Pertemuanku dengan Shinta terjadi secara kebetulan. Ketika itu aku sedang jalan-jalan sendiri di Blok M. Hari Sabtu siang itu sebenarnya aku ingin mencari sesuatu di Blok M. Apa yang kucari
sekarang aku sudah lupa. Tiba tiba aku ditepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh ternyata, Adek dan Sari dan seorang lagi yang kelihatannya masih agak culun, maksudnya umurnya masih sangat belia. Dia memperkenalkan namanya Shinta.
Kami berempat lalu ngopi-ngopi dan makan kue di salah satu Café di Pasar Raya. Shinta diojok-ojokkan ke aku. “ Kak ini Shinta katanya pengen kenal ama cowok yang umurnya jauh lebih tua, “ kata Sari.
“ Iya bener Shin,” tanya ku ke Shinta yang mereka dudukan di sebelahku.
“Ah kak Sari bisa aja,Shinta malu ah,” katanya.
“Kak, Shinta kasihan lho, dia udah tiga hari gak sekolah, ya itu gara-gara uang sekolahnya dia tilep, untuk jalan bareng temen-temennya, nonton kali ya Shin,” kata Sari.
“ Minta gih ama kak Agung, kalau Shinta pinter ngrayunya pasti dikasih,” kata Sari.
“Iya kak, Shinta gak boleh ikut ulangan umum, Ibu marah-marah waktu Shinta terus terang, dia katanya gak mau tau, Shinta mau sekolah ke, mau nggak ke,” kata Shinta.
“Lho kamu sekolah kelas berapa sih, satu sekolah ya sama Sari dan Adek,” tanyaku.
“ Kelas 2 kak, 2 smp , iya kak Sari dan kak Adek kakak kelas,” katanya.
“Berapa lama gak bayar sekolah,” tanyaku.
“ Ya ada sih 7 bulan,” katanya.
“ Yah lebih parah nih dari Adek,” kataku.
Aku minta izin mereka mau ke WC sebentar, yang kebetulan berada agak jauh di belakang tempatku duduk dan Shinta. Sebelum masuk WC aku mengasi kode ke Sari untuk datang. Lalu aku berlalu di balik tembok sebelum ke masuk ke pintu wc. Sari datang. “ Ada apa kak,” tanya.
“Shinta bisa gak,” tanyaku.
“ Ya bisalah kan ada lubangnya,” katanya.
“Ah ngaco kamu, coba kamu tanya dulu , kalau dia bisa aku bantu deh bayarin utangnya ke sekolah, “ tanyaku.
Sari kuminta jangan segera memanggil Shinta, tetapi menunggu sampai aku kembali duduk di meja.
Sari mengajak Shinta ke WC.
“ Aku belum kebelet kak,” kata Shinta.
“ Udah sini deh pokoknya,” Sari memaksa.
Terasa lama mereka pergi ke WC berdua. Sementara itu, aku menginterogasi Adek mengenai keluarga Shinta. Ternyata dia produk dari broken home, Ibunya ditinggal kawin oleh ayahnya. Menurut Adek, Shinta kelakuannya agak genit, kayaknya sih “ bisa” kata Adek.
Baru kami selesai berbicara mereka berdua datang. Dengan sembunyi-sembunyi Sari mengangkat jempolnya ke aku. Aku mengerti dan mengangguk-angguk.
“Shin kamu jalan ama Ka Agung ya, kita berdua masih mau cari baju nih, ntar minta Kak Agung aja beliin baju kamu,” kata Sari sembarangan.
“ Kak bagi duit dong buat beli kaus” pinta Sari tanpa tedeng aling-aling.
“ Gue juga dong,” kata Adek gak mau ketinggalan.
Aku terpaksa mengeluarkan uang jajan ke mereka yang taksiranku pada waktu itu bisa beli 3 kaus dan ongkos taksi pulang.
“ Tengkiu ya kak,” kata mereka serempak.
Kami pun bubar dan Shinta mengikutiku ke mobil.
Dalam antrian membayar parkir, aku tanyakan ke Shinta, mengenai apa yang dikatakan Sari kepadanya.
“ Kata kak Sari, kalau saya mau diajak ke motel ama kak Agung, nanti uang sekolah Shinta dilunasi ditambah uang jajan , gitu kak katanya,” kata Shinta polos.
