Setelah naik lift, kami menuju ruang keluarga. Jihan masih menggenggam tanganku.
“Mau nonton film apa, Dra?” tanya Jihan.
“Terserah, Jihan. Aku suka apa saja,” jawabku. Ya, dia benar-benar memanggilku sayang! Dan, dia duduk di sampingku, menempel tubuhnya ke tubuhku, seolah-olah tidak ada tempat lain untuk duduk.
******
TV sudah terpasang, DVD player siap siaga. Tiba-tiba muncul peringatan dari FBI! “Apa lagi sih,” gumamku dalam hati. Aku menoleh ke arah Jihan, “Pasti kamu yang bikin cerita aneh ini, Jihan.”
Jihan hanya menyeringai, senyumnya manis sekali di malam itu. Lesung pipitnya begitu menawan, membuatku tak bisa tenang. Wajahnya, sungguh memikat.
Dengan santainya, Jihan memeluk lenganku, kepalanya ia sandarkan di bahuku. Sesekali tubuhnya bergoyang pelan. Aku bisa merasakan kekenyalan payudaranya, lembut dan menggoda. Tentu saja, malam itu ia tak mengenakan bra.
Seperti biasa, sebelum film dimulai, ada beberapa cuplikan adegan dewasa yang cukup vulgar.
“Kamu yakin mau nonton film kayak gini, Jihan?” tanyaku, sedikit khawatir.
“Tenang saja. Suamiku tipe orang yang open minded,” jawab Jihan.
Caranya menatapku saat berbicara membuatku semakin was-was. Rasa percaya dirinya begitu tinggi.
Kemudian, ia mencium pipiku. Aku terkejut, rasa khawatirku semakin menjadi.
“Cium aku, sayang,” pinta Jihan.
Aku menatapnya, gugup dan gemetar. Belum pernah aku digoda seintens ini oleh seorang gadis, apalagi istri orang lain.
Rasanya seperti tertekan. “Kalau aku nggak nurut, jangan-jangan dapat surat peringatan pemecatan,” batinku.
Jihan menggenggam leherku, menarik wajahku mendekat untuk mencium bibirku.
Dia yang memulai. Pertama kalinya ini terjadi. Biasanya, aku yang selalu berusaha mencium bibir perempuan. Kali ini, segalanya terbalik.
Lama bibir kami bertaut, aroma rokok masih tercium samar. Tapi karena aku sendiri juga perokok, jadi tidak terlalu mengganggu. Aku melepaskan bibirku, Jihan ikut serta. Kami sama-sama saling ulurkan lidah, sensasi yang luar biasa.
Tanganku meraba-raba punggung Jihan. Rasanya, batangku sudah tegang dan keras, hampir terasa seperti mau patah karena terjepit di dalam celana.
“Em… em!” Suara batuk Pak Randi, bosku, tiba-tiba terdengar.
Aku panik, jantungku berdebar kencang. Wajahku terasa pucat pasi.
“Eh, Bos, maaf Bos,” kataku meminta maaf atas kecerobohanku berciuman dengan istri bosku.
“Tidak apa-apa, Dra. Temani Jihan malam ini, ya,” kata Pak Randi.
“Kamu mau keluar, say?” tanya Jihan kepada Pak Randi, melihat bosku sudah berganti pakaian seperti hendak pergi ke clubbing.
“Clubbing,” jawab Pak Randi singkat.
“Oh, oke. Kamu pulang malam ini nggak?” tanya Jihan lagi.
“Lihat gimana nanti,” sahut Pak Randi.
“Oke, enjoy. Jaga diri, ya,” kata Jihan.
Pak Randi menyalami tanganku.
“Dra, jagain Jihan sayangku malam ini ya. Lakukan apa pun yang dia mau,” bisik Pak Randi di telingaku.
Aku hanya tersenyum, tak tahu harus berkata apa. Ini pengalaman yang baru bagiku. Aku mengerti maksudnya, tapi tidak tahu seberapa jauh aku harus menemani istrinya malam itu.
Jihan menyalami dan mencium tangan Pak Randi. Pak Randi menatapku dan mengedipkan matanya. Mantap, Bosku!
