Kak Adelia benar-benar seksi. Aku bahkan seperti tak mendengar celotehan si penjual sialan itu lagi. Sebagai sesama lelaki aku tahu betul ia pasti sedang menikmati pemandangan ini dengan leher tercekat.
“Uugh.. kaak, udah yah?”
“Kalo kakak bilang udahan, adek bener mau udahan? Hihihi…” kak Adelia seperti tahu betul kalau aku sedang perang bathin.
Apalagi kini aku seperti sedang menelanjangi kakak kandungku sendiri di hadapan orang lain. Sensasi ini justru malah membangkit kan hasratku untuk terus memelototi mantel kakakku.
“Kaak..”
“Apa deek?”
“Punggung kakak putih banget kaak..” tanpa sadar aku malah berceloteh sendiri dan sudah menurunkan kerah kak Adelia sampai ke punggungnya, kak Adelia benar-benar merawat tubuhnya hingga terlihat seksi seperti ini.
“Hihihi.. adek suka yah?”
“Suka kaak..”
“Dek, liatin deh abangnya..” perintah kak Adelia sambil menatap genit padaku untuk melihat reaksi si abang, karena jelas sudah kak Adelia memang niat membuat si abang ketar-ketir dengan pemandangan ini.
Saat aku melihat si abang yang sedang melongo sambil memegang pegangan gerobaknya melihat punggung putih kak Adelia, tiba-tiba aku agak dikejutkan dengan hembusan angin di kakiku seolah ada yang jatuh di bawah sana. Saat kulihat kebawah, aku melihat mantel kak Adelia sudah berada di kakinya yaitu di atas aspal. Kak Adelia menjatuhkan mantelnya!
“Kak!”
“Aduuh.. melorot deh deek, ambilkan dong, hihi.. dingin niih..” katanya sambil ketawa cekikikan sambil tersenyum geli.
Kakakku benar-benar gila dan nekat! Bahkan di depan bapak penjual nasi goreng kakak memperlihatkan tubuh belakangnya, yang mana kini si bapak itu tahu bahwa kak Adelia memang bugil!
Sepintas kulihat si bapak penjual itu masih melongo dan melotot melihat kakakku yang bugil membelakanginya. Malahan seperti orang yang tersedak biji salak. Dari tengkuk, punggung, pantat, sampai paha dan kakinya yang jenjang dan putih bersih terlihat jelas oleh si bapak itu.
Dengan cepat aku mengambil lagi mantel itu dari bawah dan memakaikan kembali ke tubuh kakakku yang agak menggigil kedinginan dan berniat untuk segera pergi dari sini dengan menariknya, tapi kak Adelia malah mendekati si bapak itu.
“Bang.. gak bolong kan punggungnya?”
“Eh, A-anu.. ngga neng, hehe.. bening..”
“Yang bolong bukan punggungnya, tapi yang dibawah, hihihi..”
“Hah?!”
“Daag abaang..” celoteh kak Adelia langsung menghampiriku dan memegang tanganku meninggalkan si abang yang tengah terbengong-bengong seperti tak mempercayai bila ia akan benar-benar melihat seorang cewek cantik yang mau bugil di depannya.
Sampai di persimpangan kami berbelok dan sudah meninggalkan tukang nasi goreng tadi. Sambil terus berjalan aku semakin tak nyaman dengan situasi yang makin memanas ini. bahkan saking panasnya sepertinya aku hampir pingsan setiap kali mendapat serangan siksaan dari kakakku yang nakal ini.
“Kak… pulang aja deh kalau gini…” pintaku cemas takut-takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Apalagi setelah tahu kalau kakakku tidak memakai apa-apa lagi dibaliknya.
“Hihihi… kamu ini penakut banget sih” jawab kak Adelia santai, tapi aku tahu dia tidak sesantai itu juga, dia pastinya sangat berdebar debar juga saat ini.
Terutama kejadian barusan dimana kak Adelia langsung pergi meninggalkan si penjual nasgor itu sendirian. “Udah dekat tuh ke minimarket masak pulang sekarang sih?” ujarnya lagi.
“Iya.. tapi pakaian kakak kayak gitu…” jawabku yang masih ragu untuk meneruskan petualangan malam ini.
“Huuuu… seperti tadi tuuh, padahal kamu suka kan?” goda kak Adelia.
Tebakannya memang tidak salah, walaupun aku begitu cemas, namun aku memang sudah konak dari tadi melihat tingkah nakal kakak kandungku ini. Kak Adelia senyum-senyum manis melihat aku yang hanya terdiam, sepertinya dia tahu isi pikiranku.
Dia lalu mulai berjalan lagi. Aku pun ternyata mengikutinya juga akhirnya. Aku harap kakakku tidak akan berbuat yang akan membuat jantungku copot.
“Bentar dek” ujar kak Adelia menyuruh berhenti saat kami sampai di perempatan jalan yang lampu jalannya menyala terang.
“Ada apa kak?” tanyaku heran. Dia tidak menjawab dan hanya senyum-senyum padaku. Dia berniat menggodaku! Apa yang akan diperbuatnya? Dadaku sungguh berdebar kencang.
Kak Adelia lalu celingak-celinguk memperhatikan setiap sudut jalan. Setelah memastikan kondisi sepi dia kini malah berdiri tepat di bawah sorotan lampu jalan.
“Dek…”
“Ya kak?”
“Tangkap nih!”
Kak Adelia melemparkan mantelnya padaku! Dia kembali bertelanjang bulat! Bugil polos tanpa sehelai benangpun di tubuhnya! Badanku langsung panas dingin. Kakakku benar-benar nekat! Jelas aku jadi panik bukan main dibuatnya, namun sekaligus konak berat di saat yang sama. Melihat ekspresiku yang tidak karuan ini kakakku malah tertawa cekikikan.
