Keesokan paginya, Putri bangun lebih dulu daripada Anita karena dia sudah terbiasa bangun pagi setelah melayani Darso semalaman untuk menyiapkan sarapan. Tangan Anita masih memeluk tubuh Putri. Putri mengangkat tangan Anita perlahan sambil bangun dari tempat tidur. Putri memungut dan mengenakan pakaiannya kembali lalu menuju dapur. Dia menyiapkan sarapan. Saat sedang memasak telur, tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang.
“halo non…”, kata Darso sambil menciumi tengkuk leher Putri.
“eh…Mang..udah pulang…”, Putri langsung tahu kalau orang yang memeluknya adalah Darso karena cuma Darso yang berani langsung memeluknya seperti ini.
Putri mulai ‘terganggu’ dengan ciuman bertubi-tubi dari Darso di tengkuk lehernya.
“non…tau aja Mang Darso mau pulang jam segini…dibikinin sarapan..hehe”, Darso berhenti menciumi tengkuk leher Putri dan menaruh dagunya di pundak kanan Putri sambil tetap melingkarkan tangannya di pinggang Putri dari belakang seperti suami yang sedang menemani istrinya memasak di dapur. Ngocoks.com
“yee…ini bukan buat Mang Darso…”, ledek Putri.
“lho? terus buat siapa? buat non sendiri?”.
“iya…ama buat temen Putri…”.
“temen non? mana?”.
“masih tidur di kamar Putri, Mang…”.
“jadi non…tidur bareng ama temen non itu?”, tanya Darso mulai cemburu.
“iya Mang…emang kenapa?”, pancing Putri.
“…”.
“hihi…Mang cemburu ya? tenang aja Mang…temen Putri cewek kok…”.
“oh…kirain cowok…”.
“iya Mang…si Anita yang waktu itu Putri ceritain…”.
“Anita? salah satu dari genk cewek yang udah ngerjain non?”.
“iya Mang…Anita yang itu…”.
“kok non Putri ngebolehin dia nginep?”.
“iya abisnya Mang kan gak pulang…Putri kan paling takut di rumah sendirian…dan kebetulan dia dateng..”.
“tapi bukannya non benci banget ama dia?”, tangan Darso pun menampung kedua buah payudara Putri.
“iya…tadinya Putri udah mau ngusir dia..tapi Mang…ternyata dia yang nolongin Putri waktu itu…”.
“oh si Anita itu yang nolongin non Putri…wah…berarti Mang mesti ngucapin terima kasih ke dia juga…”.
“emang kenapa Mang?”.
“ya kalau non Putri gak ditolongin…Mang Darso gak bisa kayak sekarang…hehe…”.
“dasar…mendingan bantuin Putri nyiapin sarapan buat kita…”.
“oke non…”.
“Mang..ntar kalau ada dia…Mang jangan deketin Putri ya…soalnya dia taunya Mang Darso itu pembantu Putri…”.
“yah non…Mang Darso kan sengaja pulang secepet mungkin soalnya udah kangen…”.
“ya abisnya gimana donk…selama dia belum pulang doang Mang…”.
“yah…yaudah deh…”, Darso menghela nafas, nafsunya menyetubuhi Putri terpaksa harus di-pending dulu.
“tenang aja Mang…ntar sore Putri suruh pulang…”.
“oke non..”.
“tapi maap lagi nih Mang…Mang Darso gak bisa sarapan bareng ama Putri”.
“o yaudah…gak apa-apa non…Mang Darso makan di kamar Mang Darso aja…”.
“tar kalo udahan…Putri ke kamar Mang Darso deh…”.
“oke…Mang Darso tunggu ya non…”. Darso pun membawa sarapannya ke kamarnya. Tak lama kemudian, Anita datang dengan muka yang sudah segar.
“ayo kak Anita sarapan…”.
“oke Put…oh iya..manggil gue Nita aja…gak usah pake kak…”.
“iya ka…eh…Nit..”.
“nah gitu…”. Mereka berdua pun sarapan dengan lahap karena mereka lapar sekali.
“gue aja Put..”.
“gak apa-apa…lo kan tamu…eh maap…”.
“gak apa-apa Put..pake gue lo aja biar lebih akrab…tapi beneran gak apa-apa lo yang cuci piring, Put?”.
“iya…gak apa-apa…”.
“nggak…gue mau bantuin…”.
“yaudah…”.
“Put…gue mau mandi ya…”, kata Anita setelah selesai mencuci piring.
