Telinga Aryanti terasa panas mendangar komentar nakal Kontet. Apalagi pemuda gempal itu mulai menunjukkan powernya sebagai seorang lelaki. Tangannya yang besar mengangkat rok Aryanti lebih tinggi lalu mencengkram pinggulnya dengan kuat, sementara batangnya semakin cepat menggesek-gesek selangkangan Aryanti.
“Ooowwwhhh,,, Maaang,,,, saaaaya maauuu keluaaaar,,,” terdengar rintihan Andini yang setengah membungkuk, menikmati aksi Mang Oyik yang menyetubuhi kemaluannya dari belakang.
Dengan cepat Mang Oyik melempas kan batangnya, menarik tubuh mungil Andini berbaring keatas meja, lalu dengan rakusnya lelaki itu melumat, menghisap, mengunyah kemaluan Andini dengan rakusnya.
“Maaanng,,, ooowwhh,,, isap teruuuss,, Aaahhhkkkss,,,” pinggul gadis itu terangkat tinggi, dengan bibir vagina yang menghambur kelenjar bening, membasahi wajah Mang Oyik yang tertawa puas, mampu menaklukkan mangsanya. Lalu berdiri lagi bersiap kembali memasukkan batangnya kekemaluan gadis bertubuh mungil itu.
“Buuu,,, saaayaaa masuuukiiin ya buu,,,” Kontet sudah tak mampu lagi menahan hasratnya, memutar tubuh, menyandarkan tubuh Aryanti kedinding.
“Teeet,,, aku ngga maaau dimasuuukiiin,,,” lenguh Aryanti, matanya menatap sendu kemata Kontet yang terlihat beringas diumbar nafsu, tiba-tiba tenaga Aryanti terasa menghilang, tak mampu menolak kehendak tangan kontet yang membuka kakinya lebih mengangkang.
“Konteeeet,,,uuugghhh,,,”
“Aaahhssss,,, ga bakal bisa massuuuk,, jangaaan teeet,,,”
Bibir Aryanti mendesah, merintih, saat batang besar itu mencoba memasuki alat senggamanya. Tapi berkali-kali meleset keluar, membuat wanita itu melenguh.
“Weeeiiittsssss,,,, Woleeess brooo,,,” tiba-tiba terdengar suara lelaki dari arah pintu, yang dengat cepat menarik tubuh Kontet menjauh dari tubuh Aryanti.
Sementara lelaki satunya mendorong tubuh Mang Oyik menjauh dari tubuh Andini.
“Sorry ya Mang,, kita emang berterimakasih banget diizinin nyicipin istri Mamang,, tapi kalo mau minta imbalan yang kaya gini ya jangan dong,,,hehee,,” ucap lelaki yang ternyata Dako.
“Hehehee, iyaa,, maaf banget yaa mang,,, istri ponakan saya ini emang masih lugu,, jadi kalo mau minta ya mesti izin sama suaminya dulu,,,” timpal Pak Prabu yang mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu.
“Mamang coba aja nyicipin cewek-cewek yang ada diwarung remang-remang pinggir jalan dekat sini, kemarin saya liat banyak koq yang barangnya masih bagus-bagus.,” lanjutnya, lalu memapah Andini yang masih terkaget, turun dari meja.
“Ehh,, iya,, maaf Gan,, kami kebawa suasana, tadi cuma disuruh ngebantuin malah kebablasan,,” Mang Oyik tampak cengengesan.
Rupanya Pak Prabu tidak ingin apa yang terjadi pada istrinya terulang, apalagi pada istri ponakannya yang masih terbilang belia untuk wanita yang sudah menikah. “Ya sudah,, ngga apa-apa,, ni ambil aja,,” ucapnya lalu beranjak keluar sambil menggandeng Andini, diiringi Dako dan Aryanti.
“Mang,,, aku ngga tahan nih,,, pinjam istri Mamang yaa,,,” seru Kontet, lalu berlari menuju kamar Mang Oyik. Mengagetkan Lik Marni yang masih bugil, tersenyum-senyum sendiri setelah melayani Pak Prabu dan Dako.
“Teeet,, mau ngapain,, eehh,,, Teett,,, batangmu,,, Gilaaaa,,, Aaaauugghh,,,, Bapakeee,, aku dientotin Konteeeet,,, Aaaauuuwww,,, pelan-pelan bego,n Oooowwgghhh,,” Lik Marni menjerit histeris, tubuh bugilnya diterjang Kontet, yang langsung memaksa membenamkan batang besar kekemaluannya.