“Dek… fotoin kakak dong…” pintanya kemudian sambil mengulurkan hapenya padaku.
Hah? Apa-apaan sih kakakku ini? Dia minta difotoin pake hapenya dengan pose bugil di tengah perempatan jalan di bawah penerangan lampu jalan! Badanku semakin lemas dibuatnya. Dia seakan-akan tidak memberiku kesempatan untuk bernafas lega dengan aksi-aksi nekatnya.
“Kak Adelia!”
“Apa? Fotoin dong dek…” pintanya lagi sambil masih mengulurkan hapenya padaku.
“Please kak… pakai dong mantelnya…” ujarku memohon. Aku ingin dia menyudahi aksi nekatnya ini.
“Gak mau sebelum kamu fotoin kakak dulu”
“Masa gitu sih kak!?”
“Ya udah, kalau gitu kakak telanjang terus di sini” katanya dengan gaya mengancam.
Ugh… sungguh aku dibuat gemas dengan ulahnya.
Aku pun tidak punya pilihan lain. Daripada semakin lama kami di sini ku turuti saja deh permintaannya. Aku ambil hape dari tangannya lalu menjepitnya beberapa kali. Perasaanku sungguh campur aduk antara cemas dan horni.
Sungguh pemandangan yang tidak lazim, seorang gadis cantik dengan kondisi bertelanjang bulat di tengah jalan, sedang difotoin oleh adek laki-lakinya sendiri.
Kak Adelia bergaya-gaya bak foto model professional. Sambil memotret nya, aku berkali-kali celingak-celinguk untuk memastikan kondisi tetap sepi. Sungguh nekat dan bahaya sekali! Tapi aku sungguh konak bukan main.
“Duh kak, konak berat nih…” keluhku.
“Hihihi, ya udah dek dikocok aja”
“Gila di tempat umum gini. Yuk pulang aja yuk kak, kita ngentot di rumah” ujarku yang sudah sangat horni.
“Hihihi, maunya kamu tuh… Enak aja ngentot-ngentot. Udah dekat nih minimarketnya, yuk lanjut” katanya sambil beranjak dari bawah lampu jalan.
“Ta..tapi dipake dulu lagi dong mantelnya kak..”
“Ogah ah, gerah nih dek…”
“Hah? Apanya yang gerah sih… Ayo donk kak, tadi udah janji lho gak bakal macem-macem”
Aku sendiri tidak tahu apa aku tulus atau tidak meminta kak Adelia mengenakan mantelnya kembali, secara aksi kakakku ini sukses membuat adik kecil di balik celanaku berontak hebat.
Tapi di sisi lain aku sungguh mencemaskan apa yang akan terjadi. Aneh memang, karena semakin aku mencemaskan kakakku, aku juga semakin horni.
“Cepetan ah kak, pakai mantelnya” pintaku lagi memaksa.
“Malas ah…” jawabnya enteng, bahkan sambil berlari. Gila kak Adelia!
“Kak!”
Aku berusaha mengejarnya, tapi semakin aku mencoba mengejar, dia malah semakin cepat berlari.
“Kak… mantelnya!” teriakku tertahan, tapi dianya malah menolehkan kepalanya ke belakang sambil memelet kan lidah dan terus berlari. Ya ampun kakakku ini!
Hingga akhirnya kak Adelia kecapean sendiri dan berhenti. Dia mengulur kan tangan mengambil mantelnya yang ku berikan pada nya.
“Jadi adek mau kakak pake ini lagi?” katanya sambil senyum-senyum nakal.
“Iya kak cepetan…”
“Hmm…” Bukannya segera mengenakan mantelnya.
Kak Adelia malah tengak tengok lalu mengerling padaku. Apa yang dia lakukan selanjutnya sungguh membuat aku jantungan, kak Adelia melemparkan mantelnya ke halaman rumah orang!
“Kak!”
Pagar rumah orang itu cukup tinggi. Kak Adelia melemparkan mantelnya melewati pagar itu. Apalagi begitu mantelnya mendarat di dalam halaman rumah orang itu langsung terdengar anjing penjaga menggonggong keras.
Aku dan kak Adelia langsung lari dan sembunyi meskipun tahu anjing itu berada di balik pagar dan tak mungkin mengejar keluar. Aku sungguh panik, tapi kakakku ini justru ketawa kegirangan. Dia seperti puas sekali dengan aksi nekatnya yang membuat adiknya ini jantungan.
“Aduh dek, gimana nih… Kakak gak punya pakaian” ucap kak Adelia manja pura-pura panik.
Aku sungguh gemas sekali dibuatnya, padahal dia sendiri yang membuang mantelnya sembarangan. Aku saat ini cuma memakai kaos dan celana pendek, tidak ada dari pakaianku yang bisa ku berikan ke kakakku.
“Duh, kakak ini gimana sih!? Masak mantelnya dibuang sembarangan gitu!” protes ku padanya.
“Maaf yah dek, gak sengaja, hihihi…” ujarnya masih dengan gaya tak bersalah.
“Pulang aja deh kak kalau gini. Gak mungkin kan kakak ke minimarket telanjang begitu”
“Masak pulang sekarang sih dek? Mini marketnya udah dekat banget gitu. Sekalian aja deh gak papa” jawabnya enteng. Apanya yang gak apa-apa!
Seharusnya aku benar-benar menyeret kaka ku pulang saat ini, tapi ternyata aku penasaran juga bagaimana kakakku tetap ke mini dengan kondisi telanjang bulat, yang mana bila terjadi apa-apa tidak akan ada sesuatu yang bisa menutupi tubuhnya nanti. Tapi aku justru semakin penasaran dan horni membayangkannya. Ya, aku pun setuju akhirnya untuk tetap lanjut ke mini market.
