Tiga hari pertama aku tinggal di rumah Tante Hani, aku dan Mbak Vidya tiap malam berhubungan seks. Kami bangun selalu sebelum jam 4 pagi untuk melakukannya sekali lagi sebelum aku pindah ke kamar tamu.
Namun, setelah petualangan seksku dengan ibu di rumah kami, nafsu seksku terbiasa diumbar bebas, melakukan seks hanya malam dan pagi membuat aku merasa kekurangan. Akhirnya, pada hari ke empat, aku mencoba melakukannya di pagi hari setelah sarapan.
Saat itu kami sedang duduk di ruang keluarga. Tante Hani sedang berkebun di halaman belakang. Pembantu mereka sedang keluar untuk belanja bahan makanan. Aku dan Mbak Vidya baru selesai sarapan dan memutuskan untuk menonton TV.
Mbak Vidya duduk memanjang di sofa besar dengan kaki di atas sofa menghadap TV. Aku duduk di sofa kecil di sebelahnya. Mbak Vidya belum mandi dan masih mengenakan piyama model celana panjang dan baju you can see dengan kancing di depan. Saat itu udara tidak begitu panas, namun Mbak Vidya baru saja sarapan indomie rebus dan sedang bermandikan peluh.
Bau tubuh Mbak Vidya yang belum mandi sedikit tercium dari tempatku duduk. Rambutnya agak lepek dan ia sedikit terengah-engah mungkin karena beberapa cabe rawit yang dimasak di indomienya. Aku menjadi horny.
Aku segera menghampiri Mbak Vidya lalu melumat bibirnya yang merekah itu tiba-tiba. Untuk beberapa waktu Mbak Vidya membalas lidahku dengan lidahnya. Dari mulutnya aku dapat merasakan sedikit kuah indomie rasa kari ayam yang membuat aku bertambah buas melumat bibir dan mulutnya. Bunyi kecupan bibir kami mulai bertambah banyak dan cepat. Namun akhirnya Mbak Vidya mendorongku dan dengan suara tertahan berkata,
“Adek! Nanti kelihatan orang lain. Lagian Mbak kan belum mandi!”
“Ga ada orang, Mbak. Terus, biar Mbak belum mandi, tubuh Mbak harum baunya.”
“tapi kalo kelihatan Ibu gimana?”
“Ari kangen, Mbak….. ga tahan nih…….”
“Ah…. Ariii…… jangan dong…….. bahaya….”
“Mbak…. Sebentar aja ya……. quickie express aja gimana? Ga tahan nih….. abis Mbak cantik banget…… bikin Ari ga nahan…..”
Mbak Vidya mengerutkan keningnya, aku mengecup bibirnya lagi. Kami berciuman sebentar sebelum akhirnya Mbak Vidya melepaskan ciuman lagi.
“Jangan ahhhhh…..”
Dengan cepat aku merogoh celana piyamanya dan terkejut ketika mendapati tangan kiriku itu tidak terhalangi celana dalam melainkan telapakku meraba selangkangannya yang gundul itu.
“Adek!”
Mbak Vidya menghardikku pelan dan tangannya menahan tanganku namun tidak berusaha menepis tanganku. Hanya menahan pelan saja. Aku menggerakan jemariku hingga mengelusi bibir memeknya. Mbak Vidya mendesis sambil membisikan agar aku menghentikan aktivitasku itu.
Namun aku tetap mengelusi kemaluan botak Mbak Vidya sambil cengengesan. Mbak Vidya mengerutkan dahinya sambil memonyongkan mulut untuk memperlihatkan bahwa ia sebal. Namun di mataku, Mbak Vidya tambah cantik saja.
“Mbak Vidya tambah cantik loh…..”
Lalu aku mencium bibirnya dan kali ini kami berciuman agak lama. Lambat laun vagina Mbak Vidya menjadi basah juga dan keringatnya bertambah deras. Bau tubuh Mbak Vidya menjadi bertambah keras tercium di udara.
