Tiba-tiba aku bertanya,
“Eh kamu hari Minggu koq tidak pergi main-main sih? kan bisa besok nagih.”
“Aa.. aku pengen beresin ini Bu…” katanya.
“Masih banyak yang mesti ditagih?” tanyaku lagi.
“Tidak, ini terakhir.”
“OK, ini uangnya dan terima kasih ya,” kataku sambil berdiri.
Terlihat mukanya kecewa karena mungkin inginnya sih apa ya? (mana aku tahu dia mikir apa, yang jelas tegangnya masih tuh di balik celana pendek jeansnya).
Dia berdiri dan cepat ditutupkannya lagi tasnya di depan kemaluannya.
“Eh Banu, mau bantu Mbak tidak?” tanyaku.
Dengan sergap ia menjawab, “Mau…” katanya senang.
“Ini Mbak mau pakai krim tapi susah kalau di belakang punggung. Mau tidak kamu bantuin oleskan.”
Wah kalian mesti lihat ekspresi mukanya, seperti orang menang lotere 1 juta dolar tuh.
“Ayo sini naik ke kamar Mbak deh!” ajakku.
Berdebar-debar aku membayangkan ini semua. Lubang vaginaku sudah bukan main gatelnya. Aku berbaring telungkup tanpa melepas handuk setiba di kamar. Ngocoks.com
“Itu Ban, ada di meja hias yang warna putih botolnya.”
“Ini ya Mbak?” katanya cekatan.
Ia sudah lupa dengan tasnya dan celananya seperti sebuah tenda dengan tonggak tegak lurus.
“Yep….. itu dia Banu. Ini mulai dari pundak atasku ya Ban.
Ia duduk di pinggirku dan nafasnya terdengar terengah-engah. “Srr…” duh dinginnya krim itu ketika ia mulai mengoles pundakku. Tangannya terasa hangat sekali dan gemetar.
“Banu kamu pernah tidak ngolesin body cream gini?” tanyaku untuk membuat ia relaks.
“Ahhh… nggak pernah. Mbak cantik sekali dan kulitnya halus bener deh,” katanya sambil terus mengoleskan krim.
Ah enak, dan pahanya terasa menempel pada sisi tubuh atasku.
“Eh Mbak, ini handuknya ngehalangin,” katanya lebih berani.
Aku berdebar dan… “Oh iya… dorong saja…” tangannya mendorong sisi atas haduk di punggungku dan ditambahkannya krim dan dioleskannya ke punggungku.
“Mbak.. eeeh… saya buka saja ya handuknya.”
Ah… batinku, berani juga anak ini. Kuangkat sedikit badanku dan ditariknya handuk dan jadi longgar dan copot. Buah dadaku terasa sedikit pedih waktu ditariknya handuk itu dan telanjang bulatlah aku. Dari kaca meja hias aku lihat Banu ternganga lagi melihat tubuh mulus dan montok tersaji di depan matanya. Ia lupa mesti memberi krim. Aku pun menahan nafsuku dan tetap terlungkup.
“Eh Banu ayo dong! ngeliatin apa sih kayak belum pernah ngeliat wanita,” desahku merangsang.
“Oh iya iya…”
Dia mengoles lagi dengan sigapnya, tangannya teasa tambah hangat.
“Hmm, pantatnya juga tidak Mbak Etty?”
Hi hi hi dia panggil aku pakai nama Etty, lucu rasanya karena sudah lama tidak dipakai nama itu.
“Iya,” ujarku.
Dan “Seerr…” rabaan tangannya membuatku mendesah keenakan dan suasana di kamar itu sudah penuh dengan hawa nafsu saja. Rabaan tangannya mulai mengcengkeram kedua bukit sintal, dan aku pelan-pelan merenggangkan pahaku dan kuangkat sedikit pantatku. Banu pindah ke dekat pahaku dan aku geli karena pasti dia ingin lihat vaginaku. Sengaja kuangkat terus dan kulebarkan lagi pahaku dan tangannya masih meremas-remas (bukan ngolesin lagi cing).