“Asseeeem,,, Teeett,,, Woooyyy,,, kurang ajar tu bocah,,,” Mang Oyik yang asik menghitung uang ditangannya kaget dengan gerak cepat Kontet yang menyerbu masuk kekamarnya. Mang Oyik kelabakan mencari celana yang ternyata nyampir diatas kompor gas.
“Teeet,,, buka pintunya,,, Wooyyy,,, Edan ni anak,,,” Mang Oyik menggedor-gedor pintu yang ternyata sempat dikunci oleh Kontet. “Duuuh,,, bakal bonyok dah tu memek,,” dengusnya, meratapi nasib istrinya dari kaca dapur, yang tengah merem melek menahan gempuran Kontet.
“Kamu ngapain sih Yan,, jangan kaya wanita murahan gitu lahh,,” bisik Dako pelan, dari nada suaranya tersirat perasaan tidak suka atas apa yang dilakukan Aryanti.
“Kamu itu yang kenapa?,,, habis ngegarap bini orang, terus marah-marah, dan sekarang bilang aku wanita murahan,,,” suara Aryanti meninggi. Emosinya tersulut. Memang Dako sudah menyelamatkannya dari persetubuhan yang liar. Tapi kata-kata yang diucapkan lelaki itu membuat telinganya panas.
Dako terdiam, menyesali apa yang diucapkannya, dirinya juga tidak tau bagaimana bisa hatinya tidak bisa menerima jika Aryanti diperlakukan seperti itu.
“Yaan,, Yantii,, maksudku bukan seperti itu,,, maaf Yan,,” Dako berusaha mengejar Aryanti yang berlari kekamarnya dengan cepat.
“Yant,,, dengar dulu,,,” cegah Dako, saat Aryanti ingin menutup pintunya.
“Mau apalagi,, masih kurang?,,, masih mau nunjukin keegoisan para lelaki lagi?,,,”
Dako tidak menjawab, tapi mendorong pintu lebi kuat dan masuk kekamar Aryanti.
“Coba jawab dengan jujur, istri siapa aja yang sudah kamu cicipin?,,, dan sekarang kamu dengan gaya pahlawan mencoba ‘menyelamatkan’ aku dari lelaki lain?,,”
“Tadi malam,, tadi malaam ingat?,,, saat kamu tertawa menggarap tubuhku dengan Pak Prabu?,,, benar-benar menjadikanku seperti wanita murahan,,, dan sekaraang?,,, Dasar cowok MUNAFIK,,”
“YANTII!!!,,, aku bukan cowok munafik, ITU KARENA AKU SAYANG SAMA KAMU?,,”
Deeeg..
Aryanti terdiam, gendang telingannya seperti ditepuk kalimat tak lazim, coba menafsirkan kata-kata yang diucapkan Dako.
Dan Dako,,, Kakinya lemah menuju kasur,,, lalu menghempas tubuhnya dengan pikiran kacau. Termenung,,, bagaimana bisa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya,, benarkah iya menyayangi wanita yang kini ada dihadapannya?..
“Keluarlah,,, aku ingin istirahat,,” ucap Aryanti pelan, tangannya membukakan pintu.
Dako menghembus nafas dengan berat, melangkah gontai, tepat didepan pintu langkahnya terhenti, menatap Aryanti yang menitikkan air mata..
“Maaf,, aku tidak mengerti apa yang kurasakan saat ini,, Maaf,,,” ucapnya. Lalu berbalik, keluar kamar.
“Dako,,,” Aryanti mengejar lelaki yang tengah berjalan diselasar depan kamar. Tanpa diduga wanita itu melumat bibir Dako. Memberikan ciuman yang dirasakan Dako kali ini sedikit berbeda.
“Kamu mau menemani ku istirahat?,,,” suara Aryanti terdengar kikuk, namun berusaha tersenyum lembut.
“Tapi kamuu?,,,”
“Hanya istirahat,, tidak yang lain koq,, badanku capek banget,,,” Aryanti mencoba tersenyum diantara air mata yang mengalir.
Dako mengikuti langkah Aryanti yang menggandeng tangannya.
