Hari ini, Sabtu pagi. Aku sudah bangun dan selesai mandi. Kami (Rodri dan Marcy) dalam seminggu minimal libur 2 hari (Sabtu dan Minggu) dari sekolah kecuali ditambahkan lagi kalau ada hari raya libur nasional.
Aku keluar dari kamarku, kulihat jam dinding menunjukkan waktu
pukul 7:00 pagi. Tak lama kemudian Marcy keluar dari kamarnya dan langsung menyapaku dengan manis. “Selamat pagi kakak…,” sembari berlalu melewatiku menuju meja makan untuk sarapan pagi.
Kujawab singkat, “Pagi… say”.
Kuperhatikan Marcy dari belakang dirinya, pagi ini pakaiannya ringkas saja. Diatas dia mengenakan tanktop berwarna kuning sedangkan dibawah, rok tidak terlalu ketat berwarna dasar jingga muda bermotif bunga-bunga beraneka warna. Seperti biasa semuanya dari bahan tekstil yang cukup tipis. Aku mengernyitkan dahiku…
Aku bergegas mendekatinya. “Say… kamu tidak memakai CD ya?,” tanyaku asal.
Cepat Marcy menolehkan wajahnya kebelakang dan menjawab kesal. “Eenak… saja! Nih… lihat!” sambil mengangkat bagian belakang rok pendeknya keatas.
Mataku jadi melotot disuguhkan pemandangan syur, seluruh bokongnya terlihat jelas tapi… diantara celah bokongnya terlihat jelas seutas gulungan kain kecil. Ohhh… aku baru tahu sekarang… dia mengenakan G-string toh… pantas saja…!
Kuingatkan dia, “Marcy… jangan sedikit-sedikit memamerkan tubuhmu… tak baik. Bukankah kau bisa dengan mengatakan saja… tak pantas kalau dilihat orang…”.
Cemberut Marcy menjawab, “Haabis… kakak sih… tanyanya aneh-aneh saja! Mata kakak genit yaa…?”
“Tidak… cuma kakak merasa tergoda saja…”, jawabku membela diri.
“Iidih… kakak kok begitu sih…? Selama masih hanya dipandang saja dan tidak pakai pegang-pegang… aman-aman saja… tuh!”, jawabnya ketus.
“OK deh kalau begitu… maafkan kakak ya adikku yang manis…”.
Tak memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan sarapan pagi, kami yang setiap pagi harinya biasa mengkonsumsi satu atau dua tangkup roti yang telah diolesi selai ditambah segelas perasan jeruk asli yang segar.
Segera setelah suapan potongan roti yang terakhir masuk kedalam mulutnya, Marcy segera bergegas meninggalkan meja makan.
“Mau kemana say?”, tanyaku heran atas ketergesa-gesaannya.
“Sini kalau mau tahu…”, kata adikku kembali ceria sambil menggamit tanganku agar mengikutinya.
Itulah adikku yang modis, gampang marah tapi cepat reda. Aku sangat menyayanginya.
Setelah dari dapur lalu melewati koridor yang pendek dan satu pintu sampailah kami ke kebun belakang rumah yang bagian dekat dengan pinggiran rumah adalah hamparan rumput gajah mini yang pendek-pendek (rumput ini jarang dipangkas karena memang tumbuhnya pendek-pendek). Hamparannya tidak terlalu luas sih, lebarnya paling 5 meteran.
Wowww…! Indahnya disana… sudah ada 3 ‘bidadari’ cantik berdiri ditengah hamparan rumput itu, elok nian… penyebabnya adalah semuanya pada berbikini ria…! Ida dan Tati (PRT kami) ternyata dadanya montok juga ya… kemulusan tubuh mereka sungguh tidak mengecewakan mataku yang rada genit ini. Kalau mama sih jangan ditanya lagi, melihat tubuh beliau yang berbikini membuat badanku ‘kaku’ semuanya…
Marcy telah melepaskan gamitannya dari tanganku, bergegas berlari sambil meloncat-loncat kecil bergabung dengan para ‘bidadari’ disana.
