Sehabis makan, aku pergi keruang keluarga. Disana aku menonton TV keluarga kami Plasma TV flat 90”, dengan remote-nya kucari channel stasion TV yang sedang menayangkan tontonan yang ringan-ringan, seperti acara berita siang hari.
Sedangkan Marcy sudah menghilang kekamar tidurnya, disana dia juga menonton TV 20”-nya yang tengah menayangkan acara TV yang biasanya disukai oleh kaum hawa…
Marcy tidak suka menonton diruang TV keluarga, disana pasti dia tidak bisa menikmati acara gossip kegemarannya apalagi kalau bersamaku yang tidak begitu suka menonton tayangan gossip atau sejenisnya.
Diaturnya volume suara TV-nya tidak terlalu bising. Sementara TV itu masih terus menayangkan acara gossip sampai selesai yang tayangannya sebentar-sebentar diselingi oleh iklan-iklan apalagi kalau bukan barang-barang dagangan produsen untuk keperluan kaum hawa, dan…
(ZZZ-zzz…) (zzz…) Marcy sudah tertidur pulas diatas tempat tidurnya memulai acara rutin-nya setiap siang harinya yaitu tidur siang dengan irama napas yang tenang… sementara TV-nya juga dengan tenang tetap menayangkan acara-acara siangnya.
(Hohhh… ahhh… hmmm…!) aku menggeliatkan badanku dan merentangkan tanganku kesamping sembari menguap. Jam menunjukkan waktu 3:15 siang. Aku bangun dari dudukku, mematikan TV dan kembali kekamarku.
‘Sebaiknya aku istirahat sebentar memulihkan tenaga, kan nanti malam akan mendapat privat-les kilat teori dan mungkin saja… sekaligus praktek mengenal dunia sex, ‘gulat gaya bebas’ antara wanita dan pria’, he-he-he…
Aku kembali kekamarku, sambil berbaring telentang… lapat-lapat kudengar suara dari TV yang berada didalam kamar Marcy. Konsen aku mendengarkannya dengan seksama, kok… suaranya seperti suara host pada tayangan TV itu yang sedang menjajakan barang dagangannya yang transaksi-nya lewat telepon atau on-line, baik tunai atau secara kredit…
Aku segera menuju kekamar Marcy, membukanya (Marcy jarang menguncinya dari dalam, karena… ya itu memang kebiasaannya) lalu mematikan TV yang tanpa pemirsa dikamar itu dan kemudian menutup pintunya perlahan dari luar kamarnya.
Nah… ini dia… terbersit dibenakku, kenapa tidak kumanfaatkan saja situasi sekarang ini…? Dari pada menunggu lama saat nanti Marcy tidur dimalam hari… pasti Marcy nanti akan terlambat tidurnya karena dia sudah tidur siang, bisa-bisa sampai jam 12-an malam harinya. Kalau setelah Marcy tertidur saat itu dan…
Segera aku menuju kekamar mama dengan perasaan dag-dig-dug, tiba didepan pintu kamar tidur mama, aku memegang handle pintu dengan menekan kebawah sembari mendorong pintu itu hati-hati. Hmm… dasar rejeki tidak kemana…! Pintu itu terbuka perlahan-lahan…
Aku segera masuk dan langsung mengunci pintunya dari dalam. Kulayangkan pandanganku pada sekeliling kamar dan berhenti pada tempat tidur mama, lho…! Kemana mama…? Kulihat pada tempat tidur itu tidak ada sesosok tubuh pun yang berbaring disana… Aku diam konsen mendengarkan… kayaknya juga tidak ada seseorang pun didalam kamar mandi disana.
Aku bingung jadinya, ternyata aku sendirian… mengurung diriku sendiri… didalam kamar tidur mama…!
Buru-buru aku membuka kembali pintu kamar tidur mama. Kan tidak lucu jadinya… kalau mama menemukan dan mengetahui kalau aku mengurung diri dalam kamar tidurnya…! Kubiarkan pintunya sedikit terbuka…
Tadi itu ternyata rejeki palsu alias… apes!
