Aku biarkan dia menikmati orgasmenya yang bergelombang sampai sekitar 7 kali. Setelah itu aku kocok lagi dan baru 3 menit dia berteriak lagi mau pipis sehingga tangannya menutup memeknya untuk mencegah pancuran.
“Aduh kang aku lemes banget nih di kerjain begini,” katanya
Tanpa menghiraukan kata-katanya aku langsung mengambil posisi diantara kedua kakinya yang mengangkang dan menghunjamkan penisku yang sudah dari tadi minta jatah.
Perlahan-lahan aku benamkan ke liang vaginanya. Terasa cukup menggigit dan ada denyutan-denyutan di dalamnya. Aku memompanya dengan gerakan konstan mengikuti erangannya. Sekitar 5 menit aku merasa sudah hampir sampai pada garis finish.
Aku berencana menarik penisku keluar, tetapi badanku di rangkulnya ketat sekali dan kakinya juga ikut mengunci sehingga aku tidak bisa bergerak. Ternyata dia dia juga mencapai orgasme.
Badan kami lemas dan peluh membasahi seluruh tubuh. Rasa dingin di Salabintana sama sekali tidak terasa. Aku menanyakan mengenai kesanggupannya tadi akan memijatku. Wieke merasa badannya lemas dan matanya ngantuk sekali.
Dalam keadaan masih telanjang Wieke sudah pulas tertidur pada posisi telentang. Dia tidak menghiraukan keadaan dirinya dan apa yang aku lakukan. Nyenyak sekali tidurnya. Iseng-iseng aku ambil foto dirinya yang sedang telanjang.
Aku ambil dari berbagai poisisi, sampai kepada close up memeknya. Bahkan penisku ku tempelkan di mulutnya lalu kuambil foto close up wajahnya dengan batang penis di sisi mulutnya.
Lama-lama aku jadi terangsang dan penisku bangun lagi. Aku bersihkan memeknya dari lendir sperma ku dan lendir dari memeknya. Tidak hanya aku seka dengan handuk basah, tetapi sempat juga aku basuh dengan sabun sampai bau memeknya wangi sabun.
Wieke masih pulas tertidur. Aku renggangkan pahanya dan aku tiarap dengan mulut mengarah ke memeknya. Bau wangi sabun memberi kesan memeknya bersih. Aku menjilati liang memeknya, terutama menjilati lipatan tempat itilnya tersimpan.
Lidahku merasa, itilnya mulai berkembang sehingga agak keras menonjol rasanya. Wieke terbangun. Dia memegangi rambutku dan meremas-remasnya. Nikmat mulai menjalari tubuhnya sehingga dia mulai mendesis-desis.
Lubang vaginanya mulai basah lagi dengan lendir pelumas senggama. Tiba-tiba tangannya menekan kepalaku ke memeknya dan dia mengerang nikmat karena orgasmenya. Mulutku merasakan kedutan permukaan memeknya. Cairan vaginanya makin banyak.
Aku bersimpuh di antara kedua kakinya dan memasukkan jari tengah dan jari manisku. Sementara tangan kiriku bekerja di vaginanya, tangan kananku mengambil video melalui HP. Tangan kiriku terus aktif mengocok memek.
Wieke mulai mengerang menadakan kinikmatan mulai menjalari tubuhnya. Kamera HP ku sudah running. Tidak berapa lama kemudian , Wieke berteriak, karena orgasmenya sementara itu dari celah memeknya memuncrat berkali-kali cairan yang agak kental dan bening.
Aku puas karena bisa membuat Wieke mencapai orgasmenya sampai ejakulasi, dan semua itu terekam dengan baik di kamera HP ku. Aku melanjutkan pekerjaan dengan menyusupkan penisku kedalam celah yang sudah berpelumas.
Penisku terasa lebih terjepit, karena otot dinding vaginanya berkembang dan semua bagian vaginanya memuai. Sensasi dijepit vagina yang usai orgasme rasanya nikmat sekali.
Aku lalu menggenjot perlahan-lahan dengan posisi MOT. Lima menit aku bekerja di atas membuat ku lelah. Aku minta dia berganti posisi. Kami berguling sambil kedua kelamin kami tetap menyatu.
Wieke bergerak dituntun oleh nafsunya. Dari posisi tengkurap menindihku dia berubah bangkit duduk bersimpuh diatas kontolku dan terus bergerak liar. Dia mengatus sendiri gesekan penisku di dalam vaginanya, sehingga akhirnya dia finish lebih dulu dan penisku terasa seperti disiram air hangat. Rupanya dia ejakulasi lagi.