Kulihat ia menjilatkan lidahnya ke bibirnya dan tangannya mendekat ke arah paha dan jempolnya kiri dan kanan mendekat ke vaginaku sambil tetap meremas-remas pantatku sebelah bawah. Aku pun tak sadar mendesah-desah keenakan dan terasa di sebelah dalam pahaku mengalir cairan dari vaginaku.
Aku diam saja supaya Banu tidak malu dan kuintip terus dari kaca kelakuannya. Diulurnya jempolnya dan terasa sentuhan halus di tepi bibir vaginaku. Enak dan aku angkat lagi pantatku dan jempolnya menyentuh lebih berani. Aku menahan terus nafsuku, maunya sih aku sudah berbalik dan kuterkam saja si Banu ini tapi itu akan mengurangi nikmat.
Banu melihat aku diam saja dan jempolnya tambah ke dalam pahaku dan ia kelihatan terkejut merasakan lincir dan hangat, basah sekali bibir vaginaku. Ia melihat aku tetap terdiam, aku menggigit bantal yang kupeluk dan terasa puting susuku gatal sekali juga. Kutahan nafsuku dan kubiarkan dia eksplorasi dulu.
Nak Banu… aduhh…” keluhku, “Shhh… enak sekali…”
Dan kakinya tambah dikangkangkannya lebar-lebar, pantatnya naik sedikit sehingga vaginaku sudah terpampang di mata Banu yang terbelalak. Tenggorokannya kering sekali dan tangannya dingin. Bulu kemaluanku sudah menempel karena kuyup. Jari Banu meremas-remas pantat dan paha atas.
Dilihatnya vagina merekah dan bau khas seperti laut begitu merambah hidungnya membuat suasananya tambah merangsang. Dasar anak masih “ijo” dia tak tahu mau ngapain. Aku biarkan jarinya mendekat ke bibir vaginaku dan kutahan nafas mengantisipasi enak yang bakal kurasakan.
Kutinggikan lagi pantatku dan terasa jarinya menyentuh dan mulai menggosok dengan rasa ingin tahu sambil takut dimarahi. Aku berbisik, “Terus Banu… paha dalam ibu itu perlu juga,” aku memberanikan dirinya, dan aku lebarkan lagi pahaku sehingga betul betul sudah bebas terlihat belahan vaginaku dari belakang situ.
Jari-jari Banu mulai mendekat lebih jauh ke lubang dan bibir-bibir kiri dan kanan vaginaku dan mengorek-ngorek. “Aduhhh… nikmat sekali…” Jari tengah Banu masuk ke lubang basah dan keluar-masuk, ia mengorek-ngorek tanpa tahu apa yang harus dikerjakan.
Kutuntun tangannya dan kutangkupkan pada vaginaku dan jari telunjuknya aku letakkan di atas klitorisku “Gosok dan gelitik Banu!” kataku. Pantatku tambah tinggi sehingga aku hampir berlutut. Pantatku sudah hampir setinggi mulut Banu yang ternganga selebar pintu Tol.
Dengan pelan tanganku meraba paha Banu, seperti orang kena listrik ia mengejang. “Jangan takut Banu, Ibu tidak apain kok.” Aku naikkan lagi dan penisnya yang sudah keras luar biasa terasa di luar celana pendeknya. Aku elus-elus dan ia seperti orang kesurupan, matanya terbalik-balik keenakan, dan kutarik celananya ke bawah, ia berdiri dan bebas merdeka batangnya itu.
Kugenggam erat-erat dan aku bilang, “Banu kamu ke belakang situ dan tempelkan penismu ini ke mulut lubang vagina.” Aku menungging berlutut, pantatku tinggi ke atas dan posisi vaginaku sudah terbuka lebar. Banu mendekat dan sambil memegang penisnya ia mengarahkan ke vaginaku.