Aku duduk dipinggir tempat tidur mama sambil menumpukan kedua sikut dekat lututku. Daguku menempel diatas kedua telapak tanganku, sepintas terlihat seakan aku lagi tepekur sambil melamun… sebenarnya sih aku lagi… melamun sambil tepekur… eh… sama saja ya…? Maklum saja aku lagi bingung sih…!
Tak lama kemudian kudengar bunyi langkah-langkah kaki mamaku mendekati kamar tidurnya sendiri… Mama heran melihatku duduk dipinggir tempat tidurnya. “Lho… sedang ngapain kamu, Rod…?,” tanya mama mendekatiku lalu duduk disampingku sembari mengusap-usap lembut rambut cepakku.
“Mama habis dari mana?”, tanyaku.
“Ooh… itu, mama habis ngobrol dengan Ida dan Tati. Mereka itu kan sebenarnya gadis-gadis yang pintar, jangan salah lho… mereka berdua itu baru lulus SMA. Jadi mama menawarkan mereka untuk melanjutkan pendidikannya dengan biayanya seluruhnya ditanggung oleh mama semuanya, mama pikir pasti papamu tidak akan keberatan.
“Lantas Ida dan Tati keluar dari rumah ini?”, tanyaku pada mama.
“Tidak juga… mereka boleh memakai terus kamar yang mereka tempati sekarang, sedangkan pengganti-pengganti mereka bisa menempati rumah kecil dekat kebun belakang yang baru saja selesai direnovasi…”.
Kupotong perkataan mama, “Kenapa tidak, Ida dan Tati tetap bekerja saja… sambil kuliah?”
Mama tertawa sambil mengusap rambutku agak kencang. “Kamu pikir mamamu ini… producer sinetron apa? Tak mungkinlah… menjalankan kuliah itu harus dengan konsenstrasi dan tubuh yang segar”.
Memang benar, dalam hal ini mama ahlinya, mama lulusan S2 dalam bidang psikologi. Papa memohon padanya untuk merawat dan mengawasi saja anak-anak yang amat mereka berdua kasihi. Sebagai kompensasinya mama bebas bertindak apa saja yang mama anggap perlu dilakukan.
“Sudah pergi istirahat sana…”, mama dengan halus mengusirku.
Dengan ogah-ogahan aku berdiri dan berjalan menuju pintu… lalu kututup pintu itu dan menguncinya… dari dalam kamar! Dan kembali mendekati… mamaku lagi.
Mama heran melihat tingkahku itu sembari berdiri mama bertanya padaku, “Mau apa lagi… sayang?”
Aku menjelaskan apa yang kupertimbangkan tadi, sewaktu berada didepan pintu kamar tidur Marcy.
“Lalu bagaimana seandainya Marcy terbangun dan ada perlu dengan mama… kan jadi kalang-kabut… jadinya?!”, kata mama tenang.
Aku tidak menjawabnya, hanya telunjukku menunjuk kearah jendela kamar yang bagian luarnya adalah taman bunga letaknya disamping luar kamar tidur mama.
Seketika mama tersenyum dan berkata ceria, “Hi-hi-hi… rupanya kamu punya bakat yang ‘terpendam’ juga ya…”.
Jendela itu kan bisa dimanfaatkan saat darurat!
“Dan sekarang… baga…” belum juga selesai mama bicara, aku sudah mendaratkan ciuman-ciuman gencar pada bibir mama yang seksi. Terjadi lagi untuk kedua kalinya French kissing antara mama dan aku, lidah kami saling bergulat dan memiting ala gaya Romawi…
Selagi lidah kami lagi ‘seru-serunya’ saling berpitingan, tangan kiriku sudah mendarat lagi pada dada kanan mama, nah… ini dia baru namanya… rejeki! Mama tidak memakai BH! Tersentuh olehku bongkahan buahdada mama bagian kanan yang masih berbalut dengan gaun terusannya. Terasa sekali puting susunya yang sebesar koin Rp 100 alumunium pada jari tanganku, menonjol sudah mengeras…
Tangan kiriku meremas-meremas buahdada mama bergantian dari yang kanan lalu berpindah yang kiri, diselingi dengan ulah jari telunjukku yang berduet dengan ibunya jariku memilin-milin puting-puting susu mama. Tangan kananku memegang lembut tengkuk mama, membantu menjaga keseimbangan tubuhnya tatkala kami sedang ber-French kissing itu.
