Aku kembali ke ruang tamu untuk melanjutkan PR ku yang hampir selesai. Ternyata tak terasa waktu sudah sore dan hampir gelap. Menyelesaikan PR ini sungguh terasa lama. Bagaimana tidak kalau pikiran melayang kemana-mana mengkhayal tentang kakakku.
Entah kenapa tiba-tiba aku membayangkan kak Adelia yang sehari hari menggunakan jilbab, bersikap sopan, manis, dan cantik, diam diam suka memamerkan tubuh indahnya pada orang-orang yang tidak dikenalnya. Semakin jauh aku berfantasi tentang kakakku, semakin berontak otong di dalam celanaku.
Aku lalu mendengar langkah kaki dari ruangan dalam. Itu pasti langkah kaki kak Adeliaku yang cantik. Aku sangat penasaran bagaimana kakakku akan muncul di hadapan kami kali ini. Baru mendengar langkahnya saja jantungku sudah berdegup kencang, bagaimana dengan melihatnya.
“Adek-adeek.. rajin banget ngerjain PR nyaa? Diminum dulu yaah..” sapa Kak Adelia yang menemui kami kembali sambil membawa nampan berisi empat gelas air susu dengan hanya mengenakan..
kaos terusan! Malah dengan potongan bawahan yang lebih pendek dari sebelumnya! Memperlihatkan pahanya yang putih bening. Bahkan potongan bagian lehernya pun yang modelnya lebar. Saking lebarnya sampai menunjukkan pundak dan bahu sebelah kak Adelia! Aku setengah berharap kalau kak Adelia memakai dalaman. Apa jadinya kalau mereka tahu kak Adelia nggak pakai dalaman beha, apalagi dibawahnya.
Dengan rambut digerai bebas dan kaos seksi berwarna kuning kak Adelia muncul mendadak. Aurat-auratnya yang indah terumbar kemana-mana membuat kami berempat menelan ludah. Nekat banget kakakku ini! Sungguh berbeda dengan busananya yang sebelumnya yang benar-benar tertutup, sekarang terbuka menggoda.
Kak Adelia suka sekali membuat hati kami diaduk-aduk karena dipertontonkan cara berbusananya yang sangat kontras itu. Awal kami pulang tadi busana kak Adelia minim seperti ini juga, lalu setelah itu berpakaian tertutup lengkap dengan jilbab, sekarang malah berpakaian yang mengumbar aurat lagi. Kakakku ini sungguh wanita penggoda!
“Wuih kak Adelia! Bening beneer!” Bono mulai nyeletuk duluan, sudah gak tahan untuk berbuat cabul rupanya nih anak.
“Waduuh kak Adeliaa! Cantik benerr.. Dado jadi pusing nih, hehe..”
“Iya nihh.. gara-gara kalian sih ngotorin baju kakak tadi, jadinya kakak ganti baju lagi deh..”
Hah?? Aku agak kaget dan bingung dengan semua ini. Apakah Kak Adelia memang tahu kalau pakaiannya dikotori oleh mereka? Tapi bagaimana bisa? Apa jangan-jangan…
Adelia
“Diminum yah susu dari kakak.. Jangan disisain, hihi…” kak Adelia menaruh gelas dengan posisi menunduk.
Sumpah kak Adelia bener-bener nekat di depan mereka semua. Pastilah mereka bertiga bisa dengan leluasa melihat buah dada kakakku yang putih itu menggantung dengan bebasnya di balik rongga kerahnya. Aku yang penasaran malah tidak bisa melihatnya karena posisi dudukku menyamping dari kak Adelia.
“Kok pada bengong? Hayoo.. pada mikir jorok ya? Diminum dong susunya…” ujar kak Adelia menyadarkan mereka.
“I..iya kak… cuma kebayang aja kalo susunya asli dari kak Adelia, hehe..” Ujar si Dado mulai berani berkata kurang ajar pada kakakku sambil menyeruput susu buatan kak Adelia.
“Eh, eh… Bilang apa tadi?” tanya kak Adelia dengan nada mengintimidasi tapi tetap dengan tersenyum manis, membuat Dado dan yang lainnya salah tingkah karenanya.
“Ng..ngga kak, becanda kok..”
“Kamu tuh aneh deh.. kalo susunya asli dari kakak, ngapain juga kakak taruh ke dalam gelas.. enakan minum langsung dari sumbernya dong… hihihi”
“Hah?!” tidak hanya aku yang kaget dan panas dingin, ketiga temanku melongo dibuatnya.
Omongan kak Adelia betul-betul menjurus, memancing teman-teman ku untuk semakin giat menggoda kakakku.
“Hehe.. anu.. berarti boleh minum langsung dong kak?” tanya Feri.
“Huu… ya nggak dong, mau kalian peres-peres susu kakak sekuat tenaga juga gak bakal keluar air susunya… hihihi” jawab kak Adelia enteng.
“Serius nih kak? Kan belum dicoba…”
“Iya… kalian gak percaya?”
“Nggak percaya kak… mana tau ada isinya looh? Yuk kak kita coba… hehe” tantang balik si Feri.
Terlihat seperti bertiga lawan satu. Kakakku sedang dikeroyok! Dan aku seperti tak berdaya berada dalam situasi ini. Antara ingin menghentikan obrolan gila ini tapi juga penasaran sampai dimana ujung tantang menantang ini.
“Hihihi, gitu yah… Dasar kalian ini! Segitu penasarannya sih? Hmm… Coba kakak tanya Adelio dulu yah? Deek.. tuh temen-temen kamu pada mau meresin susu kakak, pengen tau ada isinya apa nggak. Boleh nggak sih dek?”
“Hah? Eh, i..itu… Ja..jangan dong kak! Apa-apaan sih…” tolakku. Tentu saja aku menolak.
Tapi entah kenapa aku tadi sempat ragu-ragu menjawabnya. Seperti tidak terima perlakuan mereka yang mulai melecehkan kakakku, tapi juga muncul rasa penasaran seperti apa jadinya jika teman-temanku yang jelek dan dekil ini berani melakukan hal mesum itu pada kak Adelia, kakakku yang cantik, putih dan seksi.
“Yaaahhh… kok gak boleh sih bro?” protes Dado mendengar penolakanku.
“Iya bro… kita kan cuma pengen ngetest aja kakak lo udah bisa ngeluarin susu atau nggak, hehe”
“Ngetest kampret lo!” makiku pada mereka. Sialnya mereka malah tertawa terbahak-bahak mendengar makianku, mana kak Adelia juga ikut tertawa pelan juga. Bikin perasaanku jadi tak karuan saja.
“Hihihi… kalian ini… tuh adek kakak jadi marah gitu… Hmm.. gini aja, nanti kalo kakak sudah hamil, susunya kakak bagi-bagi deh buat kalian, mau?” ujar kak Adelia kemudian.
“Hah?” kami serempak kaget. Sungguh omongan kakakku ini makin lama makin membuat kami cenat-cenut! Mereka semuapun serempak mengangguk dengan wajah mupeng. Aku sendiri juga ikut mupeng membayangkan bisa meminum susu kakakku suatu hari nanti.
“Yeee! Maunya tuuh.. udah pada jelek, mupeng lagi, hihihi.. kamu kenal mereka dimana sih dek? Pada mesum semua gitu..”
“Tau tuh kak, nemu di jalan.. minta dipungut, tapi gak ada yang mau ambil” ledekku kepada mereka semua. Bukan karena marah, melainkan sebal karena membuat pikiranku menjadi kacau. Aku jadi semakin membayangkan hal yang tidak-tidak pada kak Adelia.