“oke…”. Putri pun langsung berjalan menuju kamar Darso.
“tok…tok…”.
“ya masuk…”.
“udah di makan belom Mang?”.
“udah non..tinggal dikit lagi…”.
“sini…”.
Putri duduk di samping Darso dan mengambil piring Darso. Putri menyuapi Darso dengan penuh kelembutan. Benar-benar seperti pasangan suami istri yang sedang mesra-mesranya. Darso dan Putri terlihat begitu serasi meski keduanya berbeda jauh satu sama lain. Putri, seorang gadis cantik dan kaya. Sedangkan Darso hanyalah pembantu yang tidak tampan. Tapi, sejak peristiwa Darso menangkap basah Putri sedang masturbasi, kini keduanya tidak bisa terpisahkan. Hubungan fisik yang mereka lakukan setiap hari menambah kemesraan mereka.
“enak gak Mang?”.
“enak non…non yang bikin sih..jadi enak..hehe..”.
“alah..Mang Darso bisa aja…”. Darso merapat ke Putri, dia merangkul Putri dan mengarahkan wajah Putri ke arahnya.
“hhmm…cccpphhh…ccpphh…”. Mereka berdua bercumbu.
Tangan Darso pun langsung menggerayangi payudara kiri Putri. Diremas-remasnya payudara Putri yang sangat empuk itu dengan lembut. Darso tidak bisa lagi menahan hasratnya untuk menikmati tubuh Putri. Dan Putri pun tidak kuasa menahan rangsangan dari Darso. Tubuhnya sudah terlalu terbiasa menerima rangsangan dari Darso sehingga dia tidak bisa menolak Darso yang mulai menjamahnya. Lidah mereka sudah saling mengait dan saling membelit.
Tangan Darso menyusup ke dalam kaos Putri. Darso putar ke kanan kiri kedua puting Putri bergantian seperti sedang mencari frekuensi radio lalu dia memelintir dan memilin-milin kedua puting Putri menambah sensasi nikmat yang dirasakan Putri. Puas ‘men-setting’ payudara Putri, tangan Darso pun merayap turun dan kini menyusup masuk ke dalam celana tidur Putri.
Darso mengelus-elus daerah pribadi Putri itu. Meski namanya daerah pribadi, tapi kini daerah Putri yang itu sudah tidak pribadi lagi karena Darso sudah mempunyai izin 24 jam dari sang pemiliknya. Darso pun melepaskan bibir Putri, Putri memeluk Darso dengan erat sambil merasakan kenikmatan yang sedang melanda selangkangannya.
“mmhhh…Maangg…terusshh !!”, desah Putri pelan. Mendengar desahan Putri, Darso pun semakin semangat mengobel-ngobel vagina Putri.
Dekapan Putri semakin kencang dan lenguhan panjang keluar dari mulutnya. Darso mengeluarkan tangannya yang basah dari celana Putri. Dan menarik kaos Putri ke atas dan Putripun meluruskan kedua tangannya ke atas. Darsopun langsung menyusu ke Putri. Darso mengenyoti kedua puting Putri bergantian dengan sangat kuat. Puas menyusu, Darso jongkok di hadapan Putri setelah membuka bajunya sendiri. Darso menarik celana Putri, sudah tak sabar ingin melihat ‘tempat’ favoritnya.
“eits…”, Putri meledek Darso dengan merapatkan kedua pahanya seolah tak mengizinkan Darso. Darso tersenyum melihat tingkah Putri karena gemas. Dan menciumi kedua lutut Putri, kedua tangannya merayap maju ke paha Putri. Darsopun mengelus-elus pangkal paha Putri.
“ayo dong non…buka..”, rayu Darso.
“iya Mang iya…”. Putri pun melebarkan kedua pahanya, membuka ‘toko’nya untuk pelanggan setianya, Darso. Semerbak harum langsung tercium oleh Darso.
Darso hapal betul dengan aroma ini, hanya satu yang wanginya seperti. Tentu saja, sumbernya dari daerah kewanitaan gadis cantik yang mengangkang lebar di depannya. Darso diam sejenak mengagumi keindahan kelamin Putri. Begitu terawat, dan bentuk serta warnanya yang agak kemerah-merahan begitu menggunggah selera. Darso pun mendekatkan hidungnya ke vagina Putri.
“non..tumben…biasanya punya non..wangi banget…kok sekarang gak terlalu wangi?”.
“ya kan Putri belum mandi…jadi Mang Darso gak mau nih…”, ledek Putri pura-pura menutupi vaginanya dengan tangannya.