Tak ada suara kami yang bisa keluar, karena mulut-mulut kami yang saling membekap. Hanya suara napas kami yang memburu serta bunyi degup jantung saja yang terdengar.
Jari-jari tangan kiriku masih saja meremas-meremas dengan bersemangat seakan sedang rajin menjumput energi nafsu yang ditansfer darah langsung menuju bagian bawah tubuhku dan bermuara pada… penisku yang mulai sarat dengan muatan nafsu birahi.
Tangan mama yang kanan menggapai penisku dan meremasnya. Tersentak kaget aku merasakan remasan tangan mamaku itu meski tidak terlalu keras… momen ini dimanfaatkan mama dengan melepaskan mulutnya dari sergapan-sergapan mulutku yang masih saja ingin French kiss berkepanjangan…
“Whaaaow…! Besar juga penismu, sayang”, kata mama.
Memang potongan tubuhku tidak jelek-jelek amat sih, dengan tinggi badan 175 cm dan bobot badan 66 kg serta… penis 18 cm kalau lagi ereksi. Siapa dulu dong mamanya…! Yang mempunyai tinggi badan 170 cm dan bobot badan yang ideal 60 kg dan… yang lebih ideal lagi… mempunyai ukuran payudara 36B.
Aku tetap menyosorkan mulutku pada mulut mama, tapi mama menghindarkan sambil bergerak mundur kebelakang terus… akibatnya bagian belakang kaki mama tertahan oleh pinggiran tempat tidur dan… tubuhnya terjatuh terlentang bersamaan dengan tubuhku yang menindihnya.
Tahu sudah tidak dapat menghindar lagi, mama yang napasnya masih megap-megap buru-buru berkata, “Sudah-sudah…
Dan kujawab. “Lalu… bagaimana dengan mama?”
“Yaaa… sama lah…”, jawab mama manja.
Kami berdua berdiri dipinggir tempat tidur, mulai melepaskan pakaian.
Bagai berlomba, kami menanggalkan pakaian kami semuanya. Pemenangnya sudah pasti mama… orang kata… dengan melepas baju terusannya saja… mama sudah bertelanjang bulat! Rupanya mama selain tidak memakai BH juga tidak mengenakan CD rupanya.
Terpana aku berdiam diri sambil berdiri kaku memandang tubuh molek mamaku yang ada dihadapanku… seakan melihat tubuh Marcy adikku dalam bentuk yang jauh lebih sempurna…!\
Buah dada mama yang semok dengan puting-putingnya berwarna maroon muda yang lembut. Tubuh mama yang putih mulus disinari lampu TL di plafon kamar tidur tepat berada diatas kepalanya, menciptakan silhouette yang teramat eksotis dimataku.
Pandangan mataku yang perlahan menyelusuri kebawah bagian tubuh mama… perutnya yang rata dihiasi pusarnya yang indah… sebersit sinar pantulan dari kuku kaki mama yang dicat dengan pewarna kuku yang berkilau yang menyebabkan pandangan mataku memulai selusurannya dari bawah menuju keatas… betisnya bak bernas padi yang siap dipanen…
Seketika aku tersentak oleh suara mama yang sedari tadi dengan sabar melihat tingkahku…
“Aaahem…! Hhm-hhm…”, mama berdehem dan membuyarkan kontemplasi-ku pada sekujur permukaaan tubuhnya. “Sudah selesai inspeksi-nya…?,” kata mama menggodaku.
Mukaku bersemu malu campur gairah, aku cepat memeluk mama ingin menciumnya lagi tapi mama ternyata lebih gesit dan menghindar langsung melompat keatas tempat tidur dan menelengkupkan tubuhnya disana.
Aku yang tak mau kalah langsung menindih tubuhnya. Jadilah tubuh mama yang menelungkupi tempat tidur sedang aku menelungkupi tubuh mama.
“Hi-hi-hi… untuk pemula sih… ini posisi yang salah…”, kata mama tertawa geli.
