tahun terakhir ini suamiku tdk pernah membawa aku orgasme. Baru setengah jalan dia selalu sdh keluar. Dlm dua tahun belakangan ini aku mencapai kepuasan seks lewat onani sambil menonton blue film. Aku selalu membayangkan bahwa perempuan yg digenjot dlm film itu adalah diriku. Dan sejak kamu tinggal di sini, aku selalu membayangkan bahwa laki-laki yg menggenjot lawan mainnya di film tersebut adalah kamu.”
Aku senang mendengar pengakuan Amaya itu. Berarti selama aku tdk bertepuk sebelah tangan. Aku selalu membayangkan kemolekan tubuh Amaya dlm masturbasiku, sementara dia jg membayangkan kugeluti dlm onaninya.
“Bobby-san… kamu seperti yg kubayangkan. Kamu jantan… kamu perkasa… dan kamu berhasil membawaku ke puncak orgasme. Luar biasa nikmatnya…”
Aku bangga mendengar ucapan Amaya. Dadaku serasa mengembang. Dan bagai anak kecil yg suka pujian, aku ingin menunjukkan bahwa aku lebih perkasa dari dugaannya. Perempuan Jepang harus kewalahan menghadapi laki-laki Indonesia. Perempuan Jepang harus mengakui kejantanan dan keperkasaan pria Indonesia.
Kebetulan aku saat ini baru setengah perjalanan pendakianku di saat Amaya sdh mencapai orgasmenya. Penisku masih tegang di dlm meqinya. Penisku masih besar dan keras, yg harus menyemprotkan pelurunya agar kepalaku tdk pusing.
Aku kembali mendekap tubuh mulus Amaya, yg di bawah sinar lampu kuning kulit tubunya tampak kuning dan licin. Penisku mulai bergerak keluar-masuk lagi di meqi Amaya, namun masih dgn gerakan perlahan. Dinding meqi Amaya secara berangsur-angsur terasa mulai meremas-remas penisku. Terasa hangat dan enak. Namun sekarang gerakan penisku lebih lancar dibandingkan dgn tadi. Pasti karena adanya cairan orgasme yg disemprotkan oleh meqi Amaya beberapa saat yg lalu.
“Ahhh… Bobby-san… kau langsung memulainya lagi… Sekarang giliranmu… semprotkan air manimu ke dinding-dinding meqiku… Sssh…,” Amaya mulai mendesis-desis lagi.
Bibirku mulai memagut bibir merekah Amaya yg amat sensual itu dan melumat-lumatnya dgn gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menygga berat badanku, tangan kananku meremas-remas toket montok Amaya serta memijit-mijit putingnya, sesuai dgn irama gerak maju-mundur penisku di meqinya.
“Sssh… sssh… sssh… enak Bob, enak… Terus… teruss… terusss…,” desis bibir Amaya di saat berhasil melepaskannya dari serbuan bibirku.
Desisan itu bagaikan mengipasi gelora api birahiku.
Sambil kembali melumat bibir Amaya dgn kuatnya, aku mempercepat genjotan penisku di meqinya. Pengaruh adanya cairan di dlm meqi Amaya, keluar-masuknya penis pun diiringi oleh suara,
“srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Mulut Amaya di saat terbebas dari lumatan bibirku tdk henti-hentinya mengeluarkan rintih kenikmatan,
“Bbob… ah… Boobb… aah… Bobb… ahhh… Boobbb… aahh…”
Penisku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari toketnya. Kedua tanganku kini dari ketiak Amaya menyusup ke bawah dan memeluk punggung mulusnya. Tangan Amaya pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun memulai serangan dahsyatku. Keluar-masuknya penisku ke dlm meqi Amaya sekarang berlangsung dgn cepat dan bertenaga. Setiap kali masuk, penis kuhunjamkan keras-keras agar menusuk meqi Amaya sedalam-dalamnya. Dlm perjalanannya, penisku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding meqi Amaya. Sampai di langkah terdalam, mata Amaya membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan tertahan,
“Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar meqi, penis kujaga agar kepalanya yg mengenakan helm tetap tertanam di lobang meqi. Remasan dinding meqi pada penisku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dgn gerak masuknya. Bibir meqi yg mengulum penisku pun sedikit ikut tertarik keluar, seolah tdk rela bila sampai ditinggal keluar oleh penisku. Pada gerak keluar ini Bibir Amaya mendesah, “Hhh…”
Aku terus menggenjot meqi Amaya dgn gerakan cepat dan menghentak-hentak. Remasan yg luar biasa kuat, hangat, dan enak sekali bekerja di penisku. Tangan Amaya meremas punggungku kuat-kuat di saat penisku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang meqinya. Beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plakk! Plaak! Plaakkk! Pergeseran antara penisku dan meqi Amaya menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt… Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil yg merdu yg keluar dari bibir Amaya:
“Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…”
Penisku terasa empot-empotan luar biasa. Rasa hangat, geli, dan enak yg tiada tara membuatku tdk kuasa menahan pekikan-pekikan kecil:
“Amaya… Amaya… sugoi… sugoi… Enak sekali Amaya… Meqimu enak sekali… Meqimu hangat sekali… sugoi… jepitan meqimu enak sekali…”
“Bob… Boob… terus Booob…,” rintih Amaya,
“enak Bobb… enaaak… Ak! Akh! Akhh! Hh… Ak! Hh… Ak! Hhh…”
Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru penisku. Gatal yg enak sekali. Aku pun mengocokkan penisku ke meqinya dgn semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dlm, penisku berusaha menusuk lebih dlm lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa enak yg luar biasa di penis pun semakin menghebat.
