Suatu hari setelah kami bertempur, Mbak Sun berbicara kepadaku bahwa dia minta izin dari ku untuk membawa saudaranya untuk menemani.
Saudaranya ini anak sebatang kara karena sudah tidak punya orang tua yang meninggal karena kecelakaan. Dia seorang anak perempuan berumur sekitar 12 tahun, sekolah baru mau naik kelas 6 SD.
Sebetulnya aku agak keberatan, karena dengan hadirnya orang ketiga, kegiatan sex kami bisa terganggu. Itu aku kemukakan ke Mbak Sun.
Dia pun katanya sudah mempertimbangkan itu, tetapi dia berjanji berusaha mengatur agar kehadiran anak itu tidak mengganggu. “ Kasihan Pak anaknya pintar dan manis, tapi miskin tidak punya orang tua, dia selama ini tinggal sama orang tua saya.” katanya.
Aku pikir kasihan juga Mbak Sun jika aku tinggal ke Jakarta, yang kadang-kadang cukup lama, dia harus mondar mandir ke kampung. Akhirnya aku setujui dengan syarat Mbak Sun yang mengatur anak itu.
Ketika aku kembali ke Jogya, Mbak Sun sudah ditemani oleh keponakannya. Anaknya sopan, manis dan menyalami sambil mencium tangan. Di sebut namanya Rachmawati. Kulitnya lebih gelap sedikit dibanding Mbak Sun.
Sejak ada Rahma, kegiatan sex kami memang berkurang. Kami tidak leluasa lagi bermain. Jika hasrat sudah memuncak, kami melampiaskannya tengah malam setelah anak itu pulas di kamar mbak sun dan kami main di kamarku.
Jika kami main, sebetulnya aku was-was juga, karena kamarku diatas tidak berpintu, Khawatirnya anak itu tiba-tiba muncul karena tengah malam terbangun, melihat Mbak Sun tidak ada disebelahnya bisa saja dia mencari ke atas.
Kekhawatiranku akhirnya terbukti juga. Mungkin juga karena kami lengah, karena setelah 3 bulan kami main kucing-kucingan akhirnya jadi kurang waspada. “Bude” katanya lirih ketika Mbak Sun masih telanjang berada di atas tubuhku.
Kami berdua kaget dan tidak sempat bersembunyi lagi karena jarak antara Rahma berdiri dengan bed hanya sekitar 3 m dan penerangan meski remang-remang tetapi masih cukup terang.
Ada apa kata Mbak Sun dalam bahasa Jawa dan masih dalam posisi bugil di atas tubuhku. “Aku takut dibawah sendirian,” katanya.
Kami tidak bisa menyembunyikan diri dan mengubah posisi untuk berlindung dari pandangan Rahma. Mbak Sun yang sudah tinggi nampaknya merasa tanggung, maka dia meneruskan permainan dan mengabaikan saja kehadiran si Rahma.
Lalu Mbak Sun menyuruh anak itu duduk ditepi ranjang sehingga dia bisa jelas melihat kami berdua dalam keadaan bugil. Mulanya dia buang muka, mungkin merasa malu melihat kami berdua telanjang.
Tetapi lama-lama karena kami melanjutkan adegang yang tertunda dan Mbak Sun tidak bisa menahan rintihannya, maka anak itu terpancing juga melihat, budenya main kuda-kudaan.
“Bude ngapain sih sama bapak,” katanya dalam bahasa Jawa setelah sekian lama membuang muka akhirnya melihat permainan kami berdua. Dalam bahasa Jawa Mbak Sun mengatakan bahwa kami sedang bersenang-senang.
Dasar anak ini masih polos dia bertanya, bersenang-senang kok telanjang dan saling menindih. Kedengarannya malah budenya seperti merintih kesakitan. Budenya menjawab sejujurnya bahwa dia bukan kesakitan tetapi saking enaknya.
“Apa ne sih bude sing enak,” katanya.