“Biar jelek-jelek gini bro, kak Adelia mau lho kasiin susunya buat kita, iya nggak kak?” si Dado kelewat pede ngajak-ngajak kak Adelia. Gara-gara kak Adelia juga sih…
“Hmm… kasih nggak yah… Adeek.. kasih gak dek?”
“A..anu kak.. ehmm.. jangan lah..” jawabku pelan dan penuh ragu. Aku benar-benar bingung dengan diriku sendiri.
“Hihihi, adeek… kakak gak kedengaran lho. Kakak tanya sekali lagi yah… Boleh nggak sih dek susu kakak kamu ini diperas-peras sama mereka? Terus air susunya dikasih buat mereka?” tiba-tiba setelah bertanya lagi kak Adelia beranjak dari duduknya, dan kini malah pindah dan duduk tepat di antara ketiga teman-temanku.
Kak Adelia diapit oleh mereka bertiga yang selama ini hanya bisa beronani membayangkan kakakku! Ngapain sih kakakku ini malah duduk disana? Mana saat duduk potongan bawah kaos kak Adelia makin tertarik sampai ke pangkal paha. Makin memperlihatkan paha kak Adelia yang putih mulus. Bahkan beberapa senti lagi bisa memperlihatkan bagian dalam kak Adelia. Tapi malah aku makin tak berdaya. Aku benar-benar tak tertolong!
Sedang ketiga temanku hanya melongo melihat kak Adelia yang berpakaian seksi kini duduk di antara mereka. Kakakku yang cantik dan putih diapit cowok-cowok item, jelek, nan dekil.
Sekilas kulihat wajah kak Adelia seperti mengedipkan matanya padaku saat ia duduk diantara teman-temanku.
Anehnya kontiku seperti mengiyakan kondisi ini dengan berontak keras. Tapi aku berusaha untuk tetap berakal sehat, entah sampai kapan aku bisa bertahan.
“Jangan donk kak.. Enak aja.. keenakan di mereka dong..” jawabku merana, tapi tidak sekeras sebelumnya.
“Tuuh, dengerin kata Adelio.. nggak boleh. Jadi jangan yah.. Masa kalian mau meras-meras susu kakak teman sendiri sih? Makanya cari pacar… gak laku yah? hihihi” ledek kak Adelia pada ketiga temanku ini.
“Biarin gak laku, yang penting kita punya teman yang kakaknya super cantik…” ujar Bono seenaknya.
Kampret tuh anak, jangan bilang mereka berteman denganku cuma karena kak Adelia! makiku dalam hati.
Sejenak suasana menjadi hening. Teman-temanku diam karena menikmati keberadaan kak Adelia di sebelah mereka, mana mereka sudah mengelus-elus selangkangan mereka masing-masing pula. Aku juga diam karena mengerutu sendiri dalam hati kenapa aku punya teman seperti mereka.
“Ya udah deh kak.. tapi kakak duduk disini aja ya? Temenin kita-kita ngobrol” kata Dado kemudian membuka suara.
“Iya nih kak, disini aja ya, kita ga bakal ngapa-ngapain kok, hehe..” Feri ikut nyeletuk, tapi tangannya masih dielus-elus selangkangan nya sendiri.
Sama seperti aku yang juga sudah mengelus selangkanganku. Pemandangan yang ada di depanku, yang mana kakak kandungku yang cantik dengan aurat kemana-mana sedang diapit mereka entah kenapa juga membuat aku horni.
“Iya iya.. kakak temenin deh, tapi inget jangan macem-macem yah? Inget kan kata Adelio tadi?” kak Adelia malah mau untuk tetap duduk di sana di sebelah mereka.
Entah fantasi setan mana yang merasuk, aku seperti diam saja melihat kondisi ini. Kenapa tiba-tiba kak Adelia jadi mau nemenin mereka sih? Apa yakin gak bakal diapa-apain? Tapi kalaupun diapa-apakan, kok aku malah membayangkan seperti apa kira-kira kak Adelia diperlakukan? Duh, kakakku yang cantik ini ternyata nakal banget. Mau-mau aja disuruh duduk nemenin mereka.
“Hehe, kak Adelia tangannya putih banget, halus lagi bro..” si Dado yang tepat di sebelahnya sengaja menggesek-gesekkan lengannya ke lengan kakakku. Tampak perbedaan warna kulit mereka yang begitu kontras.
“Duh, adeek.. liat nih lengan kakak dipegang-pegang ama si Dado, nakal banget ih temanmu ya?”
“Nggak sengaja kegesek kok bro, hehe.. namanya juga duduk sebelah-sebelahan…”
“Dek, si Bono ikut-ikutan juga tuh deek.. marahin tuh, mana tangannya kasar banget, kayak kulit badak, hihi..” ujar kak Adelia lagi ketika Bono ikut-ikutan menjamah kakakku, begitupun Feri. Resmi sudah kak Adelia jadi bulan-bulanan mereka. Tapi ku lihat kakakku ini hanya tertawa geli mendapat perlakuan tak senonoh dari ketiga temanku.
Aku yang masih terpana dengan suasana yang sepertinya hampir di luar kendali ini dikagetkan dengan suara nada dering HP kak Adelia dari kamarnya.
“Kak Adelia! Ada telpon tuh!” panggilku.
“Umm.. Adeek, kakak minta tolong boleh? Ambilin HP kakak yah… Please…”
“Yaah, kak Adelia.. kok aku siih, nanggung..” aku seperti tak percaya barusan bilang seperti itu. Aku seperti tidak rela pergi dari adegan yang bikin aku panas dingin ini.
“Hihihi.. adek takut ketinggalan yah?” tebak kak Adelia menggodaku. Aku hanya diam karena malu mengakuinya.
“Makanya dek, cepetan ambilin HP kakak dong…” ujar kak Adelia lagi.
Akhirnya ku turuti juga perkataan nya, walaupun jadinya seperti orang bodoh. Segera ku berlari menuju kamar kak Adelia dengan harapan cepat mengambil HP nya dan kembali keruang tamu.
Sesampainya di kamar aku melihat HP yang baru saja berhenti berbunyi. Belum sempat kulihat siapa yang misscall kakakku, HP itu sudah berbunyi lagi. Terlihat nama “Mas Hendi” tertera di layar, Mas Hendi pacarnya! Aku jadi bingung mau memberikan HP ini atau membiarkannya saja. Mana kak Adelia lagi dimasukin sama temen-temenku di ruang depan. Saking bingungnya aku, HP yang terlalu lama kubiarkan mendadak mati lagi.
Saat aku mau kembali ke depan sambil membawa HP kak Adelia, Hp itu mulai berbunyi lagi untuk yang ketiga kalinya. Akupun memutuskan untuk langsung menerimanya.
“Halo.. mas Hendi ya? .. Ada kok mas.. umm, itu.. kak Adelia lagi ada di ruang tamu sama temen-temen Adelio.. bentar yah..” Tanpa menunda lagi aku bawa HP ini ke kak Adelia.
Kakakku yang sedang di jamah jamah berjamaah, tiba-tiba ditelepon pacarnya. Aku penasaran apa yang akan dilakukan kak Adelia.
Sambil menuju ke ruang tamu aku sedikit mendengar suara kak Adelia sebelum aku sampai kesana, dan menghentikan langkahku untuk menguping..
“Pelan-pelan donk Do, sakit tau.. Aduuh si Bono tangan kakak jangan taruh disana.. bandel amat sih dibilangin.. Gak geli apa? Hihihi”
“Diem napa kak? Entar kita keluarin nih ya?”
“Tau nih.. bawel amat! Bilang aja kakak suka kan? Hehehe..”
“Aduuh.. jadi kebablasan deh semuanya.. kakak pergi nih yaa?”
“Yaah.. jangan dong kak! Nanggung nih!”