“ Terus kamu terpaksa gak mau jalan ama kakak,” tanya ku.
“Gak juga ah, kakak cakep kok,” katanya setengah merayu.
Langsung kontolku mengeras mendengar jawaban Shinta.
Tanpa ragu lagi aku langsung mengarahkan ke Motel terdekat. Hanya perlu 15 menit mobilku sudah masuk ke garasi motel. Waktu itu jalan belum semacet sekarang. Kalau sekarang bisa lebih setengah jam.
Kugandeng Shinta masuk ke dalam kamar motel. Kami duduk di sofa dan aku mengambil dua botol minuman ringan dari kulkas yang tersedia di kamar motel. Ku buka tutupnya dan kuletakkan di depan sofa.
“Sini Shin kakak pangku,” kataku sambil menarik tangannya.
Shinta duduk dipangkuanku. Terasa bener anak ini masih kecil. Badannya ketika kupeluk terasa seperti memeluk anak-anak.
“Shinta jangan takut ya sama kakak, kan Shinta sendiri tadi yang mau,” kataku meyakinkan dirinya bahwa gadis kecil ini nanti akan kugarap.
Shinta hanya mengangguk.
Kuciumi tengkuknya. Dia kegelian.
Di punggung baju kulihat terdapat resleting, rok terusan.
“ Tenang ya Shin jangan takut kakak mau buka baju kamu,”
Shinta diam saja dan badannya terasa kaku. Resleting belakangnya aku buka perlahan lahan dengan menariknya kebawah, lalu aku meloloskan lengan kanan dan kirinya. Setelah itu Shinta kuminta berdiri sebentar untuk melepas rok terusannya itu . Dia kini tinggal bercelana dalam dan mini set.
Shinta kembali aku pangku dan kembali kuciumi tengkuk dan rambutnya, Kuputar tubuhnya sehingga posisinya seperti aku gendong. Kedua kakinya kunaikkan ke sofa agar bisa lurus tidak menjuntai kebawah. Aku ciumi keningnya, pipinya.
Shinta diam dan kaku, matanya tertutup. Pelan-epen kukecup mulutnya dan aku mulai melahap mulutnya mengulum bibirnya . Shinta masih tidak bereaksi. Aku lepas sebentar. Shinta kuminta rileks dan membuka sedikit mulutnya.
Dia mengikuti saranku dan badannya agak melemas. Mulutnya terbuka sedikit langsung aku lahap aku masukkan lidahku ke rongga mulutnya dan menggelitik lidahnya. Pelan-pelan Shinta mulai bereaksi, bibirya bergerak-gerak menyambut kulumanku, lidahnya ikut dia mainkan.
Nafas Shinta mulai memburu dan detak jantungnya terdengar semakin cepat. Aku terus menciuminya. Ciuman kumenelusuri lehernya yang jenjang dan berbau wangi, lalu kembali mengecup mulutnya cukup lama.
Tanganku yang sedang nganggur merabai teteknya yang masih terbungkus mini set. Rasanya sembulannya masih kecil. Aku remas pelan-pelan sebelah kanan dan sebelah kiri. Tidak ada reaksi penolakan. Kedua tangan Shinta malah merangkul leherku dan menarik kepalaku agar lebih rapat. Dia mulai terpengaruh rangsanganku.
Tanganku berganti haluan menyusup dari arah bawah memasuki cembungan payudaranya. Terasa kenyal dan masih kecil.
Berhasil menysup ke tetek kanan, lalu berpindah menyusup ke sebelah kiri. Kuremas-remas halus sambil memainkan putting kecilnya dengan memelintir-melintir. Besar putingnya tak beda dengan putting susuku, tapi terasa mengeras.
Kutarik sehingga dia agak tegak, lalu pelan-pelan kuangkat miniset melalui celah kepalanya. Aku belum berpengalaman membuka mini set. Terlihatlah tetek kecil dengan lingkaran kecil berwarna coklat. Aku menciumi kedua tetek kecil itu dan menghisap-hisap pentilnya. “ Kaaaakkk geli kaakk,” kataya melenguh.
Ku mengabaikannya dan terus menjilati kedua teteknya bergantian. Unik juga rasanya menjilati tetek kecil begini. Dagingnya masih sangat kenyal dan kencang.