Dia menjadi penasaran dimana enaknya bertindih-tindihan seperti itu. Kosentrasiku jadi terganggu sehingga ejakulasiku jadi makin jauh meski batang ini masih mengeras, tetapi bagi Mbak Sun kelihatannya tidak, karena rintihannya makin seru meski pun disambil berkomunikasi dengan keponakannya. Dia akhirnya mencapai puncaknya juga dan rubuh ke tubuhku. Nafasnya mendengus seperti habis lari marathon.
Setelah itu Mbak Sun bangkit dan menggandeng anak itu masuk ke kamar mandiku. Aku tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.
Mbak Sun kembali dan meraih bajunya lalu sambil tetap nudist dia berjalan menggandeng Rahma turun. Terdengar mereka masuk kamar. Tidak terdengar suara apa-apa lagi, mungkin mereka sudah tertidur. Aku bangkit dan mencuci senjataku yang tadi belum tuntas.
Tapi karena sudah terbiasa begitu akhirnya aku cuci senjata dalan langsung masuk selimut tidur. Aku tidak bisa langsung tidur, Pikiranku melayang membayangkan apa yang dilakukan Mbak Sun kepada Rahma yang memergoki kami sedang bersebadan.
Akhirnya aku tertidur juga dan jam 6 pagi aku bangun, seperti biasa turun kebawah minum teh dan sarapan roti. Sambil menonton berita di TV. Selepas sarapan aku naik keatas bersiap mandi dikamar mandiku.
Kamar mandiku di dalamnya ada bak jakuzi berbentuk seperempat bundaran. Nikmat sekali rasanya berendam air hangat sambil melamun, senjataku pelan-pelan bangun karena terendam air panas.
Aku dikejutkan oleh kemunculan Mbak Sun dan Rahma di kamar mandiku. Mulanya Mbak Sun menelanjangi dirinya, lalu meneyuruh Rahma juga telanjang. Rahma agak ragu dan malu menelanjangi dirinya, tetapi karena diperintah budenya dan katanya ini sebagai hukuman memergoki kami telanjang.
Akhirnya Rahma bugil juga. Mereka buang air kecil bergantian di toilet lalu menyiram dirinya dengan shower baru Mbak Sun membimbing Rahma masuk bergabung dengan ku.
Rahma agak takut dan kaku melangkah masuk ke dalam bak. Kami duduk bertiga berhadap-hadapan dalam bak. Tangan Mbak Sun langsung menggenggam penisku yang setengah penuh.
Dia lalu meraih tangan Rahma dan memerintahkan tangannya menggenggam penisku. Rahma menunduk menahan rasa malu dan tangannya agak kaku sehingga dipaksa Mbak Sun sampai akhirnya tangan kecil itu benar-benar menggenggam batangku.
Terasa tangannya gemetar dan diam tidak bergerak. Tangannya baru bergerak mengocok setelah tangan Mbak Sun mengarahkan gerakan itu.
Tidak lama kemudian Mbak Sun berdiri dan menarik Rahma dan aku berdiri juga. Dia meraih sabun cair dan meminta Rahma menyabuni tubuhku, dan aku menyabuni tubuh Mbak Sun. Rahma kaku membelai tangan yang penuh sabun ke tubuhku.
Kuperhatikan tubuhnya mulai tumbuh. Teteknya meski sudah berkembang tetapi masih sebesar perkedel, pinggulnya sudah mulai mekar, memeknya masih gundul dengan belahan rapat di bawahnya. Pentil di teteknya masih kecil seperti pentil tetekku.
Dia ragu-ragu ketika menyabuni bagian kelaminku tetapi dia lakukan juga sambil tangannya gemetar. Setelah tuntas ganti aku menjamahi tubuhnya dengan sabun dan mencoba menekan teteknya yang mengkal, lalu menyabuni memeknya dan mencari itilnya.
Dia sempat berjingkat ketika itilnya tersenggol. Dia kupeluk dari belakang sehingga batangku yang agak keras menempel di punggungnya sambil aku meremasi teteknya dan menyabuni memeknya. Dia menggeliat-geliat.
