Zuraida tersenyum kikuk, balas membungkuk. Turun dari panggung mendekati Aryanti yang menghampirinya, lalu kembali menuju meja dimana Arga dan Dako duduk.
“Kalian mau minum apa? Biar aku ambilkan,” ucap Arga menawarkan minuman dengan suara datar, tanpa ekspresi.
“Terserah,,, yang penting bisa menghangatkan tubuh,” jawab Dako.
“Aku apa aja boleh,,,” sambung Zuraida, matanya menatap Arga yang cepat berbalik sebelum kata-katanya selesai terucap.
“Aku tau minuman spesial untukmu Cint,,, hehehe,,, Ayo mas, aku temenin,” celetuk Aryanti, menyusul suaminya.
“Suaramu memang indah sayang,,, Aku selalu bangga memilikimu,,” ujar Dako, saat mereka tinggal berdua dimeja itu.
“Haahahaha,,, Mas seperti tidak mengenal aku saja,,” jawab Zuraida, berusaha naik ketas kursi yang cukup tinggi.
“Apa kau bisa menikmati liburan ini?,,,”
Zuraida tak langsung menjawab, berusaha membaca maksud pertanyaan suaminya dari raut wajah. “Lumayan, tapi sebenarnya apa tujuan Mas Dako mempertemukan aku dengan Arga dalam situasi seperti ini?,,” wanita itu balik bertanya dengan suara datar.
Dako menggenggam tangan Zuraida, bibirnya tersenyum tulus, seakan mengatakan bahwa situasi ini di cipta memang untuk Zuraida.
Wanita itu tertawa pelan, entah menertawakan gaya Dako yang begitu romantis, entah menertawakan dirinya yang terpuruk pada nostalgia masa lalu yang justru membuatnya semakin terpuruk.
“Aku tau, pasti ini sulit bagi Mas Dako, Mas tidak perlu melakukan hal gila seperti ini, apa Mas tidak takut kehilangan aku?,, atau Mas memang tidak percaya pada hatiku?,,,” ucap Zuraida, begitu terbuka sekaligus tajam. Seakan menyimpulkan segala isi yang ada dihati Dako.
“Heeyy Cint,,,”
Seru Aryanti yang membawa dua gelas cocktail, disusul Arga yang menenteng dua botol chivas regal, menyelamatkan Dako yang bingung harus menjawab pertanyaan istrinya.
“Suaramu tadi mantap banget lho, bikin aku minder mau nyumbang lagu,,,” ucap Aryanti. Menyerahkan gelas.
“Hehehe,, biasa aja koq Yant,,,” jawab Zuraida yang diam-diam kembali menatap cincin milik Aryanti. Otaknya tengah mengkaji ulang tentang tawaran Aryanti. Walau bagaimanapun hatinya sulit untuk menerima pertukaran itu.
“Yant,,, tentang yang tadi sore,, sepertinya aku tidak bisa untuk,,,,”
“Owwhh,, iya,,,” Seru Aryanti tiba-tiba, memotong ucapan Zuraida.
“Mas Arga,, Dako,,,Tadi sore aku dan Zuraida sepakat untuk bertukar cincin, dan itu artinya,,, Emmhh,,,” Aryanti dengan wajah jenaka menghentikan kata-katanya, bergantian menatap tiga pasang mata yang tertuju padanya, “Artinya adalah sebuah,,, sebuah pertukaran pasangan, Apa kalian para suami bisa menerima?,,,”
Sontak Arga dan Dako mengamati cincin yang melingkar dijari manis Aryanti dan Zuraida. Tidak menyadari bila cincin yang dikenakan oleh pasangannya bukanlah cincin yang mereka berikan saat menikah.
“Kalo aku tidak masalah,” jawab Dako cepat, tersenyum lebar, membuat Arga kaget dan bingung, lalu dengan terpaksa mengangkat kedua pundaknya, sebagai tanda menyerahkan keputusan kepada yang lain.
