Cerita Sex Pengamen Jalanan Tambora – Duduk di bawah kerimbunan pohon 2 gadis yang kutaksir berumur 14 dan 12 tahun. Yang besar membawa gitar okulele dan yang kecil membawa kecrekan yang dibuat dari beberapa tutup botol. Pakaian mereka kelihatan lusuh.
Panas terik membuat keduanya kelelahan. Di tengah keramaian Jakarta, mereka seperti terabaikan. Aku yang baru turun dari Bus Trans Jakarta tertarik memperhatikan mereka. Kuulurkan uang 10 ribu. Mereka menengadah dengan muka heran, meskipun terucap kata “ terima kasih oom”, ketika menerima pemberianku.
“Sudah pada makan,” tanyaku karena waktu sudah menjelang pukul 12 siang. “Belum oom, dapetnya baru dikit,” kata yang kecil. “Mau saya ajak makan,” kataku menawarkan. “Mau banget,” si kecil menyambar.
Ngocoks Sambil menunjuk salah satu restoran fast food yang terkenal dengan ayam gorengnya, aku menawarkan apakah mau makan di tempat itu. Kedua anak itu berpandangan. “Oom disitu kan mahal,” kata yang besar.
“Ah gak apa-apa, yuk ,” aku mengajak mereka berjalan sekitar 50 meter dari tempat mereka berteduh tadi.
Kami berjalan bertiga beriringan. Kontras sekali memang kelihatannya, Aku berbaju rapi kantoran, sementara mereka berdua lusuh dan membawa peralatan ngamen. Kira-kira apa ya kata orang yang melihat kami.
Kami langsung duduk dan aku berikan uang 100 ribu lalu menyuruh anak yang besar memesan makanan. “ Gimana oom caranya,” tanyanya.
“Ya bilang aja mau makan yang mana kan semua ada gambarnya tuh kata ku sambil menunjuk jajaran gambar. Kusarankan mereka memilih paket biar gampang. Aku memilih paket dengan ayam, nasi dan soft drink. Yang besar beranjak dan mengajak adiknya.
Mereka terlihat agak canggung di depan kasir. Namun kasir tampaknya membimbing mereka menentukan pilihan. Tidak lama kemudian mereka membawa makanan dengan dua nampan penuh.
“Mahal banget ya oom,” komentar si kecil sambil memberikan uang kembaliannya. “ udah untuk kamu aja,” jawabku.
“Makasih ya oom,” kata si kecil berseri-seri menerima kembalian yang kutaksir sekitar 30 ribuan.
Kutunjukkan agar di piring mereka masing-masing di tambahi sambal yang kelihatannya tadi tidak mereka ambil. Aku menunjukkan tempat mengambil sambal dan saus tomat, sekaligus aku minta mereka membubuhkannya di piringku.
Mereka kembali dengan piring-piring yang sudah ada sambalnya. Ketika mereka akan melahap, aku cegah agar mereka cuci tangan dulu.
Kami menyantap hidangan siang. Aku sebenarnya kurang suka dengan makanan ini, tapi, mereka lahap sekali. Mungkin juga lapar, tapi mungkin juga suprise menikmati nasi dengan potongan ayam yang besar.
Sambil makan kukorek keterangan latar belakang kehidupan mereka. Sesekali aku mengambil foto mereka berdua yang sedang menyantap hidangan. “ Oom HPnya keren ya,” kata yang besar.
Dari cerita mereka ternyata mereka bukan kakak beradik. Keduanya adalah tetangga. Mereka hidup dengan single parent yaitu ibunya. Tinggal di gang sempit di perumahan yang padat. Ibunya hanya mengandalkan pendapatan dari mencuci baju.
Untuk menambah pendapatan atas dorongan ibunya dan ajakan teman-temannya mereka lalu mengamen. Keduanya putus sekolah. Yang besar tidak menyelesaikan kelas 1 SMP dan yang kecil drop out di kelas 6.
Pendapatan mereka dari mengamen rata-rata sekitar 50 ribu, yang dibagi berdua. Semua hasil ngamen itu diserahkan kepada orang tua mereka.