“ya udah…. Di kamar Mbak aja ya…. biar bisa dikunci,” kata Mbak Vidya setelah melepaskan ciuman kali ketiga dan sambil berdiri untuk berjalan cepat ke kamar. Aku tidak siap sehingga butuh sepersekian detik untuk mengejarnya.
Aku berhasil mengejarnya di kaki tangga dan memegang tangannya, tapi Mbak Vidya lebih cepat reaksinya dan berhasil melepaskan diri. Kami berkejaran sehingga pertengahan tangga di mana tangganya membelok 90 derajat dan kali ini aku berhasil memegang kedua pinggulnya.
Mbak Vidya berusaha meloloskan diri namun tak berhasil. Ia memegang pagar tangga dan berusaha menarik tubuhnya agar lepas dari cengkramanku.
Berhubung tanganku mencengkram celana piyamanya maka kini tiba-tiba saja celana panjangnya itu tertarik sampai lutut.
“Aaaahhh…..” jerit Mbak Vidya.
Mbak Vidya berhenti walau berhasil naik satu tangga karena celananya melorot sehingga posisinya kini sedang berpegangan ke tangga dengan kaki kanan di anak tangga yang lebih tinggi satu tingkat dari anak tangga tempat kaki kirinya berada. Posisinya ngangkang.
Berhubung ia tidak pakai celana dalam, maka kini Mbak Vidya sedikit nungging berpegangan tangga dengan pantat dan memek yang telanjang dengan kaki kanan menekuk berlutut karena tertahan oleh cengkramanku di kakinya.
Dengan sigap aku segera menghampiri Mbak Vidya sambil melorotkan celana pendekku lalu memposisikan kontolku yang sudah tegang didepan memeknya yang basah itu dan menusuk lubang kenikmatan Mbak Vidya.
Gerakanku begitu cepat sehingga hanya membutuhkan beberapa detik saja. Memek Mbak Vidya sudah basah namun belum kuyup, sehingga agak sedikit seret. Sensasinya bagaikan sedang memperkosa, dan aku menjadi buas.
“Adeeeekkk……” erang Mbak Vidya.
Dengan cepat aku merojok-rojok memek Mbak Vidya yang sempit dan hangat itu dengan kontolku, kemudian aku peluk Mbak Vidya dari belakang dengan kedua tanganku untuk kupegang baju piyamanya di bagian lubang leher piyama itu, lalu dengan sekuat tenaga aku bedol baju piyamanya sehingga berhamburanlah beberapa kancing-kancing piyamanya sehingga kini piyamanya terbuka paksa, namun masih ada dua kancing tersisa dan kembali aku buka paksa sehingga kedua kancing itu copot juga.
Aku remas teteknya yang ternyata masih terbalut bra. Dengan gemas aku melepaskan pelukanku dan hendak merobek bajunya, tetapi saat tangan kananku menarik kerah bajunya, Mbak Vidya melepaskan tangan kanannya dari pagar tangga dan menggerakan tangan itu ke belakang sehingga gerakanku membuat baju piyama Mbak Vidya terlepas dari tangan kanannya sehingga kini bajunya tergantung di tubuh bagian kiri karena tangan kiri Mbak Vidya masih memegang tangga.
Tak sabar aku geser baju itu ke samping sehingga berjumbel di tangan kiri Mbak Vidya. BH hitam Mbak Vidya kini yang menutupi tubuh bagian atasnya. Sungguh indah melihat punggung putih penuh keringat Mbak Vidya yang berbalut bra hitam sementara tubuh bagian bawahnya sudah telanjang bulat.
Tubuh seksi itu terguncang-guncang karena gempuran tubuhku yang sedang mengawininya di tangga. Mbak Vidya kembali memegang tangga dengan kedua tangannya, tak peduli lagi baju piyamanya yang sudah rusak dan tergantung di tangan kiri. sumber Ngocoks.com
Selama itu, memek Mbak Vidya kini sudah basah kuyup membuat dinding kemaluan Mbak Vidya yang sempit itu semakin licin. Selangkanganku menampari pantatnya semakin cepat. Aku menyusupkan kedua tanganku ke dalam BHnya dari arah bawah sehingga kedua tanganku dapat meremas kedua payudara Mbak Vidya tanpa halangan apapun lagi, namun aku tak mau melepas BHnya, karena dari belakang terlihat seksi sekali pemandangan seorang perempuan yang hanya memakai BH hitam sementara bagian tubuh yang lain sudah bugil.