“Okeee,,, Deal,,,” seru Aryanti. Menghentikan usaha Zuraida yang ingin mengutarakan keberatan. Wanita berjilbab itu akhirnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat ulah sahabatnya.
Ting,, Ting,, Ting,,”Maaf,,, minta perhatiannya sebentar,,,”
Ucap Pak Prabu tiba-tiba, mengetuk gelus dengan cincin akiq yang ada dijarinya. Lampu sorot yang terang mengarah ke tempat lelaki berdiri, diatas panggung, ditemani istrinya Bu Sofie.
“Sebelumnya, boleh saya meminta Sintya untuk ikut naik keatas sini,, biar komplit laahh,,”
“Hahahaa,,, mantap,,,”
“Sing rukun yooo,,, hahaha,,,”
Teriakan dan tawa seketika menggema. Rupanya Pak Prabu sudah berterus terang tentang status Sintya kepada Bu Sofie, dan hebatnya Bu Sofie dengan lapang dada bisa menerima.
Itu terlihat bagaimana Bu Sofie menyambut Sintya yang naik keatas panggung dengan senyum dan tangan terbuka, berpelukan dan saling cipika-cipiki, membuat para lelaki yang ada disitu menjadi iri.
“Harap tenang,,,” ucap Pak Prabu dengan gaya cool yang dibuat-buat, menegakkan kerah bajunya, lalu menggandeng Sintya dan Bu Sofie, begitu pongah menggoda para lelaki yang ada ditempat itu. Tak ayal suara tawa semakin menggema.
“Agar tidak mengganggu acara kita, Langsung to the poin saja,,, Jadi begini,,,” ucap Pak Prabu, saat suara tawa mulai mereda.
“Saya tadi pagi ditelpon Pak Andre Diaz, tentang rotasi mutasi manager empat tahunan, mungkin dalam minggu ini saya akan ke Jakarta untuk memastikan hal tersebut,” saat membicarakan hal-hal yang serius, wibawa Pak Prabu sebagai seorang pemimpin muncul seketika, Arga, Dako, Munaf dan Adit serius memperhatikan.
“Tapi saya mendapatkan bocoran tentang rotasi kali ini, yang bagi saya sendiri cukup mengejutkan. Seperti yang kita ketahui, saya memang mendapatkan promosi untuk untuk menduduki salah satu jabatan penting dipusat, dan posisi saya akan digantikan oleh Arga sebagai pimpinan cabang. Tapi berdasarkan pencapaian prestasi kita semua,,,” Pak Prabu menarik nafas panjang, bibirnya tersenyum lebar.
“Adit dipromosikan untuk memegang tampuk wakil pimpinan cabang, menemani Arga,, selamat,,,” Tepuk tangan dan ucapan selamat segera mengalir, sementara Adit sendiri tersenyum lebar, tak menyangka dengan karirnya yang begitu cepat naik. Bahkan terlalu cepat untuk remaja seusianya.
“Dan untuk Pak Munaf, kemungkinan besar akan menggantikan Pak Andree Jeff, yang pensiun dari pimpinan Cabang Kota Surabaya.”
“Whooo,,, selamaat,, selamaaat,,,”
“Akhirnyaaa,,, naik jugaaa,, selamaat,,”
Tepuk tangan semakin riuh, jabatan pimpinan cabang itu memang pantas untuk Munaf yang terbilang cukup senior.
“Sedangkan Dako,,,” suasana seketika menjadi hening saat Pak Prabu mulai melanjutkan pengumumannya, “Dengan pertimbangan perlunya perusahaan ini melebarkan sayap, jajaran direksi mempercayakan kepada Dako untuk merintis pembukaan cabang central untuk daerah Kalimantan,, selamaat!!!,,,”
“Yeeaaahhh,,,” Dako mengepalkan tangannya, berteriak girang, tertawa lebar, menerima jabat tangan Arga dan Aryanti yang mengucapkan selamat. Lalu berpaling kearah Zuraida dan memeluknya erat, kita akan pindah ke Kalimantan sayang, seperti yang memang aku inginkan,,,” bisik Dako.