“Memangnya harusnya bagaimana ma…?”, kataku sembari menciumi kuduk diselingi usapan lidahku pada kedua bagian belakang daun telinga mama.
“Hei… sudah-sudah… geeeli… nih… hi-hi-hi…” mama tertawa kegelian. Sambungnya lagi, “Pura-pura tak tahu saja! Kamu kan sering nonton BF bareng… dirumah Joni, temanmu itu…”.
“Kok mama tahu sih?”, tanyaku kaget.
“Tahu saja lah… kan bu Erinna, mamanya Joni itu temannya mama”.
“Jadi bagaimana dong… nih”, kataku. “Dalam BF itu kan… ceweknya… yang telentang… mama dong yang seharusnya telentang bukannya telungkup kayak begini…,” kataku membujuk mama.
“Tidak bisa! Hi-hi-hi… mama sudah nge-tap duluan posisi ini…”, kata mama tertawa geli. Aku yang mendengarnya jadi bingung sendiri.
“Masak sih… Rodri yang harus telentang… Rodri kan cowoknya”, kataku protes.
“Biarkan saja… kalau cowoknya tidak mau mengalah… ya sudah… begini juga tidak apa-apa… hi-hi-hi”, kata mama menggodaku.
Akhirnya dengan terpaksa aku yang mengalah, menggelosor dari tubuh seksi mama sembari menggulirkan diriku kesampingnya.
Jadilah aku terlentang sekarang dan… penisku yang ngaceng berat sudah tidak ada lagi yang menghalangi… langsung tegak berdiri dengan gagahnya. Aku yang melihatnya, berpikir, ‘Untung diujungnya tidak ada bendera putihnya…! He-he-he…’.
Mama menoleh padaku sambil tersenyum manis, “Nah… begitu dong… sekali-sekali mengalah kan tidak apa-apa…”.
Tiba-tiba mama mengejutkanku seraya tangannya menunjuk ke tembok seberang yang dekat denganku. “Eh! Itu aaapa…!”
Terkesiap aku menolehkan kepalaku menghadap tembok yang ditunjuk mama…
Tahu-tahu eh… mamaku sudah ada diatasku sembari menindih tubuhku…
“Ahhh mama…! Mengagetkan Rodri saja…”.
“Hi-hi-hi… biarpun telentang… harus siap siaga dong…!”, kata mama sembari tertawa.
Pikirku, ‘Ini privat les tentang nge-seks dengan pasangannya… apa pelajaran tentang bagaimana caranya mengagetkan pasangan mainnya… sih?!’.
Tapi kedongkolanku tidak berlangsung lama… langsung ‘dibayar tunai’ mama dengan memundurkan tubuhnya, duduk diantara kangkangan kakiku. Mama memundurkan tubuhnya sedikit lagi lalu menundukkan kepalanya kearah penisku. Dengan tangannya yang lentik tapi halus itu mama memegang batang penisku dan mengarahkan palkon-ku masuk kedalam…
Inilah BJ pertamaku yang kudapat justru dari mamaku sendiri!
Tangan kiri mama mencekal erat pangkal batang penisku, sedangkan tangan kanannya mengocok-ngocok sepanjang batang penisku, sembari mulutnya yang seksi mengulum-ngulum palkonku. Ada sekitar 6 menitan, mama melakukan BJ untukku lalu tiba-tiba menghentikan kegiatannya itu.
“Aduh… ma! Jangan distop donggg… lagi enak-enaknya… nih”, protes kerasku pada mama.
“Hi-hi-hi… protes tidak diterima! Kan… mama yang jadi tutor-nya sekarang, hi-hi-hi…”, kata mama sambil tertawa.
‘Waduhhh… streng amat sih tutor-nya’, pikirku kecewa.
Mama merebahkan tubuhnya menelungkup menindih tubuhku kemudian mencium lembut bibirku… tapi hanya sekilas… buru-buru menarik kembali wajahnya… rupanya mama takut bibirnya yang seksi itu… dipagut lagi oleh bibirku yang ‘galak’. Mama berkata pelan, “ML itu bukanlah seperti ayam jago yang mengepak-ngepakkan dahulu sayapnya kepleeekk…
Aku tertawa dalam hati mendengarkan penjelasan mama, ‘Memangnya aku ini ayam jago… apa?!’.