“Ahhh.. ahhh… enak Banu…”
“Iya Mbak enak sekali…”
Aku pegang penisnya dan pelan-pelan kuamblaskan ke dalam lubang vaginaku. Gila panas sekali batangnya itu. Dan aku mulai berayun-ayun ke depan dan ke belakang. Banu pegangan pada pinggulku, buah dadaku berayun-ayun menggelantung bebas. Dan pelan sekali kusedot penis Banu dalam vaginaku, kugerakkan otot dinding vaginaku bergelombang-gelombang.
Di kaca aku melihat posisiku dan Banu, sungguh pemandangan luar biasa. Anak masih “ijo” itu antusias sekali dan kelihatan ia masih bingung-bingung. Terus kugenjot dan Banu mulai pintar mengikuti gerakannya, dan terasa batangya maju-mundur menggaruk-garuk dinding vaginaku dengan nikmat sekali.
Dan 2 menit kemudian meledak-ledak orgasmeku dan ia kujepit dengan kencang dalam vaginaku sampai terasa seperti kuperas batangnya sampai kering dari spermanya. Terdampar Banu di atas punggungku dan aku rebah ke ranjang. Penisnya masih setengah tegang dan terasa berdenyut denyut. Itu pengalaman Banu pertama.
Aku tertidur setelah itu dengan enak sekali, sungguh segar. Besoknya aku sibuk di kebun sampai sore, dan siangnya aku tidur lagi sebentar, rencanaku anak kostku yang lain akan kupetik perjakanya. Jam 06.00 sore aku mandi dan dandan sedikit, aku kenakan daster tipis. Setelah itu aku duduk di kamar tamu membaca koran sore menunggui anak-anak kost pulang kuliah sore.
Ketukan di pintu menyadarkan aku dan aku bilang, “Iya…” Andi masuk dan ia senyum-senyum.
“Ada apa Andi? nggak jadi nginap di rumah Anwar ya?” kataku manis.
Aku tak bangkit dari ranjang, dasterku agak tersingkap kubiarkan. Mata Andi segera melihat itu dan senyum lagi.
“Anu Mbak Etty. Perlu apa-apa tidak?” katanya sambil mendekat.
“Oh ini Mbak Etty…” katanya sambil duduk di sampingku dan tangannya memegang tanganku.
“Tapi tidak boleh marah ya… Herman, Toni kan masih SMA, mereka baru dapat pelajaran biologi dan sering nanya-nanya, aku tapi sulit juga menjelaskan kalau tidak ada peragaan.”
“Lha iya, kamu kan di kedokteran bisa dong ngejelasin,” kataku.
Elusan tangannya membuat hatiku berdesir lagi dan vaginaku langsung mendenyut. (Gila nafsuku besar sekali sih batinku).
“Lalu kenapa?”
“Ini lho, tapi bener ya tidak boleh marah?” kata Andi lagi.
“Iya sudah, apa sih susah banget mau ngomong. Kamu perlu uang buat beli peta biologi?”
“Eh tidak, sebenernya sudah ada tapi perlu bantuan Mbak Etty,” kata Andi lagi.
“Gini Mbak, mereka ingin tahu tubuh wanita dan aku pikir paling gampang kalau Mbak Etty tidak keberatan aku pakai tubuh Mbak buat peragaannya.”
“Ha.. ha.. ha… Andi kamu ada-ada saja, malu ah,” kataku sambil berdebar-debar dengan pengalaman baru ini.
“Boleh tidak Mbak?” desak Andi lagi.
“Iya dah, tapi gimana? aku mesti apa?”
Baru aku bilang begitu pintu kamar sudah terbuka dan masuk Herman dan Toni. Kurang ajar dari tadi mereka nguping di pintu. Aku agak menjerit karena kaget. Herman dan Toni malu-malu dan mukanya merah. Andi mengajak mereka ke tempat tidurku dan katanya, “Mbak saya lepas ya dasternya.” Aku malu, karena aneh rasanya ada 3 lelaki muda di kamarku.