Setelah peristiwa itu, kami jadi lebih terbuka dan lebih bebas. Mbak Sun yang memang nafsunya besar makin cuek bermain di sofa di depan keponakannya. Si Rahma jadi terbiasa menyaksikan kami bermain, bahkan dia sering ikut tidur bertiga di kamarku.
Sebulan kami terbuka dengan Rahma, sampai akhirnya dia memperhatikan kedua kelamin kami yang sedang beradu. Semua dia tanya proses bersetubuh itu, dan dia tanyakan apakah proses itu menyakitkan . Dia pun tahu bahwa kemaluan laki-laki akan menegang jika terangsang. Rahma setelah sebulan mulai berani ikut menciumi kemaluanku diajari oleh Mbak Sun.
Aku sekarang sering dioral oleh Mbak Sun dan Rahma. Kami pun sudah biasa bertelanjang di seputar rumah . Kelihatannya Rahma penasaran ingin merasai di oral pula sehingga suatu hari dia berujar, kepingin merasai dioral memeknya.
Aku memulai dengan mencium kedua bibirnya. Reaksinya Rahma agak kaku dan diam saja, tetapi lama-lama ikut bergerak dan nafasnya makin cepat. Bersamaan dengan itu aku merabai tetek kecilnya tanpa aku remas. Karena tetek yang baru tumbuh akan merasa sangat sakit jika diremas.
Aku kemudian memintanya duduk di sofa dan membentangkan kedua kakinya sehingga memek gundulnya terbuka dan terlihat lipatan bibir dalamnya yang ujungnya berlipat menonjol. Aku mulai menjilati kedua putingnya. Dia kegelian. Aku rasa itu wajar, ketika seorang wanita apa lagi yang masih dibawah umur belum begitu terangsang, maka rasa geli akan menerpanya.
Aku menjilat dan sesekali menghisapnya. Lama-lama rasa gelinya mulai berkurang dan dia mulai mendengus-dengus. Kuraba belahan memeknya mulai terasa basah dengan lendir.
Dia sempat terkejut ketika tanganku menggapai belahan memeknya. Setelah dia makin terangsang aku berpindah menjilatai belahan memeknya. Rahma bergelinjang-gelinjang, geli katanya.
Aku harus bersabar sambil terus menjilati belahan memeknya, gundukannya. Sampai dia mulai terbiasa merasa jilatan di bagian memeknya. Aku tidak langsung menjilat itilnya, karena pasti dia tidak tahan dengan rasa geli yang amat sangat.
Memeknya makin berlendir, nafasnya makin memburu sampai dia mulai merintih nikmat. Saat itulah baru aku berani lidahku menjelajahi itilnya. Rahma sempat berjingkat ketika lidahku menyentuh bagian pinggir itilnya.
Lidahku mulai merasa itilnya mengeras. Clitoris anak di bawah umur masih belum menonjol, dia berada di bawah lipatan ujung bibir dalam kemaluan. Lidahku mengeksplor lipatan itu sampai menemukan tonjolan kecil yang keras.
Rahma kembali berjingkat, agak ngilu tapi mulai ada rasa nikmat. Aku sapu perlahan-lahan itil yang tersembunyi itu sampai Rahma mengerang tanpa dia sadari. Pinggulnya terlonjak-lonjak seirama dengan jilatanku, sampai akhirnya dia mencapai orgasmenya.
Mungkin ini adalah orgasmenya yang pertama seumur hidupnya. Memeknya berkedut-kedut lama sekali dan badannya ikut berjingkat seirama dengan gelombang orgasmenya.
Sehabis itu dia mengaku badannya lemas dan pikirannya plong. Dia pun akhirnya mengakui rasanya enak banget. Rahma memeluk diriku dan dia mencium bibirku erat sekali. “Pak aku sayang bapak” katanya.
Itulah pengalaman pertamanya di oral, seterusnya dia sering minta dioral, dan dia sudah mampu mengatasi rasa gelinya sehingga aku tidak perlu berlama-lama merangsang dirinya sampai dia siap dijilat itilnya.