Aku mulai panas dingin mendengarnya. Entah apa saja yang sudah terlewati. Aku pun langsung muncul dan menemui mereka untuk memberikan HP itu pada kakakku.
“Kak Adelia, nih HP nya.. Hah?” aku terpana melihat kondisi kak Adelia yang baru saja ku tinggal sebentar.
Kaos bagian bawah sudah tersingkap sampai memperlihatkan pinggangnya, tapi karena posisi duduk kak Adelia yang kakinya rapat, jadi selangkangannya tidak terlihat, melainkan hanya jembut halusnya yang mengintip dari kedua paha putihnya yang mengatup rapat.
Sedang kerahnya sudah melebar turun dari pundak sampai ke lengan. Buah dada sebelah kak Adelia yang putih dan padat mengkal itu hampir kelihatan semuanya. Dan apa itu? Seperti bercak merah buah dada kak Adelia.
Apakah susu kakakku baru saja diremas-remas? Sungguh pelecehan! Tapi kak Adelia tampak seperti tidak terganggu sama sekali dengan kondisi ini. Kini kontol ku resmi sudah tak ada ruang lagi untuk berontak.
“Hihihi.. makasih ya deek.. siapa yang telpon?” tanya kak Adelia yang masih menampakkan wajah senyum manisnya walau tengah digerepe-gerepe oleh teman-temanku seperti itu.
“Mas Hendi!” seruku dengan suara kecil ke kak Adelia.
“Oh? Mas Hendi? Haloo..” heran aku melihat kak Adelia justru dengan tenang menerima panggilan dari cowoknya.
Padahal kondisinya sangat menegangkan dan kak Adelia tetap tidak beranjak dari sana. Dia menerima telepon dari cowoknya sambil tengah di gerepe gerepe teman-temanku! Kakakku sungguh nakal!
“Iyaa, maaf ya mas.. Adelia lagi nemenin Adelio dan temen-temennya di sini..”
Posisi tangan Dado kini sedang memegang-megang tangan kak Adelia. Sedangkan Bono semakin menjadi-jadi menggesek-gesekan tangannya ke paha putih mulus kakakku. Feri sendiri lagi sibuk pegang-pegang leher kak Adelia sambil mencium bau harum tengkuk kakakku. Aku? Kenapa aku tetap diam dan malah menikmati pemandangan ini!? Wanita yang sedang dilecehkan ini adalah kak Adelia! Kakak kandungku! Aku memaki diriku sendiri.
“Iya nih mas, lagi pada makan.. temen-temennya lagi menikmati suguhan Adelia.. kayaknya pada suka semua deh, abisnya minta terus, hihihi..” jawab kak Adelia.
Kalau dibilang berbohong sih tidak, apa yang diucapkan kak Adelia memang benar, hanya saja tentu maksudnya yang berbeda. kak Adelia memang nakal, kayak cewek penggoda. Nakal abis. Aku tak tahu lagi harus memberi sebutan apa pada kakakku ini. Yang pasti kontiku sudah tidak tahan lagi.
Tiba-tiba kak Adelia menutup microphone HP nya.
“Eh! Jangan kebawah-bawah ya..! Nanti gak kakak terusin nih… Tuh dek, lihat teman-temanmu nih, nakalnya gak ketulungan!” ujar kak Adelia pura-pura mengancam tapi tetap memasang senyum manisnya. Bikin kami semua jadi tambah gregetan!
“Aduh kak Adelia.. gua ga tahan lagi..” ujar Dado membuka resleting celana dan membebaskan kontol nya yang hitam dari dalam celananya! Sungguh cabul!
Belum selesai kaget ku melihat kelakuan si Dado, mendadak Bono dan Feri seperti terprovokasi akhirnya ikutan juga mengeluarkan kontol-kontol mereka.
Wajah kak Adelia tampak sedikit kaget melihat mereka semua sudah mengeluarkan kontolnya sambil dikocok-kocok. Mungkin kakakku tidak mengira mereka bakal senekat itu.
Hanya sebentar ku lihat kak Adelia dengan wajah kagetnya, tapi tak lama kemudian dia asik lagi teleponan.
“Uugh.. Udah kak, ngobrol aja lagi.. entar ketahuan lho” si Dado seperti mengingatkan kak Adelia.
Justru aku yang panas dingin melihat situasi sekarang. Apa jadinya kalau sampai ketahuan oleh pacarnya!? Anehnya akupun kini justru ikut mengeluarkan kontolku yang sejak tadi ingin dibebaskan. Aku tak berdaya melihat pemandangan ini.
“Eh.. iya mas.. maaf, Adelia juga lagii.. lagi makan.. iya maas.. tadi Adelia bikin lontong mas.. emm, lontong sayur tuh..” kak Adelia mulai tidak jelas ngomongnya, seperti cari-cari alasan supaya tidak ketahuan. Kelakuannya itu justru membuatnya terlihat semakin nakal. Uugh, aku mulai mengocok kontiku dengan cepat.
Kulihat Dado mulai meracau dan mempercepat kocokannya sambil tangannya bergerilya ke paha, leher, pinggang, dan tangan kak Adelia. Dan kakakku terlihat menahan geli! Ooh, kakakku nakal.
“.. Sssshhh.. Ooh, kak.. kak Adelia…” si Dado mulai sembarangan bersuara.
“.. apa mas? Ooh, itu mas.. Adelia bikin lontong sayurnya pedes banget deh kayaknya.. makanya pada bersuara gak jelas gitu deeh.. ampe merem melek..”
Suara desah-mendesah teman-temanku semakin menjadi-jadi, begitu juga kocokan mereka. Kak Adelia seperti tidak ada pilihan kecuali hanya diam dan berusaha meladeni cowoknya melalui HP dan juga teman-temanku yang semakin brutal memainkan tangannya pada tubuhnya, membiarkan teman-temanku ini meraba-raba auratnya yang biasa ia tutupi.
“Iya nih mas.. masih banyak lontongnya.. si adek juga suka tuh.. suka yah dek? Ini buatan spesial dari kak Adelia buat adek.. hihihi..” lirik kak Adelia nakal sambil tersenyum manis padaku. Sungguh aku ingin muncrat dibuatnya!
Tapi tiba-tiba Dado bangkit dari duduknya dan naik keatas sofa ruang tamu tempat mereka duduk berempat. Mau apa dia? Tanpa dikomandoi kedua temanku yang lainnya juga ikut berdiri mengelilingi kak Adelia yang sedang duduk.
“.. Uugh kaak.. Eegh..” erang Dado makin keras sambil kocokan tangannya juga semakin cepat.
Tiba-tiba dengan kurang ajarnya dia pegang dan tarik rambut belakang kak Adelia hingga wajah kak Adelia jadi tengadah di bawah kontol teman-temanku. Jangan bilang kalau kakakku akan di…
“Croooooottttttt!”
“..Aarghh! Kaak!” Peju teman-temanku muncrat tidak karuan menghiasi wajah kak Adelia, kakak kandungku!
“.. Iiiiih!” kak Adelia kaget dan menjerit sambil memejamkan matanya.
Siraman pejuh temanku menghiasi rambut, wajah, bahkan HP kak Adelia sendiri yang masih teleponan dengan cowoknya itu juga tak luput dari semprotan teman-temanku.
Melihat kondisi kak Adelia yang sedang kaget belepotan sperma di muka dan rambutnya membuatku semakin terangsang. Aku pun akhirnya juga menumpahkan pejuhku yang hanya mengenai meja tamu saja. Bahkan tidak mengenai kak Adelia sama sekali. Tidak seberuntung teman-temanku yang dapat dengan nikmatnya menyemprot wajah cantik mulus kakakku ini.