“eh jangan non…siapa bilang Mang Darso gak mau..hehe…”, ujar Darso menyingkirkan tangan Putri dan langsung menyerbu selangkangan Putri.
Putri hanya bisa mendesah dan melirih keenakan. Lidah Darso bergerak begitu tepat memberikan kenikmatan untuk Putri karena Darso sudah hapal betul seluk beluk liang vagina Putri dan di bagian mana harus dijilatnya sehingga tak butuh lama bagi Putri mencapai puncak kenikmatannya. Meski tak seharum seperti biasanya, Darso tetap betah berlama-lama berada di selangkangan Putri. Putri pun sampai 3x orgasme karena Darso terus menerus ‘menyerbu’ vaginanya.
“OOUUHH !!! MAANNGGHHH !!!”, lenguh Putri lagi mendapatkan orgasmenya untuk yang keempat kali. Setelah ‘menguras’ vagina Putri sebanyak 4 kali, Darso pun akhirnya berhenti. Tapi, kepala Darso tetap berada di antara kedua paha Putri, tak mau pergi dari sana.
“hehe..maap ya non…Mang Darso kangen banget ama non soalnya..”, kata Darso sambil mengelus-elus paha Putri yang sangat halus.
“iya Mang…gak apa-apa…”, jawab Putri pelan. Darso tersenyum mendengar jawaban Putri, dia bangun dan membuka celananya sendiri, kini dia hanya tinggal memakai kolor saja. Darso duduk di sebelah Putri.
“non…gantian dong…hehe…”.
“iya Mang…”. Kini, Putri sudah berdiri di depan Darso. Darso menarik pinggang Putri dan menciumi perut Putri yang rata itu.
“kenapa, Mang? kok perut Putri diciumin?”, tanya Putri tersenyum sambil mengelus-elus kepala Darso.
“nggak non…Mang Darso pengen nanya…kalo misalnya non Reisha ngebolehin Mang Darso bikin non Putri hamil..non Putri mau gak sih?”.
“mau Mang…mau banget malah..hehe..”.
“ah yang bener non ?!”.
“iya Mang…beneran…”.
“makasi ya non…”.
Darso meremas-remas pantat Putri dan membenamkan wajahnya ke perut Putri.
“ayo non..”. Putri pun langsung jongkok di depan Darso. Darso membuka kedua pahanya lebar-lebar.
“ih…pasti punya Mang Darso bau nih…”, canda Putri sambil mengelus-elus tonjolan yang timbul di celana Darso.
“iya non..dari kemaren Mang Darso kan gak ganti kolor…”.
“iiih…Mang Darso jorok…”.
“hehe…makanya non…bersihin punya Mang Darso ya…hehe…”.
“Putri siap melayani Anda…hihi…”. Kedua tangan Putri menyusup melalui kedua sisi lubang dari celana Darso. Putri pun akhirnya menemukan ‘kunci’ Darso.
“aduh…tangan non Putri makin halus aja ya..”.
“hehe…bisa aja Mang Darso…”. Putri meremas-remas dan memijit-mijit penis Darso dengan lembut dan penuh perasaan.
Darso tersenyum ke arah Putri. Putri semakin telaten ‘memelihara’ burungnya. Tahu cara memijit penis dengan benar. Putri mengeluarkan kedua tangannya dan mengendus-endus kedua tangannya.
“tuh kan…punya Mang Darso bau ih…”.
“bau sih bau…tapi non Putri suka kan?”, ledek Darso.
“ih..Mang Darso…”. Putri memukul pelan tonjolan celana Darso.
“aww…sakit non…”.
“hehe…maap..maap…”. Putri menciumi tonjolan Darso.
“gimana, Mang? udah gak sakit kan?”.
“iya non…hehe…”. Putri menarik celana kolor Darso. Kini, dua-duanya sama telanjang bulat. Putri memandangi penis Darso yang sudah mengacung ke arahnya. Penis yang selama ini sudah sangat sering mengait vaginanya. Di mata Putri, penis Darso sudah terlihat bagai ‘kunci’. Kunci untuk daerah kewanitaannya. Putri mendekatkan wajahnya ke selangkangan Darso. Putri menjilati kedua pangkal paha Darso serta daerah ‘berambut’ Darso. Lidah Putri bergerak menyibak bulu kemaluan Darso sampai daerah itu benar-benar basah kuyup oleh air liur Putri.