Setelah berjalan tidak lama, kamipun akhirnya sampai di sana. Tapi tentunya kami tidak langsung masuk, karena tidak mungkin kakakku ikut masuk ke sana. Dari tempat kami berdiri dan bersembunyi di seberang jalan, aku perhatikan keadaan di sekitar minimarket tersebut.
Minimarket itu milik salah satu warga di dekat sini, bukan minimarket waralaba yang terkenal itu, tidak ada CCTV, karyawan pun hanya satu yaitu kasir, seorang mas-mas, umurnya paling baru 20-an. Suasana sepi sekali, tidak ada satupun pengunjung.
“Kak, tunggu di sini aja yah, biar aku yang masuk ke dalam”
“Oke adek…” jawab kak Adelia setuju sambil tersenyum manis, lalu mengedipkan matanya. Aku harap dia benar-benar memegang omongannya.
Akupun menyeberang jalan menuju ke minimarket, namun tiba-tiba… kak Adelia! Dari belakang kakakku ini berlari dengan cepat mendahuluiku menuju minimarket!
“Kakaaaak!” jeritku tertahan.
Muke gile kakakku ini! Kak Adelia masuk ke minimarket, saat pintu terbuka ada suara bel selamat datang yang membangunkan si kasir.
Beruntung kakakku sudah sempat berlari masuk dan menuju rak-rak dagangan. Kepalanya terlihat tapi seluruh badannya tersembunyi dari pandangan mas-mas kasir.
“Ee.. selamat belanja mbak” sapa mas-mas itu.
Kakakku hanya melemparkan senyumnya kepada mas-mas kasir itu. Seandainya mas-mas itu tahu kalau ada gadis cantik telanjang bulat sedang belanja di mini marketnya! Jantungku berdebar-debar dahsyat. Ku yakin kakakku juga demikian.
Aku pun menyusul kak Adelia, tapi aku berpura-pura tidak mengenal nya. Aku langsung menuju ke balik rak-rak tempat kakakku berada. Aku yang sudah tidak tahan segera mengeluarkan penisku.
“Kak…”
“Apa dek?”
“Gak tahan…”
“Terus? Pengen pejuin kakak?” tanyanya senyum-senyum.
“I..iya kak”
“Sekarang?”
“Iya…”
“Ya udah… kocok aja dulu dek, sambil liatin kakak, hihihi…” ujar kak Adelia sambil lanjut kembali memilih-milih belanjaan.
“Uugh… kak Adelia” erangku pelan mulai mengocok penisku.
Aku beronani sambil melihat kakakku yang belanja sambil bugil. Kak Adelia sendiri bertingkah seperti orang belanja dalam kondisi normal. Dia berjalan-jalan melihat-lihat di rak bagian makanan kecil, ia kelihatan yakin sekali mas-mas kasir tidak akan beranjak dari kursi kasirnya.
Bahkan ketika ku perhatikan mas-mas itu sudah mulai menguap lagi, tampak sekali berusaha kuat melawan kantuk, gila memang apa yang sedang aku lakukan, masak beronani di dalam mini market sih.
Tapi aku memang sudah tidak tahan melihat tubuh kakakku yang berkulit putih bersih itu, bertelanjang di depan rak di dalam mini market. Sesekali kak Adelia melirik dan tersenyum manis padaku yang sedang beronani. Bikin aku semakin gak tahan ingin muncrat. Dari tadi kakakku ini selalu bikin penisku tersiksa.
Tapi mendadak terjadi hal yang sama sekali di luar dugaanku.
“Adeek.. pengen colinya lebih enak gak?”
“Uugh.. mau donk kaak..”
“Siap yaah..”
“Hehehe..”
“Mas! Mas! Mau tanya donk!” kak Adelia dalam keadaan bugil malah memanggil mas penjaga kasir! Ini bunuh diri namanya!
“Kak Adelia! Apa-apaan sih?!” sambil setengah berbisik aku melihat si penjaga kasir yang mengantuk tadi mulai berjalan mendekati kami berdua.
Mana posisiku lagi nanggung di tengah kocokan ku di samping kak Adelia. Mas penjaga kasir itu berjalan semakin mendekati kami, habis sudah kalau dia melihat kak Adelia dalam keadaan bugil.
Ingin bersuara tapi malah tenggorokan ini tercekat rasanya, saking tegangnya sampai aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku terlalu takjub melihat kenakalan dan kenekatan kakak kandungku sendiri. Ketika si penjaga hampir sampai di rak kami sedang melihat-lihat..
“Oh coklat XX mba? Bentar yah, saya liat dulu” si penjaga tanpa perasaan ganjil mencari-cari coklat yang dimaksud kak Adelia.
Sepertinya kak Adelia sengaja membuatku tersiksa hingga menyuguh kan pemandangan di mana kak Adelia seolah sedang berhadap hadapan dengan pemuda itu tanpa mengenakan pakaian sehelai pun. Aku hampir tak bisa mengontrol diriku lagi untuk agak merapatkan badanku ke tubuh kakakku. Kocokan ku jadi semakin liar.
“Ada gak mas?”
“Kayaknya gak ada tuh mba”
“Ummm.. kalau coklat YY deh..” kakakku melempar senyum semanis mungkin ke pemuda itu hingga membuatnya salah tingkah.
Kakakku benar-benar suka menggoda orang asing, tapi melihat permintaan kak Adelia untuk mecari coklat pada pemuda itu, seperti nya kak Adelia juga tak ingin langsung dilihat oleh pemuda itu. Tapi tetap saja jantung ini mau copot rasanya.
“Gak ada juga tuh mba.. mungkin mau coklat yang lainnya mba?” tanya pemuda itu polos, tapi di telingaku bisa menjadi mesum dan cabul.