Aku bersandar lemas pada kursi. Begitu juga ketiga temanku yang langsung ambruk di sofa. Hanya kak Adelia yang masih duduk tegak memegang HP, dimana cowoknya memanggil-manggil tanpa ada jawaban dari kak Adelia.
“.. I-iya mas.. maaf… itu.. tadi Adelia teriak.. ternyata kuah lontongnya pedes banget.. trus temen-temen Adelio jejeritan pada minta minum.. hihihi, padahal udah Adelia suguhin susu.. salah sendiri engga diminum.. ya udah mas yah.. Adelia mau mandi lag- eh! Mau mandi dulu.. hihihi.. daagh mas..”
“Uugh.. kak Adelia..” panggilku lemas kearahnya yang kini sudah beranjak dari duduknya dan pindah mendekatiku.
“Apa adeek? Kak Adelia nakal yah? Hihihi.. tapi adek suka kaan?” kak Adelia menggodaku dengan suara pelan.
“Siapa juga yang suka..” jawabku menyangkal hasrat terdalamku tentang kebinalan kak Adelia.
“Hihihi.. adek nih. Ya udah, kakak tinggal ke dalam dulu yah.. mau bersih-bersih dulu..”
Melihat kak Adelia pergi sambil tersenyum manis ke arahku dan penuh dengan hiasan peju di wajah dan rambutnya serasa akan membangkitkan si otong lagi. Kak Adelia terlihat begitu seksi dan nakal dengan penampilan seperti itu.
Persis seperti dalam khayalanku setiap kali aku onani, hanya saja tentunya bukan hasil dari teman-temanku. Mengingat ini ulah dari teman-temanku, aku merasa sebal dan ingin segera mengusir mereka. Cukup sudah dalam sehari mereka merasakan kepuasan dalam melecehkan kakakku.
“Woi, udah gelap nih! Pada balik deh lo semua!” teriakku pada mereka. Kesadaranku terkumpul lagi untuk mengusir teman-temanku. Kesadaran yang tadi sempat dikalahkan oleh nafsu. Tepatnya, nafsu pada kakakku.
“Oiya, udah gelap nih.. gue balik deh bro, tapi boleh kan main kesini lagi? Hehe.. ngerjain PR broo..” si Dado seperti ingin meyakinkanku bahwa tiap kemari untuk mengerjakan tugas sekolah, padahal aku yakin bukan itu tujuannya.
“Ah kampret lo! Akhirnya kakak gua juga yang lo kerjain. Sono-sono.. eneg gua liat lo pada!” Aku terus mengusir mereka supaya cepat
cepat pergi bukan karena aku marah.
Walau sebenarnya perasaanku agak terganggu dengan kejadian barusan, tapi aku ingin berduaan lagi dengan kakakku yang entah akan ku apakan kakakku di sisa waktu yang sudah mulai gelap ini.
“Iya-iya.. ini juga mau balik. Kak Adeliaaaaa…. Kami balik dulu yah….” teriak Dado dan yang lainnya.
“Iya… rajin-rajin main ke sini yah…” sahut kak Adelia dari arah belakang.
“Tuh, kakak lo aja gak masalah kita main-main ke sini lagi, hehe…” ujar Bono cengengesan. Aku sungguh kesal mendengarnya. Kak Adelia ini ngapain juga sih nawarin mereka untuk sering main ke sini!?
Akhirnya merekapun pergi dengan motor masing-masing. Setelah puas mencabuli kakakku seharian akhirnya mereka pulang dengan wajah cengengesan kesenangan. Seharusnya cuma akulah satu-satunya tadi yang mencabuli kakakkku, bukan mereka. Huh! Jadi panas hati ini mengingat aku hanya diam saja tak berdaya melihat kak Adelia diperlakukan tidak senonoh seperti tadi.
Kak Adeliaku yang cantik dan seksi. Dengan busana minim kaos yang serba terbuka terlihat pasrah menerima semprotan peju yang menodai wajah cantiknya. Wajah seorang gadis yang selama ini memakai jilbab, bersikap santun dan jauh dari bayangan negatif. Kontol mulai menegang lagi. Ini saat yang tepat untuk menyusul kak Adelia ke dalam rumah karena akhirnya cuma tinggal kami berdua di rumah.
“Kak Adeliaaa!” aku jejeritan seperti orang gila sambil menghambur masuk ke dalam rumah.
“Apa sih deek? Teriak-teriak kayak orang gila?” kak Adelia yang terakhir kulihat masuk ke dalam sudah kembali ke ruang tengah sambil nonton acara TV.
Pakaiannya kal ini juga mengenakan baju kaos, tapi sekarang dia sudah mengenakan celana legging pendek. Dan bekas-bekas semprotan teman-temanku sudah tidak terlihat lagi. Sepertinya sudah dibersihkan oleh kakakku. Semprotan orang-orang dekil!
Aku yang bergaya seperti orang ngambek berjalan malas mendekatinya dan duduk di sampingnya. Masih dengan pasang wajah jutek, moga-moga aja dia tahu kalau aku tidak terima dengan kejadian tadi.
Aku yang diam saja malah ditanggapi hal yang sama dengan kakakku. Dia malah asyik nonton terus tanpa memperdulikan aku yang pura-pura ngambek di sampingnya. Bener-bener deh nih kak Adelia!
“Kak..”
“Hmm..”
“Kak Adelia!”
“Iya…”
“Kakak!”
“Apa sih deek? Kakak lagi nonton nih…” ujarnya tetap cuek memandang lurus ke layar tv. Bikin kesal aja!
Timbul niat aku untuk mengisengi nya karena dari tadi hanya menjawab ku sekenanya saja. Lagi pula, salah siapa dia bertingkah nakal seharian, sekalian saja aku cabuli. Biar tau rasa kakakku ini!
“Kak Adeliaa!” aku langsung memeluk tubuh kak Adelia tanpa aba-aba.
“Aduh adek! Apaan sih? Main peluk-peluk aja ih!” kakakku yang kaget kupeluk langsung ambruk badannya karena tertimpa badanku yang menindihnya.
“Habis, kak Adelia bikin aku gemes..”
“Hihihi.. gara-gara lihat yang tadi yah dek?” tanya kakakku dengan tatapan menggoda.
“Kak Adelia nakal. Kok mau-maunya sih digituin sama mereka?”
“Temen-temen kamu tuh yang nakal, baru lihat kakak kayak gini aja udah pada pipis sembarangan. Gimana kalau kakak gak pake apa-apa, kira-kira kakak bakal diapain yah dek sama mereka?” Duh, kakakku ini.
“Kakak gak takut diperkosa apa sama mereka?” tanyaku sedikit menggerutu.
“.. Ehmm.. takut sih dek, apalagi temen adek tuh.. udah pada item-item, bau keringat, dekil lagi.. gak kebayang tuh dek kalo kakak diperkosa sama mereka, hihihi. Apa jangan-jangan.. adek penasaran yah seperti apa kalo kakak kandung adek ini diperkosa sama mereka? Hihihi… hayoo ngaku!”
“Eh! Ehmm.. anu.. aku nggak rela lah kak!” jawabku ragu.
Tebakan kak Adelia benar-benar mengena, memang dalam setiap onaniku aku sering menghayal kalau kak Adeliaku yang cantik yang selalu berpakaian tertutup ini diperkosa oleh orang-orang dekil dan jorok, mungkin seperti teman-temanku ini. Tapi tentunya tidak pernah terbayangkan kalau hal itu benar terjadi. Aku tentu saja tidak rela.
“Nggak rela apa nggak rela?” tanya kakakku dengan nada manja menggoda. Sepertinya kakakku ini tahu betul kalau aku lagi ragu akan jawabanku sendiri.