Tanganku beroperasi di daerah lain, membekap selangkangannya. Jari tengahku mencari-cari belahan memeknya. Setelah menemukan kutekan-tekan ke dalam lalu aku mencari posisi kelentitnya. Bagian itu lalu kutekan-tekan. Rabanku rupanya tepat. Shinta menggelinjang-gelinjang.
Aku penasaran terhadap memeknya . Tanganku ku telusupkan memasuki celana dalamnya. Tidak terasa ada jembut di situ, Aku merasa cembungan nonoknya dan langsung maju ke belahan memeknya.
Kutekankan jari tengahku diantara lipatan memeknya. Jari tengahku berhasil menelusup. Terasa agak berlendir di bagian lubang vaginanya. Lendir di lubang vagina kubawa naik mengarah ke clitorisnya lalu aku gesek-gesek clitorisnya. Shinta menggelinjang ketika clitorisnya aku gesek. “ Buka ya,” kataku sambil menarik kebawah celana dalamnya.
Shinta sudah total bugil lalu kugendong ke tempat tidur. Dia kubaringkan telentang. Sementara itu aku melepas celana dan bajuku sampai aku pun bugil.
Shinta berubah posisi jadi telungkup. Aku memandang tubuhnya dari belakang. Kelihatan tidak ada bedanya dengan tubuh anak-anak. Daging di bokongnya belum terlalu membengkak, pinggangnya juga masih lurus.
Aku menciumi tengkuknya. Shinta kegelian. Kesempatan itu aku gunakan untuk membalikkan badannya. Kelihatan tetek kecilnya hanya mencembung kecil di dadanya dengan putting kecil di selangkangannya menyembul gundukan kecil dengan belahan rapat.
Aku kembali menciumi tetek kecil dan menjilati putingnya sambil tanganku membelai-belai belahan memek di bawahnya. Jari tengahku kupaksa menyelinap di jepitan memeknya, Agak susah, sehingga aku mendorong kedua kakinya melebar.
Meskipun begitu belahan memeknya tidak terbuka, tetapi jari tengahku bisa menyelinap di jepitan memeknya. Aku kembali merasakan sensasi jepitan memek dan lendir di lubang vaginanya.
Aku berpikir sejenak, apakah mungkin anak sekecil ini diperawani, apa muat lubang vaginanya jika kuterobos. Apakah dia nanti tidak pingsan. Tapi nafsuku terus mendorongku untuk melanjutkan aksi, karena Shinta nyatanya sudah pasrah. Aku menciumi perutnya lalu pelan-pelan turun ke arah selangkangannya.
Shinta pasrah saja ketika kakinya kulebarkan dan berada diantara kedua kakinya. Kedua kakinya kuangkat keatas, sehingga tereksposlah belahan memek Shinta yang berwarna merah. Aku memperhatikan lubang vaginanya, yang kelihatan sangat kecil. Kelihatannya jariku saja tidak muat dimasukkan ke situ.
Aku menjilati belahan memek itu mulai dari pinggir belahan kiri lalu sebelah kanannya. Shinta bergoyang-goyang menahan geli. Aku senang karena Shinta bukan tipe cewek yang pemalu, sehingga dia membiarkan saja aku mengangkangkan belahan memeknya.
Hanya rasa geli saja yang menjadi kendala. Pelan-pelan kuturunkan kakinya setelah seluruh mulutku menangkup ke belahan memeknya. Jika di awalnya aku mengecup mulut atas, kini giliran mulut bawahnya aku kulum. Lidahku menjulur mengorek-ngorek belahan memeknya.
“Aduh geli banget kak,” kata Shinta.
Kegelian yang dirasakan shinta adalah hal yang wajar, yang dirasakan semua cewek, apalagi cewek yang masih dibawah umur gini, dimana nafsunya belum stabil bisa meningkat terus.
Pada cewek dewasa yang sudah siap dibuahi dan disetubuhi biasanya mempunyai emosi nafsu yang stabil. Jika dia sudah melai terangsang, tidak terasa geli jika memeknya dijilati. Tapi kalau belum ada rangsangan dia tidak akan kuat menahan rasa geli.
Pada kasus Shinta, emosi dan nafsunya masih turun naik, sehingga aku harus menjaga agar nafsunya tidak turun terlalu jauh. Itulah makanya aku tidak boleh langsung menyerbu bagian clitorisnya. Bisa melompat dia jika clitorisnya terkena sapuan lidahku.
