Aku masih berbaring di atas ranjang yang selama belasan tahun dulu menjadi tempatku melepas lelah sebelum memutuskan untuk pergi ke Fukuoka. Kamarku, ruangan dengan cat cream muda, tak luas tapi cukup nyaman buatku. Di sisi dekat jendela terdapat meja belajar, tumpukan buku biologi masih tertata rapi pada rak kecil yang terbuat dari kayu jati.
Aroma kamar ini masih saja sama seperti dulu, saat Aku masih tinggal di sini. Mungkin Ibuku setiap hari masih membersihkan kamarku ini, sehingga tidak ada yang berubah selama Aku pergi ke Jepang.
Kemarin Aku menginjakkan kakiku kembali di sini setelah melalui banyak rintangan. Mengelabui petugas imigrasi, hingga berhasil menumpang ke kapal penyelundup lalu diturunkan di pelabuhan tanjung perak Surabaya. Semua itu Aku lakukan tentu untuk menghindari petugas kepolisian yang ingin menangkapku hidup atau mati.
Awalnya Aku masih tak mengingat dengan apa yang terjadi hingga Aku menjadi target buruan nomor satu polisi, tak hanya polisi Jepang, tapi juga interpol.
Sampai pada satu ketika ketika Aku bersembunyi melihat fotoku sudah terpampang jelas di sebuah dark website lengkap dengan video Kraken yang muncul dadlam tubuhku menyerang secara membabi buta sampai membunuh belasan Polisi. Ngocoks.com
Aku terhenyak, sama sekali tak mengira jika darah Kraken pada tubuhku ternyata membawa dampak luar biasa seperti itu. Tapi, menyerahkan diri bukanlah pilihan. Profesor Takhesi pasti akan menjadikanku sebagai kelinci percobaan karena hanya akulah satu- satunya manusia yang bisa bermutasi dengan monster Kraken sampai detik ini.
Menyerahkan diri sama saja langkah bunuh diri secara sukarela, maka Aku memutuskan untuk kembali ke Indonesia setidaknya di sini Aku bisa membuat rencana jangka panjang untuk hidupku dan monster Kraken yang bersemayam di dalam jasadku.
Satu hal yang belum Aku pahami sampai saat ini adalah bagaimana cara mengendalikan monster yang ada di dalam tubuhku. Aku belum bisa mendominasinya, justru monster ini yang seperti menguasai diriku.
Dia bisa kapan saja muncul tanpa bisa Aku kontrol, dan lebih berbahaya lagi adalah ingatanku langsung terpotong tak mengingat apapun ketika monster itu muncul dan menggantikan tubuhku. Hal ini yang harus segera Aku temukan solusinya.
“Ayo makan dulu Nak, Umi sudah masak pepes ikan, makanan kesukaanmu.”
Pintu kamarku terbuka, Umi muncul, membuyarkan lamunanku. Umi sudah berbeda dengan kemarin saat pertama kali melihatku datang, saat itu dia begitu shock bahkan sempat beberapa kali mencoba untuk kabur.
Beruntung Aku bisa mencegahnya, hingga Aku bisa meyakinkan Umi bahwa Aku adalah Yoga Pratama, anak satu-satunya yang dia lahirkan. Aku bisa memahami sikap Umi yang seperti itu karena tentu berita tentangku telah sampai ke sini.
“lya Umi.” Ujarku seraya bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ruang makan.
Di meja makan sudah menunggu Ayahku dan Umi, keduanya tersenyum saat melihatku berjalan mendekat. Di depanku sudah tersaji jejeran makanan yang semuanya adalah kesukaanku. Pepes ikan, tumis kangkung, dan tentu saja sambal terasi buatan Umi.
Semua makanan itu selama 5 tahun terakhir tak dapat Aku nikmati ketika berada di Jepang. Kami bertiga makan dengan bercengkrama hangat, kedua orang tuaku sama sekali tak membahas masalah yang menimpaku saat ini mungkin mereka berdua ingin membuatku merasa nyaman berada di rumah sendiri.
Tapi ada satu hal yang membuat terasa janggal, sikap Umi kepada Ayahku yang tak sehangat dulu bahkan terkesan dingin. Ada apa dengan mereka berdua? Terlalu banyak hal yang aku lewatkan di sini, semua karena mimpiku dalam mengejar karir hingga melupakan kebahagiaan keluargaku sendiri.
Sore itu, Aku melihat Umi begitu tegang setelah menerima telepon dari seseorang. saat Aku tanyakan ada apa, Umi hanya beralasan jika dirinya melupakan jadwal kajian keagamaan.