“Ok,,, untuk sementara mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan, tapi bocoran ini dapat dipercaya, karena disampaikan langsung oleh Pak Andre, selanjutnya,, silahkan melanjutkan party kita,,,” ucap Pak Prabu menutup pengumumannya sambil mengangkat gelas ditangan, mengajak untuk bersulang.
Kebahagiaan begitu nyata terlihat, masing-masing mengucapkan selamat kepada rekannya. Berkelakar tentang daerah yang akan mereka tempati.
Sambil memainkan jari-jari diatas Yamaha Keyboard PSR-E433, Adit membawakan lagu dari Daniel Bedingfield dengan pelan.
If your not the one then way does my soul feel glad today…
If your not the one then way does my hand fit yours this way…
If you are not mine then way does your heart return my call…
If you are not mine would i have the strenght to stand at all…
Pak Prabu mengajak Bu Sofie untuk berdansa, memeluk sang pejantan sambil memamerkan senyum kepada yang lain.
“Pah,, mending papah nemenin Sintya, kasian dia sendiri,,,” ucap Aida saat melihat raut wajah gadis itu berubah ketika Pak Prabu mengajak Bu Sofie berdansa. Memang tidak mudah untuk menjadi yang kedua.
“Iya,,, Boleh koq,,, tapi jangan dinakalin, kasian dia,,,” ucap Aida, menjawab tatapan tak percaya dari Munaf. Seketika lelaki itu tersenyum lebar, mengecup kening Aida, lalu mendekati Sintya.
“Aryanti,,, mau berdansa dengan ku?,,,”
Aryanti tersenyum mendengar ajakan Dako, sesaat menatap Arga dan Zuraida meminta izin, lalu dengan gaya yang gemulai mengangkat tangan kanan nya yang dengan cepat disambut oleh Dako. Berjalan mendekati Munaf dan Pak Prabu yang ada didepan panggung.
“Zee,,,” panggil Arga lembut, mengagetkan Zuraida, meski dirinya memang tengah menunggu ajakan Arga, tetap saja suara yang terdengar lembut itu mengagetkannya.
Zuraida tersenyum canggung, menyambut Arga yang meletakkan tangan dipinggul yang ramping.
Tubuh kedua insan berlainan jenis itu bergerak mengikuti lagu, ditempat yang sama, tidak bergabung dengan yang lain. Gerakan kedua nya terlihat kaku, padahal beberapa jam yang lalu mereka bercinta dengan mesranya.
Membisu, masing-masing sibuk dengan pikirannya.
Malam semakin larut, beberapa pasangan terlihat saling bertukar, kini Munaf terlihat tengah menggandeng Andini, sementara Pak Prabu begitu mesra bersama Sintya. Dan Bu Sofie,,, wanita itu kini terlihat sibuk dimeja bar mini, meracik minuman dari beberapa botol beraneka warna yang berbentuk unik. Sebuah hobby baru yang didapatnya setelah lama menetap di Paris.
Aryanti dan Dako pun tampak beristirahat, keduanya terlihat seperti sepasang kekasih baru, duduk dengan saling pangku, tangan Dako yang nakal tak henti menggarayangi paha Aryanti yang hanya dibalut mini dress warna merah muda.
Sesekali Aryanti menuangkan whiskey ke gelas mereka. Dan terlihat jelas bagaimana keduanya mulai mabuk.
***
Setelah cukup lama saling diam, akhirnya Zuraida menyerah, membuka mulutnya membuka percakapan.
“Argaa,,,”
“Yaa,,,” sahut lelaki itu datar. Sesuai dengan dugaan Zuraida, jawaban yang terasa begitu hambar. Namun Zuraida tidak peduli, wanita itu menyandarkan kepalanya di pundak si lelaki.