Mereka rupanya sedang mengadakan acara senam pagi yang biasa dilakukan bersama-sama pada setiap Sabtu dan Minggu pagi.
Yang jadi pengarah senamnya adalah mama sendiri. Marcy yang sudah bergabung, membalikkan badannya dan berteriak padaku, “Ayo kak…! Gabung sini dong…”.
Aku berteriak menjawabnya, “Tidak ahhh…! Terima kasih dehhh…! Nanti dadaku jadi… montok lagi!”
“Grrr… hi-hi-hi…!”, semuanya mendadak tertawa mendengarkan perkataanku.
Marcy langsung berteriak lagi, “Iiih… kakak! Ngomongnya… kok jorok sekali!”
Mama menimpali, “Itu tidak jorok, sayang… cuma pikirannya saja yang… terlalu ngeres…!”
Aku yang tidak mau menjadi bulan-bulanan sasaran kata-kata mereka segera berlalu masuk kedalam rumah kembali. Mengapa pula aku berlama-lama disana… di-‘keroyok’ oleh empat wanita, aku tidak sanggup menghadapinya…
Tanpa sadar… aku sudah berada didalam kamar mama, tempat dimana kemarin siangnya menjadi ajang aku mendapatkan pertama kalinya dalam hidupku… sekaligus… BJ dan ML.
Kuarahkan langkahku menuju tempat tidur… tapi seketika aku ‘banting stir” langkahku mendekati TV 32” yang ada dalam kamar itu dan menghidupkannya. Dasar mujur tak kuatur… TV segera me nayangkan acara olahraga, dari arena ke arena… segera aku berbaring setengah duduk diatas tempat tidur mama sambil menonton.
Tak terasa lebih sejam telah berlalu… ada langkah yang semakin mendekat. Muncul sosok mama yang masih tetap berbikini sembari menyandang gaun terusannya di lengan kirinya. Tersenyum manis mama melihatku. “Lagi asyik bersantai… nih ya! ,” sapanya, sembari menutup kembali pintu kamarnya dan… klik…
“Ehh… mama! Seksi… amat sih, sudah selesai acara senam wanitanya…?”, kataku merayu mama.
Mama bergegas menuju kamar mandi, tidak menjawab perkataanku hanya melontarkan senyumnya yang manis sembari… mencibirkan lidahnya padaku. Membuka pintu kamar mandi dan segera masuk tanpa menutup kembali pintunya…!
Aku yang terus mengawasi mama tanpa hentinya sejak beliau memasuki kamar tidurnya tadi, jadi berdegup kencang detak jantungku, wahh… sinyal ‘free to pass’ nih…!
Langsung saja aku bangun dari tempat tidur, langkahku otomatis menuju kamar mandi… Sampai didalam kamar itu, kulihat mama berdiri menghadap cermin yang berukuran lumayan besar kurang lebih 1 m kali 1, 5 m, sehingga bayangan nyata dari tubuh mama didalam cermin kira-kira dari lututnya sampai keujung rambut diatas kepala mama.
Dikiri dan kanan samping bawah cermin masing-masing ada sebuah celah dalam tembok untuk menaruh sabun. Mama sudah melepas BH-nya tapi celana bikininya masih dikenakannya. Kulihat mama sedang mengurai rambutnya yang tidak terlalu panjang (kira-kira hanya sebatas bagian bawah lehernya). Tentu saja mama bisa melihatku didalam cermin itu.
“Sayang… tutup pintunya… dari dalam…”, kata mama dengan tenang.