Putri lebarkan lagi kedua paha Darso sehingga dia semakin jelas melihat kantung buah zakar Darso yang menggantung. Putri menciumi kantung zakar yang keriput itu dengan mesra sambil mengocok batang penis Darso. Tidak ada rasa jijik bagi Putri, sudah biasa baginya berhadapan dengan ‘tongkat’ ini karena setiap harinya Darso selalu menyuguhkan batangnya ke Putri.
“aduh non…enak non…hehe..terus non…”. Lidah Putri bergerak menyapu setiap inci dari pangkal paha dan kantung buah zakar Darso. Putri memberi kecupan-kecupan mesra di sekujur batang penis Darso mulai dari pucuk sampai ke pangkal penis Darso seolah-olah Putri ingin menunjukkan kalau dia begitu ‘menyayangi’ batang yang sedang ada di hadapannya, batang yang sudah membuat Putri bertekuk lutut sampai Putri jadi merasa ada yang kurang jika sehari saja tak bertemu dengan Darso dan ‘peliharaan’nya.
“rrr…mhh…”, Darso bergetar saat Putri ‘mengulik’ lubang kencingnya.
“duh non…udaah non…”, Darso sampai minta ampun karena Putri terus ‘mengulik’ lubang kencingnya.
“kenapa, Mang ? bukannya enak ?”.
“iya non…tapi kalo terus-terusan…ngilu juga…”.
“maap ya Mang…Putri gak tau…”. Untuk menebus kesalahannya, Putri mulai mengemuti ‘topi’ merah muda Darso.
“mm…”. Tubuh Darso menggelinjang keenakan. Putri membuka mulut mungilnya lebar-lebar. Dia memajukan kepalanya sendiri sampai bibir atasnya menyentuh rambut kemaluan Darso dan langsung menutup rapat-rapat mulutnya untuk mengunci posisi penis Darso yang ada di dalam mulutnya. Putri mendongak ke atas dan tersenyum. Darso membalas sambil membelai rambutnya.
Darso tertawa kecil dalam hati melihat Putri seperti ikan yang tersangkut di ‘kail’. Putri memulai tugasnya dengan begitu bersemangat. Kepalanya maju mundur dengan cepat untuk memberi kocokan yang sesuai dengan selera Darso di penisnya. Dan kadang Putri dengan gemasnya menggelitik lubang kencing Darso lagi.
Tangan kanan Putri begitu aktif meremas-remas zakar Darso dengan lembut. Darso mengangkat tangan kiri Putri ke atas dan dikulumnya jari-jari Putri satu per satu serta menjilati telapak dan punggung tangan Putri. Darso memang sangat mengagumi keindahan tubuh Putri, meski kini setiap hari dia bisa merengkuh kenikmatan dari tubuh Putri dengan mudah, tapi Darso tidak pernah ada rasa bosan bahkan dia semakin tergila-gila melihat tubuh Putri yang begitu putih, mulus, dan halus. Saking tergila-gilanya, Darso pun sering mengulumi jari-jari kaki Putri meski Putri baru saja seharian memakai sepatu setelah pulang sekolah.
Awalnya, Putri tidak enak juga Darso mengulumi dan menjilati kedua kakinya, tapi lama kelamaan Putri mulai terbiasa dan senang mengetahui kalau Darso tidak hanya memuja bagian tertentu saja dari tubuhnya melainkan seluruh tubuhnya. Tentu, banyak lelaki yang ingin menjadi Darso saat ini. Duduk santai dan hanya tinggal membuka pahanya dan membiarkan seorang gadis cantik yang bekerja ‘membersihkan’ selangkangannya. Putri terlihat begitu menikmati ‘sosis’ berurat milik Darso dengan sepenuh hati.
“mmhh…nonhh….”. Zakar Darso telah memproduksi ‘tinta putih’ dan menyalurkannya menuju ke lubang keluarnya. Putri pun bisa merasakan penis Darso yang mulai berdenyut-denyut di dalam mulutnya. Putri pun semakin aktif menghisap dan mengulum kuat-kuat.
“eeeehhh…UUUHHH NONNNHH !!!”, erang Darso tak bisa menahan lagi keinginan ‘ular’nya untuk muntah padahal dia masih ingin berlama-lama merasakan nikmatnya permainan lidah Putri. Putri dengan sigap menampung semua sperma Darso dan sedikit meremas zakar Darso untuk ‘menguras’ penis Darso. Putripun masih asik mengemuti kepala penis Darso.
“Put ! Puuut ! Putriiii !”.