Mungkin 3 bulan dia terbiasa dengan jilatanku, bahkan jika aku menolak menjilatinya dia mulai berani ngambek. Kalau ngambek dia duduk dipangkuanku sambil bugil dan menggoyang-goyangkan pantatnya di atas penisku yang masih lemas. Sampai akhirnya penisku jadi terangsang.
Setiap kali aku berhubungan dengan Mbak Sun dia memperhatikan dan berkali-kali tanya gimana sih enaknya, apa beda enaknya di jilat sama memek dijejali penis.
Mbak Sun berusaha meyakinkan dia bahwa dia belum bisa di entot, karena lubang memeknya masih kecil. Awalnya dia percaya, tapi mungkin rasa ingin dan penasaran mendorong dia juga ingin merasakan disumpel memeknya sama kontol.
Dia bahkan berkali-kali merengek ingin mencoba memeknya diadu dengan penisku. Selama ini aku berusaha menolak, karena khawatir akan mencederainya.
Namun rengekannya tidak berhenti, sehingga akhirnya aku menyiapkan pelicin K-Jelly. Aku cuma ingin menempelkan kepala penisku di depan lubang memeknya dan menggeser-gesernya tanpa berusaha memasukinya. Dengan begitupun kata Rahma dia sudah merasa nikmat.
Tapi namanya permainan yang tidak tuntas, tentu saja dia ingin mencoba menjejalkan kepala penisku ke lubang memeknya. Aku akhirnya menyerah dan pasrah mengikuti kemauannya.
Aku tidur telentang dan melumasi ujung penisku banyak dengan jelly dan juga di belahan memeknya terutama di sekitar lubang masuknya.
Dia ku suruh mengarahkan sendiri memasukkan penis ke dalam memeknya. Sehingga jika dia merasa sakit dia akan berhenti. Dia seuju dan mulai melakukan aksi mengarahkan kepala penisku ke gerbang memeknya.
Karena licin kepala penisku bisa mengarah ke lubang yang dituju, apalagi diarahkan oleh tangan Rahma. Terlihat lubang memeknya terkuak mengikuti besarnya kepala kelaminku.
Dia meringis, agak sakit katanya, namun karena penasaran dia memaksa merendahkan badannya sehingga kepala penisku masuk sekitar dua centimeter. Terasa tidak muat dan dia juga merasa sakit akhirnya dia berhenti mencoba.
Seminggu dia tidak merengek memintaku mencoba memasukkan penisku ke memeknya. Tapi itu hanya seminggu karena setelah itu dia penasaran ingin mencoba lagi. Kali ini percobaannya bisa melesatkan kepala penisku memenuhi rongga. Dia tidak berani menekan-nekan lebih jauh karena katanya perih.
Tiga hari kemudian dia ingin mencoba lagi dan berhenti sampai kepala penisku terbenam. Berkali kali di coba di hari hari berikutnya ya mentoknya di situ-situ juga.
Aku tahu bahwa batas itu adalah batas dimana selaput daranya berada. Proses membenamkan kepala penis sudah dapat berjalan lancar, tetapi lebih dari itu dia tidak bisa meneruskan karena rasa sakitnya.
Meski pun begitu dia tetap penasaran, karena jejalan kepala penisku ke dalam memeknya dia rasakan cukup nikmat. Hanya saja lebih dari itu dia tidak tahan rasa pedihnya.
Akhirnya yang biasa dia selalu berada di posisi diatas kini akulah yang menindihnya dan aku minta dia mengarahkan kepala penisku yang sudah licin karena lumuran jelly demikian juga lubang memeknya.
Pada posisi itu kepala penisku sudah terbenam di dalam memeknya dan berhenti di selaput daranya. Ketika kutekan dia memundurkan pantatnya karena sakit.
Kupeluk dia lalu aku cium bibirnya sampai dia sangat bernafsu, bersamaan dengan itu aku menegangkan penisku sambil sedikit menekan, badannya terhentak, tetapi aku tetap mempertahankan posisiku yang kurasa agak masuk, gerakan yang sama kuulangi lagi sampai terasa didalam “krek”.