Sambil menjilati sekitar lubang vaginanya aku terus mengikuti perkembangan nafsu Shinta. Aku mencoba lidahku menelusuri bagian atas clitorisnya. Dia agak menggelinjang tetapi kemudian diam.
Batang clitoris di pertemuan bibir luar memeknya aku tekan-tekan dengan lidah lalu pelan-pelanmenelusur kebawah. Menjelang lipatan bibir bawah dibmana Clitoris bertengger, lidahku menyerang sisi kiri dan kanannya tanpa menyentuh ujung clitoris.
Shinta mulai stabil pada rangsangannya. Aku mencoba menyentuh ujung clitorisnya dengan bagian bawah lidahku. Dia agak terjungkat sedikit. Aku mulai melakukan gerakan lidah menyapu bagian ujung clitorisnya dengan gerakan kekiri-kekanan.
Shinta sudah tidak merasa geli lagi, Dia malah merintih-rintih. Serangan aku tingkatkan dengan ujung lidahku menyapu ujung clitorisnya. Bagian ini adalah bagian yang paling sensitif.
Dia bagaikan ujung penis anak-anak yang belum terbuka kulupnya, jika tersentuh bisa terasa ngilu. Namun jika terbius rangsangan, bagian ujung itil ini merupakan bagian yang paling mendatang nikmat.
Shinta melonjak-lonjak tidak mampu menahan kenikmatan ujung clitorisnya dijilati. “ Adduuuuhhhhh kaaakkk enak bangettt kakkk aduuuuuuhhhh,” lalu diikut gerakan mengejang di seluruh tubuhnya termasuk kedua kakinya secara spontan menjepit kepalaku. Memeknya berdenyut berkali-kali.
Selesai denyutan orgasmenya aku berpindah mencium mulutnya dengan mulutku yang masih belepotan lendir memeknya. Shinta mungkin tidak menyadari itu, dia sambut mulutku dan dilumatnya mulutku dengan ganas.
Setelah semua reda. Aku bertanya kepada Shinta, mengenai sensasi rasa yang baru dia alami. “ Enak gimana gitu bingung rasanya,” katanya
Dia mengaku belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini.
Aku menjelaskan bahwa secara tahapan, vaginanya sudah siap untuk dimasuki penis. Aku minta agar Shinta jangan tegang dan sebaiknya rileks saja. Memang ada rasa sakit sedikit, tetapi kalau ditahan, lama-lama bisa berubah nikmat.
Aku mengoles-oleskan ujung penisku dan mencoba menekankan ke bagian lubang vaginanya. Sulit sekali rasana hanya untuk memasukkan kepala penisku, Daging di sekitar kiri dan kanan memeknya seperti nya ikut masuk.
Aku meludah di tanganku lalu dengan ludah itu kuoleskan kepala penisku dan lubang memeknya. Kucoba lagi, lumayan ada kemajuan. Daging di kiri kanan memeknya, tidak ikut masuk.
Kepala penisku bisa sedikit terbenam di belahan memeknya. Shinta mengatakan memeknya sakit di tusuk penisku. Aku memintanya menahan sakit itu sebentar. Aku menekan lagi meski licin, tetapi masih sangat susah karena bekali-kali Shinta menarik tubuhnya.
Aku tidak berputus asa terus melakukan penetrasi sampai akhirnya berhasil juga kepala penisku terpeleset masuk ke lubang vaginanya. Sampai tahap itu aku tidak bisa menahan gelombang ejakulasiku. Sehingga menyemprotlah air maniku memenuhi lubang vaginanya. Aku lemas dan gagal menerobos masuk.
Aku berbaring di samping Shinta sementara memeknya penuh dengan cairan maniku sampai meleleh ke sprei tempat tidur.
Aku berusaha membangkitkan kembali penisku agar segera menegang. Aku minta tangan kecil Shinta mengocok penisku. Hasilnya lumayan penisku mau dibangunkan kembali dalam waktu tidak terlalu lama.
Aku mencoba untuk kedua kalinya melesakkan penisku masuk ke dalam memek Shinta yang super sempit ini. Dengan bantuan ludah aku melicinkan jalan masuk. Ludahku bercampur sperma yang masih tertinggal di sekitar mulut vagina melicinkan jalan sehingga kepala penisku kembali bisa masuk.