Membaringkan tubuhnya disamping Aryanti yang kemudian memeluk tubuhnya erat. Melabuhkan ciuman yang lembut,, sangat lembut.
“Dako,,, aku ngga mau ada rasa itu diantara kita, karena pasti akan sangat menyakitkan bagi pasangan kita,,,” ucapnya lirih,, lalu membenamkan wajah yang dibasahi oleh air mata dipelukan Dako.
Dako coba merengkuh tubuh wanita yang setengah menindih tubuhnya, suasana menjadi kaku, jari-jarinya coba menyisir rambut Aryanti, dengan pikiran yang melayang, mencoba mencari tau perasaan hatinya yang terasa begitu asing.
Masih terlintas dipelupuk matanya, saat menangkap binar gembira istrinya, ketika Arga meminta izin padanya untuk mengajak Zuraida jalan-jalan dipantai.
Tak ada yang tau, dibalik sikap urakan, selalu tertawa cengengsan, dan sifat cueknya, lelaki itu ternyata memendam rasa perih dihati yang mendalam. Meski telah mempersiapkan dirinya sedemikan rupa, tapi apa yang disaksikan oleh mata ternyata lebih menyakitkan.
Semua yang diucapkannya pada Arga saat dipantai tidak lebih dari usahanya untuk membuktikan semua
Bertahun-tahun mencinta wanita yang menyimpan rasa terhadap lelaki lain.
“Yaant,,,Seandainya,,,”
“Ststssss,,, tenangkan hatimu,,, Trust me,, All is well,,,” bisik Aryanti, seolah bisa membaca pikiran lelaki itu.
Aryanti beringsut menaiki tubuh Dako, meletakkan kepalanya didada lelaki itu, memejamkan mata, mencoba mencari ketenangan untuk dirinya sendiri. Lalu mencoba untuk terlelap dalam dekapan insan yang tengah terluka, dan mencoba melarikan hati pada dirinya.
* * *
“Waaahh,,, udah jauh juga kita jalan,,,” celetuk Arga, saat mereka melewati tempat game tadi pagi, tempat yang mungkin tak akan pernah mereka lupakan. “Masih pengen jalan terus?,,,”
“Ayoo,,,siapa takut, tapi jangan cepat-cepat, santai aja,,,”
“Owwhh Sorry,, aku kecepatan ya,,, Kata Mang Oyik ni pantai dipisah oleh tebing karang itu,,,”
“Ngga terlalu capek sih, tapi belahan rok ini terlalu sempit,,, biar aku buka sedikit,,,”
Kreeek,,, kreeek,,,
Zuraida merobek belahan rok nya hingga kelutut, membuat kakinya lebih mudah melangkah.
“Waduuuhh,,, ngga sayang roknya dirobek,,,”
Tapi Zuraida hanya tersenyum, lalu menarik tangan Arga untuk kembali berjalan. Keduanya melangkah pelan beiringan, layaknya dua remaja yang tengah dimabuk asmara.
“Gaa,, tadi Dako sempat marah padaku,,,”
“Kenapa? Memang sih,, yang kita lakukan saat game tadi memang kelewatan? Tapi bukankah dia melakukan hal yang sama pada Aryanti?,,,”
“Ngga tau,,, mungkin dia marah karena aku membiarkanmu membuang didalam,,,”
Jawab Zuraida lemah.
Arga terdiam mencoba memahami reaksi emosi Dako yang membuatnya bingung, disatu sisi sahabatnya itu terus menggoda kelalakiannya untuk menaklukkan istrinya, tapi setelah semua terjadi justru mengumbar emosi. “Ku kira hatimu seperti batu, Ternyata kau masih menyimpan rasa cemburu,,,” bisik hati Arga, sambil tersenyum menggeleng-gelengkan kepala. Hati sahabatnya ternyata tidak berbeda jauh dengan dirinya.
“Kenapa? Koq malah senyum-senyum sendiri,,”
“Ehh,,, ngga apa-apa,,, Emm,, Apa kamu benar-benar dalam masa subur,,,”
Zuraida mengangguk, tersenyum kecut, “Kami memang tidak pernah menggunakan kontrasepsi, Dako sudah sangat ingin memiliki anak,” terang Zuraida.
Arga manggut-manggut. Berbeda dengan dirinya dan Aryanti, yang sepakat menggunakan kontrasepsi implant. Aryanti terpaksa menunda kehamilannya dengan alasan karir, dan Arga cuma bisa mengangguk setuju.