Setelah menutup pintu kamar mandi itu, aku berbalik lagi menghadap mama. Kulihat mama menyodorkan sabun dalam genggaman tangannya yang dijulurkan kebelakang tanpa berbalik badan kepadaku. Aku tahu maksudnya, mama ingin aku membantu menggosok punggung yang mulus itu dengan sabun. Baru saja tanganku ingin mengapai sabun itu, mama segera menarik lagi tangannya seraya berkata, “Buka dulu dong pakaianmu…
Dengan gesit aku segera menanggalkan semua pakaian yang aku kenakan di badanku sampai aku telanjang bulat. Mama tertawa melihatku (lewat cermin). “Hi-hi-hi… cepat juga ya… mama sampai kalah… hi-hi-hi…”.
Aku gregetan jadinya. “Maaf mam… biar seri,” kataku sambil menarik celana bikininya kebawah, yang ditanggapi mama dengan mengangkat kakinya keatas sedikit secara bergantian, aku meloloskan celana itu dan langsung menaruhnya pada gantungan baju yang ada di dinding kamar mandi.
Kamar mandi mama dimana kami berada sekarang adalah model kombinasi, ada bathtub, ada dus (pancuran air yang mengarah kebawah) diatas dan closet duduk yang berada diujung dekat sudut kamar. Mama tidak suka berlama-lama berendam didalam bathtub sebab kata mama, itu menyebabkan kulitnya menjadi sedikit keriput walau sebentar.
Aku langsung merapatkan dadaku pada punggungnya yang putih mulus itu sembari tanganku mengambil sabun dari tempatnya dan langsung ingin menggosok-gosokkan sabun itu di dada mama.
“Hei…! Stop sayang… kalau bagian didepan, mama bisa mengerjakannya sendiri… jadi sorry ya…”, kata mama tanpa menoleh.
Terpaksa… aku menarik mundur tanganku yang memegang sabun itu dan mulai menggosok-gosokkannya pada sekujur permukaan punggung mama. Sementara itu air hangat yang suam-suam kuku sudah mengucur agak deras dari dus yang diatas.
Cara mandi demikian sungguh cepat sekali membersihkan tubuh dari sisa-siaa sabun yang masih menempel dibadan.
Aku yang berdiri merapat pada bagian belakang tubuh mama menyebabkan penisku yang sudah ngaceng berat dan palkonku sudah menyundul-nyundul bokong mama yang semok. Mama malah sengaja menggoyang-goyangkan pantat semoknya kekiri dan kekanan. Tak sabar sudah, aku segera menciumi kuduk mama serta kedua belah telapak tanganku sudah menjulur dari belakang mama dan mendarat pada kedua buahdadanya dan langsung meremas-remasnya.
“Oooh… geli tahu…!”, kata mama sembari menggeleng-gelengkan lehernya. Mama paling tidak tahan merasakan geli ketika kuduknya diciumi terus oleh mulutku yang ‘galak’. Tanpa sengaja aku telah menemukan ‘titik lemah’ pada tubuh mama yang memicu gairah birahinya dengan cepat.
Mama berusaha menghindarkan kuduknya yang terus ‘diserang’ oleh mulutku dengan membungkukkan tubuhnya kedepan sambil kedua tangannya berpegang pada pinggiran celah tempat sabun yang ada dipinggir kiri kanannya cermin.
“Nah… aman deh sekarang!”, kata mama lega karena kuduknya jauh dari jangkauan mulutku yang ‘galak’. Mama meluruskan punggungnya dan mulai mengangkat sedikit keatas pantat semoknya.
Meskipun aku pemula dalam ber-ML tapi ‘ilmu’ yang kudapat dari nonton BF bareng bersama-sama teman-temanku, pasti dan aku yakin takkan mengecewakan mamaku.
ML doggie style sudah siap digelar… aku lebih merapatkan lagi
pinggulku ke bokong semok mama dan ingin menggapaikan kedua tanganku pada buahdada mama yang montok… tapi kalah cepat dengan gapaian tangan mama pada batang penisku yang sudah tegang sedari tadi lalu langsung menggosok-gosokkan palkonku pada clitorisnya dari belakang.