Bosku telah memberi lampu hijau untukku menyentuh istrinya malam itu. Aku mengira hal ini hanya terjadi di film Hollywood, ternyata benar-benar terjadi padaku.
Mungkin bosku ini impoten atau apalah ya, sehingga ia membawaku pulang untuk menjadi santapan istrinya. Beruntungnya aku. Istrinya cantik pula.
Senyum lebar mengembang di wajahku, tak menyangka bahwa malam ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Aku menatap Pak Randi, rasa terima kasih yang tak terucapkan membanjiri hatiku. Sungguh, aku tak pernah membayangkan akan terlibat dalam petualangan erotis seperti ini, terlebih lagi dengan istri bosku sendiri.
Jihan, sang istri cantik dan menggoda, tersenyum penuh arti kepadaku. Matanya yang tajam dan bibirnya yang merah merona seolah mengundangku untuk melakukan hal-hal terlarang. Rasanya seperti aku seorang pahlawan dalam kisah fantasi, yang ditugaskan untuk menyelamatkan sang putri dari naga yang jahat.
“Jangan khawatir, sayangku,” bisik Jihan, tangannya menyentuh pipiku dengan lembut. “Suamiku memang pria yang luar biasa. Dia tahu aku butuh hiburan malam ini, dan dia ingin aku bahagia.”
Kegugupanku tak bisa kusembunyikan. Rasanya seperti seorang anak kecil yang baru saja diberi hadiah istimewa. “Tapi, Jihan… aku… aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.”
Jihan tertawa kecil, suaranya seperti lonceng yang merdu. “Tenang saja, sayang. Aku akan memandu kamu. Malam ini, biarkan aku menjadi panduanmu menuju kenikmatan yang belum pernah kamu rasakan.”
Aku menelan ludah, mencoba untuk mengendalikan detak jantungku yang semakin cepat. Tak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa aku akan terlibat dalam permainan erotis seperti ini. Jihan, dengan tubuhnya yang tinggi dan lekuk tubuhnya yang sempurna, selalu menjadi sosok yang hadir dalam fantasi terliarku.
“Ayo, ikut sini,” kata Jihan, menarik tanganku menuju ruang tidur utama.
Aku mengikutinya, jantungku berdebar kencang. Kami memasuki kamar yang didekorasi dengan mewah dan elegan. Tempat tidur berukuran besar dengan seprai sutra berwarna merah menyala, menciptakan atmosfer yang sensual. Aroma mawar dan vanila memenuhi ruangan, menambah kesan romantis yang menggoda.
Jihan menyalakan beberapa lilin aromaterapi, mengisi ruangan dengan aroma wangi yang menenangkan. Cahaya lilin yang berkelap-kelip menciptakan bayangan lembut di dinding, memberikan kesan misterius dan sensual.
Suasana ruangan yang sunyi hanya diiringi oleh musik klasik yang mengalun lembut, menciptakan suasana yang sempurna untuk malam penuh gairah ini.
Jihan berjalan mendekat, tangannya meraba tubuhku dengan lembut. Sentuhannya terasa seperti aliran listrik yang mengalir melalui tubuhku, membuat bulu kudukku berdiri. Jari-jarinya yang lentik menjelajahi dadaku, lalu turun perlahan ke perutku, membelai setiap lekuk tubuhku dengan penuh kelembutan.
“Oh, sayang, kamu membuatku begitu bergairah,” desah Jihan, bibirnya menyentuh telingaku. Suaranya yang lembut dan napasnya yang hangat membuatku merinding. “Aku ingin merasakan setiap inci tubuhmu.”
Gelombang kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya menyapu tubuhku. Tubuhku merespon sentuhan Jihan dengan penuh gairah. Batangku terasa semakin tegang dan keras, menuntut perhatian.
Jihan merunduk, mulutnya menyentuh putingku. Ia menjilati dan menghisapnya dengan lembut, membuatku menggelinjang dan mendesah. Tangannya yang lincah melepaskan kancing-kancing bajuku, satu per satu, hingga akhirnya tubuhku terpapar sepenuhnya di hadapannya.