Tangan Arga tak lagi menggandeng Zuraida, tapi beralih memeluk pundak dokter cantik itu. Tak ada lagi kata-kata yang terucap, masing-masing sibuk dengan lamunannya, pikiran mereka dipenuhi oleh segala keterbatasan yang memagari hubungan rasa dan hati mereka yang terlarang.
Melebihi tingginya tebing karang yang memisahkan bibir pantai, yang tak terasa kini berada tepat didepan mereka.
“Berani menyebrang kesebelah sana?,,,” tantang Arga sambil menunjuk celah tebing. “Kalo sore celah itu hilang, tertutup air pasang,,, Berani?,,,”
“Ngga ahhh,,, takut ngga bisa balik,,,”
“apa kamu tidak percaya padaku?,,,” kata-kata Arga berubah menjadi serius.
Zuraida terdiam, bingung dengan sikap Arga, mencoba membaca apa yang diingin oleh lelaki yang memeluk pundaknya erat.
“Aku percaya padamu,,, Ayoo,,” jawab Zuraida sambil tersenyum.
“Waaaahhh,,,, disini pasirnya lebih putih dan lembut,,, koq bisa sih,, padahal kan cuma terpisah beberapa meter,,,” seru Zuraida, ketika mereka berhasil melewati celah karang yang cukup sempit itu.
Wanita bertubuh semampai itu berlari, menyusuri pasir yang masih menyisakan riak ombak yang baru saja menyapa. Arga tertawa melihat tingkah Zuraida, yang sedang menampilkan sisi childish nya.
Ujung kaki Zuraida terlihat sibuk mengukir sesuatu diatas pasir, “ARGA JELEK”,,,
“Hahahaaa,,, Biariiinnn,,, yang penting disayang Zee,,,” teriak lelaki itu sambil tertawa, lalu duduk diatas pasir. Membiarkan sang betina yang tengah menikmati panorama pantai pasir putih yang memang sangat jarang ditemui.
Zuraida membentang kedua tangannya, seakan memasrahkan tubuhnya pada angin yang menjilati tubuhnya dengan sapuan yang lembut. Jilbabnya berkibar menari-nari mengikuti irama alam yang begitu tenang dan sepi, sangat sepi, jauh dari jamahan keserakahan anak manusia.
Zuraida berjalan menghampiri Arga, matanya menyapu setiap sisi pantai, seolah mencari tau, lalu berbalik menatap Arga, dengan senyum yang terlihat genit, perlahan wanita itu melepas kain yang menutup kepalanya.
Arga tertawa, mencoba memaklumi kebebasan yang tengah dinikmati wanita yang dulu terpaksa ditinggalkannya demi seorang sahabat.
Bibir Arga berdecak kagum, saat rambut Zuraida yang panjang terurai tertiup angin, kecantikan seorang Zuraida terlihat begitu nyata, bibir tipisnya yang tersenyum tak mampu menutupi wajah yang tersipu malu. Entah apa yang ada dipikiran wanita yang kini berdiri sekitar 10 meter dari tempat nya duduk.
“Zeee,,, apa kau ingin?,,, owwhh Zee,,,” suara Arga begitu pelan, seolah bertanya pada dirinya sendiri. Matanya tak berkedip saat tangan Zuraida mengangkat kaosnya keatas, menayang sesosok tubuh yang putih mulus, sepasang payudara yang tampak ranum dan kencang menghias sempurna, mengokohkan keindahan tubuh dokter cantik itu.
“Cukup,,, Zeee,,, cukuuuup,,, kau bisa membuatku memperkosamu,,, Owwwhh,,, Shiiitt,,,” gumam Arga pelan dengan suara tercekat, nafsunya bergemuruh seiring rok hitam yang dibiarkan jatuh kepasir, menayang sosok wanita seksi yang sedang bertingkah layaknya seorang model. Bibirnya tersenyum nakal.
Dengan genitnya, telunjuk Zuraida bergerak seolah memanggil Arga. “Apa kau ingin membiarkan gadis cantik ini berenang sendiri?,,,” seru Zuraida.
“Hahahaa,,, jangan salahkan aku jika nanti kau kuperkosa,,, hahahaa,,,” teriak Arga, melapas kaosnya, lalu mengejar Zuraida yang berlari kegolongan ombak kecil yang menyambut tubuh mulusnya.