“Umm.. gak usah deh. Makasih ya mas.. lagian aku masih punya coklat batangan dari rumah kok, hihi..” sambil melirik genit kearahku kak Adelia tersenyum sayu dan genit. Apalagi ketika mengucapkan kata-kata.
“coklat batangan dari rumah”, sungguh membuat badanku panas dingin, karena aku yakin yang dia maksud adalah milikku.
Sekembalinya si penjaga kasir tadi ke mejanya, aku langsung menghadap kak Adelia sambil menempelkan kepala penisku ke pinggang nya, aku sudah tak tahan lagi menahan siksaan yang di lancarkan oleh kakakku yang nakal ini.
“Kaak.. uugh, gak kuat kaak..”
“Hihihi.. adek suka ngga liatnya?”
“Aahh.. kak Adelia nakal banget, semua orang mau kakak godain..”
“Hihi, tapi kakak senang adek mau nemenin kakak..” sembari berucap dengan nada lirih, kak Adelia tiba-tiba duduk berlutut di depanku sambil membuka mulutnya.
“K-kak Adelia?” sambil melihat wajahnya yang cantik dengan mata sayu dan pipi merah merona aku mengarahkan otongku persis di depan mulutnya.
“Coklat batangan kakak mana deek? Hihihi..”
“Hah?!”
“Ayo adeek.. katanya udah gak tahan? Kotorin gih muka kakakmu ini ama peju adek..”
“Oough.. kaak..” racauku sambil terus mengocok makin cepat.
“Lama yah dek? Nanti ketahuan loh kalo ada orang yang datang, hihihi…” tawanya cekikikan setengah meledekku.
Seolah kak Adelia pun tahu aku agak susah keluar karena sebagian diriku dilanda rasa panik takut ketahuan. Bayangkan saja seorang kakak sedang bugil berlutut di depan adik kandungnya sendiri yang sedang coli di depan mukanya, dan kami tengah berada di mini market.
“Kakak gangguin aku terus ihh..”
“Adek kelamaan ah, liat nih dek yaa..” ditengah aku sedang mengocok di depan mukanya tiba-tiba kak Adelia membuka mulutnya lebar-lebar persis di depan kontolku.
Kak Adelia memasukkan kontolku kedalam mulutnya! Baru kali ini aku menikmati hangatnya kontolku berada di dalam rongga mulut kakakku sendiri. hampir melayang rasanya, bahkan aku hampir tak bisa berdiri tegak sampai harus berpegangan pada rak yang ada di sampingku.
Sambil masih dilanda badai kenikmatan kulihat kak Adelia memajukan kepalanya hingga batang kontol coklatku melesak makin dalam kedalam rongga mulutnya. Sungguh aku bisa merasakan tiap lekuk dan tepian di dalam rongga mulut kakakku, dan yang pasti aku semakin tak tahan lagi untuk menahan muncratan pejuku yang siap meledak.
“Kaak.. adek.. mauu..”
“Fuuaah..” kak Adelia langsung menarik kepalanya hingga terlepas kontolku dari dalam mulutnya.
Seketika itu juga aku yang sudah tak bisa menahan lagi langsung menyemprotkan pejuku kemuka kakakku.
CROOOT! CROOOT!
Sambil masih mengejang beberapa kali dengan getaran-getaran kecil dan pandangan yang agak berkunang-kunang aku melihat kakakku memejamkan matanya sambil membuka mulutnya.
Sungguh kak Adelia menikmati tiap siraman peju kental hangat ku yang mendarat di wajahnya yang cantik. Pengalaman pertama bagiku di mana penisku dikulum oleh kakak kandungku sendiri. Walaupun hanya satu kali kocokan, tapi benar-benar melayang bahkan hampir pingsan aku menerima perlakuan kakakku.
“Udah deek?”
“Uugh.. udah kak.. enaak”
“Gara-gara kamu kelamaan kakak jadi ngemut coklat batangan beneran kan.. huuu, dasar..” sambil manyun ini bibir imutnya kak Adelia mencubit perutku dengan gemas.
“Auw! Sakit tau kak”
Tiba-tiba terdengar deru motor dari kejauhan dan mendekat. Oh tidak! Banyak orang berkonvoi motor mendatangi minimarket. Mereka sepertinya adalah geng anak-anak muda bermotor yang memang biasa konvoi dan mangkal di dekat sini.
Aku panik bukan main. Kak Adelia yang sedang membersihkan wajahnya dengan bajuku pun juga tampak kebingungan. Aku harus menyembunyikan kakakku! Tapi dimana!? Para geng bermotor itu mulai memarkirkan kendaraan mereka di depan minimarket. Jelas ketegangan ini masih belum selesai…
Aku benar-benar panik. Kak Adelia pun ikut panik ketika harus membersihkan pejuku yang belepotan di wajahnya. Namun setelah itu dia terlihat lebih tenang meski aku tetap bisa melihat ketegangan di wajahnya, seolah-olah aku bisa mendengar degup jantung kakakku yang memburu.
“Kak, di rambutnya masih ada peju tuh!”
“Duh, mana mana? Kamu sih dek pejunya banyak banget…”
Kesal banget aku dengan gaya kak Adelia yang sok santai ini. Padahal orang-orang bermotor itu sudah parkir dan mematikan kendaraan mereka. Itu berarti mereka bisa kapan saja masuk ke dalam mini market!
“Duh, Kak! Gimana niihh…?”
“Ya gimana dong… Kakak juga gak tau nih, tapi kayaknya mereka bukan kriminal kok… paling cuma mau beli minum kayak kita, ga bakal ngerampok… mas kasirnya aja nyantai tuh dek”
“Bukan itu masalahnya kak!” Sanggah ku pada kak Adelia sambil melihat kondisinya yang saat ini.