“waduh..Anita udahan mandinya…”, Putri panik mencari baju dan celananya.
“ini bajunya non…”. Putri langsung memakai baju dan celananya dan bergegas keluar kamar Darso.
“eh disini lo Put…”. Putri berpura-pura keluar dari kamar mandi dekat dapur.
“udahan mandinya, Nit?”.
“udah…”. Putri berbicara agak jauh dari Anita sambil sedikit menutup mulutnya.
Putri tahu mulutnya pasti masih kental dengan aroma sperma dan takut tercium Anita.
“Put..gue balik ya…”.
“oh..lo mau balik? yaudah…”.
“ati-ati ya Nit…”.
“iya, Put…”. Putri berdiri di ambang pintu rumahnya.
“non…lanjutin yang tadi yuk…”, kata Darso berbisik di telinga Putri dari belakang.
“ayo…siapa takut…”. Semenjak kejadian itu, Anita dan Putri semakin hari semakin akrab. Tapi, mereka berdua sepakat jika di sekolah, mereka biasa-biasa saja. Anita sering main dan menginap di rumah Putri. Darso merasa terganggu karena tak bisa berduaan bersama Putri dengan bebas, akhirnya Putri pun melarang Anita main ke rumahnya kecuali hari Minggu.
“Nit…lo beneran mao jadi anak buah gue ‘n bales dendam ke Nadya ‘n Renata?”.
“iya, Put…”.
“oke kalo gitu lo besok ke sekolah gak pake cd ‘n bh..”.
“tapi, Put…”. Anita merasa cemas juga, dulu Renata dan Nadya tidak menyuruhnya ke sekolah tanpa cd dan bh karena waktu itu Renata dan Nadya baru kelas 2 sehingga mereka belum terlalu kejam seperti sekarang.
“gak ada tapi-tapian..lo mesti nurutin gue…”.
Keesokan harinya, Anita menuruti perintah Putri. Anita tak pernah merasa sangat ‘terbuka’ seperti ini. Daerah pribadinya dengan dunia luar hanya dipisahkan oleh rok abu-abunya yang mini itu. Anita selalu merasa ada yang memperhatikan selangkangannya dan semua orang mengetahui kalau dia tidak memakai celana dalam. Anita jadi mengerti perasaan Putri sewaktu pertama kali di suruh begini.
Dag dig dug sekaligus merasa sangat terekspos yang Anita rasakan, tapi Anita juga merasakan perasaan menggelitik seperti terangsang jika berpikir siapa saja, dimana saja, dan kapan saja seseorang bisa tahu dia tidak memakai celana dalam dan bisa menyusupkan tangan ke dalam roknya dan memainkan ‘surga kecil’nya. Anita sering menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan fantasinya itu karena vaginanya terasa lembap dan ada sedikit cairan terasa meleleh keluar dari sela-sela bibir vaginanya.
“Nit…gue tunggu di gerbang ya…”. Seperti mendapat perintah dari bos, Anita yang tadi di dalam wc bergegas keluar menuju gerbang.
Saat Anita keluar dari kamar mandi dan berbelok ternyata ada 2 cowok sehingga tabrakan pun tak dapat dihindari. Anita jatuh ke belakang.
“aduuhh…”.
“ma..maa…”. 2 cowok itu terbelalak melihat pemandangan yang ada di depan mereka. Anita jatuh ke belakang dan kakinya terbuka lebar sehingga roknya terangkat ke atas dan memperlihatkan isinya yang indah. Anita langsung sadar dan bangun. Dia langsung berlari ke gerbang dengan muka memerah sementara dua cowok itu masih terbengong tak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan. Putri hanya tersenyum saja melihat Anita yang malu dan langsung masuk ke dalam mobil.
“gimana? enak jadi gue?”.
“mm…”. Putri duduk di sebelah Anita dan menyingkap rok Anita.
“wah..lo horny ya Nit..gak pake cd ke sekolah?”, ejek Putri.
“…”.
“ok Nit..mulai sekarang lo ke sekolah kayak gini terus…”.
“mmhh…”. Putri mulai mengelus-elus vagina Anita dengan lembut.
“mulai sekarang…gue bos lo..lo harus nurutin gue…”.
“ii..yaa..hh…”.
“V lo punya gue…mau gue apain aja..terserah gue..ok?”.