“Oh, Jihan… jangan berhenti,” rintihku, tanganku meremas rambut Jihan. Nafasku mulai memburu, keringat dingin membasahi tubuhku. Jihan tersenyum menggoda, matanya memancarkan gairah yang tak tertahankan.
Jihan tertawa kecil, ia menggigit lembut kulitku, meninggalkan jejak merah muda di sana. Ia terus menjelajahi tubuhku, membawaku ke puncak kenikmatan yang tak pernah kuimpikan sebelumnya. Setiap sentuhannya terasa seperti sihir, membakar seluruh tubuhku dengan gairah yang membara.
“Kamu siap, sayang?” tanyanya, matanya penuh dengan keinginan.
Aku mengangguk, tak mampu berkata-kata. Hanya nafsu yang membara yang kurasakan di dalam diriku.
Jihan perlahan melepaskan pakaianku, membiarkan tubuhku telanjang sepenuhnya. Ia meraba batangku yang tegang, menggosoknya dengan lembut.
“Oh, sayang, kamu begitu besar dan keras,” desah Jihan, matanya penuh kekaguman. “Aku ingin merasakan kamu di dalamku.”
Aku tak bisa menahan diri lagi. Aku menarik Jihan, menciumnya dengan penuh nafsu. Lidah kami saling bertaut, menjelajahi mulut masing-masing dengan liar.
Aku mendorong Jihan ke tempat tidur, tubuhnya yang telanjang sempurna kini berada di atasku. Aku meremas payudaranya, merasakan putingnya yang keras di antara jariku.
“Oh, sayang, kamu membuatku gila,” desahku, tanganku meraba tubuh Jihan dengan penuh hasrat.
Jihan menggelinjang, mendesah dengan suara yang membuatku semakin bergairah. Aku merasakan tubuhnya yang basah dan hangat menyentuh batangku, menggosoknya dengan lembut.
“Masukkan, sayang,” pintanya, matanya penuh dengan keinginan.
Aku tak perlu diminta dua kali. Aku mendorong tubuh Jihan, memasuki tubuhnya dengan lembut. Sensasi yang luar biasa melanda kami saat batangku menyentuh dinding hangat tubuhnya.
Jihan mengerang, tubuhnya melengkung ke belakang, menikmati setiap inci batangku yang mengisi dirinya. Aku bergerak perlahan, merasakan kenikmatan yang tak terbendung.
“Lebih cepat, sayang,” pintanya, tangannya meremas pantatku.
Aku menaikkan ritme gerakanku, mendorong tubuh Jihan dengan lebih dalam. Jihan mengerang, tubuhnya bergoyang mengikuti irama gerakanku. Ngocoks.com
“Oh, sayang, kamu luar biasa,” desahnya, tangannya meremas payudaranya sendiri.
Kenikmatan yang tak terbayangkan kurasakan. Tubuh Jihan yang hangat dan basah mengelilingi batangku, membuat setiap sentuhan terasa seperti surga.
“Aku… aku hampir…” rintihku, tak mampu menahan kenikmatan yang membuncah.
“Ya, sayang, keluarkan di dalamku,” pintanya, suaranya berdesir lembut di telingaku. Tubuhnya mengejang, seakan-akan disambar petir.
Aku mengerang, tubuhku bereaksi mengikuti ritme tubuhnya. Gelombang kenikmatan yang dahsyat membanjiriku, tak terbendung lagi. Rasanya seperti seluruh tubuhku terbakar, terbakar oleh api hasrat yang dinyalakan Jihan. Setiap sentakan, setiap desahan, menjadi simfoni erotis yang menyihirku.
Aku merasakan tubuhku menegang, siap melepaskan puncak kenikmatan. Jihan, dengan mata terpejam dan wajah memerah, terus mendesakku untuk melepaskan semuanya di dalam dirinya. Aku merasakan kehangatan cairan tubuhku mengalir memenuhi rahimnya, sebuah tanda bahwa kami telah mencapai puncak kenikmatan yang luar biasa bersama.