“Tapi nggak temen-temenku juga kali kak..” jawabku polos. Masa bodohlah kalau kak Adelia marah atau tidak dengan khayalanku tentang dirinya.
“Hah? Berarti kalo dengan orang lain boleh? Gitu yah dek?” kak Adelia memberi respon terkejut.
“Yaa.. ngga juga sih kak, hehe..”
“Yakin? Ntar kalau beneran terjadi pasti kamunya liatin terus sambil coli… iya kan?”
“Ng..nggak lah…” jawabku lagi-lagi ragu. Kak Adelia tertawa mendengar jawabanku yang ragu-ragu itu.
“Aduuh! Adek kakak ini suka fantasiin kakak apa aja siih? Pantesan kamu bawaannya pusing melulu.. ayo lepasin kakak!” suruh kak Adelia sambil terus menepis tanganku yang masih memeluknya.
“Ngga mau kak!”
“Adek! Hihihi.. geli tau dek! Hmm.. gini deh, kalau kamu mau lepasin kakak, nanti kakak kasih sesuatu yang spesial deh, masih mau kan?”
“Hah? Kasih apaan kak? Mau donk… Hehe..” terhipnotis seperti biasanya oleh kakakku yang cantik ini, aku mulai mengendorkan pelukanku di tubuh ramping kakakku ini.
“Hihihi, dengar mau kakak kasih sesuatu langsung tanggap, dasar! Gak jadi ah…”
“Ah kak Adelia! Aku peluk lagi nih yaa?” Ancamku sambil pasang gaya mau menomplok kembali kakakku ini.
“Adek! Udahan! Iya iya… kakak kasih tapi ada syaratnya.. adek gak boleh pegang-pegang kakak yah”
“Hah? terus adek pegang apa donk kak?” tanyaku bingung, apa sih permainan kak Adelia kali ini?
“Hihihi.. pegang burung kamu sendiri… kasian tuh, kejepit dari tadi.” tawa renyahnya meledekku.
“Yaah.. kakak…” aku seperti penonton kecewa yang gagal mendapatkan permen gratis. Permen itu tak lain adalah kak Adelia sendiri.
“Janji dulu adeek..”
“Iya iya.. janji..” jawabku terpaksa.
“Yakin nih adek gak mau keluarin burungnya sekarang? Hihi.. Adek liat yah! Kakak kasih sesuatu yang spesial buat adek..” tiba-tiba kak Adelia menarik gesper ku dan meloloskannya dari pinggang celana sekolahku.
Awalnya aku berpikir kak Adelia mau menurunkan celanaku, dan memang dia tidak melakukannya. Aku masih tak mengerti apa yang sedang kak Adelia lakukan, sampai akhirnya kak Adelia selesai melakukan semuanya, dan menyerahkan sesuatu kepadaku.
“Adeek.. pegangin donk talinya, biar kakaknya gak kemana-kemana, hihihi..” kak Adelia menyerahkan ujung gesper kepadaku.
Aku terpaku dan terpana melihat pemandangan ini. Bagaimana tidak, kak Adelia membuat ikatan gesper dan mengalungkannya pada lehernya sendiri yang jenjang dan putih itu. Lalu menyuruhku memegang ujung sisi lainnya seolah aku seperti sedang memegang seekor ternak! Kakakku yang cantik dan seksi sedang berpura-pura menjadi seekor sapi betina untukku!
Mungkin inilah yang dimaksud dengan sesuatu yang spesial yang ingin kak Adelia tunjukkan padaku tadi siang. Entahlah yang mana sebenarnya yang ingin kak Adelia tunjukkan padaku, terlalu banyak hal yang buatku sangat spesial dari kak Adelia. Tapi menjadi sapi yang seksi dengan tali gesper di lehernya buatku sangat seksi.
Kak Adelia benar-benar seksi, otong ku langsung mengeras, dan benar seperti kata kak Adelia, seharusnya aku tadi mengeluarkan kontol ku karena sangat tersiksa di dalam celana. Segera ku keluarkan penisku yang sudah menegak dengan kerasnya di hadapan kak Adelia.
“Uugh kak Adelia.. nakal banget, suka godain aku..” keluhku tak karuan karena membayangkan kakakku menjadi sapi peliharaanku betul-betul membuat kontiku terasa keras dan sakit.
“Hihihi.. ayo adeek, semangat kocoknya..”
“Kak Adelia nakal.. uugh.. kak Adelia sapi betina yang nakal..” sambil melihat tingkah manja kak Adelia yang terus memandangku dengan sayu membuat kocokanku makin kuat dan cepat.
“Adeek.. liat deh..” tiba-tiba kak Adelia mengangkat kaosnya sampai ke leher hingga memperlihatkan buah dada putih dan mengkal kak Adelia. Pentilnya yang coklat kemerahan terlihat mancung mengeras. Kak Adelia benar-benar menyiksaku!
“Kak.. boleh pegang yah kak?”
“Jangan donk adeek, janjinya tadi apaa?”
“Hehe.. dikit aja kaak, pleasee..” aku memohon supaya diijinkan memegangnya. Dan mungkin sedikit memerasnya.
“Dasar… tapi jangan keras-keras yah pegangnya…” mendengar jawaban kak Adelia membuatku seperti mendapatkan hadiah yang tiada duanya.
Walau aku pernah memegangnya sebelumnya, kali ini kak Adelia memberikannya dengan suka rela. Kak Adelia bahkan meminta dengan lembut agar aku tidak memerasnya terlalu keras. Dan yang lebih membuatku antusias karena kondisi kak Adelia yang sekarang seperti sapi betina!
Sambil terus mengocok kontiku, Aku mulai membelai-belai buah dada kak Adelia sambil terkadang memerasnya sekali-sekali. Sungguh gemas melihat kak Adelia yang cantik, sedang mengenakan tali gesper di lehernya. Kak Adelia kelihatan binal banget. Kakak kandungku sendiri, memperlakukan dirinya seperti hewan ternak yang susunya seperti mau dipersembahkan kepada siapa saja yang mau menyusuinya. Uugh, Kak Adelia nakal sekali!
“Adeek… Kebayang gak sih kalo ada dua anak sapi item yang jelek nyusu di tetek kakak?”
“Dikenyot kuat-kuat donk kak?” jawabku terus mengocok sambil membayangkan dua anak sapi itu. Entah kenapa aku malah membayangkan dua temanku yang datang tadi siang.
“Terus sambil nyusu, datang si papah sapi.. langsung naik ke punggung mamah sapi ini dek..” suara kak Adelia makin mendesah. Aku makin tak kuat mendengar suara menggoda kak Adeliaku yang makin nakal ini.
“… Uugh.. kakak nakal, nih… kak Adelia sapi binal..” aku mulai mengatai kakak kandungku yang tidak-tidak. Kontiku sudah mau meledak, dan remasanku mulai mengeras di dada kak Adelia.
“Tau nggak papah sapi bilang apa dek? Katanya, ‘sini, mamah sapi papah entotin dulu, biar hamil terus toket mamah yang penuh susu bisa dikenyot sama sapi mana aja yang mau ngenyot’ Hihihi..” ujarnya manja. Aku tidak kuat lagi!
“Aarghh! Kak Adelia pereek!” Aku berteriak sembarangan. Kontiku yang berdenyut-denyut kuarahkan ke kak Adelia dan semprotannya membasahi kursi sofa dan paha putih kakakku yang cantik ini.
Aku dan otongku terkulai lemas. Dua kali kami berjibaku menghadapi kak Adeliaku yang suka menggoda itu. Tapi rasanya aku selalu tidak pernah bosan untuk terus beronani dan membuang pejuku di depan kakakku yang seksi ini.
“Uuhh.. tiga kali deh kak Adelia disemprot. Masa kakak mandi tiga kali sih dalam sehari? Pusing punya adek mesum.. hihihi..”