Tapi gemuruh di dadaku menggebu-gebu membayangkan tubuh ke-3 anak muda ini. Aku hanya bisa manggut-manggut, lidahku kelu dan duh vaginaku sudah langsung melembab dan lembek terasa hangat bibir vaginaku. Aku duduk dan kuangkat dasterku dan waktu tanganku ke atas buah dadaku langsung bebas menggelinjang sintal dan kulihat mata ke-3 anak itu membelalak. Kutup buah dadaku dengan daster yang sudah lepas dan Andi mendekat lagi.
“Mbak baring ya, tangannya ke atas. Ini kita serius kok Mbak, mereka besok ujian. Jadi Mbak tidak usah malu karena membantu nih.” Tanganku ditariknya kedua-duanya ke atas dan buah dadaku munjung dengan bebas dan seksi sekali. Kulirik dan duh mereka sudah pada tegang. Aku berbaring hanya bercelana dalam segitiga kecil sekali hampir tak bisa menutup vaginaku dan di depannya jelas sekali basah sudah.
Andi juga suaranya bergetar karena menahan nafsu, aku rasa. “Ton, Man sini kamu di sisi sana biar aku jelaskan tentang buah dada,” katanya sok seperti dosen. Herman dan Toni berdesak-desak dengan gesit mendekat. Andi memegang buah dadaku dan menjelaskan bahwa ini adalah buah dada yang sehat dan terpelihara baik katanya sambil meremas, dan katanya,
“Nah kamu coba pegang dan remas-remas! Herman kamu perah yang sini dan Toni kamu coba kekenyalan yang satunya, kemudian gantian dan bandingkan.” Mata mereka jalang sekali dan kedengaran desah nafas mereka yang sudah tak beraturan. Aku sendiri begitu diremas Andi tak sadar mendesah enak. Dan seketika kedua anak itu rebutan meremas-remas kedua buah dadaku, dan banjirlah cairan di vaginaku.
“OK.. OK.. sudah sudah cukup!” seru Andi, “Sekarang lihat ini, ini adalah puting susu dan di sekitarnya ini disebut aerola,” katanya sambil memelintir putingku ke kiri dan kanan, aku menggelinjang geli. “Ini kalau sehat akan bereaksi bila disentuh atau dirangsang sehingga mengeras,” lanjutnya. “Nah coba kamu pegang puting seorang satu ya… dan pelintir seperti ini!” katanya sambil mencontohkan dijepitnya puting susuku di antara jempol dan jari telunjuknya dan diputarnya putingku.
Aduh seketika aliran syarafku ke vagina tambah enak rasanya. Vaginaku terasa kuyup dan mengalir ke sisi pahaku. Celana dalamku tak dapat menampung lagi cairan itu. Herman memelintir puting susu kiri dan Toni di buah dada kananku.
Aku tak sadar kakiku sudah mengempit dan bergoyang-goyang menahan rasa geli dan pinggulku bergeser-geser di ranjang. Andi sendiri memperhatikan kedua anak itu praktikum di puting susuku dan keduanya asyik sekali. Diremasnya vaginaku dari luar celana dalam sehingga aku sudah kehilangan sadar dan rasa malu. Gelinjang-gelinjangku sudah seperti kuda liar.
“Andi… Andi… ooohh… Gila kalian ayo dongg…” Pelintir-pelintiran tangan Tony dan Herman masih terus dan mereka seperti anak kecil dapat mainan. “OK OK, stop dulu!” muka keduanya kecewa dan mereka menurut sekali. “Sekarang kita beralih ke bagian sini,” katanya sambil meremas vaginaku. Aku senang sekali serasa akan mendapat pelepasan. Mereka semua jelas-jelas sudah ereksi penisnya tapi masih menahan diri.
Sebenarnya aku yang sudah tidak tahan ingin sekali vaginaku dimasuki batang panas dan aku gembira sekali membayangkan ada 3 penis panas. “Ini namanya vagina,” kata Andi sambil meremas-remas terus dari luar CD-ku yang sudah kuyup. “Mas Andi, kenapa kok basah gitu sih?” tanya Toni dengan polos sambil agak bergetar dan parau suaranya. “Oh ini,” kata Andi sambil memegang depan CD-ku. “Ini biasa kalau wanita sedang birahi maka akan keluar cairan-cairan seminal seperti ini.