“Aduh kang saya lemes banget, akang mainnya hebat banget sampai aku muncrat. Seumur-umur aku belum ngalami memekku sampai muncrat,” kata Wieke.
Aku melanjutkan permainan dengan berganti posisi di atas sampai akhirnya aku mencapai kepuasan. Badanku terasa lelah sekali, sehingga aku yang tertidur lebih dahulu.
Pagi-pagi sekali ketika aku terbangun, Wieke sudah membuatkan segelas kopi dari complimentary hotel. Aku masih telanjang, tanpa mempedulikan ketelanjanganku aku duduk di kursi lalu menyeruput kopi hangat.
“Idih akang malu atuh, barangnya keliatan kemana-mana” ujar Wieke.
Dengan manjanya dia duduk dipangkuanku. Kata dia selama bersamaku dia merasa sangat nyaman, lupa dengan persoalan yang dihadapi. Wieke kusuruh mengambil tas kecil ku yang tergantung di kursi.
Aku mengambil 10 lembar dolar AS yang masih mulus, kuberikan ke Wieke. Dia menerimanya dan wajahnya terkesan heran. “Akang ini uang apaa an, saya mah gak ngarti, belum pernah pegang yang beginian,” katanya.
Udah simpan saja, jangan sampai terlipat dan kusut.
“Aku mau kasih lagi, tapi ada syaratnya,” kataku.
“Ntar dulu akang, ini berapa sih,” tanyanya penasaran.
“Gak banyak sih, tapi kalau untuk beli motor matic sudah cukup,” katanya.
“Hah yang bener aja, serius ini bisa untuk beli motor,” katanya takjub.
“Naon tuh syaratnya, saya mah mau ajah kalau ditambah,” katanya berbunga-bunga.
“Kamu harus bujuk si Neng supaya dia mau ama saya dan kamu main sama temen saya,” kataku tanpa basa-basi.
“ Idih akang, emangnya main sama saya belum cukup ya,” katanya merajuk.
“Abis ngrasain pepes ayam, kan pengin juga ngrasai pepes ikan mas,” kataku.
“Aduh gimana ya, saya bingung tuh, mau duitnya tapi ngomongnya ke Neng itu yang saya malu,” katanya.
“Yah terserah, mau tambah, apa cuma segitu aja,” kataku.
“Aduh si akang mah ayak-ayak wae” katanya.
Dia mengambil HP nya, kelihatannya dia mengontak Neng. Dia berbicara bahasa Sunda dengan nada rada-rada kikuk.
“Kang si Nengnya mau tuh, tapi saya mah disini aja, boleh gak,” Wieke menawar.
“Yah tambahannya batal dong,” kataku.
“Ih si akang mah susah dilawan kemauannya,” katanya.
Tidak lama kemudian pintu kamarku diketuk. Wieke langsung membukakan. Si Neng dengan tampang segar, yang kelihatannya dia baru selesai mandi. Kami ngobrol sebenar, lalu Wieke minta diantar ke kamar si Bambang.
Neneng kelihatannya lebih sekel dan wajahnya lebih sensual, karena bibirnya tipis dan hidungnya mancung.
“Gimana teman saya neng,” tanya saya.
“Barangnya gede banget, sakit, mana mainnya lama lagi,” kata Si Neng yang ternyata ceplas ceplos.
“Enak dong dapat yang gede dan mainnya lama,” kataku.
“Ah sakit, yang ada, Neng gak ngrasa nikmat,” katanya.
“Wiek tadi ngomong si akang mainnya pinter, sampai dia kecapean. Kata Neng dia ketagihan main sama akang tuh, emang mainnya gimana sih kang,” kata Neng.
“Neng masih kuat main lagi” tanya ku.
“Ah Neng mah kuat aja, asal gak sakit, orang tinggal ngangkang doang, akang tuh apa masih bisa berdiri, kan tadi malam katanya bertempur abis-abisan.” kata Neng yang memang asli ceplas-ceplos banget.
“Ya kita buktikan aja, neng buka deh bajunya abis itu bukain baju akang.” kataku.
Tanpa menunggu lama, dia mulai melolosi satu persatu bajunya sampai bugil. Teteknya lebih besar dan masih tegak. Jembutnya jarang-jarang, pantatnya tonggek, dan pahanya tebal, sehingga selangkangannya rapat.
Bodynya sangat sexy dan mendekati sempurna, mana kulitnya putih pula. Aku jadi ingin memotretnya sebagai model. Ketika kuminta untuk ku foto dalam keadaan bugil, Neng sama sekali tidak menolak, “ Sok tuh kang, emangnya saya bagus di foto telanjang gini.”