“Kyaaaa,,, Arggaaaa,,, ummpphh,,,” Zuraida berteriak kencang saat tubuhnya dipeluk Arga dari belakang, keduanya berguling di air gelombang yang kembali kelaut.
“Gaaa,, akuuu ga bisaaa berenaaang,,, Aaargaaa,, ummbbllbb,, ugghh,,” Zuraida tersedak, terminum air laut yang asin. Tangannya memegang tubuh sang pejantan dengan erat, mencari perlindungan.
“Hahahaa,, tenang sayang,,, kamu baik-baik saja,,,” ucap Arga, sambil membantu kaki Zuraida menapak lebih kuat.
“Kamu jahaaat,, aku sampai keminum air,,, asin bangeeet”
“Hhhmm,,, maaf yaa,,,” jemari Arga menyibak rambut yang menutup mata indah wanita, yang mempercayakan tubuhnya sepenuhnya pada dekapan erat tangan Arga.
“Gaa,,, akuu,,, emmpphh,,,” kalimat Zuraida terputus oleh kecupan bibirnya. Mata mereka bertemu, saling menatap, mencoba mencari cinta yang tersisa dibola mata Arga.
Arga kembali mendekatkan bibirnya, untuk mengulangi pertemu bibir yang terasa hangat, yang perlahan menjadi lumatan yang lembut.
Lidah sang pejantan mencoba mengundang lidah lembut si betina untuk bertandang dirongga mulut yang hangat, sesaat daging lembut itu menyapa bibir Arga, lalu dengan malu-malu mencoba mengejar lidah sang pejantan yang menggelitik menggoda.
Saling memberi dan menerima, saling membelit dan menggelitik, saling bertukar ludah seperti yang diminta oleh pasangannya. Ciuman yang begitu cepat berubah menjadi panas sekaligus terasa begitu menghanyutkan.
Hingga membuat nafas kedua nya terengah-engah, dan sepakat untuk rehat, mencari oksigen yang terasa begitu langka disekitar mereka.
Zuraida tersenyum, lalu membuka mulutnya, memberi sinyal kepada Arga untuk mencoba bertualang dimulutnya yang menjanjikan kehangatan lebih dari apa yang diinginkan lelaki itu.
Sebagaimana lidah mereka yang begitu kompak menari berkejaran. Tangan keduanya pun mencoba menari diatas kulit lawannya yang basah. Dengan malu-malu tangan Zuraida mencoba mengikuti geliat tangan Arga yang berselancar diatas tubuhnya.
Wanita itu hampir tertawa, saat tangannya mencoba meremas pantat Arga yang berotot, sebagaimana jari-jari Arga yang meremasi pantatnya.
Namun canda yang tercipta diantara mereka mulai surut seiring anggukan Zuraida yang mengizinkan jari-jari Arga menyapa bibir kemaluan, mengusap lembut lipatan yang begitu sensitif, lalu perlahan menyelusup kedalam belahan senggama yang mulai basah.
Dengan mulut terus saling melumat, Arga menganggukkan kepalanya, memberi izin serupa pada jari-jari lentik yang begitu ingin mengenali perkakas alat kawin sang pejantan. Jantung Zuraida berdegub kencang ketika kedua tangannya menggenggam batang besar yang sudah mengeras.
Mata Zuraida terpejam, meremas lembut batang yang ada digenggamannya, saraf-saraf ditangannya dengan begitu jelas menyatakan keperkasaan batang yang dimiliki Arga.
“Gaaa,,,” ucap Zuraida pelan, saat Arga membopong tubuh telanjangnya ketepi pantai.
Membaringkannya diatas hamparan pasir putih.
Jemarinya yang lentik mengusap pipi lelaki yang kini sudah menindih tubuhnya, perlahan mengucap putingnya yang sudah mengeras.
Tak ada lagi kata yang terucap selain lenguhan pelan dari bibir si wanita yang mengusapi rambut lelaki yang tengah bertualang dikedua payudaranya. Suatu pemasrahan diri kepada sang kekasih, dibalut rasa cinta yang terpendam sekian tahun, yang seketika kembali tersulut dalam hitungan nafas.
Sepasang mata penuh cinta kembali bertemu, saling meminta dan dipinta untuk babak percitaan selanjutnya.