“Amaya… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat dan gatal yg luar biasa aku tdk mampu menyelesaikan ucapanku yg memang sdh terbata-bata itu.
“Bobb… Boob… Booob! Ak-ak-ak… Aku mau keluar lagi… Ak-ak-ak… aku ke-ke-ke…”
Tiba-tiba penisku mengejang dan berdenyut dgn amat dahsyatnya. Aku tdk mampu lagi menahan rasa gatal yg sdh mencapai puncaknya. Namun pada saat itu jg tiba-tiba dinding meqi Amaya mencekik kuat sekali. Dgn cekikan yg kuat dan enak sekali itu, aku tdk mampu lagi menahan jebolnya bendungan dlm alat kelaminku.
Prut! Prutt! Pruttt! Kepala penisku terasa disemprot cairan meqi Amaya, bersamaan dgn pekikan Amaya, “…keluarrrr…!” Tubuh Amaya mengejang dgn mata membeliak-beliak. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com
“Amaya…!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Amaya sekuat-kuatnya, seolah aku sedang berusaha meremukkan tulang-tulang punggungnya dlm kegemasan. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yg jenjang. Cairan spermaku pun tak terbendung lagi. Crot! Crott! Crottt! Spermaku bersemburan dgn derasnya, menyemprot dinding meqi Amaya yg terdalam. Penisku yg terbenam semua di dlm kehangatan meqi Amaya terasa berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya aku dan Amaya terdiam dlm keadaan berpelukan erat sekali, sampai-sampai dari alat kemaluan, perut, hingga ke toketnya seolah terpateri erat dgn tubuh depanku. Aku menghabiskan sisa-sisa sperma dlm penisku. Crett! Creet! Creeet! Penisku menyemprotkan lagi air mani yg masih tersisa ke dlm meqi Amaya. Kali ini semprotannya lebih lemah.
Perlahan-lahan baik tubuh Amaya maupun tubuhku tdk mengejang lagi. Aku kemudian menciumi leher mulus Amaya dgn lembutnya, sementara tangan Amaya mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku merasa puas sekali berhasil bermain sex dgn Amaya.
Pertama kali aku bermain seks, bidadari lawan mainku adalah perempuan jepang yg bertubuh tinggi dan kenyal, berkulit putih mulus, bertoket besar dan padat, berpinggang ramping, dan berpinggul besar serta aduhai. Tdk rugi air maniku diperas habis-habisan pada pengalaman pertama ini oleh orang semolek Amaya.
“Bobby-san… Terima kasih Bob. Puas sekali saya. Indah sekali… sungguh… kimochi yokatta,” kata Amaya lirih.
“Malam ini tidur di sini saja ya, Bob?”
Aku tdk memberi kata jawaban. Sebagai jawaban, bibirnya yg indah itu kukecup mesra. Amaya kemudian mengambil dua buah bantal tipis serta sebuah selimut besar dari dlm rak futon. Aku dan dia tidur bersama tanpa mengenakan selembar pakaian pun di bawah satu selimut. Dia meletakkan kepalanya di atas dadaku yg bidang, sedang tangannya melingkar ke badanku. Bau harum bir yg dia minum masih terpancar dari udara pernafasannya.
Tamat