Dan maaf Mbak Etty, saya turunkan ya celananya!” Lagi aku tak bisa menjawab kelu lidahku dan aku hanya manggut cepat dan kuangkat pantat dan pinggulku. Andi menyelipkan tangannya ke samping CD-ku dan menariknya turun, seketika terbukalah vaginaku dan Herman maupun Toni tambah besar saja belalak mata mereka.
Andi mengelus-elus vaginaku dan mengatakan, “Ayo kalian pindah ke sini dekat paha Mbak Etty biar jelas,” katanya. Nafas Andi pun mendengus-dengus, aku rasa kalau dibiarkan ia sudah mau menancapkan penisnya ke dalam lubangku.
Andi menjepitkan jarinya pada bibir vaginaku yang tebal, empuk panas dan menyibak bibir vaginaku dan menariknya keluar, “Nah ini namanya labia, bibir vagina,” kata Andi. “Coba kalian rasakan, dielus-elus seperti ini!” katanya lagi. “Ahhh… nikmat sekali…” Herman dan Tony dengan gemetar memegang seorang sebelah dan menariknya. Kemudian mengelus-elus dengan ujung jari-jari mereka.
Gila geli sekali, dan aku senang karena mereka serius dan semangat sekali (iya lah mana tidak semangat melihat vagina begitu cantik). Ada dua menit mereka menarik-narik pelan dan mengintip-intip dari dekat, dengus nafas mereka geli sekali kena pahaku di atas. Dan Andi menghentikan mereka. “OK, berikutnya perhatikan bentuknya ini,” katanya sambil menyibak rambut kemaluanku yang sudah kuyup oleh cairan vaginaku. Aduh, itu cairan mengalir kemana-mana terasa sampai ke lubang duburku.
“Ini adalah klentit atau klitoris,” katanya sambil menarik kacangku yang sudah keras sekali. Di dorongnya keluar di antara kedua jarinya dan lihat…!” katanya lagi. “Ini kalau disenggol akan mengeras seperti ini.” Dan dimain-mainkannya dengan ujung jarinya klitorisku itu.
Mataku gelap rasanya seperti mau pingsan karena enak sekali. “OK, kamu coba Man,” katanya ke Herman, dan Herman dengan semangat menggoyang klitorisku dan ia juga bereksperimen menjepit klitorisku dengan kedua jari dan memilin-milin.
Pantatku menggelinjang-gelinjang liar dan Tony aku lihat sepintas ternganga melihat kelakuanku. Andi sementara itu tak tinggal diam, ia memeperhatikan kedua anak itu sambil meremas-remas memerah buah dadaku. Aku lemas dengan nafsu yang sudah memuncak sekali. Pahaku sudah ngangkang lebar sekali dan bau mesum dari vaginaku memenuhi kamar.
Badanku terasa hangat sekali dan betapa lubang vaginaku mengharapkan batang panas, tapi aku masih mengikuti semua permainan anak-anak ini. “OK, sudah!” katanya setelah Toni juga mendapat giliran. “Sekarang seperti ini kalian harus tahu bahwa lubang vagina ini sangat sensitif jadi tidak boleh kasar kalau mau memeriksa.” Andi memasukkan jari tengahnya yang kasap ke dalam lubang vaginaku dan begitu masuk dinding vaginaku langsung mendenyut mencengkeram, “Senut… senuttt…”
“Usahakan kuku kalian harus sudah digunting dan tidak tajam, karena kalau sampai luka sulit nanti sembuhnya,” katanya sok tahu seperti dosen sungguhan. “OK, kalian coba masukkan dan gosok gosok seperti ini keluar-masuk,” katanya. Aku terbadai saja di ranjang dan kedua anak ini bergantian memasukkan jari tengahnya memasturbasi aku, entah berapa kali sudah aku orgasme.
Seprei ranjang sudah kusut seperti kapal pecah. Andi terus meremas-remas buah dadaku sambil memainkan puting susuku. “Nah sekarang kita harus mengerti juga bau vagina yang sehat seperti ini,” kata Andi. Ia mendekatkan hidungnya ke lubang vaginaku dan hembusan nafasnya yang panas menambah bara nafsuku.