Zuraida mengangguk, meng-amini segala kehendak sang pejantan yang juga dituntut oleh hatinya yang penuh gairah, seiring kain kecil yang perlahan turun menayang gundukan mungil yang terbelah menjadi dua.
Wanita cantik itu membuang pandangannya kesamping ketika si lelaki merentang kedua pahanya. Wajahnya memerah saat lantun kekaguman mengalir dari bibir.
“Zee,,, milikmu indah,,, cantik,,,”
Jari-jari pejantan mengusap lembut, sesekali mencoba menguak gundukan daging yang berisi kismis dengan warna merah muda, begitu bersih, begitu terawat. Dirembesi cairan cinta yang mencoba membasahi sisi-sisi yang dengan cepat menjadi mengkilat.
“Uuuuhhhssss,,, Saayaaaaang,,,”
Sapuan lidah yang lembut, berusaha menyambut tetesan bening yang telah sampai diujung aliran sungai. Memaksa bibir si betina melantun kan lagu nirwana,
Alunan rintihan semakin nyaring terdengar seiring kerakusan lidah sang pejantan yang tak sabar menunggu tetes cinta, mencoba menguak dasar mata air, dan menyeruput dalam hisapan yang penuh hasrat.
“Argaaaa,,, Emmmpphhh,,,” wanita itu mengatup bibirnya, mencoba menyembunyikan nafsu yang menguasai tubuh yang telah polos sepenuhnya. Tapi sungguh itu suatu usaha yang sia-sia. Saraf-saraf ditubuh wanita itu bekerja dengan sempurna menyampai pesan keotak akan rangsangan yang mendera.
“Ooooowwwwhhhssss, Saaayaaaang,,, Stooopss,,, Aaakkhhsss,,,
Nafas menderu, terengah-engah menerima orgasme yang begitu saja mendera, diproklamirkan oleh cairan bening yang mengalir deras dicelah kemaluan yang masih dicumbu lidah yang semakin basah. sumber Ngocoks.com
Pantat dan paha wanita itu terangkat tinggi, mengejat berkali-kali hingga akhirnya kembali jatuh kembali bumi seiring kesadaran yang berusaha menyapa hasrat yang terhempas, begitu terpuaskan oleh layanan sang lelaki.
“Argaa,,, apa kamu mauu,,,” Zuraida tak menyelesaikan kata-katanya saat melihat penis Arga yang mengeras sempurna. Merentang kedua kakinya, memberi tempat pada yang terkasih untuk mengayuh bagian tubuh terdalamnya.
“Peluk akuu,,” rengek Zuraida begitu manja, tangannya meraih leher Arga dan menyambutnya dengan ciuman yang begitu mesra.
“Sudah siap?,,,” tanya Arga dengan wajah jenaka.
“Siaaap,,,”
“Eenghh,,, pelaaaann,,”
“Gaa,, geli bangeeet,, uuhhhsss,,, duuuhhh,, dalaam bangeet sihh masuknyaaa,,,”
“Udaaahh,,, nyampee beluuumm,,”
Bibir Zuraida terus berceloteh, entah untuk menghilangkan rasa malu, entah tengah menikmati penetrasi yang dilakukan dengan perlahan.
“Uuugghh,, mentook,, daleeem bangeeet,,, Gaa,,”
Arga tersenyum, “Aku tidak menyangka, vaginamu yang mungil ini bisa menampung seluruh panjang batangku,,,,, hangat banget didalam,,, licin,, lembut,, tapi lorongnya mencengkram banget,,”
“Iiiihh,, apaan sih,, ga usah dikomentarin gitu dong,,, tapi punyamu emang panjang banget,,, aku ga pernah ditusuk sampe sedalam ini,,, aku juga bisa merasakan otot-otot dari batangmu,,, kerasa banget,, bikin gelii,,,” ucap Zuraida sambil menyampirkan kedua kakinya diatas paha Arga. Mengokohkan posisi batang didalam kemaluannya.
“Lhooo,, katanya ngga boleh ngomentarin,,, ehh,, kalo sambil meremas ini bolehkan?,, habisnya kenyal banget,, apalagi,,,”
“Sayaaang,,Kita mau ngobrol atau mau apa sih ini,,, punyaaaku,, punyaakuu,,” Zuraida mulai menggeliat, menikmati ulah Arga yang memanjakan kedua payudaranya, sementara lorong vaginanya penuh dijejali batang si pejantan.