Aku mengambil kamera SLR di tas dan menyulap kamarku menjadi seperti studio. Neneng kelihatannya tahu berpose untuk diambil fotonya. Aku menjepret dengan kamera HP juga sebagai cadangan. Dari mulai pose yang biasa-biasa saja sampai bergaya seperti bintang porno dengan mengekspos memeknya. Lebih dari 100 jepretan sampai aku berkeringat.
Puas memfoto, aku minta dia berpose dengan penisku. Tanpa ragu dia melumat penisku dan bergaya untuk diambil fotonya. Setelah berbagai sudut, aku mengarahkan dia menduduki penisku. Dengan posisi jongkok, dimana penisku setengah berada di dalam liang vaginanya aku mengambilnya beberapa shoot.
Anehnya dia sama sekali tidak malu, curiga atau ingin tahu bagaimana fotonya. Dia cuek saja. Wajahnya memang photogenic, sehingga tampil di foto jauh lebih cantik dari aslinya.
Dia pintar mengatur mimik wajahnya, sehingga tampilan gambarnya seperti model profesional. Selain itu bodynya mendukung sekali, karena tubuhnya dengan tinggi 165 berpinggang kecil dan berpinggul besar.
Aku kecapean mengambil begitu banyak shoot. “Udah kang, cape ya , sini saya pijetin, katanya.
Aku jadi teringat semalam minta dipijat Wieke, tapi dia tepar . Dengan senang hati aku langsung mengambil posisi tengkurap. Kami berdua sejak tadi memang sudah bugil, sehingga aku dipijat juga berdua bugil.
Lumayan juga pijatannya. Yang menambah nikmat bukan hanya pijatan, tetapi ketika dia menduduki pantat dan pinggang ku terasa memeknya menempel ke tubuhku. Setelah bagian belakang tuntas, aku berbalik dan dia mulai memijat bagian depanku.
Penisku sudah siaga pula dengan tegak mengacung. “Ini akang punya ukurannya pas gak terlalu besar, jadi kalau masuk ke memek gak nyakitin,” katanya sambil memainkan penisku.
Ketika memijat dadaku dia menduduki penisku. Sengaja dia tidak memasukkan ke lubang vaginanya, tetapi penisku diposisikan dijepit oleh belahan memeknya, sehingga ketika dia memijat dia melakukan gerakan maju-mundur. “Enak deh rasanya itilku ke jepit gini,” katanya.
Bagian kaki dilakukan terakhir, Dia cerdas juga karena memijatnya dengan posisi menunggingiku, sehingga seluruh bagian memeknya menjadi pemandanganku, mana dia sengaja agak nungging.
Aku jadi tidak sabar lalu di baringkan tubuhnya dan aku langsung menyerbu memeknya untuk aku jilatin. Neneng langsung mengerang-meski lidahku belum menjamah itilnya.
Ketika itilnya kumainkan dia mulai kelojotan dan tubuhnya mengejang-ngejang. Itilnya makin lama makin keras menonjol. Memek Si Neng lebih rapi dibanding Wieke, karena bibir dalamnya tidak menggelambir.
Dia menjerit sepuasnya ketika mencapai orgasme. “ Aduh gila, jilatan si akang maut banget, sampai Neng rasanya mau mati saking enaknya” kata dia.
Aku melanjutkan dengan melakukan kocokan dua jari ke memeknya. Seperti Wieke tadi, tangan kiriku bekerja di memek, tangan kananku membidik dengan kamera HP. Mungkin hanya 2 menit Neng sudah kelojotan dan menjerit lebih keras, sambil memeknya memancarkan tembakan berkali-kali.
“Aduh maaf- maaf, neng tadi sampai terkencing-kencing gak ketahan, abis enaknya luar biasa, nih badan neng jadi lemes banget deh, “ katanya.
“Ini si akan belum main Neng udah lemes, gimana kalau nanti diembat ya,” kata Neng.
Aku langsung mengambil posisi menindih dan tangan neng dengan cekatan mengarahkan penisku memasuki lubang kenikmatannya. Perlahan-lahan penisku menerobos masuk. Memek Si neng rasanya agak lebih legit. Mungkin karena cairan pelumasnya lebih kelat. Jadi rasanya lebih lengket dan ketat.
Aku memompa dengan gerakan tidak terburu-buru sambil mencari gesekan di G-spotnya. Posisi yang memberi kenikmatan si Neng aku dapatkan melihat dari respon dan erangannya. Aku bergerak stabil dan konstan.