Kalau aku tidak menahan diri sudah kuterkam si Andi ini dan kutunggangi penisnya. Aku masih play along dengan mereka. Kemudian Andi berbicara lagi. “Dan kita juga perlu menjilati untuk tahu rasanya cairan ini,” katanya sambil bibirnya langsung menerkam vaginaku.
“Ahhhh…” jeritku keenakan. Dan lidah kasapnya segera bermain di sekitar situ, kira-kira semenit ia dengan berat hati melepaskan dan…”OK, sekarang Toni kamu coba!” Toni dengan cekatan mendekat dan memasukkan mukanya di antara selangkanganku yang sudah kubuka lebar-lebar.
Aku ambil bantal dan kuganjal pantatku sehingga vaginaku munjung keluar. Mulut Toni terasa panas sekali dan dengan semangat ia menciumi dan seruput-seruput ia menjilati. Aku terbadai lagi dan orgasmeku memuncak untuk kesekian kalinya. Lidah Toni berkali-kali masuk ke lubang vaginaku dan cairan demi cairan dihisapnya.
Kadang kadang ia menghisap dengan kencang dan pahaku sudah tak sadar mengempit kepala Toni. “Sudah Ton!” kata Herman menarik Toni dan membuka paksa pahaku, dia juga tidak sabaran jadinya.
“Dan gantian Herman!” Aduh, gila digigitnya bibir kemaluanku, rupanya saking semangat tergigit sedikit bibir vaginaku, tapi ia juga semangat dan terasa lidahnya lebih panjang dan kasar lagi dari lidah Toni dan Andi. Aku menggeruskan vaginaku ke mulutnya dan pahaku mengempit kepala Herman di antara kedua pahaku yang sintal putih.
Sementara Andi sudah membuka celananya dan penisnya sudah keras sekali, disorongkannya ke mulutku dan dengan rakus aku menerkam dan mengelomohi kepala penisnya. Toni juga tadi melihat Andi, ia meremas-remas buah dadaku dengan semangat. Kadangkadang aku agak menjerit karena sakit juga, mungkin gemes si Toni ini.
Herman masih asyik menyeruput vaginaku dan klitorisku, dia cari dan disedot. Toni tadi tidak sampai mengisap-isap klitorisku. Tak lama Andi meletup orgasmenya dan dengan rakus aku hisap kencang sambil meremas-remas batangnya dan mengocok-ngocok supaya spermanya keluar semua. Kutelan habis semua sperma itu.
Toni ternganga lagi melihatku ganas seperti itu dan binal sekali. “Man, Man sudah Man!” kata Andi. Herman dengan segan mengangkat kepalanya dari vaginaku. Andi mengatakan, “Mbak Etty, kami perlu membuat eksperimen lanjutan, boleh tidak?” Aku sudah tidak bisa berpikir karena ingin sekali penis-penis ini kuremas dalam vaginaku.
Andi mengeluarkan pisau cukur Gillette dan katanya, “Man kamu ambil itu sabun untuk cukur kita cukur jembut Mbak Etty!” Toni masih terus meremas-remas buah dadaku dan kadang mempermainkan puting susuku, dan dihisap-isapnya juga. Tanganku memegang batang penisnya dari luar celana. Kemudian aku bilang,
“Kalian tidak fair masak aku sendiri yang telanjang bulat kalian semua buka juga dong!” Aku rasa aku mesti lapor ke Jaya Suprana di MURI karena kalau ada rekor buka baju pasti mereka menang. Dalam sekejab sudah telanjang semua.
Herman dan Toni bulu kemaluannya masih halus-halus, mereka baru SMU kelas I, kalau tidak salah ingatanku. Herman mengoleskan sabun di bulu-bulu kemaluanku sambil jarinya iseng mencubiti klitorisku. Dan Andi mulai mencukur dari mulai perut bawahku dengan hati-hati sekali, dan terasa bulu kemaluanku berjatuhan dan dingin di tempat yang sudah bersih.