“Duh, iya yah dek… kakak gak pake baju, gimana dong?” Ujarnya berlagak seperti baru tersadar kalau dia sedang bugil total.
“Kakak sih pake dibuang segala mantelnya” ujarku yang dibalasnya dengan memelet kan lidah. Sungguh bikin aku gemas!
Sambil terus berusaha memposisikan diri dan kak Adelia agar tidak mencurigakan dari luar, aku terus memperhatikan orang-orang yang baru saja datang itu. Empat motor diparkirkan di depan, sedang yang berboncengan ada dua orang, total jumlah mereka ada enam orang.
Enam orang yang mungkin akan segera masuk dan memenuhi mini market ini. Aku hanya berharap mereka takkan mengetahui ke beradaan aku dan kakakku di sini. Entah apa jadinya kalau mereka melihat gadis secantik kakakku bertelanjang di mini market.
Sebenarnya perawakan mereka biasa saja, tapi dandanan mereka yang lusuh dengan jaket kotor dan celana jeans sobek-sobek membuatku jadi tidak nyaman untuk berada di sini, apalagi bersama kakakku yang sedang tak berpakaian sedikitpun.
Usia mereka sepertinya sedikit di atas kak Adelia, namun ada satu diantara mereka yang badannya agak sangar berbadan gempal walaupun lebih pendek dari yang lainnya, sepertinya dia yang dianggap seperti bosnya, aku menebak itu karena suaranya yang cukup keras tiap kali ia berbicara.
Mereka mulai masuk ke dalam. Aku semakin panik. Namun aku berusaha tampak wajar dan diam di sini bersama kakakku. Kulihat mereka langsung menuju ke showcase minuman yang letaknya di tepi satu sisi ruangan dan mulai memilih-milih.
Aku agak lega ketika mereka mulai berhenti di sana, tapi kekhawatiranku segera menyergap kembali ketika salah satu dari mereka mulai menyusuri beberapa showcase minuman yang searah menuju tempat kami berdiri. Karena apabila mereka mencari makanan ringan, di tempat kami berdirilah daerah makan ringan berada.
Hanya saja di rak sisi kami bersembunyi adalah makanan ringan seperti kue-kue kering dan roti, sedang makanan ringan seperti kacang-kacangan, coklat, dan sejenisnya berada di rak depan kami tempat sebelumnya penjaga kasir yang mengobrol dengan kak Adelia. Aku berharap mereka bukan mencari kue-kue kering untuk teman merokok dan minum-minum, melainkan kacang.
Aku lega dugaanku benar, karena salah seorang yang mendekat kearah kami berhenti persis di rak bagian depan kami. Sehingga aku dan kak Adelia kembali berhadap-hadapan dengan orang lain yang kuharap tak mengetahui kalau kakakku ini sedang bugil, jika tidak habislah kak Adelia.
Namun memang tidak perlu waktu lama untuk si orang itu sadar kalau ada cewek cantik di depan matanya. Untungnya hanya sebatas leher dan kepala kak Adelia saja yang terlihat olehnya.
“Wuih, ada cewek cakep, bening euy… cari apa neng malem-malem?” orang itu menyapa kak Adelia sambil menggoda.
Sedang kak Adelia kulihat membalas dengan senyum manis. Senyuman yang pastinya membuat pria itu makin pengen berani godain kakakku.
“Cari apa neng?” tanya orang itu lagi.
“Cari minuman bang”
“Lho cari minum kok di situ, sini nih di rak sini minuman mah… di kulkas…” kata si abang itu sambil menunjuk kulkas yang dimaksud.
“Ooh, di sini juga ada kok bang, hi hi…”
“Ah, minuman apa di situ? Susu kaleng ya?”
“Hi hi, susu? Emang ada yah dek di sini susu?” tanya kak Adelia sambil tersenyum genit melirik ke arahku. Aku malah jadi melirik ke buah dadanya. Duh!
“Susu kak?” tanyaku bingung.
“Ape? Susu kakak? Merek apaan tuh?” tanya pria itu juga bingung tapi tampak bersemangat.
“Hihi.. kok susu kakak sih dek?” ujar kak Adelia.
Padahal aku sama sekali tidak bermaksud bicara tentang susu kakakku, saking paniknya aku malah tak bisa bicara apa-apa sambil melihat mereka berdua.
“Bukan kemasan kaleng dong? Wuih, kemasan apaan yah neng?”
“Umm… kemasan apa yah? Kemasan alami kali yah bang, hihi…”
Jantungku serasa mau pecah! Udah dalam posisi telanjang menegangkan begini masih nekat meladeni omongan orang itu. Terang saja orang itu semakin ingin mendekat ke arah kami. Diapun perlahan-lahan mendekat sambil cengengesan menyusuri raknya menuju tempat kami berdiri, tapi langkahnya tertahan karena dipanggil oleh temannya.
“Uuugh.. kakaaak..” bisikku gemas melihat tingkah kak Adelia.
Makin kesini aku mulai meragukan keseharian kakakku yang dikenal sopan, baik dan terhormat. Entah kenapa malam ini kak Adelia mulai terlihat seperti tidak biasanya, lebih berani, bahkan terlalu berani dari biasanya.
Inikah yang sesungguhnya dari kakakku, atau ada sesuatu yang membuatnya seperti ini??
Beberapa orang teman lainnya yang melihat si pemuda itu ngobrol dengan kakakku malah jadi ikut mendekat. Langkahnya terdengar pelan karena mereka sembari ngobrol dan lihat-lihat makanan sepanjang yang mereka lalui.
Kak Adelia menarik napas panjang dan menghelanya sambil terus pura-pura melihat makanan-makanan kecil yang dipajang. Ketegangan nampak dari wajahnya, tak jelas apakah ia ketakutan atau justru menikmatinya.