“oo..keehh Puut..”. Tiba-tiba pintu mobil terbuka, dan Anita merasa belaian lain. Beda dengan tangan Putri yang halus, kali ini tangan satu lagi agak kasar. Anita melihat ke arah kanan. Pandangan matanya tajam menatap Darso seolah tak rela Darso ikut membelai vaginanya. Tapi, Anita tidak bisa menghentikannya karena belaian Darso begitu tepat mengenai daerah-daerah yang paling nikmat di selangkangannya sementara Putri sudah berhenti.
“oh ya Nit…bukan cuma gue yang punya V lo…tapi Mang Darso juga…terserah dia mau ngapain…”.
“mm..hh…”, Anita mengangguk pelan.
“hhhnnn !!!”, lenguh Anita setelah beberapa menit Darso memainkan vaginanya.
Usai membuat Anita orgasme, Darso duduk di kursi pengemudi dan mengemudikan mobil. Putri pun senang, Anita kini menjadi bonekanya. Putri sering memanggil Anita ke wc hanya untuk memainkan vaginanya. Anehnya, Anita malah senang dikuasai Putri dan melakukan semua perintah Putri dengan senang hati.
Karena Putri sudah yakin, Putri tidak memberikan hukuman apa-apa lagi ke Anita, status mereka kini malah seperti adik kakak. Putri pun membuka rahasianya ke Anita soal hubungannya dengan Darso. Dan tentu saja Darso yang beruntung, Anita malah tertarik ingin bergabung ke percintaan Putri dengan Darso.
“gimana, Put? udah kamu lakuin rencana kakak?”.
“udah kak…berhasil..sekarang si Anita udah jadi anak buah Putri…malah katanya dia pengen bantuin bales dendam ke Renata ‘n Nadya, kak..”.
“wah bagus itu…kamu bisa manfaatin Anita…jadiin dia boneka kamu…buat ngerjain Nadya ‘n Renata…”.
“mm..bener juga..”.
“ok…target kita selanjutnya Nadya…begini….”. Putri mendengarkan semua perkataan Reisha lewat telpon dengan seksama.
“gimana? jelas, Put?”.
“oh gitu ya, kak..jadi Putri harus punya rekaman video buat jaminan…”.
“iya..biar kamu aman..”.
“ok, kak…”.
“Mang Darso mana?”.
“nih…lagi tiduran di paha Putri…”.
“halo non Reisha…”.
“Mang Darso…lagi tidur di pahanya Putri ya?”.
“iya non…malah non Putri gak pake celana..padahal Mang Darso suruh pake celana…”.
“boong…Putri gak dibolehin pake celana ama Mang Darso…”, teriak Putri. Mereka bertiga bercengkrama lewat telpon. Sambil terus berbicara dengan Reisha, Darso memiringkan tubuhnya sehingga wajahnya menghadap ke perut Putri. Putri menonton tv dengan biasa seperti tidak ada apa-apa karena dia sudah terbiasa dengan ‘kehadiran’ Darso di selangkangannya.
“bos..film kedua udah selesai..”, Anita berbicara lewat telpon.
“bagus…sekarang lo ke rumah gue…”.
“ok bos…”. Dalam waktu singkat, Anita sampai di rumah Putri. Kini, Nadya sudah berada di genggaman Putri. Putri dan Anita mengerjai Nadya terus sampai akhirnya Nadya melaporkan Anita ke polisi.
“tenang saja nona Nadya…kami akan tahan Anita ini..”.
“makasih, Pak…MAMPUS LO, NIT !!”. Begitu mobil Nadya sudah menjauh dari kantor polisi itu, borgol yang membelenggu kedua tangan Anita dilepaskan.
“makasih ya, Pak Bambang…”.
“iya neng Anita…untung aja si Nadya itu lapornya ke sini…”.
“iya…Anita juga gak nyangka kalo si Nadya itu berani lapor polisi…liat aja nanti…”.
“nah neng Anita…mana nih ucapan terima kasihnya?”, bisik Untung memeluk Anita dari belakang dan mengelus-elus paha Anita.
“iya..Pak Untung..tenang aja…ada kok ucapan terima kasihnya…”, balas Anita manja.
“bapak juga dapet kan?”, tanya Bambang mendekati Anita yang sedang dipeluk Untung.
“iya…”. Untung mengangkat rok Anita ke atas, Bambang jongkok dan memperhatikan vagina Anita yang sangat bersih dan harum.
“ini ya ucapan terima kasihnya?”, tanya Bambang mengelus belahan bibir vagina Anita.
“iya..Anita cuma punya ini…”. Bambang dan Untung pun bekerja sama menelanjangi Anita, mereka sudah tak sabar ingin menerima ‘balas budi’ Anita.