Merasa aku sudah tepat posisinya, aku menekan sedikit demi sedikit. Shinta terus menarik badannya ke atas sampai akhirnya mentok di kepala tempat tidur.
Di situlah aku mulai bisa terus menekan. Aku melakukan penerobosan tidak semata-mata mengandalkan tekanan di penisku, tetapi mengkombinasikan dengan menegangkan dan melemaskan kekerasan penisku.
Lumayan juga hasilnya, karena penisku bisa maju sedikit demi sedikit, sampai akhirnya terbentur selaput daranya. Aku tidak berani menarik penisku karena kuatir nanti susah lagi untuk mencapai posisi yang sekarang. Air mata Shinta sudah meleleh di ujung-ujung matanya.
Aku terus melakukan gerakan kombinasi sampai akhirnya berhasil menjebol pertahanan memeknya. Merasa tidak ada halangan ketika penisku kutekan terus bisa masuk lebih dalam dan semakin dalam sampai akhirnya terbenam seluruhnya. Aku berdiam agak lama pada posisi seperti ini. Pertahananku masih cukup bagus. Maksudnya belum ada desakan air maniku akan keluar.
Rasa sempit luar biasa mencekam penisku, sampai terasa agak sakit juga. Aku lalu menarik pelan-pelan dan mendorong lagi pelan. Shinta menjerit lirih kesakitan. Aku terus memompa sampai akhirnya seluruh bagian dalam memeknya licin. Penisku secara dijepit keras sekali meskipun sudah bisa maju mundur.
Gerakanku masih terus berhati-hati dan pelan. Tusukanku mungkin sudah lebih dari 30 kali bahkan sampai 50 kali. Shinta kelihatannya sudah pasrah atau mungkin juga rasa perihnya agak berkurang, sehingga dia pasrah dan diam saja aku genjot.
Penisku yang dicekam keras tidak mampu menahan gelombang ejakulasi. Aku melampiaskannya di dalam memek Shinta sehingga sampai tumpah keluar.
Aku menunggu agak lama sampai penisku benar-benar menciut baru kukeluarkan dari lubang memek Shinta. Agak banyakdarah di sekitar penisku demikian juga di memek Shinta. Kuperiksa lubang bekas hunjaman penisku terlihat masih menganga.
Bagian dalamnya merah terang. Aku memeluk Shinta yang menangis. Akumenciumi mulutnya sampai akhirnya tangisnya mereda.
“Sorry ya Shin, kalau gua menyakiti kamu,” kataku.
Shinta mengangguk lemah.
Aku dan Shinta beristirahat cukup lama. Bahkan aku sempat tertidur sebentar. Membayangkan di sebelahku ada cewek cantik di bawah umur yang baru tumbuh dengan muka ayu, nafsuku bangkit kembali.
Penisku perlahan-lahan mulai mengeras lagi. Aku kembali mengangkangkan kedua kakinya dan tetap dengan bantuan ludah aku melumuri ujung penisku untuk membantu pelumasan penisku masuk kedalam lubang sempit memek Shinta.
Meskipun masih sering terpeleset, penisku relatif agak mudah menghunjam ke lubang memeknya. Aku tidak berani bertindak kasar. Penisku kudorong pelan-pelan sampai akhirnya masuk semua.
Aku mulai mengocok maju mundur. Liang vagina shinta sudah terasa bisa menerima penisku. Sehingga penisku tidak merasa sakit lagi seperti tadi. Mungkin air maniku yang bercampur dengan lendir kewanitaan shinta membuat liangnya menjadi semakin licin. Meskilicin, tetapi tetap msih sempit.
Aku terus menghunjam-hunjamkan senjataku sampai lebih dari 15 menit. Shinta kelihatannya tidak merasa sakit lagi, kalaupun merasa sakit mungkin hanya sedikit. Aku agak leluasa melakukan gerakan agak cepat sampai akhirnya aku melepaskan muatanku dengan menghunjam dalam-dalam ke memek Shinta.
Aku rasa permainan hari ini dicukupkan. Mudah-mudahan Shinta tidak terluka serius. Kucoba dia untuk berjalan. Jalannya masih agak ngangkang ketika kukoreksi akhirnya dia bisa berjalan normal.
Aku lalu memandikannya di kamar mandi sekaligus membersihkan memeknya dari darah dan bekas air maniku. Kusuruh dia kencing sambil berjongkok. Air kencingnya agak tertahan-tahan karena katanya masih agak perih.