Aku sendiri semakin panik. Sebesar apapun rasa penasaranku ketika melihat kakak kandungku yang cantik ini menjadi tontonan cowok-cowok jelek tak jelas seperti mereka, aku tetap saja tak rela bila benar-benar terjadi.
Tapi tiba-tiba aku melihat sesuatu. Ah, kenapa tidak dari tadi aku sadar? Padahal dari awal masuk tadi udah ngeliat. Aku teralihkan ketika awal masuk tadi karena kak Adelia yang menyerobot masuk mendahuluiku.
Mini market ini menjual kaos basket!
Aku melihat kaos basket dipajang rak display terdekat dengan meja kasir. Segera dengan gerak secepat kilat aku mengambilnya, tentu dengan berusaha tidak terlihat sekumpulan geng anak motor itu, dan kembali untuk menyerahkannya kepada kak Adelia. Kakakku tanpa pikir panjang menerima kaos itu dari tanganku serta secepat kilat memakainya sambil merunduk. Ternyata kakak ketakutan juga. Dasar!
Kaos basket itu hanya mampu menutupi sekitar 5 cm di bawah pantat kak Adelia. Sangat mepet, dan jelas mengekspos kaki jenjang dan paha putih mulus kak Adelia kemana-mana. Belum lagi belahan leher kaos yang rendah, membuat belahan dada kakakku yang putih bening jadi terekspos.
Bahkan puting susu kak Adelia yang mengacung keras tampak tercetak, walau tidak terlalu jelas karna kaosnya hitam, tapi jika sedikit memperhatikan saja maka memang tidak bisa disembunyikan tonjolan puting itu.
Ketika para pemuda itu datang, kak Adelia sudah mengenakan kaos itu. Waktunya sangat tepat sekali. Jantungku hampir copot rasanya.
“Suit-Suiiiiit! Bening broo!”
“Wuih! Pemandangan apa ini?”
“Waduuh, gak dingin emangnya neng malam-malam pake beginian doang?”
“Gue kira cuman di lampu merah sono noh nemuin cewek-cewek begituan, ternyata di sini ada juga.. gileee..”
Mereka terus melempar godaan pada kakakku yang menurutku lebih cenderung melecehkan itu. Kak Adelia sendiri berusaha tetap tersenyum untuk menyembunyikan kegugupannya. Sedangkan aku setengah mati cemas menghadapi situasi ini.
Harus cepat-cepat minggat sebelum terjadi hal-hal yang tidak kami inginkan. Dan sepertinya kakakku juga sudah merasakan hal yang sama dengan langsung menggandeng tanganku dan mengajakku pergi dari tempat itu.
“Misi yah bang.. mau pulang dulu..” ucap kakakku sambil tetap menggandengku mengambil minuman kaleng asal-asalan dan bergegas menuju kasir. Kakak mulai panik nih…
“Lho kok buru2 neng?”
“Eh, susunya tadi mana neng?” seloroh mereka sambil masih mengikuti kami yang sedang menuju ke meja kasir.
Apa mereka nggak ngerti kalo kami nggak mau diikuti? Kak Adelia juga sih, dari kondisinya saja sudah jelas sangat mengundang orang orang seperti mereka, mana tengah malam lagi.
Mas mas kasir juga yang tadinya terkantuk-kantuk jadi terbelalak melek melihat penampilan kakakku. Masalah muncul ketika hendak membayar, minuman yang dibeli kak Adelia harganya sih tidak lebih dari sepuluh ribu, tapi kaos basketnya yang sudah dikenakan itu harganya lebih dari lima puluh ribu, dan aku tidak membawa uang sebanyak itu. Keringat dinginku mulai bercucuran. Alamat gawat!
Tapi pada saat mas penjaga itu menghitung barang belanjaan kami, dia hanya menghitung kaleng minuman yang kak Adelia ambil saja. Padahal barang yang kami ambil ada dua, yang satu lagi adalah kaos yang kuambil tadi.
Sambil si mas penjaga menyiapkan kantong plastik untuk membungkus kaleng minuman, sesekali pandangannya mengintip kakakku. Kini aku berharap bahwa si mas mas penjaga itu memang sedang iseng melihat keseksian kakakku yang sedang mengenakan kaos seadanya itu, bukan karena curiga apakah kaos itu adalah item yang dijual di mini market ini.
Tanpa sadar aku menelan ludah berkali-kali berharap semua ini akan cepat selesai, apalagi di belakang kami dan di parkiran luar mini market ini masih ada beberapa pemuda geng bermotor yang kelihatannya belum tentu kami bisa lolos semudah itu, mengingat kini sudah malam dan kak Adelia hanya mengenakan kaos yang hanya seadanya menutupi bagian vital dari tubuh kakakku.
“Udah minumnya aja? Pulsanya nggak mbak? Ini wafernya sedang promo, beli 2 gratis 1…” Tanya si mas kasir sesuai prosedur memang harus menawarkan barang lain pada tiap pembeli.
“Oh ngga usah mas, minumannya aja kok..” jawab kakakku sambil melempar senyum kepada mas itu, aku yakin kakakku juga sedang menutupi tindakan nyolong kaos ini, dan tiba-tiba kak Adelia menoleh ke arahku.
“adik, besok diganti yah… kakak ngga mau dikira klepto, hihi..”
“I-iya kak..” Duh kakakku ini, bisa-bisanya bicara bicara seperti itu di depan mas penjaga kasir, untung dia tidak memperhatikan kami.
Padahal setengah mati aku ambilkan kaos untuk menutupi tubuhnya. Pulang nanti aku takkan memberi ampun pada kakakku ini. Kalau perlu akan aku ikat seharian supaya tidak keluar rumah.
