SUNGAI SUMIDA, TOKYO
Yoga mencoba membuka kedua matanya, tubuhnya terasa begitu dingin. Sendi tubuhnya juga terasa linu, samar cahaya matahari dari atas sungai menyirami tubuhnya, mata ilmuwan itu memrencing. Samar dilihatnya keadaan sekitar, asing. Sebuah papan besar dengan tulisan kanji Jepang berbunyi “Sungai Sumida” telihat tak jauh dari tempat Yoga saat ini.
Yoga melihat tubuhnya sudah berada di tepi sungai dengan keadaan basah kuyup. Suasana di tepi sungai itu juga begitu sunyi, tak ada satu orangpun yang berada di sekitar, bahkan semilir angin terdengar sampai ke telinga. Pakaian yang dikenakan Yoga juga robek disana-sini seperti bekas terkoyak hewan buas.
Ilmuwan itu mencoba mengingat kembali momen terakhirnya sebelum berada di tempat ini. Kesadarannya hilang sesaat setelah menyuntikkan darah Kraken ke tubuhnya, lalu bagaimana dirinya bisa berada di tepi sungai Sumida yang jaraknya begitu jauh dari kota Fukuoka?
Yoga berusaha keras mengumpulkan keping-keping memori ingatannya tapi semua itu tak berhasil. Ingatan Yoga seperti terpotong setelah dirinya menyuntikkan darah Kraken ke dalam tubuhnya.
Selang beberapa saat, Yoga beranjak berdiri. Di dalam otaknya saat ini adalah kembali ke apartemennya lalu setelah itu bersiap untuk pulang ke Indonesia seperti apa yang telah disampaikan Ibunya. Mungkin saja di Indonesia masih ada lembaga penelitian atau perusahaan IT yang mau mempekerjakan dirinya. Tapi belum sampai Yoga melangkahkan kakinya untuk pergi terdengar suara lantang dari belakang tubuhnya.
“Berhenti! Angkat tanganmu!” Teriakan dari Polisi Jepang berseragam lengkap dan mengacungkan senjata laras panjang mengarah pada Yoga.
“Angkat tangan! Jangan bergerak!” Seru polisi yang lain, ternyata di tepian sungai sudah bersiap 1 kompi polisi satuan khusus dengan peralatan siap tempur telah mengepung Yoga.
Ilmuwan itu panik, dia masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat dirinya sampai dikepung oleh banyak polisi seperti ini. Beberapa anggota kepolisian mulai mendekat dengan sikap siaga, moncong senjata masih mengarah pada sosok Yoga yang masih berdiri mematung.
“A..Ada apa ini?! Apa salah saya?” Tanya Yoga.
“Diam! Angkat tanganmu atau kami tembak!” Perintah salah seorang Polisi, kali teriakannya jauh lebuh keras dan tegas dari sebelumnya, senjata laras panjang masih mengarah pada tubuh Yoga yang kini berjarak hanya sekian meter.
“Tung..Tunggu dulu! Ada apa in. ”
DOR ! DOR! DOR!
Letupan senjata api terdengar memekakan telinga sebelum Yoga menyelesaikan kalimatnya. Tubuh ilmuwan itu jatuh tersungkur ke tanah dua buah timah panas menembus perut dan pinggangnya. Ngocoks.com
Yoga merasakan tulangnya hancur berantakan dari dalam, rasa ngilu, panas, perih dan semua rasa sakit seolah berkumpul menyelimuti tiap sendinya. Polisi semakin mendekat, tubuh Yoga sudah ambruk tak bergerak dengan tergenang darah segar. Tapi sepersekian detik tiba-tiba tubuh Yoga mengejang hebat, terdengar bunyi patahan tulang dari dalam tubuh ilmuwan itu.
KRAAKKK!
KRAKKK!
KRAK!
“Aaarghhttttt!!!”
Pemandangan mengerikan langsung terlihat ketika tubuh Yoga terkoyak dari dalam. Puluhan tentakle muncul secara tiba- tiba dari dalam tubuh ilmuwan itu, mengoyak, mencabik daging Yoga dari dalam hingga membuat tubuh Yoga tak berbentuk seperti manusia lagi, melainkan berubah menjadi monster Kraken.
Monster itu kini berdiri, belasan tentakle terlihat mulai mengular memenuhi hampir seluruh tubuhnya, tingginya nyaris 2 meter dengan wajah dan mata begitu mengerikan. Setiap orang yang melihatnya merasa diteror mimpi buruk.
“Tembak! Tembak dia!” Seru komandan polisi menggunakan pengeras suara.
“HAAAARRMMMM!!!!!!”
Suara letusan senjata langsung terdengar menyalak, membuat bising keadaan tepi sungai Sumida yang awalnya begitu tenang kini berubah menjadi seperti arena pertempuran. Ratusan butir peluru dimuntahkan, menyerang tubuh monster kraken tapi tak satupun yang berhasil membuatnya tumbang.
Keadaan justru berbalik ketika tentakle monster itu membelit tubuh anggota polisi, mencekiknya, kemudian melemparkan tubuh tak berdaya itu ke dalam sungai.
Beberapa polisi lain mendapat nasib yang lebih buruk ketika tentakle monster itu menembus tubuh, mengoyak, hingga mencabiknya secara brutal. Teriakan ketakutan dan kesakitan langsung membahana di tepi sungai Sumida, belasan Polisi tewas sementara yang lainnya lari tunggang langgang menyelamatkan diri.