Terus Andi maju dan sekitar bibir tepi-tepi vaginaku juga. Ditariknya lembar bibir vaginaku dan dicukurnya pelan-pelan. Dan dalam beberapa menit gundul sudah vaginaku. Andi mengambil kaca kecil dan menyuruhku duduk. Aku mengangkang sambil duduk dan Andi meletakkan kaca itu di depan vaginaku, ha ha ha lucu sekali dan klitrosisku tampak jelas nongol, bibir vaginaku merekah dan kelihatan seperti kerang mentah.
“OK, sekarang giliranku,” kataku, “Kalian bertiga tiduran, kita lihat siapa yang paling kuat, Mbak akan tunggangi kalian satu persatu dan yang paling kuat lama malam ini boleh tidur sama Mbak sampai pagi hadiahnya,” kataku sambil senyum dengan buas dan binalnya. Ketiganya cepat berbaring dan aku bilang,
“Ambil bantal semua, taruh bantal di bawah pantatnya!” Aku merasa liar sekali melihat ketiga tiang bendera dari daging itu sudah berdiri tegak lurus. Hmm, aku mulai dari Toni, dia berbaring di tengah dan aku jongkok di atas penisnya, kugenggam batang itu dan kugosok-gosok kepalanya di mulut vaginaku.
Pelan-pelan aku jongkok lebih dalam dan kepala penisnya mulai masuk. Toni merem menikmati dan mulutnya terbuka dan mendesah-desah keenakan. “Bless…” masuk semua dan aku turun terus sampai terbenam dan aku mulai bergoyang berputar tanpa naik-turun dengan cepat, genggaman vaginaku kukerahkan dengan kuat, terus kuputar searah jarum jam.
Buah dadaku yang montok bergoyang, satu di kiri diremas Andi dan yang kanan diremas Herman, mereka juga ikut terengah-engah. Aku mulai mengulek penis Toni ke depan dan ke belakang, berayun-ayun, pinggulku berputar-putar, dan terasa hangat dan kerasnya penisnya di dalam vaginaku dan mata Toni terbelalak ke atas sehingga kelihatan putihnya saja, dan badannya melengkung kejang.
Dalam 2 menit sudah orgasme dia dan semprotan maninya di dalam vaginaku panas sekali. Dan aku sendiri karena buah dadaku diremas-remas kedua anak ini di kiri dan di kanan juga tak lama ikut meledak. Suasana yang cabul ini menggelorakan birahi, dan aku mengejangkan badanku menikmati orgasme entah keberapa.
Kempitan vaginaku membuat Toni agak kesakitan karena kuatnya otot dinding vaginaku. Terasa klitorisku menyentuh rapat ke penis Toni, dengan terengah-engah aku berlutut dan kucabut vaginaku dari penis Toni yang kuyup dengan sperma dan cairan kewanitaanku.
Aku merangkak pindah menungging di atas penis Herman, buah dadaku bergantung bebas, aku ingin mengisap penis Herman dan menelan sumber awet muda, tadinya aku juga maunya Toni aku sedot dulu spermanya yang penuh protein itu, hanya vaginaku gatal sekali tadi. Dan setelah digaruk oleh kepala penis itu, enak sekali, agak mending walau aku masih penuh birahi.
Terasa Andi menggosok vaginaku dengan tissue untuk melap mani Toni yang berleleran dan aku sudah tak perduli. Kuraih batang penis Herman yang kulihat agak gemetar menahan gejolak senangnya, ia membayangkan penisnya bakal aku sedot. Kuciumi dulu sepanjang batang penis dari satu sisi ke sisi lain. kemudian kulekatkan lidahku di bagian bawah kepala penisnya yang sudah berkilat-kilat basah dan kuputar sekitar penis itu dengan lincah dan seketika menggelinjang Herman keenakan.