Tidak sampai 5 menit Neng sudah mencapai puncaknya dan bersuara seperti orang menangis sambil memelukku erat sekali. Penisku terasa seperti dikompres air hangat, serta dipijat dengan ritme yang senada dengan gerakan tubuhnya.
“Aduh Neng baru percaya apa yang dikata si Wieke, si Akang mainnya enak banget, sampai bikin cewek lemes begini. Ini rasanya eneng gak kuat berdiri, kontolnya digimanain sih kok bisa enak banget, ngeganjel memek sampai rasanya enak banget,” kata Neng yang birbicara sambil menutup mata.
“Ngantuk neng,” tanyaku.
Dia menjawab dengan hanya menganggukkan kepala.
Aku belum klimaks sehingga aku perlu menuntaskan pekerjaanku. Si neng kembali aku genjot dan menjelang aku mencapai puncak, si Neng ribut minta aku menunggu dia karena dia juga katanya hampir, “ aduuhhhhhh, adduuuuuh, nenng mau nyampai, jangan di berhentikan dulu.”
Aku tidak peduli kecuali makin cepat menggenjot. Kami finish hampir bersamaan, mungkin bedanya 1 detik lebih dulu aku baru disusul Neng yang merangkulku erat sekali. Spermaku memenuhi liang senggamanya. Aku membiarkan sampai penisku menyusut dan keluar dengan sendirinya.
“Edan kang, bener-bener bikin cewek ketagihan kalau diewek ama si akang,” kata Neng
Selepas pertempuran pagi itu, kami mandi bersama. Si Neng mandi lagi dan keramas lagi. Badanku segar, tetapi perut lapar. Neng mengontak Wieke, yang ternyata mereka sudah lebih dahulu selesai.
Kami mencari makan pagi setengah siang di Sukabumi. Makanan Sunda dengan ikan dan lalapan memang tepat sekali untuk perut yang sudah sangat lapar.
Di tengah kami asyik menikmati hidangan, Bambang mendapat telepon yang mengabarkan orang tuanya masuk rumah sakit. Dia dengan berat hati izin mendahului pulang ke Jakarta. Sementara itu aku masih berencana untuk mengeksplor pantai Selatan.
Lewat tengah hari kami sampai di pantai. Suasana tidak terlalu ramai, malah cenderung agak sepi. Kami bertiga menyusuri pantai sampai jauh sekali dari titik awal. Tidak ada seorang pun kami bertemu orang, karena kawasan pantai ini sudah di hutan. Pantainya agak menjorok ke dalam sehingga seperti tersembunyi.
Ide gilaku muncul lagi. Aku minta mereka berpose telanjang di pantai dan di dalam hutan. Mereka tidak menolak alias oke-oke saja. Dua cewek sekaligus aku foto dengan latar belakang pantai, dan ada yang di dalam semak hutan. Di dalam hutan itu ada sungai kecil yang jernih, menambah keindahan latar belakang fotoku.
Selesai berfoto ria, kami kembali ke mobil dan mengarah ke Ujung genteng untuk menginap semalam di sana. Malam itu kami mengumbar nafsu lagi dengan bermain three some. Malam itu aku hanya sempat main dua ronde, karena badanku sangat lelah.
Setelah sarapan sejenak kami bertolak kembali. Aku tawarkan ke dua cewek ini untuk menemaniku ke Jakarta. Mereka tadinya ragu, karena tidak mempunyai baju ganti. Setelah aku tawari nanti beli haju di Jakarta, mereka dengan senang hati mau ikut ke Jakarta.
Sore sebelum gelap kami sudah sampai ke Jakarta. Aku langsung mengarahkan ke dept store di Senayan City. Lama sekali mereka celingak-celinguk, bingung mau menentukan pilihan.
“Kang bajunya sih bagus-bagus, tapi harganya kok gak kira-kira mahalnya, sayang atuh kang, kita cari yang rada murah aja yuk, saya mah sayang-sayang atuh duitna, ‘ kata si Neng.
Aku berpindah ke Melawai Plaza. Mereka merasa cocok dengan model dan harga baju di situ. “Ini baru cocok, disini bisa dapat 3-4 baju di tempat tadi cuma dapat sepotong doang,” kata Neng.
Aku menyewa hotel yang bawahnya ada mallnya hampir seminggu. Sementara itu aku pulang kerumah.
Hubungan ku dengan mereka berdua berlanjut, karena mereka kini bekerja untukku memegang outlet yang aku beli waralabanya. Wieke mengomandani outlet fashion sedang Neneng mengepalai outlet restoran.