Suara sirine meraung-raung mendekat, monster Kraken seperti tau jika kini apa yang dihadapinya akan semakin banyak. Mosnter itu melangkah perlahan mendekati bibir sungai, sesaat dia melihat ke arah belakang, belasan tubuh manusia bergelimpangan dengan luka yang sangat mengenaskan akibat kebrutalannya.
“HAAAARARRRRMMMMMM!!!!”
Suara itu kembali terdengar dari mulut monster Kraken sebelum dirinya menceburkan diri ke dalam sungai Sumida lalu menghilang begitu saja.
1 MINGGU KEMUDIAN
Siang itu cuaca begitu terik, matahari seolah ingin memberikan tanda jika kegagahannya di atas langit tak bisa dikalahkan oleh siapapun di muka bumi, sengatannya membuat efek panas yang lumayan menyiksa. Ustad Ferdy terlihat mengamati proses pembangunan masjid yang dibiayai oleh Yayasan keagaaman milik keluarga besarnya.
Belasan kuli bangunan sibuk bekerja dengan diawasi oleh dua orang mandor. Kasman, pemenang tender proyek pembangunan itu juga tampak mendampingi Ustad Ferdy. Pria berkulit gelap itu menjelaskan detail rencana pembangunan masjid sambil menunjukkan lembar blueprint pada Ustad Ferdy.
“Kira-kira kurang berapa lama lagi? mi sudah molor 1 bulan lebih, tapi proses pengecoran masih belum juga dimulai.” Kata Ustad Ferdy nampak kecewa.
“Kami usahakan bulan ini sudah mulai pengecoran Pak. Saya juga sudah memerintahkan untuk lembur tiap tiga hari sekali buat ngejar deadline Pak.” Jawab Kasman.
“Bukan apa-apa Mas Kasman, cuma Saya selalu ditanyakan soal progress pembangunan masjid ini oleh pengurus Yayasan. Ini semua pakai dana umat Mas, jadi berat beban Saya untuk ngasih pertanggung jawaban kalau molor terus.” Keluh Ustad Ferdy penuh kekecewaan.
“Saya mengerti Pak, Saya juga minta maaf karena molor dari deadline.” Ucap Kasman, dalam hatinya dia merasa begitu kesal dikomplain oleh suami selingkuhannya itu. Apalagi Ustad Ferdy mengatakannya tepat di hadapan para kuli bangunan dan mandor.
Hal yang tidak diketahui oleh Ustad Ferdy adalah penyebab utama dari molornya pengerjaan proyek pembangunan masjid ini adalah karena keculasan Kasman sebagai kontraktor.
Kasman menggunakan sebagian uang proyek untuk kebutuhan pribadinya. Bahkan tak jarang para kuli dan mandor digaji telat karena dana yang seharusnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan operasional proyek habis digunakan oleh Kasman.
Maka tak heran jika proyek ini menjadi molor karena seringkali para pekerjanya malas disebabkan gajinya belum diberikan oleh Kasman. Ketika masih mengamati proses pengerjaan pembangunan masjid, ponsel Ustad Ferdy berdering, tanda ada panggilan masuk. Pria itu langsung mengangkatnya.
“Assalamualaikum Umi.” Kasman melirik ke arah Ustad Ferdy saat tau yang menelepon ustad itu adalah Umi Latifah, selingkuhannya.
“Mas, cepat pulang! Yoga Mas! Yoga!”
Teriak Umi Latifah panik.
“Umi tenang dulu, jelaskan pelan-pelan. Ada apa sebenarnya? Yoga kenapa Mi?” Tanya Ustad Ferdy.
“Pokoknya Mas harus pulang sekarang juga! Yoga sudah ada di rumah Mas!” Pekik Umi Latifah tak sabar.
“Yoga sudah pulang? Kamu nggak bercanda kan Mi?” Kali ini Ustad Ferdy tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Anak satu-satunya yang beberapa hari terakhir menjadi buronan polisi dan dinyatakan menghilang kini sudah berada di rumah.
“Bener Mas! Udah cepet buruan pulang!”
“Ok..Ok..Aku pulang sekarang Mi!
Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“Mas Saya pamit pulang dulu, ada hal yang mendesak, perlu segera Saya selesaikan. Pesan Saya cuma satu, segera selesaikan pembangunan masjid ini. Saya nggak mau kembali molor dengan alasan apapun.” Kata Ustad Ferdy berpamitan pada Kasman.
“Baik Ustad, serahkan saja pekerjaan di sini pada Saya. Ustad tenang saja.” Balas Kasman.
Ustad Ferdy bergegas menuju mobilnya, sementara itu Kasman memandangi pria itu dari jauh. Perasaannya mendidih, marah bercampur benci membayangkan Ustad Ferdy bisa setiap hari memeluk serta mencumbu Umi Latifah, sesuatu yang mulai dia dambakan setelah menjadi sekingkuhan wanita cantik itu.
Dilihatnya layar ponsel, membuka aplikasi pesan. Sudah hampir 1 minggu terakhir semua pesan-pesannya pada Umi Latifah tak dibalas, teleponnya pun tak pernah diangkat. Wanita bertubuh sintal itu terkesan sedang menghindarinya.
Kini secara kebetulan dia bisa mengetahui jika selingkuhannya itu sedang berkomunikaai dengan Ustad Ferdy. Kasman tersenyum licik, dia tau bagaimana caranya membuat Umi Latifah tidak bersikap cuek lagi pada dirinya. Pria itu lalu mengetikkan sebuah pesan yang ditujukan kepada Umi Latifah.
Temui Aku besok malam di hotel Lotus. Atau Kau ingin keberadaan Yoga diketahui Polisi?
Kasman kembali tersenyum licik setelah menekan tanda “KIRIM” pada layar ponselnya.
Bersambung…