“oh iya Pak…Pak Alex, Jody, Udin, ‘n Pak Jamal dibebasin juga kan?”.
“kenapa, neng? kok dibebasin juga? neng Anita kan gak kenal banget ama mereka?”, jawab Bambang sambil melepaskan kaos kaki Anita, satu-satunya yang masih menempel di tubuh Anita.
“ya tapi…kasihan kan…”.
“yaudah neng…tenang aja…ntar mereka dibebasin kok…”. Untung sudah meremas-remas kedua buah payudara Anita, sepertinya dia sudah tidak sabar ingin mendengar lenguhan, rintihan, dan desahan manja keluar dari mulut Anita.
“nah ini baru neng Anita yang kita kenal…hehe…”, komentar Bambang setelah berdiri dan memandangi Anita yang sudah telanjang, tak ada satu pun yang menempel di tubuhnya kecuali kalungnya. Mereka berdua langsung ‘menggiring’ Anita ke kamar yang biasa digunakan untuk istirahat sebentar di kantor polisi itu. Kedua polisi itu pun bisa menikmati ‘hadiah’ mereka tanpa diundi lagi.
“halo, Nit…”.
“haa..ha..loo…”.
“gimana, Nit…lo udah bebas kan?”.
“i..iyaa..”.
“bagus deh…gue takut aja lo kenapa-kenapa…”.
“mmhhh…”.
“lo kenapa sih?”.
“i…iniii…Paakk..Bambanghh..eemmhhh…”. Putri langsung mengerti.
“oh…yaudah deh…ntar gue telpon lagi…tuuut..”.
“gimana si neng Anita, non?”.
“udah bebas…kayaknya sekarang lagi ngelayanin Pak Bambang…”.
“oh..”.
Setelah menaruh hpnya di meja samping tempat tidur, Putri kembali menyenderkan kepalanya ke bahu kanan Darso karena tadi mereka berdua sedang asik menonton tv.
“awas aja Nadya…ntar kita kerjain ya Mang…”.
“iya non…tunggu tanggal mainnya..”, balas Darso sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua sampai pinggang. Sambil terus menonton, tangan Darso menyelinap ke dalam selimut lalu menuntun tangan kiri Putri ke ‘tongkat’ penakluk wanita miliknya, ‘tongkat’ yang telah merubah nasib Darso dari pembantu biasa menjadi seperti raja dengan 3 permaisuri cantik yang rela kapan saja melayaninya di atas ranjang karena telah membuat Reisha, Putri, dan kini Anita bertekuk lutut kepadanya.
Tanpa basa-basi, Putri mulai memijat, mengocok, dan mengelus-elus benda tumpul kebanggaan Darso itu. Setelah menuntun tangan Putri, Darso menaruh tangan kanannya di paha kiri Putri.
“eh..tangannya ngapain?”, ujar Putri sambil tetap serius menonton tv seperti tidak terjadi apa-apa padahal tangan Darso semakin aktif ‘bergerilya’ di daerah selangkangannya.
“hehe…iseng non…”.
“mmhh..”, desah Putri pelan. Konsentrasinya mulai terganggu. Putri langsung bangun dan mereka berdua saling bertatapan. Tangan Putri dan Darso masih berada di alat kelamin satu sama lain. Vagina Putri terasa panas dan lembab kembali. Dan penis Darso sudah kembali keras dan kekar, mengacung tegak. Artinya, ‘roket’ Darso sudah siap mendarat lagi di ‘pangkalan’nya yaitu liang vagina Putri. Darso memberi isyarat dengan mengangguk.
Putri mengulum bibir bawahnya dan mengangguk seperti malu-malu mengakui kalau dia sudah siap untuk ronde kedua. Malam itu, meski mereka terpisah jarak dan tempat yang jauh, kedua gadis cantik itu, Putri dan Anita, sama-sama sedang ‘sibuk’.
Putri sibuk bercinta dengan penuh gairah bersama Darso, sedangkan Anita sibuk melayani Bambang dan Untung sebagai ucapan terima kasihnya. 2 minggu telah berlalu, hubungan Anita, Putri, dan Darso semakin dekat akibat ‘kontak fisik’ yang sering mereka lakukan.
“Anita?!”, Nadya kaget melihat Anita berada di ujung meja makan.
“anjrit Nad !! demen juga lo dikeroyok?? hahaha…”, teman-temannya menertawakan Nadya. Nadya malu setengah mati, wajahnya merah seperti tomat. Nadya langsung berlari keluar dan berlari menuju ke parkiran.