Mereka juga sering jadi korban pemalakan oleh berandalan yang lebih besar. Sehingga tidak jarang mereka hanya membawa 10 ribu per orang ke rumah.
“Mau sekolah lagi,” tanya ku.
“ Gak ada biaya oom,” kata yang besar.
“ Kalau ada biaya mau sekolah kan,” tanya ku.
“ Ya mau dong oom,” kata yang kecil.
“ Ya kalian harus lebih pandai cari duitnya dong biar ada untuk biaya sekolah,” kataku.
“Gimana caranya oom,” timbal yang besar.
Yang besar bernama Anti sedang yang yang kecil dipanggil Luki.
“Sekarang kalian mau gak masing-masing oom kasih duit 50 ribu, “ tanya ku.
“ Mau banget,” kata mereka serentak.
“Ya kalau gitu kalian harus turuti apa kata oom,” kataku.
“ Di suruh apa oom,” tanya Luki.
“Gini, kamu tau kan di situ ada toilet,” kata ku sambil menunjuk arah toilet.
“Terus” kata yang besar.
“Kalian bawa HP oom ini, yang ada kamerenya ke toilet,” kata ku.
“Untuk apa,” tanya Anti.
“ Kalau kalian mau memotret sendiri, ini kalian masing-masing nanti baru oom kasi duit,” kata ku.
“ Idih malu ah,” kata Anti.
“Orang mau duit kok malu, lagian kalian foto gak usah ada mukanya, badan aja ke bawah. Kan motonya juga di dalam kamar mandi, mana ada yang tau,” kataku.
“Ih oom genit,” kata yang Luki.
“Lu mau nggak Luk, “ tanya Anti yang kelihatannya tertarik juga sama tawaranku mengingat mereka akan mendapat 50 ribu per orang.
“Terserah lu,” kata Luki.
“ Oom kasi tau caranya ya nanti aku yang moto Anti dan gantian Anti moto aku,” kata Luki.
Aku mengajari mereka mengambil foto dengan kamera HP ku yang bisa merekam foto 8 mega. Sebelum ke kamar mandi mereka ku minta mengambil foto masing-masing, dan sekaligus mengambil foto tanpa terkena wajahnya.
Setelah mereka mengerti, kemudian keduanya beranjak ke toilet sambil membawa HP ku. Aku berpesan agar masing-masing mengambil 5 jepretan.
Sekitar setengah jam mereka baru kembali sambil tertawa-tawa malu dan menyerahkan HP ku. Aku segera memeriksa hasil jepretan keduanya.
Terlihat Luki yang pertama kali di foto. Teteknya masih kecil dan baru mulai numbuh, sementara di selakangannya terlihat belahan rapat belum berbulu sama sekali. Memeknya menggunduk.
Hasil Jepretan Anti lumayan bagus, setidaknya dari 5 jepretan ada 3 yang bagus. Aku bisa memperbaikinya dengan mengedit melalui Photoshop. Foto Anti terlihat teteknya agak besar menggembung dan di memeknya sepertinya ada sedikit rambut.
Lumayan juga kedua anak ini cukup cerdas sehingga gambar mereka cukup jelas.
Aku memberikan pecahan 50 ribuan masing-masing ke Anti dan Luki.
Aku mengeluarkan 2 lembar kertas kecil yang ada lemnya (post it), biasanya kugunakan untuk menandai file-file ku di kantor. Di situ kutulis no HP Esiaku. Aku berikan ke mereka masing-masing dan kuminta ditempelkan di gitar dan kecrekannya. “ ini no telp oom, kalau kalian mau duit lagi telp oom,”
“Ya nelponnya dari mana oom, kan kita gak punya HP,” Luki komplain.
“ Ya dari telpon umum kek, atau pinjem sebentar ke orang atau ke Wartel, paling gak abis 1000. Tapi kalau gak bisa nelpon ya nanti Oom ada di tempat kita tadi ketemu jam 1 siang 3 hari lagi.,” kataku.
Kami berpisah hari itu dan aku mendapatkan gambar tetek dan memek kecil dari 2 gadis yang baru tumbuh.