“Aku akan pergi jauh,, mungkin,,, mungkin kita tidak akan bertemu lagi,,, aku tidak mungkin terus menyakiti Aryanti,,,,” Air mata perlahan berkumpul dipelupuk mata, jatuh berderai tak terbendung, sesenggukan dipundak Arga. Tapi lelaki itu tak bergeming, tak menjawab, hanya tangan kekar yang memeluk semakin erat.
“Argaaa,,, plisss,, jangan diam seperti ini,,, acuh mu membuat hatiku semakin menderita,,,” tangis wanita itu semakin dalam.
“Jangan menangis sayang,,, inilah jalan hidup, takdir hanya ingin membantu kita untuk menyelesaikan hubungan terlarang ini,,,” bisik Arga, mengusapi rambut Zuraida yang tertutup oleh jilbab.
“Percayalah,,, kesibukanmu sebagai seorang dokter dan waktu yang berlalu pasti akan mampu membantu hatimu mengatasi ini,,,”
Tangis Zuraida terhenti, ia dapat membaca apa yang tersirat dari jawaban Arga. Ketegasan seorang lelaki. Tampaknya Arga memang ingin mengakhiri hubungan mereka lebih awal. Dan tak ada yang dapat dilakukan Zuraida selain menerima.
Matanya yang basah menatap Arga. Dibuangnya segala gengsi dan ego. Hatinya begitu merindukan sentuhan dari lelaki yang beberapa tahun lalu begitu merajai hati dan pikirannya. Dan kini semua terulang lagi, dalam status dan kondisi yang jauh berbeda.
Kakinya berjinjit, mengecup bibir sipejantan, sentuhan bibir dalam balutan cinta yang dalam.
“Zeee,,,” hanya kata itu yang terucap dari bibir Arga saat menyambut bibir sicantik. Walau bagaimanapun sulit bagi Arga untuk mengabaikan jamahan bibir seorang Zuraida.
Lampu sorot kolam yang tadi sempat menyala terang, kembali meredup. Membuat suasana semakin syahdu.
“Bu,,, tengoklah Bu Zuraida dan Pak Argaa,,, soo sweeett,, romantis bangeeet,,,” ucap Andini yang menghampiri Aida yang duduk disofa panjang. membawa dua gelas cocktail hasil racikan tangan Bu Sofie.
“Sepertinya antara mereka emang ada sesuatu deh,,,” jawab Aida, menyambut obrolan Andini.
“Padahal aku pengen banget dansa ama Pak Arga,,,kali aja ntar dikasih lagi,,, itu nya lhooo,, ngangenin bangeet,,,” ucap Andini yang sepertinya sudah mulai mabuk. Sejak awal gadis itu memang sudah banyak minum.
“Hahahaa,, ternyata kamu udah nyicipin punya Arga juga ya,,, tapi emang sih,, wanita mana yang ngga klepek-klepek dihajar batang gede nya,,, Uuugghh,,, Dini sihh,, aku jadi pengen nih,,, hihihi,,,”
Tapi obrolan dua wanita terhenti, dikeremangan mata mereka menyaksikan bagaimana tangan Arga meremasi payudara Zuraida. Wanita yang terlihat begitu setia dan alim itu begitu pasrah atas ulah dua tangan Arga yang meremasi payudara, pantat dan selangkangannya.
“Duuuuhh,,, Aku jadi ikut merindih nih Din,,, pengen diremes-remes juga,,,” keluh Aida, menjepit tangan dengan kedua pahanya.
“Buuu,,, Pak Munaaaf Buuu,,,” seru Andini tiba-tiba. Menunjuk Munaf yang tengah menggarayangi tubuh Bu Sofie dari belakang, tapi wanita bertubuh montok itu hanya tertawa. Tangannya terus bekerja meracik minuman untuk Adit yang duduk didepan Bar.
Begitupun saat Munaf berusaha mengeluarkan sepasang payudara berukuran 36D dari gaunnya. Bu Sofie justru tertawa semakin lebar, entah apa yang mereka bicarakan hingga akhirnya Bu Sofie melemparkan kain kecil hingga menutupi wajah Munaf.