Alasan yang membuatku semakin curiga, apalagi setelah menerima telepon itu Umi langsung bergegas pergi setelah sebelumnya bersiap dengan mengenakan make up tipis, sesuatu yang dari dulu tak pernah aku lihat. Umi pergi dengan berdandan dan memakai make up, benar- benar asing.
Rasa kecurigaanku semakin tergelitik, maka setelah Umi pergi dengan menaiki mobil Aku berinisiatif untuk membuntutinya dengan mengenakan sepeda motorku yang sekian tahun hanya teronggok di garasi.
Mobil Umi menuju ke pusat kota, menembus padatnya lalu lintas hingga akhirnya mobil itu berbelok ke sebuah hotel bintang 4, hotel Lotus. Benarkah acara kajian agama diadakan di hotel ini? Aku semakin penasaran dan terus mengikuti Umi sampai ke pelataran parkir.
Aku masuk lebih dulu ke dalam loby beralasan pada petugas keamanan sedang menunggu teman. Kuambil duduk di pojok ruangan, beruntung lobby hotel sore itu terlihat cukup ramai, hingga kehadiranku sama sekali tak mengundang banyak perhatian.
Tak berselang lama Umi melangkah masuk, dia tak sendirian, Umi ditemani oleh seorang pria berbadan tinggi besar dan berkulit gelap. Siapa pria itu? Aku tak pernah sekalipun melihatnya selama ini. Keduanya nampak begitu mesra dengan Umi mengamit lengan kekar pria itu, keduanya mendekati meja resepsionis untuk melakukan check in.
Dadaku bergemuruh, emosi melihat Umi telah berselingkuh, mengkhianati Ayahku! Ditengah rasa amarah itu Aku merasakan ada yang bergejolak dari dalam tubuhku, tidak! Ini adalah Kraken! Aku tidak boleh membuatnya keluar saat ini!
Buru-buru Aku melangkah pergi dari lobby hotel, tujuanku hanya satu, meredakan emosiku agar tak dimanfaatkan oleh monster yang bersemayam di dalam tubuhku. Aku kembali pulang, hujan deras sore itu Aku terjang tak mempedulikannya.
Yang aku pikirkan saat ini adalah segera menemui Ayahku dan menceritakan semuanya. Bagaimana mungkin Umi bisa melakukan hal gila seperti itu? Apa yang sebenarnya terjadi pada keluargaku selama ini? Pertanyaan- pertanyaan itu membuat isi kepalaku penuh dan menginginkan sebuah jawaban segera.
Sesampainya di rumah, aku segera menemui Ayah. Terkejut melihat tubuhku yang basah kuyup, Ayah nampak khawatir, takut jika ada sesuatu yang terjadi kepadaku.
Apalagi statusku masih sebagia buronan Polisi. Tapi yang membuat Aku menjadi gamang sekaligus terkejut adalah reaksi Ayahku saat mendengar cerita perselingkuhan Umi. Reaksinya biasa saja bahkan nyaris datar.
“Ayah sudah tau semuanya. Ayah minta maaf kepadamu sudah gagal menjadi kepala rumah tangga yang baik, gagal jadi suami yang baik untuk Umimu.” Kata Ayah sebelum menghela nafas panjang. Aku begitu kecewa mendengarnya, Ayahku terlihat lemah dan tak berdaya menghadapi masalah ini.
“Loh? Kenapa Ayah yang minta maaf? Umi yang salah! Umi yang mengkhianati Ayah!” Kataku dengan nada tinggi, Aku muak melihat ketidakberdayaan seperti ini, mengingatkanku pada saat dipecat dari laboratorium oleh Profesor Takhesi.
“Tenang Yoga, Ayah sudah ikhlas menerima kenyataan Umimu tidur dengan laki-laki lain. semua ini terjadi karena Ayah tidak bisa membuat Umi menjadi wanita sempurna, semua karena kesalahan Ayah.” Ujar Ayahku.
“Tidak Yah! Ini semua bukan salah Ayah, tapi salah Umi dan pria brengsek itu!” Emosiku meninggi tanpa bisa Aku kontrol.
“Yoga! Kamu kenapa Nak! Yoga!” Tiba- tiba Ayahku terpekik kaget, dia bangkit dari duduknya dan mundur perlahan ketika melihat dari tubuhku muncul tentakle, menembus leher dan dadaku, menggeliat penuh lendir.
“Yoga! Sadar nak! Yoga!” Ayahku berteriak ketakutan. Aku tak bisa mengendalikan Kraken, tentaklenya semakin banyak keluar mengoyak kulit dan dagingku dari dalam.
“Peerr…giiii! Pergiiii..!” Teriakku pada Ayah sebelum semuanya menjadi gelap dan Aku hilang kesadaran.
Bersambung…