Belum sampai 3 hari HP Esiaku berdering dari no yang gak ku kenal. Waktu itu baru jam 2 siang aku sedang malas-malasan di kantor sehabis kembali dari rapat di luar. “ Oom ini Luki, uang kita dipalak habis sama anak-anak tadi di Senen, jadi kami gak punya ongkos pulang,” kata suara di telepon dengan suara setengah menangis.
Mereka kelihatannya terlantar di Senen. Setelah keberadaan mereka ku ketahui aku berjanji akan menjemputnya sekitar setengah jam lagi.
Ketika mobilku merapat di tempat mereka berdiri dan ketika ku klakson dan membuka kaca jendela, air muka mereka terlihat gembira. Mereka langsung masuk ke mobil ku. Luki duduk di depan dan Anti duduk di belakang.
“oom fotonya masih ada nggak,” tanya anti.
“sudah oom apus, setelah puas ngliat langsung oom apus takut ntar ketahuan bini oom,” kata ku berbohong. Padahal foto mereka sudah tersimpan di flash disk ku.
Ternyata jawabanku melegakan.
“Oom bagi duit dong oom,” kata Luki terus terang dengan nada merengek.
“Boleh aja, asal kalian mau kayak dulu lagi,” kataku.
“ Ih oom kok gak bosen sih,” kata Anti.
“Sekarang oom malah mau kasih kalian 100 seorang.” kata ku.
“ Yang betul oom, ah boong kali,” kata Luki dengan nada gembira.
“ Ya tapi yang ambil fotonya oom sendiri dan kalian masing-masing bukan 5 foto, tapi 50 foto kataku.
“ Ih banyak amat, rugi dong kita,” kata Luki.
“Ya nanti oom tambahin HP Esia dan pulsanya sekalian 50 ribu,” kataku.
“Ini bener oom,” kata Anti.
“ Ya benerlah kalau kalian mau,” kataku.
“Terus motonya dimana,” tanya Luki.
“Ya nanti oom carikan tempatnya kalau kalian setuju,” Jawabku.
“Gimana Ti lu mau gak,” tanya Luki yang kelihatannya antusias.
“”Terserah lu deh,” kata Anti. Aku menangkap mereka mau menerima tawaranku.
“Boleh deh oom,” kata Anti.
Setelah persetujuan itu, aku mampir ke counter HP, Mereka aku minta tetap tinggal di mobil yang kuhidupkan sehingga ACnya tetap menyala. Dua HP seharga 200 ribu, baru, kutenteng. Mereka antusias sekali ingin tau HP macam apa yang kubeli. “ HPnya kayak punyanya mpok Iyah,” kata Luki.
“ Oom nanti kasi tau ya caranya,’ kata Anti yang sudah mendekap kotak HP.
Mobil ku arahkan ke Motel dan sebelumnya, Luki kuminta jongkok bersembunyi di kolong dashboard dan Anti duduk bersimpuh di jok depan sehingga terlihat seperti wanita dewasa. Kaca mobilku agak gelap sehingga petugas motel tidak bisa menengarai kalau di sampingku adalah cewek di bawah umur.
Setelah pintu garasi tertutup, mereka kuajak naik kekamar diatas garasi.
Keduanya melihat-lihat sekeliling kamar dan mencoba menghidupkan TV. Aku menyambar telepon dan langsung memesan 3 porsi nasi goreng, 3 botol aqua ukuran 600 ml dan 3 botol Fanta Merah dingin.
Ketika bel pintu berbunyi mereka kuminta bersembunyi di kamar mandi. Setelah urusan bayar kamar dan makanan selesai dan petugas room service berlalu mereka ku minta keluar dari persembunyian.
Aku memulai aksiku memotret mereka berdua dalam pakaian lengkap. Selanjutnya foto dari mulai mereka membuka baju sampai akhirnya telanjang. Foto berikutnya adalah di kamar mandi. Aku minta mereka agar membersihkan diri dulu sebelum sesi foto selanjutnya.
Berbagai pose mereka mandi sudah kudapatkan. Aku kali ini tidak mengabadikan foto dengan kamera HP tetapi dengan kamera digital, seihingga hasilnya lebih bagus. Mereka pada awalnya memang malu-malu, tetapi lama-kelamaan jadi terbiasa dan menuruti pose-pose yang kuinginkan.
Bersambung…