“Hah?! tiga kali?”
“Iyaaa… tiga” kata kak Adelia mengedipkan matanya. Ta..tapi kapan yang satu lagi?
“Hihihi.. ya udah… kakak mandi dulu yah?” ujarnya kemudian meninggalkan aku sendiri.
“Kak Adelia!”
“Eh! Adeek! Apa-apaan sih? Bahaya tau! Lagi dijalan nih..”
“Biarin! Lagian kak Adelia juga siih..”
“Eh, malah nyalahin kakak, tangan kamu tuh… Dasar, pantesan pengennya duduk di belakang melulu, kakak udah kayak sopir kamu aja tahu nggak!”
“Hehe.. sopir yang cantik dan seksi. Aku bayarnya pake ngecrotin kakak..”
“Ngecrot.. ngecrot.. sembarangan aja. Emangnya kakak toilet apa dipipisin terus pake peju adek? Iya?” tanya kak Adelia dengan nada manja dan imutnya.
“Iya kak, mauu.. kakak jadi toilet pribadi adek aja yah? Hehe..” Sambil terus ngajak ngobrol cabul, aku yang suka memilih duduk persis di belakang juga terus bergerilya mencoba menggerepe gerepe tubuhnya dari belakang. Tanganku yang satunya juga asik masuk ke dalam celanaku mengelus-ngelus si otong.
“Hihihi.. bukannya dari dulu udah memang begitu yah? Makanya, cari pacar donk deek..” ujar kak Adelia sambil melepaskan tanganku yang singgah di perutnya. Ya, berkali-kali aku mencoba menggerepe dia, berkali-kali juga dia menepisnya.
Adelia
“Gak mau.. maunya pacaran sama kakak aja, hehe..” kataku sambil tanganku kali ini memegang buah dadanya yang hanya ditutupi kemeja tanpa dalaman.
“Yee.. masa kakak sendiri dipacarin sih? Lagian kakak kan udah punya pacar dek” dan lagi-lagi dia juga kembali menepis tanganku. Ugh!
“Tapi kak Adelianya juga tega sama pacar kakak.. bisa-bisanya waktu teleponan sama mas Hendi kakak mau aja sambil digerepe-gerepe temen-temenku, malah sampai dicrotin pula”
“Iya juga yah dek, hihih… teman-temanmu sih nakal. Tapi kok kamu gak tolongin kakak sih? Kamu suka ya dek ngelihatnya?” tebaknya.
“Umm.. akuu..”
“Tuh kaan.. adek sukaa kaan?” godanya melirikku dari spion.
“Ah kak Adelia!” jeritku malu mengakui.
Walau ada perasaan sebal, tapi entah kenapa aku memang malah menikmati pemandangan saat kak Adelia diperlakukan seperti itu. Karena seharusnya aku sendirilah yang bisa menikmatii kakak kandungku ini, bukan orang lain, apalagi teman-temanku itu.
Sambil coli dengan sebelah tanganku, tanganku yang lainnya kini mendarat persis di selangkangan kak Adelia.
“Aduh, adeek! Tangannya kemana-mana tuuh? Kakak gak suka kalau di jalan adek kayak gini ya!” katanya tegas sambil lagi-lagi menepis tanganku.
“Yaah, kak Adelia..”
“Adeek.. ini kan lagi di jalan.. bisa bahaya lho”
“Iya, aku juga tau kaak..”
“Tuh kamu tau juga… Lagian bentar lagi kita sampai rumah kok… Awas jangan coli di mobil! repot bersihinnya…” Duh, kok dia bisa tahu sih aku juga lagi coli di belakangnya!?
“Iya deh iya…” Ugh! Kak Adelia ini. Terpaksa kutunda dulu aksiku.
Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah aku benar-benar merasakan kentang luar biasa, Kak Adelia memang tidak suka apabila sedang membawa kendaraan selalu ku ganggu seperti ini. Tapi siapa yang tahan kalau kak Adelia selalu menggoda terus.
Dari nada suaranya ketika bicara denganku, sangat berbeda ketika bicara dengan orang lain yang mengenal kakakku dengan sopan dan baik. Kak Adelia ketika bicara padaku selalu dengan nada manja dan genit. Walau masih dengan menggunakan pakaian lengkap dan jilbabnya, justru malah menambah keseksiannya ketika menggoda ku.
Aku jadi ingin terus beronani karena dia. Untung persedian pejuku sangat banyak, kalau tidak aku pasti sudah mati lemas tinggal bersama kakak kandungku yang seksi ini. Tapi aku harap sih aku bisa dikasih lebih dari sekedar hanya beronani. Semoga, hehe.
Kamipun sampai di rumah. Setelah membukakan pagar dan pintu garasi dalam, aku cepat-cepat menutup pagar luar untuk segera memeluk kak Adelia. Aku merasa kentang dari tadi. Kakakku ini selalu membuatku kangen setiap saat.
“Kak Adeliaa!” aku menghambur memeluknya ketika kak Adelia baru masuk dari pintu dapur yang menyambung langsung dengan garasi dalam dan yang pasti aku juga menempelkan dan menyelipkan penisku yang sudah menegang sedari tadi ke sela-sela pahanya.
“Iih! Adek.. gak bisa apa biarin kak Adelia istirahat bentar?” jawab kak Adelia melepas jilbabnya berusaha melepas pelukanku dari tubuhnya yang harum. Aku baru sadar kalau kak Adelia hari ini harum banget. Biasanya dia juga selalu harum sih.
“Gak mau! Aku gemes sama kak Adelia..”
“Hihihi.. gemes liatin kak Adelia ngeladenin obrolan penjual ayam bakar tadi yah dek?” godanya padaku mengingatkanku akan adegan tadi.
Ketika menjemputku pulang sekolah barusan ini kami memang memesan ayam bakar. Kak Adelia lagi-lagi bertingkah nakal dengan membiarkan putingnya yang mengeras tanpa lapisan BH menyetak dari balik kemeja tipisnya sehingga terpampang kemana-mana. Aku dapat melihat mata si penjualnya jelajatan sambil menelan ludah berkali-kali.
“Kakak sih… untung di muka umum, coba ka-”
“.. coba kalau cuman berdua yah dek? Bukan cuma ngeladenin aja, malah kakak jadinya ngelayanin nafsunya yang kayaknya udah sampai ke ubun-ubun gitu, hihihi..” potong kakakku ini dengan nada centil. Ya ampun kak Adelia ini.
“Iya, kak Adelia sih.. jadi kakak tuh nakal banget.. kak Adelia perempuan nakal..” ledekku.
“Hush! Enak aja bilang kakak perempuan nakal!”
“Kakak sih… Pake nyuruh kirim ayam bakarnya kerumah lagi.. maksudnya apa coba?”
“Dari pada kelamaan nunggu, mending abangnya di suruh kesini kan dek? Hihihi..”
“Uugh.. kak Adelia..” aku hanya bisa menjawab sambil terus menggesek-gesek otongku di sela-sela paha kakakku yang makin menjepitku.
“Adeek.. pelan-pelan donk deek, gak sakit apa burung kamu? Kakak kan masih pake celana jeans?” ujarnya sambil mendorong pelan tubuhku.
Ku pikir dia bakalan menyudahi aktifitas cabulku, tapi ternyata tiba-tiba kak Adelia melepaskan celana jeans dan membuangnya sembarangan ke lantai.
Melihatnya hanya mengenakan kemeja putih tanpa BH dengan rambut tergerai sedada, celana dalam pink dan masih mengenakan kaos kaki aja membuat penisku makin tak bisa kompromi. Kakakku ini memang baik, tapi… nakal.