Kami terbaring, tubuh kami masih terjalin erat, menikmati sisa-sisa kenikmatan yang masih berputar di kepala. Tubuh Jihan yang lentur, kulitnya yang halus, terasa begitu dekat, begitu nyata. Sensasi sentuhannya masih terasa begitu hidup, membakar seluruh tubuhku.
“Kamu luar biasa, sayang,” bisiknya, suaranya lembut seperti beludru. Tangannya yang lentik meraba tubuhku dengan penuh kasih sayang, seolah-olah ingin memastikan bahwa aku adalah pria yang benar-benar dia inginkan.
Aku tersenyum, merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Seakan-akan aku adalah pria paling beruntung di dunia ini, bisa merasakan sentuhan tubuh Jihan yang memikat, yang biasanya hanya bisa kulihat dari kejauhan.
Malam itu, aku mengalami petualangan erotis yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Mimpi-mimpi liar yang selama ini hanya kusimpan dalam bayangan, kini menjadi kenyataan. Jihan, istri bosku yang cantik dan menggoda, telah membuka pintu surga erotis bagiku.
“Kita belum selesai, sayang,” desahnya, matanya berbinar dengan keinginan yang tak terbendung. “Malam ini baru permulaan.”
Aku tersenyum nakal, jantungku berdebar kencang. Aku tahu, malam itu baru saja dimulai. Petualangan erotis kami masih panjang, penuh dengan kejutan dan sensasi yang tak terduga. Aku tak sabar untuk menyelami lebih dalam lagi ke dalam hasrat Jihan, untuk merasakan lagi sensasi tubuhnya yang hangat dan lembut.
Tubuhnya yang masih bergetar di sampingku menggoda. Aku mencium lehernya, merasakan kulitnya yang halus dan hangat. Bibirku mengembara ke bawah, meninggalkan jejak ciuman di sepanjang tulang selangkanya. Tanganku menjelajahi tubuhnya dengan penuh hasrat, membelai lekuk tubuhnya yang memukau.
Jihan mendesah, tubuhnya bereaksi terhadap sentuhanku. Tanganku masuk ke dalam pakaiannya, mengelus permukaan kulitnya yang halus. Aku merasakan denyut nadi di dadanya, berdebar kencang, seirama dengan debaran jantungku.
“Oh, sayang,” desahnya, suaranya terengah-engah. “Sentuh aku lagi.”
Aku menuruti permintaannya, tangan ku menjelajahi tubuhnya dengan penuh antusiasme. Bibirku kembali mencium kulitnya, meninggalkan jejak-jejak panas di tubuhnya yang memikat. Tubuhku semakin terbakar, hasratku semakin membuncah.
Jihan membalas ciuman dan sentuhanku dengan antusias. Tubuhnya melengkung, memenuhi hasratku. Kami saling berciuman dengan penuh gairah, lidah kami saling bertautan, seakan-akan ingin mengungkap semua hasrat yang terpendam.
“Kau begitu hebat,” desahnya, suaranya sedikit serak. “Aku begitu menginginkanmu.”
Aku merasakan tubuh Jihan menegang, bersiap untuk menyambutku lagi. Aku ingin merasakan sensasi tubuhnya yang hangat, merasakan kenikmatan yang luar biasa yang baru saja kami rasakan.
“Sayang,” desisku, “aku ingin merasakanmu lagi.”
Matanya menatapku, penuh gairah dan hasrat. “Ya, sayang,” jawabnya, tubuhnya bergetar. “Isi aku lagi.”
Aku memenuhi keinginannya, mengisi tubuhnya dengan cinta dan gairahku. Kami larut dalam kenikmatan yang luar biasa, menjelajahi batas-batas hasrat kami. Tubuh kami bergerak seirama, saling melengkapi, menciptakan harmoni erotis yang tak terlupakan.
Malam itu, Jihan dan aku, terikat dalam ikatan hasrat yang tak terpisahkan. Malam itu, kami menjelajahi surga erotis yang tercipta dari perpaduan hasrat dan cinta terlarang.
Malam itu, aku merasakan kenikmatan yang tak tertandingi, bersama wanita yang selama ini hanya menjadi bayangan dalam pikiranku. Dan aku tahu, petualangan erotis kami baru saja dimulai.