Aku bersihkan kembali seputar memeknya lalu kukeringkan badannya. Stelah dia berpakaian lengkap, kuminta di berjalan-jalan mengitari kamar, sampai jalannya normal.
Shinta kuberi uang sejumlah yang aku berikan kepada temannya ketika kuperawani. Dia terheran-heran melihat uang sebanyak ini. Aku minta dia merahasiakan uang itu dari orang tuanya. “Besok langsung bayarkan ke sekolah, “kataku.
Sejumlah iang itu membuat Shinta sejenak melupakan rasa sakitnya. Dia kulepas agak jauh dari rumahnya sekitar 100 m dia harus berjalan. Aku memperhatikan jalannya. Terlihat dia bisa berjalan normal.
Sekarang ada 4 cewek yang bisa kukencani setiap waktu, Semuanya masih ABG. Pengalamanku mematahkan mitos yang selama ini kuyakini kebenarannya. Mitos itu mengatakan, bahwa seorang wanita akan mempertahankan keperawanannya sampai dia menikah.
Kalaupun dia melepas keperawanannya maka itu diberikan hanya kepada pacarnya yang menjanjikan kelak akan mengawini. Cewek ABG 4 orang yang kuperawani baru-baru ini tidak menuntut apa-apa, kecuali diberi imbalan uang.
Kelihatannya jumlahnya juga tidak relatif besar. Sebelum ini menurut berita dan kata orang, harga keperawanan itu sangat mahal bahkan sampai puluhan juta. Nyatanya tidak semahal itu.
Bahkan kalau aku mau melayani, banyak cewek-cewek ABG yang bersedia kutelanjangi dan kucumbu, hanya untuk imbalan yang tidak seberapa. Mereka umumnya belum pernah pacaran bahkan belum pernah disentuh laki-laki.
Jadi dibalik keluguan dan kepolosan anak-anak tingkat SMP, sebenarnya ada juga dorongan dan keberanian untuk coba-coba bercumbu untuk tujuan mendapatkan uang.
Isi didalam kehidupan mereka sebenarnya tidak selugu kelihatannya. Jadi para orang tua perlu mencurigai jika tiba-tiba anak perempuannya berduit, melebihi uang jajan yang diberikan kepadanya.
Aku agak kewalahan juga memenuhi keinginan ABG-ABG asuhanku. Para stok lama aku hindari untuk sering bertemu alias “main” dengan mereka.
Akhir-akhir ini aku hanya memenuhi permintaan ingin bertemu dari Shinta, koleksiku yang paling imut. Lubang memeknya sekarang sudah lancar dan dia mampu mencapai orgasme dalam persetubuhan.
Sudah lebih 15 kali aku bertemu dengan Shinta. Kecil-kecil, Shinta berani berinisiatif menelponku bahkan mengatakan kepengen aku gauli. Aku mendengar di telepon, permintaannya ingin digauli, yang dalam bahasanya dia menyebut “pengen main” membuat penisku langsung tegang.
Namun terakhir dia sudah 3 kali menghubungiku untuk berkencan, aku tolak, karena sedang jenuh dan juga keuangan menipis. Meski begitu dia tidak putus asa.
Dia tetap menghubungiku, bahkan kali ini dia berjanji memperkenalkan teman sekolahnya yang kata dia cantik dan putih. Pada waktu itu aku lagi benar-benar kering, alias tongpes. Jadi kujanjikan ketemunya setelah proyekku dari side job goal. Paling tidak aku mengantongi uang yang lumayanlah untuk berselancar.
Dasar Shinta memang cewek yang gigih, dia kemudian menghubungiku lagi. Kali ini aku tidak bisa menolak. Kami janjian ketemu makan siang di Blok M. Jam 1 siang aku sudah stand by di tempat yang dijanjikan.
Setengah jam kemudian baru muncul Shinta bergandengan dengan seorang cewek yang tubuhnya lebih tinggi dan memang benar wajahnya cantik dan kulitnya putih.
Sambil jalan aku berkenalan dia mengaku bernama Niken. Shinta lebih banyak berbicara ketika kami sedang menyantap makanan fast food. Sementara Niken kelihatannya belum bisa menyingkirkan rasa malunya.