“Enam ribu lima ratus mbak..”
“Oh, i-iya.. ini..” sambil menyerahkan lembaran lima puluh ribuan aku mulai berdiri tak nyaman ingin segera menggandeng kakakku keluar dari sini.
“Ini kembaliannya mas.. terimakasih, silakan berbelanja kembali mas..” ketika ingin menjawab ucapan dari mas itu tiba-tiba kak Adelia sudah menggandengku pergi menuju pintu kaca keluar dari toko ini.
Aku yang seharusnya panik mendadak malah terasa sangat nyaman sekali ketika digandeng olehnya. Entah kenapa aku malah menikmati kebersamaan ini bersama kakakku walau di tengah situasi yang pelik seperti ini. Aku mulai berpikir, apapun ku lalui asalkan selalu bersama dengannya.
Sampai di parkiran depan toko itu kami berdua berpapasan dengan orang-orang yang tengah nongkrong sambil ngobrol-ngobrol dengan suara yang keras. Beberapa sambil merokok dan yang lainnya sambil minum. Melihat cara mereka memandang pada kakakku aku sungguh merasa tak nyaman dibuatnya.
“Wuih, malam-malam liat ginian?”
“Anjrit brooo.. apaan tuuh, bening poll.. hahaha!”
“Busyeeet, gak dingin tuh neng bawahannya? Sini deh abang pangku biar anget, hahaha!”
Cibiran-cibiran mereka mulai terdengar panas di telingaku, apalagi ucapan-ucapan mereka mulai melecehkan kakakku. Aku tak boleh berbuat konyol karena aku mengkhawatirkan keselamatan kakakku juga. Apalagi kakakku juga terus menggandengku erat walau masih mencoba untuk tersenyum di hadapan mereka.
Siapa juga yang gak bakal menggoda kakakku di malam seperti ini, kakinya yang putih terpampang bebas dari paha hingga ke ujung kakinya. Belum lagi pundak hingga ke ujung lengan, aku saja yang digandengnya dan langsung bergesekan kulit saja sudah cukup bikin otongku agak mulai tak menentu nasibnya.
“Misi yah abang-abang semua.. hihi..”
“Waaah.. manis nian senyumnya kakak ini.. hahaha.. kenalan dulu donk, buru-buru amat?” seloroh salah satu pemuda yang bicara sambil duduk di atas motornya dengan dandanan yang tak kalah kumalnya dari temannya yang masih di dalam toko itu.
Sambil tak mempedulikan mereka, aku dan kak Adelia meninggalkan mereka walau mereka tetap memanggil-manggil tak jelas apa mau nya itu. Semakin jauh kami meninggalkan mereka entah kenapa aku bukannya semakin aman tapi malah panik.
Bagaimana kalau mereka menyusul kami? Apalagi potongan mereka adalah orang yang bakal nekat melakukan apa saja? Duh, benar benar akan terjadi kriminalisasi nih, bukan seperti yang kak Adelia perkirakan sebelumnya.
“Iih dek, serem-serem yah orangnya?”
“Iya nih kak, mana jantung mau copot lagi.. gara-gara kakak sih..”
“Hihihi, beneran jantungnya yang mau copot? Atau yang lainnya yang mau copot?” ujar kak Adelia dengan nada manjanya sambil mengerling ke arahku.
Aku dibuatnya gemas melihat tingkahnya itu, tapi bukan kak Adelia namanya kalau bukan terus langsung menggodaku dengan mengatakan..
“Tapi kalau mereka godain kakak terus ikut nyusul sampai kerumah gimana yah dek?”
“Iya, terus kakak diperkosa di dalam rumah sama mereka… kakak mau?”
“Kok adek bayanginnya kayak gitu sih? Jangan-jangan adek pengen lihat yah? Hihihi..” jawabnya balik tanya sambil menatap lekat wajahku, kak Adelia tahu betul fantasiku tentang dirinya yang biasa kujadikan bahan colian setiap harinya.
“Ah kakak apaan sih?”
“Terus mereka pada nginep di rumah dek, bolak-balik gantian masuk ke kamar kakak, hihihi”
“Kak Adelia!”
“Yeee, muka adek merah tuuh… adek ngebayangin kakak digituin sama preman-preman kayak mereka juga yah?”
“Udah donk kak, pulang yuk!” perasaanku seperti tidak enak sambil agak menarik kak Adelia pulang sebelum hal yang ku takutkan nanti terjadi, yaitu para geng yang mungkin saja akan menyusul kami.
“Apa perlu kakak minta antar pulang mereka nih? Hihi..”
“Kak!”
“Apaan sih dek? Kakak becanda tau..”
“Bukan itu kak.. mereka pada mau nyusul kita tuh!” aku masih menoleh kebelakang yang akhirnya pandanganku diikuti oleh kak Adelia.
Aku melihat mereka mulai menghidupkan motornya masing-masing sambil menunjuk-nunjuk kearah kami. Ternyata benar mereka hendak menyusul kami berdua. Aku rasa mereka masih penasaran dengan kakakku. Kulihat di depan sudah dekat dengan tikungan tempat kami berbelok tadi saat hendak menuju mini market.
Aku dan kak Adelia mempercepat langkah kami untuk segera berbelok dan berharap bisa segera menghindar dari geng motor itu. Sesampai nya di jalan belokan ini aku bingung lagi hendak kemana karena jalan yang akan kami susuri sampai ke belokan masuk ke gang perumahan kami nanti masih cukup panjang, tak mungkin kalau harus berlari apalagi mereka menyusul menggunakan motor.
Bahkan di sepanjang jalan ini hanya satu orang saja yang kulihat sedang berdiri dekat gerobaknya dengan lampu petromak nya yang terang menyala dari tempat kami berdiri. Ya, dia adalah si tukang penjual nasi goreng yang tadi.