“Punyamu mulai gatal?,, pengen digaruk seperti ini?,,” sambut Arga, perlahan menggerakkan batangnya, menikmati setiap inci dekapan daging lembut milik seorang wanita yang setiap hari mengenakan jilbab.
“Eeeenghh,, iyaa,,, Eeeuuuhhhss,,,”
“Gaaa,, punya mu besar bangeeet,,,” rintih wanita itu, Arga yang mengangkat tubuh memberi Zuraida kesempatan untuk melihat langsung bagaimana alat senggama mereka bertemu.
Menghilangnya batang besar kedalam bibir kemaluan yang mungil menjadi pemandangan yang penuh sensasi bagi keduanya. Tanpa bisa dicegah tubuh keduanya bergerak semakin cepat. Mencari kenikmatan yang ditawarkan.
“Oooowwhhh,,, Argaaa,,, akuuu keluaaarrr,,,” vagina Zuraida berkedut, tubuhnya mengejang, memeluk tubuh Arga dengan kuat.
“Zeee,,, aku jugaaa,,,, aku jugaaa mauu keluaarrr,, emmpphh,,,”
Seketika wajah Zuraida yang masih menikmati sensasi orgasme terlonjak kaget. “Gaa,, please,, jangaaan dikeluariin didaalaaam,,,oowwhhh,,, kumohooon jangaaaann,, Aaagghh,,,”
Payudara Zuraida bergerak liar seiring hujaman batang yang semakin cepat menggempur selangkangannya. Matanya memohon pengertian Arga.
“Aaaagghhh,,,Zeee,, akuuu ingiiin didaaaalam tubuuuhmuuu,, akuuu,,,”
“Jaaangaaan Gaaa,, kumoohoooonnn,,,”
“Aaaaakkkhhssss,,, Ooowwhhh,,,Ooowwhhh,,,,” seketika semprotan sperma menghambur diatas perut yang mulus, beberapa menyapa leher dan dagu si cantik yang terengah-engah.
“Maaf Gaa,, maaf,,, aku pun ingin cairan cintamu memenuhi rahimku,, sangat ingin,, tapi itu tidak mungkin,,,” didasar hatinyah, wanita itu ingin memberikan kesempurnaan dalam persetubuhan, menyediakan tubuhnya untuk menerima hasrat lelaki yang yang dicintainya. Tapi secuil kesadaran coba mengingatkan status mereka. Dan akibat fatal yang bisa saja terjadi.
“Tidak apa-apa?,,, inipun sudah luar biasa banget,,, lebih joss dan nikmat dibanding saat kita melakukannya sambil berlari tadi?,,,”
“Ihhh,, Argaaa,,” Zuraida mencubit pinggang Arga, saat lelaki itu membalikkan tubuh mereka, lalu memeluk Zuraida yang kini berada diatas, membiarkan tubuhnya dibawah tindihan penuh kasih sayang.
“Kapan ya kita bisa-jalan-jalan seperti ini lagi?,,,” celetuk Arga tiba-tiba.
Arga menarik tangan Zuraida, lalu mengecup punggung jari-jari yang lentik, tapi sesaat kemudian geraknya terhenti ketika secara tidak sengaja pandangannya terbentur cincin pernikahan yang menghias jari manis Zuraida.
“Mungkin ini untuk yang terakhir kali,,” Jawab Zuraida, lirih. Sebuah pertanyaan yang saat itu sangat tidak ingin didengar oleh telinganya.
“Maaf,,,, Zee,,,”
Namun terlambat, mata indah wanita itu perlahan dialiri air mata. Bola matanya yang bening menatap wajah Arga, berusaha menyampaikan pesan tentang kepedihan hati yang kini mendera.
Lalu membenamkan kepalanya di leher Arga dengan pelukan yang begitu erat. Air mata mengalir semakin deras, menumpah segala beban cinta yang tak pernah mampu mengalir dengan sempurna.
Arga mengusap lembut rambut basah Zuraida yang mulai mengering.
Originally Posted by :
“Zee,,,
Sampai kapanpun aku akan selalu mengingatmu,,,
Memujamu dalam diam,,,
Mencintamu dengan caraku sendiri,,, ”
Bersambung…