Tiba-tiba tubuh Bu Sofie beringsut turun kebawah, membuat Andini dan Aida bertanya-tanya apa yang dilakukan wanita itu dibawah meja bar, tapi saat melihat wajah Munaf yang terlihat begitu menikmati aktifitas Bu Sofie dibawah sana, baru lah mereka mengerti apa yang tengah terjadi.
Tak berapa lama, Munaf menarik tubuh Bu Sofie kembali berdiri, meminta wanita itu sedikit membungkukkan tubuhnya. Terlihat Bu Sofie mewanti-wanti saat Munaf mengangkat gaun mini yang membungkus tubuh montoknya. Tapi Munaf seperti tidak peduli, meminta Bu Sofie lebih membungkukkan badannya, dan tiba-tiba tubuh wanita terhentak kedepan, mulutnya terbuka melepaskan lenguhan tanpa suara.
“Buuu,,, mereka ngen,, ngentot ya?,,” tanya Andini dengan suara tertahan.
“Huuhh,,, dasar si papah,,, padahal tadi udah janjian ga boleh main serong lagi,,, uuggghhh,,,” Aida terlihat sebal, menenggak habis cocktailnya, merasa kurang, Aida juga menenggak chivas milik suaminya yang ada dimeja kecil.
Seketika wajahnya mengernyit ketika merasakan kerasnya rasa dari minuman itu. Tak ambil pusing dengan rasa, ibu muda itu kembali menenggak beberapa kali.
“Hihihihi,,, ibu kalo marah lucu,,,” Andini mengamati tingkah Aida yang tengah sewot. “Balas aja bu,,,” usul Andini.
“Balas?,,,”
“Iya,,, ibu balas aja, tu suami saya lagi nganggur,,,” jawab nya sambil menunjuk Adit yang duduk menonton sambil meremasi batang yang ada dicelana, seolah sedang menunggu giliran.
Tanpa minta persetujuan lebih lanjut, Aida beranjak mendekati Adit, dan langsung memberikan ciuman yang ganas. Adit yang sempat kaget langsung mengerti apa yang diinginkan wanita itu. Pasrah ketika Aida menariknya kedalam bar. Tak menunggu lama terjadilah pacuan dua tubuh betina yang sama-sama memiliki tubuh montok.
Pinggul Adit menghentak dengan kasar, menjejali vagina Aida dengan batangnya, sambil melempar senyum kepada Munaf. Terbalas sudah dendamnya tadi pagi, saat Munaf menyutubuhi Andini dalam lomba pantai, tepat didepan matanya.
“Asseeeem,,, pelan-pelan Dit, jangan kasar gitu, kasihan istriku,” seru Munaf geram.
Tapi peringatan Munaf justru dijawab oleh istrinya sendiri dengan lenguhan panjang, dibalik kacamata minusnya wanita itu tersenyum nakal, sambil sesekali meringis akibat hentakan Adit yang kelewat kasar. Tapi itu justru membuat Aida semakin liar, pantatnya bergerak kebelakang dan kedepan memberikan perlawanan.
Wajah Munaf semakin geram, tidak menyangka istrinya yang dulu kalem kini berubah menjadi begitu binal. Tubuh montok yang selama bertahun-tahun selalu setia melayani kebutuhan seksualnya kini tengah melayani lelaki lain. Menawarkan kenikmatan liar yang tidak pernah diberikan kepadanya.
Melihat hal itu Bu Sofie tertawa, seolah tak ingin kalah tubuhnya ikut bergerak liar, otot vaginanya mengencang, memberi pesan kepada Munaf bahwa vaginanya tidak kalah dari milik istri Munaf itu.