Lanjut mama, “ML yang dilakukan sepasang manusia adalah memberi dan menerima… diberi dan diterima… mudah saja bukan? Dalam prakteknya tidak semua orang yang melakukannya dengan benar…”.
Mama melihat pada wajahku, katanya, “Mulai bosan ya…?”
“Ti-tidakkk… tidak kok!”, jawabku gugup.
“Nah… ketahuan ya… bohong nih yeee…”, kata mama sembari menjulurkan tangan kirinya menggapai penisku yang tidak setegang dan sekeras tadi. Ngocoks.com
Kembali mama duduk kembali ditengah, diantara kangkangan kakiku
dan… memulai BJ ronde kedua. Tidak diperlukan waktu lama… penisku langsung tegang sejadi-jadinya. Merasakan tegangnya penisku didalam mulutnya… mama menghentikan lagi sesi BJ-nya.
Aku yang merasakan palkonku tidak berada dalam mulut mama, tidak mengajukan protesku lagi, hanya menunggu tindakan mama selanjutnya…
Lalu mama berjongkok mengangkang diatas tubuhku, dengan memegang batang penisku, palkonku diusap-usapkannys disepanjang ‘garis’ vertikal vaginanya. Sekali-sekali kulihat mama tersentak-sentak sendiri tubuhnya, tatkala clitorisnya terusap oleh palkonku.
Aku tetap terlentang, rangsangan-rangsangan yang dilancarkan mama sungguh membuatku mabuk kepayang aku bagaikan terhanyut terbawa oleh arus deras birahi yang meluap-meluap… Hari ini adalah BJ pertamaku, akankah…
Desah napas mama makin jelas terdengar, “Oooh… nikmatnya…”.
Tak sabar tangan mama mengarahkan palkonku tepat pada gerbang lubang vagina yang sudah licin dan menekannya…
Aku yang sudah kalang-kabut merasakan kenikmatan seksual ini ikut ‘membantu’ dengan mendorong pinggulku keatas…
(Bleeesss…!) batang penisku yang keras menerobos masuk kedalam gua nikmat vagina mama… seakan pulang kembali ketempatnya dimana aku berasal…
Dimulailah persenggamaan incest ini berlangsung, mama menurunkan dan menaikkan pinggulnya dengan penuh nafsu, kelihatan olehku mata mamaku terpejam tapi mulutnya terbuka seakan-akan tengah melafalkan kata ‘oooh… ’ tapi tak terdengar. Aku menanggapi ini semua dengan berusaha setenang mungkin, berharap mamaku cepat menjemput…
Kurasa tempo gerakan pinggul mama semakin cepat bercampur dengan sendatan-sendatan sesaat… “Oooh… OMG! Rooodri… nikmatnya…! ,” seiring semburan-semburan cairan dari dalam vagina mama menyemprot keluar… yang kurasa seperti mengguyur sekujur batang penisku yang masih berada dalam gua nikmat vagina mama.
Aku bertahan untuk tidak menggerakkan pinggulku sebentar, sementara batang penisku menjadi sangat keras kurasa…
Diam sesaat… hening suara dan tanpa ada gerakan.
Kemudian mama mencium pipiku sambil berbisik, “Maafkan mama sayang… terasa penismu… masih sangat tegang mama rasakan… kalau kau menginginkannya… tindih tubuh mama dari atas… lakukan seperti apa yang pernah kau lihat dalam BF itu…”.
Tanpa basa-basi lagi aku berusaha membalikkan tubuh mama tanpa penisku terlepas dari vagina mama. Dan dengan cepat aku menggerakkan pinggulku memompakan batang penisku… keluar-masuk vagina mama… semakin cepat… dan lebih cepat lagi… dan… “Ahhh… mama sayanggg…! ,” tidak lebih dari 5 menitan aku sudah melepaskan semprotan-semprotan spermaku…
Diam sesaat… kemudian tubuhku bergulir terlentang merapat disamping tubuh mama. “Terima kasih banyak mam…,” aku berbisik ke telinga mama.
Kami tertidur sampai larut sore dengan posisi seperti itu…
Bersambung…