Aku terpaksa berdiri lagi, urung mendaratkan tanganku pada payudara mama, aku jadi mendaratkan tanganku pada pinggul mama dan memegangnya dengan erat agar supaya aku dapat lebih menyorongkan penisku lebih kedepan lagi.
Tersentak-sentak pinggul mama sembari menggoyang-goyangkan pinggulnya yang kurasa agak memutar. Kurasakan pada ujung palkonku ketika bergesekan dengan tonjolan clitoris mama… licin sekali… bukan karena air mandi yang belum diseka tapi lebih disebabkan oleh keluarnya cukup banyak cairan nikmat dari dalam bagian vagina mama, melicinkan jalan menuju gua nikmat memek mama.
Bagaikan diterpa bahana badai birahi keseluruh tubuhku, menambah keras dan panjang batang penisku yang berada dalam cekalan tangan mama. Oh… nikmatnya… kurasa.
Tak sabar, mama menempelkan palkonku pada pintu masuk vaginanya lalu mendorong sedikit tubuhnya kebelakang seiring dengan dorongan pinggulku kedepan…
(Bleesss…!) Biar betapa sempitnya lubang vagina mama… tetap saja batang penisku meluncur masuk dengan sempurna… amblas sudah batang penisku semuanya… terdiam sejenak kami menikmati sensasi ini.
“Aaayo… nak! Digoyang… dooong…!”, sergah mama bergetar.
Dengan sigap aku menggoyangkan pinggulku maju-mundur… diiringi dengan desahan sensual mama yang menambah nikmat yang kami rasakan…
Tidak memakan waktu lama, sekitar 10 menitan ritual ini kami akhiri dengan…
(Seeert…!) (Crottt…!) (Seeert…!) (Crottt…!) (Seeert…!) (Crottt…!) kami mencapai orgasme bersamaan…! Sungguh nikmatnya…! Ngocoks.com
Kami mulai berdiri tegak kembali sembari berangkulan… beristirahat sejenak memulihkan sengal napas dan degupan kencang jantung kami…
Membersihkan diri kami dengan kucuran air dus… kemudian mengeringkan badan kami dengan handuk milik mama secara bergantian.
***
Sambil saling memeluk pinggang, kami jalan seiring keluar dari kamar mandi bagaikan sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta…
Ketika langkah kami mendekati tempat tidur, aku ingin mengalihkan arah langkah kami tetapi mama mencekal erat pinggangku seakan memberitahuku tetap melanjutkan langkah kami. Dekat dengan pintu kamar mama mencium mesra pipiku sembari berbisik pelan dekat telingaku.
“Jangan mengambil resiko sayang…”, sambil memandu langkah kami kekanan menuju… jendela.
‘Kena deh batunya…’, pikirku. Aku harus keluar dari kamar tidur mama melalui jendela! Tapi aku memakluminya karena kurasa ini pilihan tepat saat ini daripada aku amprokan dengan adikku, Marcy.
Sampai didepan jendela, mama melepaskan tangannya dari pinggangku… dan tiba-tiba melancarkan ciuman bertubi-tubi pada tengkukku. Aku hanya mengangkat bahuku sedikit sambil tertawa…
“He-he-he… tidak mempan…! Kacian deh…”, kataku sedikit mengejek mama. “Tapi aku boleh kan datang kekamar ini lagi… mamaku sayang…,” kataku merayu mama.
Mama memberi senyumannya yang mesra padaku. “Setiap saat sayang… kalau situasi memungkinkan… yang pasti mama akan selalu memakai syal pada setiap saat ‘kunjungan’-mu…!”
***
Aku telah berada ditengah taman kecil disamping luar kamar tidur mama. Sambil bersiul-siul kecil aku melangkahkan kakiku menuju pintu utama depan rumah. Tak ada yang perlu kukhawatirkan… banyak jalan menuju… ‘kesitu…!’.