Tak ayal terjadilah persaingan pacuan liar, Adit yang membalas dendam, Munaf yang geram dibakar cemburu, Aida yang ingin membalas ulah suaminya dan Bu Sofie yang terbawa dalam arus persaingan. Begitu kontras dengan alunan musik yang mendayu lembut, mengiringi Arga dan Zuraida yang masih melangkah berirama sambil berpelukan
Sementara disisi lain kolam, Mang Oyik dan Kontet yang kini menjadi operator musik dan lampu, cuma bisa manahan konak. Nafsu kedua jongos itu semakin menderu saat menyaksikan Aryanti yang kini duduk mengangkangi Dako yang asik menyusu dikedua payudaranya.
Berkali-kali jari lentiknya memasukkan kembali payudara kebalik mini dressnya, berkali-kali pula tangan Dako menarik keluar seolah sengaja ingin memamerkan sepasang buah ranum itu kepada Mang Oyik dan Kontet.
Akhirnya Aryanti pasrah, membiarkan payudaranya menggantung diluar, menjadi santapan bibir dan lidah Dako. Menjadi santapan nafsu liar kedua jongos yang hanya bisa menatap sambil mengusapi selangkangan.
Birahi telah menguasainya, dicumbui tatapan liar yang semakin membuat tubuhnya semakin terbakar sensasi eksibionis. Wanita cantik itu balas menggoda Menggesek-gesek batang Dako diselangkangan yang masih terbalut celana dalam yang juga berwarna merah
Sepertinya kedua pasangan itu tidak ingin terburu-buru, menikmati setiap kenakalan yang dilakukan oleh pasangannya. Menikmati segala cumbu nafsu yang menyapa. sumber Ngocoks.com
“Mang,,, Mang Oyik,,, tu ada yang nganggur Mang,,,” seru Kontet mengagetkan konsentrasi Mang Oyik. Keduanya menatap Andini yang sudah mulai mabuk, mengamati persetubuhan pacuan birahi suaminya.
“Samperin yuk,,, kali aja kita dikasih nenen sama tu cewek,,, sepertinya lagi mabuk, Mang,,”
“Eittsss,,, itu jatah ku,,, kamu tungguin lampu ama sound system, lagian idolamu lagi show tuh,,, kali aja ntar kamu ditawarin ikut nyoblos memeknya,,,” ucap Mang Oyik, lalu meninggalkan Kontet yang ingin protes.
“Argaaa,,, Gaaa,,, kau membuatku basah sayang,,,” rintih Zuraida, meski tertahan oleh gaun yang ketat, Zuraida masih bisa merasakan bagaimana jari-jari Arga mengusapi vaginanya. Puting mungilnya yang mengeras tak lepas dari remasan tangan kiri Arga.
“Argaa,,, Aku ngga tahan, sayaang,,,” mata indahnya menatap Arga, meminta sebuah penyelesaian, berharap lelaki itu membawa tubuhnya ketempat yang sunyi dan memberikan kenikmatan yang tengah diidamkan oleh vagina mungilnya.
“Jangaaann,, cukup seperti ini ya sayang,,,” jawab Arga, mengangetkan Zuraida.
Berbagai pertanyaan berseliweran diotak dokter cantik itu, Apakah Arga tidak mencintainya lagi?,,, Apakah Arga sudah tidak menginginkan tubuhnya lagi?,,,
Zuraida termenung, kembali merapatkan tubuhnya kedada si lelaki, nafsu yang bergemuruh dengan cepat sirna, kerisauan hati lah yang kini meraja. Bertanya-tanya, Ada apa dengan cintanya.
“Sayaang,,, Tidak usah berfikir macam-macam, aku hanya berusaha melakukan yang terbaik buat kita,,,” ucap Arga, hatinya pun sedih tidak bisa memenuhi keinginan wanita yang begitu dikasihi. “Maaf,,,”
Zuraida tidak menjawab, memejamkan matanya, waktu mereka tak banyak. Tak ingin menghabiskan dengan perdebatan. “Argaa,,, hikss,,,” wanita itu kembali terisak dipelukan si lelaki.
“Boleh aku meminjam wanitamu?,,,” pinta Pak Prabu, mengagetkan Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat….
Bersambung…