Akupun kembali menomplok punggung kakakku hingga kak Adelia telungkup tertindih badanku di atas sofa. Akupun melanjutkan kembali kesibukanku yang tertunda barusan. Menggesek-gesekan si otong di selangkangan kakakku. Pokoknya harus sampai ngecrot!
“Kak Adelia..”
“Hmm…”
“Kak Adelia inget gak kemarin waktu temen-temenku kesini?”
“Iya dek, kenapa emang?” bener-bener deh kakakku ini, santai banget jawabnya, kayak ga ada kejadian yang berarti banget. Padahal mukanya waktu itu udah disemprotin peju. Malah oleh teman-temanku sendiri.
“Kak Adelia gak takut apa kalau mereka sampai kebablasan?”
“Ehmm, iya juga sih dek.. lagian adek juga sih pake bawa-bawa mereka kesini..”
“Kak Adelia juga sih, nekat nantangin mereka terus..”
“Iya tuh, akhirnya kak Adelia mandi peju mereka ya dek? Hihi… kalau sampai kebablasan, kira-kira kak Adelia diapain aja yah dek?”
“Kalau sama mereka, aku gak mau ngebayanginnya kak, eneg!”
“Hihihi.. iya dek, jangan dibayangin deh.. apalagi sampai ngebayangin kakakmu ini dientotin sama mereka, terus semua lubang Kak Adelia abis dijejalin sama penis hitam temen-temen adek itu..”
“Aku gak mau kak! Ugh..”
“Tapi dek kalau memang kejadian.. Kakak cuma bisa pasrah aja lho, hihihi..”
“Uugh! Stop kak Adelia!” semakin berusaha tidak membayangkannya, justru semakin cepat gesekanku pada vagina kak Adelia yang masih terbungkus celana dalam. Malah tiba-tiba muncul bayangan kakak kandungku yang sehari-hari cantik dan rapi, dientotin secara brutal oleh ketiga temanku yang jelek nan tidak rupawan alias dekil.
“.. Essshh.. Ugh, adek pelan-pelan donk.. kok malah makin ngebut sih?” kak Adelia kelihatan bingung denganku yang malah semakin bersemangat menggeseknya. Bagaimana tidak, kak Adelia membiarkanku berfantasi dirinya sedang digagahi teman-temanku. Aku memang tidak rela, tapi rasa penasaran ini justru membuatku semakin cenat-cenut atas bawah.
“MISII!” Teng-Teng-Teng.
Astaga! Tukang ayam bakarnya sudah datang! Duh, kentang lagi deh..
“Misii! Ayam bakaar!” teriak si tukang itu lagi dari luar pagar.
“Adeek, abangnya datang tuuh.. Essshh.. Udahan dulu donk..” kata kak Adelia sambil berusaha melepaskan diri dariku, tapi ku tahan karena aku masih belum nyampe.
“Yaah, nanggung nih kak, masa aku kentang dua kali sih kak?”
“Terus.. kita ngga makan apa-apa donk siang ini?”
“Biarin! Aku makan kak Adelia aja, hehehe..”
“Terus kakak makan apa donk? Makan punya abangnya? Gitu?”
“Hah?!”
“Udah ah! Kasihan tuh abangnya nungguin diluar” Ah, kak Adelia, bukannya kasihan padaku yang sudah kentang dua kali, malah kasihan sama si abang itu. Akupun akhirnya nurut saja untuk melepaskan dia dari pelukanku.
Setelah kak Adelia melepaskan diri dari pelukanku, diapun langsung beranjak menuju pintu depan. Aku terperanjat melihatnya ketika kak Adelia sudah memegang gagang pintu depan. A-apa dia mau menemui tukang ayam bakarnya dengan pakaian seperti itu?
Cuma pakai kemeja dan celana dalam saja!?
“Eh, kak! Tunggu!” panggilku sebelum dia membuka pintu. Dia melirik padaku sambil senyum-senyum. Dia mau menyiksa otongku lagi! Ampun deh kak Adelia!
“Adeek.. kira-kira kalo abangnya lihat kak Adelia cuman pakai ginian aja gimana yah? Hihihi…”
Belum sempat aku berkomentar tiba-tiba kak Adelia sudah membuka pintunya lebar-lebar. Maka tampaklah kondisi kakakku yang berpakaian minim itu oleh orang asing itu. Seorang gadis cantik putih dengan paha terumbar kemana-mana. Aku hanya bisa membayangkan isi kepala si abang yang pasti bakal mesum.
“Bang! Masuk aja, pagarnya ngga dikunci kok..” kak Adelia memanggil abang itu dengan gaya imut dan manja. Apa sih maksudnya kak Adelia? Gak takut apa? Masa mengajak orang asing itu masuk ke dalam rumah? Dengan busana seperti itu pula.
“Eh! I-iya neng..” Kelihatan banget si abang itu kaget melihat penampilan kak Adelia yang tadinya serba tertutup saat membeli ayam, mendadak kini disuguhi pemandangan kak Adelia yang seksi dan mengumbar aurat.
“Kak Adelia! Ngapain sih nyuruh dia masuk kesini?”
“Umm.. biar adek ga keterusan ngecrotin kakak melulu..”
“Ah, Kak Adelia!”
“Hihi.. becanda adeek, lagian kasihan tau dek, abangnya kepanasan di luar, sama kayak adek, tuh..” Kak Adelia menunjuk ke arah penisku yang masih menegang dari tadi.
Entah karena melihat kak Adelia, atau sensasi membayangkan kakakku ini akan dilihat oleh si abang yang akan segera masuk keruang tamu, yang jelas aku sudah mengenakan kembali celanaku. Menghindari si abang melihat otongku yang menegang karena melihat kakakku sendiri.
“A..anu, permisi neng.. ini.. ini ayam bakarnya.. hehe” ujar abang itu saat sudah sampai di depan pintu.
Akhirnya dia dapat melihat keadaan kak Adelia dari dekat. Si abang udah mulai kelihatan gelagapan melihat kak Adelia. Melihat dari tampangnya orang ini sepertinya sudah berumur empat puluhan keatas. Udah tua masih aja jelalatan ngeliatin kakakku.
“Makasih yah, duduk dulu bang, pasti capek yah jauh-jauh kesini? Gak susah kan cari alamatnya?” tanya kak Adelia ramah dengan nada imutnya. Lagian kak Adelia aneh juga, masa iya pesan ayam bakar yang jauh banget dari rumah, entah apalah maksudnya.
“Yah.. lumayan sih neng jauhnya..”
“Panggil aja Adelia..”
“Oh.. I-iya, saya Pak Seno..” sambil menjulurkan tangannya dan bersalaman, mata Pak tua ini terlihat seakan menelanjangi kakakku. Mulai dari rambut, wajah, pentil yang tercetak di balik kemeja kak Adelia, lalu pahanya putihnya yang terek pos bebas itu. Sedang aku, hanya pasang wajah tak suka pada orang ini.
“Neng Adelia yang pesan tadi kan? Yang pakai mobil putih?”
“Iyah pak.. emang bapak lupa yah? Atauu.. bapak pangling yaah.. hihihi..”
“Hehehe.. beda aja sama yang tadi neng Adelia, tadi kan bajunya non tertutup, sekarang terbuka semua gini… hehehe..”
“Iya nih bang, abisnya si adek nih, masa ngebet sama kakak kandungnya sih bang? Sampai Adelia harus pelorotin celana dulu, hihihi..”
Hah!? Duh, kak Adelia kok malah buka-bukaan sih? Aku kan malu kak…
“Adik? Sama neng Adelia?”
“Tiap haari bang, abis nih Adelia di semprotin terus sama pejunya si adik..”