“Adek! Sini ikut kakak!” kata kak Adelia sambil menarik lenganku. Aku tak tahu apa rencananya, tapi aku coba saja mengikuti karena aku sendiri sudah kehabisan ide.
Kak Adelia setengah menyeret ku menggandeng sepanjang jalan menuju abang nasi goreng itu. Sebenarnya aku masih agak sebal dengan si abang penjual nasgor itu, tapi dibandingkan dengan preman geng motor tadi, aku seperti tak punya pilihan. Sesampainya di dekat abang nasgor itu kak Adelia memanggilnya.
“Eh abang ketemu lagi”
“Wah, si eneng yang putih bening, hehehe… kayaknya berjodoh kita yah? Mau kemana-kemana juga ketemu lagi..” sahutnya cengengesan sambil memandang kakakku dari ujung kepala sampai kaki berharap kakak memperlihatkan tubuh polosnya seperti tadi walau hanya bagian belakangnya saja.
“Bajunya kok ganti neng?” tanya abang tukang nasi goreng itu heran karena tadi kak Adelia memakai mantel, bukan kaos basket ini.
“Hihihi ceritanya panjang bang. Gini bang, sebenarnya Adelia mau minta tolong sama abang, boleh yah?”
“Hah? ehm.. minta tolong apa yah neng?”
“Itu bang, tadi Adelia diikutin sama preman-preman motor dari mini market…”
“Ooh, si neng takut yah diikutin sama mereka?”
“Ummm… engga juga sih… Cuma lagi males aja meladeni mereka semua, hihi.. tolong yah abang..” pinta kak Adelia dengan nada centilnya yang membuat si abang mendadak seperti seorang pahlawan yang sedang dibutuhkan pertolongannya dari seorang gadis cantik.
“Kak..” bisikku pelan di telinga kakakku.
“Apa sih dek?”
“Yang bener nih kak minta bantuan nih orang?”
“Kita punya pilihan apa donk dek? Mau yah kakak disusul mereka?” ujar kak Adelia.
Aku yang tak punya pilihan seperti menaruh harapan pada penjual nasi goreng itu walau aku masih tak suka padanya. Jangan-jangan dia menolong kakakku karena ada maunya.
“Si eneng yang cantik tenang aja deh, abang bakal lindungi si neng sama adiknya yah. gini deh, neng sama adek ngumpet aja di balik semak-semak tanaman itu yah.. tunggu aman baru keluar..”
Si penjual nasgor itu memberi instruksi agar kami mengikuti perintah nya dan segera bersembunyi di balik semak-semak yang dia maksud. Cukup lebar, tapi harus berjongkok dengan sangat rendah bila kepala kami tidak ingin terlihat oleh mereka.
Sambil bersembunyi bersama kakakku, aku mengintip dengan penuh ketegangan dari sela-sela tanaman yang tidak terlalu tinggi ini, apalagi mereka memang berhenti di dekat abang nasi goreng itu sambil celingukan. Aku dengar mereka mulai ngobrol-ngobrol.
“Yang bener nih bang gak ada cewek lewat sini?”
“Beneran mas, gak ada yang lewat sini… apalagi cewek, malam malam, apa mas gak salah lihat?” jawab si abang dan bertanya balik berusaha meyakinkan mereka.
“Ah, salah lihat bagaimana… tadi baru keluar dari toko langsung belok kesini kok..”
“Wah, malam-malam ada cewek jalan-jalan, mas udah cek kakinya belum? Jangan-jangan gak napak deh..”
“Hei, bang! Jangan macam-macam ya! Tukang nasi goreng aja belagu amat.. jangan-jangan lo ngumpet tin mereka yah?” hardik orang yang badannya kelihatan besar itu. Keadaan mulai memanas hanya demi memperebutkan kakakku.
“Waduh mas, sabar donk… lagian ngapain saya pake ngumpet tin mereka, ada juga harusnya mas-mas ini yang pada ngumpet, hehe..” aku melihat si abang nasi goreng ini berani banget ngadepi mereka. Bahkan kak Adelia pun sampai terpesona melihatnya, bukannya terpesona padaku saat aku mengambilkan kaos buat dia, huh!
“Hah?! Maksud lo apa? Lo mau gue beri nih?!”
“Ya ampun mas-mas ini, saya ngga takut sih.. lha wong tinggal teriak aja orang sekampung pada keluar semua.. apalagi mas mirip sekawanan pembegal motor, gak takut dibakar yah? Atau mau jadi nasi goreng? Hehe..”
Aku baru ingat belakangan marak kawanan pembegal motor, dan warga juga sudah mulai berani karena jengah dengan tindakan sadis mereka, hanya saja geng yang ini tidak seperti kawanan pembegal motor, tapi tetap saja membuat mereka panik karena kulihat mereka mulai saling berbisik-bisik tak jelas.
“Yuk cabut! Udah malem bro!” ajak yang paling besar pada teman yang lainnya sambil terus menatap kesal pada penjual itu.
“Ati-ati ya mas, jangan bergerombol pulangnya, hehe..” ledek si abang nasi goreng itu yang berhasil mengusirnya demi melindungi kakakku.
Lega aku ketika melihat mereka sudah berlalu di tikungan, dan benar mereka ternyata berpencar, sepertinya takut apabila kena razia atau disangka kawanan pembegal motor.
“Udah kabur semua tuh kak?”
“Abang itu yang ngusir yah dek?”
“Kayaknya sih iya kak..”
“Keren yah dek, hihi..” Duh, kak Adelia malah terpesona begitu, tapi apapun itu aku hanya ingin cepat pulang membawa kakakku yang setengah bugil ini sebelum keadaan berlanjut kearah yang tidak kami inginkan.
Bersambung…