“Aduh Mbak Ettyyy…” dan tangannya seketika mencengkeram rambutku dan mendorong agar penisnya masuk ke mulutku. Aku sengaja hanya menyentuh dengan ujung lidahku di atas kepala penisnya, dan tanganku mengelus-ngelus buah zakarnya yang sudah padat itu. Kuremas-remas buah pelir itu dan ciuman-ciuman ke batang penis sekitar pelir membuat ia tambah liar dan sudah seperti kuda liar.
Menggeram minta agar aku menyedot. Ah anak muda perjaka. Aku masukkan kepala penisnya saja ke dalam mulutku dan kukelomoh seperti makan es krim Walls saja laiknya atau Lolipop. Pembaca wanita yang belum pernah nyoba anda kehilangan cara-cara yang menakjubkan ini untuk memberi nikmat pada pasangan anda (pasangan di rumah maupun di luar).
Dan tanganku tetap menggocok pelir dan batang Herman sementara itu dari belakang Toni memelukku dan memerah-merah buah dadaku dan eh gila si Andi masuk ke selangkanganku yang sudah di lapnya dan ia menarik pantatku sehingga aku terduduk dengan vagina di atas mulut Andi. “Uihhh geli sekalii…” dan Andi karena sudah lebih pengalaman (siapa dong gurrunya) memberiku kenikmatan selangit. “Aahhh…”
Gila deh aku dan tiga anak muda-muda dan telanjang bulat semua. Sayang tidak ada kamera video waktu itu. Kuhisap kencang sampai pipiku kempot dan lidahku menyambar-nyambar kepala penis di dalam dan akhirnya Herman mengangkat tinggi-tinggi pantatnya dan aku hampir tersedak penisnya masuk ke dalam rongga mulutku yang dalam, dan… “Srot… srott…” Bertubi-tubi spermanya muncrat dan kusedot dan kutelan habis.
Mbak-Mbak, ini dia obat awet muda, rahasia lho. Dan Andi menyedot terus klitorisku sehingga aku pun orgasme dan saking naik ke otak, mataku gelap dan aku duduk menekan vaginaku di mulut Andi sambil berputar di situ. Aku tumbang ke samping dan Andi bangun, mulutnya berbuih putih di sekitar bibirnya sehingga aku tertawa melihatnya sambil terengah-engah. Cerita seks ini di upload oleh situs ngocoks.com
Dan Toni sudah ereksi lagi, Andi juga dan Herman masih mencari nafas, penisnya separuh tegang. Kuambil air di gelas dan sambil menenangkan nafas aku minum, eh lagi duduk gitu susuku sudah diremas-remas lagi dan idih ini anak-anak, entah tangan siapa masuk mengorek-ngorek vaginaku dan aku dipeluk dari belakang, siapapun aku sudah tidak perduli.
Aku menikmati mereka malam ini. Ujian biologi? Hmm aku tahu mereka hanya buat alasan saja. Telingaku dicium dan dijilat entah oleh siapa, perutku juga diciumi salah satu anak, dan aku langsung spanning”Ayo Ton, maju-mundur, Mbak kepit dengan tetek nih penismu, enak tidak.”
“Eeenakk… Mbakkkk…” gumamnya bingung. Dia dengan canggung maju-mundur, keringat di buah dadaku menjadi pelincinnya. “Man kamu berlutut di atas mulut Mbak dan sinikan penismu ke dalam mulut Mbak lagi,” kataku.
Lalu akhirnya Andi menyemprotkan spermanya ke dalam vaginanya, dan disusul Herman sambil mengerang kuhisap teras penisnya dan muncratlah spermanya memenuhi mulutku. Toni masih terus menggesek-gesek penisnya dikepit buah dadaku, lalu dia menyemprotkan spermanya sampai mengenai dagu dan muka.
Mereka lalu lemas berbaring di samping kanan dan kiriku, mereka benar-benar puas, dan ilmu mereka jadi bertambah, ilmu yang mana? Ah aku tidak perduli, pokoknya aku puas dan dapat pengalaman uang bermacam-macam. Sampai sekarang aku masih membutuhkan seks terutama yang muda-muda, agar awet muda, dan aku benar bahagia menikmati semuanya ini.