“Hah?? Ehm.. Anu.. gak baik itu dik, jangan sama kakak sendiri..”
“Tuh, dengerin kata sih abang.. masa kakak sendiri dicabul lin terus sih, makanya cari pacar sana..”
“Apaan sih kak Adelia? Lagian kakak juga kalau pakai baju suka sembarangan..”
“Iya dik, adik cari pacar aja.. biar kakaknya sama yang lain deh, bukan begitu neng Adelia? Hehehe…” si abang yang merasa dikasih angin udah mulai kurang ajar nih kayaknya. Ngomongnya udah merembet ke hal-hal yang males kudengar.
“Maksudnya sama si abang, gitu? Hihihi.. enak aja yah!”
“Eh! Anu.. maksudnya.. gak gitu juga sih neng..”
“Hihihi.. becanda kali bang.. segitunya sampai gelagapan” kata kak Adelia sambil tertawa cekikikan menutup mulutnya dengan gaya imut. Kakakku ini apa-apaan sih, masa bercandanya begitu! Ugh, kak Adelia!
“A-anu neng.. gapapa kok, hehehe.. abang sempat tegang ajah, hehe..”
“Bukannya tegang dari tadi yah bang? Hihihi..”
“Hah!?” aku dan si abang bersuara kaget bersamaan melihat tingkah nakal kak Adelia.
Kalau caranya kak Adelia memperlakukan tamu seperti ini, siapa juga yang ga betah dan gak mau pulang-pulang. Melihat cara duduk si abang yang udah mulai gak nyaman, seperti ada yang sudah mulai berontak. Sama seperti otong ku, yang sudah kentang dua kali. Rasanya ingin segera mengusir si abang ini dan berguling-guling dengan kak Adelia sampai abis aku crot tin semua badannya.
Dengan penampilan kak Adelia yang hanya mengenakan kemeja, celana dalam pink, dan paha putihnya terpampang kemana-mana, belum lagi gaya manja dan imut kak Adelia, tidak butuh waktu lama untuk segera meledak dan mengotori badan kakakku seperti biasa.
Namun ditengah-tengah obrolan kak Adelia dengan si bandot tua ini, aku seperti mendengar deru mesin mobil yang berhenti tepat di depan rumahku. Saat ku intip dari balik jendela, sepertinya mobil taksi.
“Kak Adelia! Kayaknya Papa deh yang datang?” panggilku ke kak Adelia karena panik. Soalnya kak Adelia hanya mengenakan pakaian seadanya.
Mana pernah kak Adelia sembarangan berpakaian begitu di depan orang tua kami. Papa Mama mengenal kak Adelia selama ini juga sebagai anak perempuan yang baik dan sopan. Belum lagi ada pria setengah tua yang tengah mengobrol di ruang tamu dengan kami. Aku yakin ini bukan pemandangan yang umum buat mereka.
“Oh? Ya udah gih, adek bukain dulu pagarnya..”
“Iya, tapi kak Adelia ganti baju dulu kek!”
“Iya adeek, masa iya sih kakak membiarkan Papa ngeliat kak Adelia nerima tamu cuman pake ginian, iya gak bang? Hihihi…”
“Eh.. I-iya neng.. apa perlu abang yang milih bajunya nih neng? Hehehe…”
“Eh? Tuh dek liatin deh, si abang mulai kurang ajar sama kakak, gak sopan tahu! Ada juga Adelia yang nawarin ke abang, bukan abang yang nawarin diri, hihihi…”
Aduh! Apa sih maksud kak Adelia? Gak takut apa kalau diapa-apain sama orang ini? Udah tampangnya mesum, ngomongnya juga udah mulai berani coba-coba kurang ajar.
“Kak Adelia, buruan gih ganti baju!” suruhku lagi.
“Hihihi.. adek apaan sih kayak orang panik begitu. Ya udah, Adelia tinggal dulu yah kedalam..”
Sambil menuju keluar aku melihat kak Adelia pergi ke dalam kamarnya, dan si abang masih duduk di ruang tamu. Entah bagaimana nanti aku menjelaskan pada Papa, kenapa ada orang tua berkaos dan bercelana lusuh sedang duduk di ruang tamu ini.
Saat aku membukakan pintu pagar, aku lihat Papaku tidak hanya sendirian, tapi juga bersama dengan Mama.
“Motor bebek siapa itu dek?” Papa bertanya padaku setelah keluar dari mobil taksi.
“Ohh.. gak tau juga.. tetangga kali Pa” jawabku sekenanya sambil mencium punggung tangan Papaku.
Kak Adelia nih, nekat bawa-bawa orang kerumah. Sengaja kali kak Adelia, pengen bikin aku tersiksa kayak gini.
“Ooh.. ya udah, bantuin bawain koper Papa sama Mama ya?”
“Kakakmu mana dek? Nih, Mama bawain oleh-oleh buat temen-temennya di kampus..”
“La..lagi dikamar Ma.. abis pulang dari kampus sih tadi..” sambil cium tangan Mamaku, jantungku berdebar tak karuan. Karena kami sedang menuju ruang tamu. Apa kata mereka melihat ada orang tua tengah duduk disana seorang diri?
Setelah menutup pagar dan masuk ke ruang tamu, aku malah lebih kaget lagi. Orang tua itu sudah gak ada di ruang tamu! Pergi kemana dia? Jangan-jangan!
“Mungkin lagi istirahat kali dek.. nanti kasi tau aja ya, Papa sama Mama datang.. Mama mau istirahat dulu yah..”
“Eeh.. iya kali yah Ma..” Entah kenapa aku menjawab Mama dengan nada ragu-ragu.
Sambil melihat mereka pergi ke kamar mereka, Aku mulai membantu membawakan koper-koper Papa dan Mama. Jantungku terus berdebar dengan kencang, bukan karena beratnya bawaan yang dibawa orang tuaku, tapi membayangkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di rumah ini.
Bila memang si Pak tua tadi berbuat hal-hal yang mesum pada kakakku, apalagi dengan kondisi ada Papa dan Mama di dalam satu rumah, ini benar-benar kelewatan. Dan anehnya membuatku panas dingin membayangkannya.
Cukup lama juga aku membantu membawakan barang-barang sampai ke kamar orang tuaku. Kini Aku harus memastikan betul kalau-kalau yang ku takut kan itu benar-benar tidak terjadi. Walaupun sepertinya hal yang ku takut kan kelihatannya terjadi. Badanku menjadi lemas.
Kak Adelia yang terakhir kulihat pergi ke kamarnya, dan mendadak Pak Seno yang sudah tidak berada di ruang tamu lagi, aku hanya bisa membayangkan kalau Pak seno ngga mungkin pergi ke kamar mandi. Apalagi dalam waktu yang cukup lama dari ketika aku menyambut Papa dan Mama, sampai selesai membawa koper dan membuka kardus berisi oleh-oleh untuk teman-teman kak Adelia.
Baru saja sampai di depan pintu kamar kak Adelia, tiba-tiba pintu kamar terbuka perlahan, dan si abang tadi melongok kan wajahnya keluar. Ternyata benar orang ini menyusul kak Adelia kedalam kamar! Ngapain dia di kamar kak Adelia?!Apa yang sudah dia perbuat pada kakakku!
Begitu si abang melihatku, dia malah pasang tampang cengengesan..
“Hehehe.. jangan diambil hati yah dik, si neng juga yang mancing-mancing, hehehe… misi yah” katanya sambil keluar kamar dan berlalu melewati ku tanpa perasaan aneh sedikitpun.
Entah kakakku habis diapain aja di dalam dan kini dia mau pergi begitu saja? Tapi aku lebih memikirkan keadaan kakakku sekarang, segera saja aku masuk kedalam untuk melihat kak Adelia.
Bersambung…