Makan siang di gerai fast food, sebetulnya kurang kusukai, tetapi demi anak-anak ABG gini aku terpaksa membawa mereka kesana. Jujur saja aku lebih puas menyantap masakan padang, apalagi untuk makan siang. Tapi rasanya kurang gaul kalau membawa ABG ke restoran padang untuk bercengkerama. “Ayo dong kak jalan,” ajak Shinta.
“ Jalan kemana,” tanyaku.
“ Biasaaaa kak.” kata Shinta.
“Terus gimana,” tanyaku.
“Sebetulnya yang pengen jalan, nih dia nih, tapi gak berani jalan sendirian, minta gua temani, ya udahlah kak gak apa-apa, kita bedua kompakan, kok,” kata Shinta.
Aku sebenarnya masih agak bimbang, tetapi untuk bertanya terus terang apakah masuk motel dengan mereka berdua tidak masalah.
Dari pada bingung aku langsung saja menuju motel yang biasa kugunakan. Kami bertiga masuk kamar. Aku tidak tahu harus berbuat apa dengan mereka berdua. Apakah aku boleh bercumbu dengan Shinta di depan Niken, atau sebaliknya. Tapi apa Niken memang tahu bahwa tujuan ke motel ini berarti dia menyerahkan diri untuk aku cumbui, itu minimal atau maksimalnya aku setubuhi.
Terus terang aku agak gamang juga terhadap Niken. Dia kelihatan sangat cantik, agak pendiam, pemalu dan kayaknya belum tentu mau aku cumbui.
Aku baru tahu jawabannya setelah Shinta menarik tanganku ke arah kamar mandi. Shinta mengatakan, bahwa Niken pengen punya duit seperti Shinta juga. Dia mau bantu ibunya yang single parent membayar kontrakan, karena sudah nunggak lama.
Sebetulnya melihat sosok Niken aku rela membantu begitu saja, tanpa minta imbalan apa-apa. Sebab aku lihat Niken adalah sosok remaja yang sopan, kesannya jauh dari mesum dan terlihat juga anggun, meski dia masih muda. Ngocoks.com
Tapi kalau aku kasih uang begitu saja, bisa-bisa Shinta ngamuk, karena tentunya aku bertindak tidak adil. Aku memahami kesulitan Niken, tetapi rasanya kalau aku harus membujuknya untuk mau kucumbui apalagi kutelanjangi, aku merasa tidak percaya diri.
Shinta kusuruh keluar kamar mandi duluan, menemani Niken yang bingung sendirian di kamar motel. Aku mengeluarkan uang dari dompetku sejumlah yang sama jika aku memerawani cewek-cewekku.
Tanpa dibungkus amplop, karena memang tidak ada amplop aku langsung serahkan ke Niken. Dia terperanjat menerima uang itu. Sikapnya seperti serba salah antara mau menolak tapi juga menginginkan. “ Untuk apa ini kak kok banyak sekali, “ katanya.
“ Ya untuk kamu, tadi Shinta cerita kalau kamu butuh uang,” kataku.
“ Tapi ini banyak bener kak,” katanya. Entah dia basa-basi atau memang belum pernah menerima uang sebanyak itu.
“Udah gih sana, “kata Shinta lalu dia bangkit masuk kekamar mandi dan menutup pintunya.
“ Kak saya harus ngapain kak,” tanya Niken.
“ Ya terserah kamulah,” jawabku juga bingung mau ngomong gimana lagi.
Aku lalu tanyakan apakah Shinta pernah bercerita mengenai apa yang dia lakukan bersamaku.
“Semua dia ceritakan, malah setiap kali pergi ama kakak, pulangnya dia sering traktir,” katanya.
“Shinta juga cerita kalau perawannya dikasihkan ke kakak,” katanya.
“ Lha kamu gimana,” tanyaku.
“Ya kayak Shinta juga nggak apa-apa sih,” katanya.
“ Bener kamu berani, gak malu, sakit lho, Shinta apa gak cerita kalau dia kesakitan,” tanyaku terus mendesak.
“Tanggunglah udah disini kok dan udah dikasih duit ama kakak, gimana nanti aja kak. Kalau sakit ya ditahan, kan Shinta aja bisa nahan,” katanya.
“ Shinta sih orangnya gak pemalu, kamu apa gak malu sama saya,” tanyaku.
“ Biarin deh,” katanya.
Bersambung…