Rahma meringis tanda kesakitan tetapi aku tetap mempertahankan posisi sampai dia terbiasa lubangnya menerima kehadiran batang penisku. Setelah terlihat dia tidak merasa sakit aku tekan perlahan-lahan dan terasa bisa melaju meskipun jepitannya terasa ketat sekali.
Aku sulit menduga sudah sejauh apa penisku masuk, sehingga aku meraba sisa batang penisku, ternyata sudah semua batangku tenggelam di memeknya.
Aku agak kurang percaya dan berusaha menekan lagi, ternyata memang sudah tidak bisa karena sudah mentok. Rahma mengernyit setiap aku melakukan gerakan, karena lubang vaginanya seperti dipaksa memuai oleh batang penisku.
Aku mencoba menarik pelan. Dia meringis, aku tekan lagi , dua tiga kali maju mundur rasanya sudah mulai licin, meskipun masih mencekam. Penisku mulai agak lancar maju mundur.
Akibat ketatnya lubang memek itu, aku pun tidak mampu bertahan lama, karena gelombang orgasme rasanya makin besar melanda sampai akhirnya aku tembakkan didasar memek Rahma. “Anget pak, Bapak pipis di dalam memek Rahma ya,” katanya.
Mbak Sun yang dari tadi memperhatikan proses pemerawanan itu langsung mengatakan bahwa itu yang terasa anget adalah pejuh atau sperma.
Aku biarkan batang penisku agak lama di dalam lubang memek Rahma sampai agak menciut baru aku keluarkan. Ada bercak merah seperti darah bercampur lelehan air maniku. Namun darahnya tidak terlalu banyak.
Rahma mengeluh memeknya terasa perih. Mbak Sun lalu me lap lelehan mani di memek keponakannya sampai bersih dan membimbing Rahma ke kamar mandi untuk membersihkan bagian dalamnya. Rahma berjalan tertatih-tatih. “Pak rasanya masih ada yang ngganjel di dalam memekku,” katanya.
Seminggu dia tidak berani minta dientot, tapi ya cuma seminggu setelah itu dia minta mencoba lagi. Meski pakai jelly pada awalnya masih perih, tetapi kocokan berikutnya sudah kurang perihnya.
Rahma berusaha menikmati entotan di sela-sela rasa sakit yang masih ada. Sampai persetubuhan ke empat setelah diperawani, Rahma baru mampu mencapai orgasme melalui hubungan kelamin.
Dia akhirnya mengatakan bahwa ngentot memang enak, meski pada awalnya perih banget. Setelah itu Rahma selalu minta bagian jika aku bermain dengan budenya.
Meski masih 12 tahun, tetapi memek yang sudah berkali-kali diterobos penis akhirnya tidak terlalu ketat juga rasanya. Setelah lebih dari 10 kali aku menggauli Rahma, rasanya memeknya hampir sama saja dengan memek budenya. Bedanya budenya servicenya lebih lihai, sementara Rahma masih cenderung pasif.
Berkat mentor budenya Rahma ketika menginjak usia 13 tahun dimana dia mulai haid, dia sudah piawai bermain sex. Teteknya juga sudah makin menggembung, lemak di pantatnya juga semakin besar dan di pepeknya mulai tumbuh bulu-bulu halus, terutama diujung atas belahan memeknya.
Di usia 14 tahun Rahma sudah tumbuh menjadi gadis yang ayu dengan gelembung susunya yang makin besar dan pantatnya makin nyembul. Permainannya juga sudah memabokkan diriku.
Untuk mencegah kehamilan dia terpaksa minum pil KB. Aku pun hati-hati melepas sperma di dalam memeknya. Tidak kuduga, nafsu Rahma tinggi juga seimbang sama budenya.
Jika aku dua hari berada di Jakarta, setelah kembali ke Jogya aku seperti diperkosa kedua wanita itu siang malam, mereka menuntut dipuaskan keinginan sex nya.