“Putri?!”. Putri berdiri menyender ke mobil Nadya sambil tersenyum.
“udah gue bilang kan Nad…kalo lo macem-macem bakal gue sebar tuh filem lo…”. Nadya menengok ke belakang, Anita yang berbicara sambil berjalan ke arahnya.
“enak Nad? gue permaluin lo di depan temen-temen lo?”.
“gue sama Anita udah bikin vcd bokep lo…’n video bokep lo bakal kesebar…dan yang pasti ortu lo yang bakal dapet pertama…”.
“pleaassee Put…jangan Put..tolong Put…gue gak bakal macem-macem lagi…”, pinta Nadya sambil menangis dan memeluk kaki Putri.
“oke…sekarang buka baju lo !!”, teriak Anita sedangkan Putri hanya diam saja. Dengan pasrah, Nadya melepas gaunnya sendiri dan pakaian dalamnya. Nadya merasakan dinginnya malam dengan tubuhnya yang sudah tak tertutup apa-apa lagi.
“mana kunci mobil lo?”.
“sekarang lo masuk mobil…”.
“duduk di tengah !!”, tambah Anita.
“tunggu…”.
Nadya pasrah saja menuruti semua perintah Anita dan Putri dan duduk di kursi tengah mobilnya sendiri tanpa busana. Lalu secara serempak, 4 pintu mobil Nadya terbuka. 4 lelaki masuk dan duduk. Nadya kaget saat melihat wajah keempat pria itu. Alex, Jody, Udin, dan Jamal.
“halo neng Nadya…”. Nadya refleks merapatkan pahanya dan menutupi payudara serta vaginanya dengan kedua tangannya.
“kenapa sih neng Nadya pake ngelaporin kita ke polisi segala? bukannya neng demen maen ama kita? HAHAHA !!”, ledek Jody yang duduk di jok depan.
“tau neng…awas kita bales…nanti kita sodomi terus ampe neng Nadya gak bisa jalan…”.
“SETUJU !!”, teriak Alex dan Jamal yang duduk di samping kanan dan kiri Nadya. Mereka berdua menarik dan memasukkan tangan Nadya ke celana mereka masing-masing. Alex dan Jamal menahan tangan Nadya agar tetap di dalam celana mereka sementara mereka melebarkan kedua kaki Nadya.
Jody menengok ke belakang dan mengulurkan tangannya ke selangkangan Nadya. Nadya hanya bisa pasrah saja, vaginanya menjadi ‘tempat kobokan’ Alex, Jody, dan Jamal. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com
“nah Pak Alex..Pak Jody..Pak Jamal sama Pak Udin…boleh bawa Nadya kemana aja selama 2 minggu…”.
“kemana aja neng?”, tanya Jody.
“iya kemana aja…terserah..jadi bapak-bapak bisa bales dendam ke cewek belagu ini…”.
“gimana kalo 4 minggu aja neng…biar satu orang satu minggu jatahnya..hehe…”.
“yaudah terserah aja…asal jangan ampe ada lecet di badannya dia…’n dia harus minum ini terus…”.
“apaan nih neng?”.
“obat anti hamil…biar bapak-bapak bisa keluar di dalem rahimnya dia…”.
“yah…tapi kan seru kalo ampe neng Nadya hamil gara-gara kita berempat…”.
“perintahnya Putri begitu…”.
“oh..oke deh…”. Mobil Nadya pun menjauh dari parkiran itu. Putri dan Anita masuk ke dalam mobil Putri. Darso langsung mengendarai mobil menjauh. Tak lama jalan, Anita dan Putri duduk semakin mendekat. Dekat, dekat, dan akhirnya mereka berciuman.
Tangan Anita pun langsung menggerayangi tubuh Putri. Tidak Anita, tidak Darso, keduanya sama-sama mudah terpancing nafsu jika berada di dekat Putri. Keduanya saling melucuti pakaian satu sama lain. Begitu Anita melepas celana Putri,
Darso yang sudah terganggu konsentrasinya sedari tadi langsung mengendus-endus aroma yang muncul. Darso dan batang kejantanannya sudah hafal aroma ini, apalagi penis Darso seperti langsung bereaksi dan bangun dari tidurnya.
“aduh…curang nih…masa Mang Darso nyetir…non Putri sama neng Anita asik di belakang…”.
“tenang aja Mang…sampe rumah…kita keroyok deh..”.
“wah asik…hehe…”.