Aku mulai menjilati punggung Mbak Vidya yang basah kuyup oleh keringat kakak sepupuku itu. Tak lupa aku memberikan cupangan di sana sini. Sementara kini Mbak Vidya hanya mampu mengerang saja kugagahi di tengah tangga seperti ini sambil tetap berpegangan pada jeruji tangga.
Makin lama punggung putih indah Mbak Vidya sudah belang-belang dihiasi bercak cupanganku telah bermandikan keringatnya yang bercampur air ludahku. Sementara, Mbak Vidya sudah mengerang-ngerang dan badannya maju mundur dengan cepat.
Aku pun menambah cepat goyanganku. Suara selangkanganku dan pantat Mbak Vidya beradu terdengar membahana terpantul dinding rumah yang besar itu. Sementara tanganku terus menerus meremas-remas tetek Mbak Vidya dengan penuh nafsu, entah apakah Mbak Vidya merasakan sakit, aku sudah tidak lagi peduli.
Jepitan memek Mbak Vidya yang belum lama ini masih perawan memang sensasional. Kontolku bagaikan terhimpit dinding berbentuk silinder yang hangat dan licin. Setiap gerakan kontolku entah maju entah mundur menyebabkan sedikit rasa ngilu yang menjalar sepanjang batang kontolku menuju seluruh tubuhku.
Entah berapa lama kami ngentot di tangga, akhirnya Mbak Vidya duluan orgasme. Dinding memeknya seperti biasa bagaikan hidup, membuka menutup di sekeliling batangku seakan hendak menghisapi alat vitalku agar masuk lebih dalam lagi. Beberapa detik kemudian aku merasakan puncak kenikmatan persenggamaan ini, dengan menggenggam payudara Mbak Vidya keras-keras, aku mengenyot kuat-kuat punggungnya sambil aku tekan kontolku sejauh yang kudapat di dalam lubang persenggamaan kakak sepupuku itu dan memuntahkan spermaku dalam rahim mudanya.
Beberapa saat berlalu kami berdua melepaskan nafsu birahi, dunia bagaikan berhenti berputar, waktu bagaikan terdiam sejenak. Seluruh indera kami memusatkan perhatian pada kedua kelamin kami yang sedang bersatu dan berbagi klimaks.
Tak lama Mbak Vidya selesai orgasme dan tubuhnya melemah dan bagian depan tubuhnya merosot kebawah, sementara aku menegakkan badan tanpa melepaskan alat vitalku yang masih bersarang di dalam lembah kenikmatannya. Sungguh pemandangan indah.
Suara kaki Tante Hani membuat kami otomatis bergegas merapikan baju kami dan berlari ke kamar agar tidak ketahuan..
Setelah hari keempat, ada perubahan pada Tante Hani yang kurasakan, tiap kali aku sedang berdua dengan Mbak Vidya, Tante Hani menatap kami berdua dengan pandangan aneh, yang menurutku mirip-mirip dengan pandangan orang yang sedang bercuriga. Apakah Tante Hani mengendus sesuatu yang aneh dari hubunganku dan anaknya?
Kalau dipikir-pikir, antara Mbak Vidya dan aku sekarang mesra sekali. Kami selalu berdua kemana-mana. Mbak Vidya seringkali merangkul lenganku bila berbicara, dan kami tidak risih saling berbisik-bisik. Jadi, aku semakin yakin bahwa Tante Hani menjadi curiga karena hubungan aku dan anaknya sudah seperti dua remaja yang sedang jatuh cinta satu sama lain.
Hal ini aku sampaikan kepada Mbak Vidya ketika kami berduaan di kamar setelah hari yang kelima aku menginap di sana, namun Mbak Vidya hanya tertawa saja dan berkata padaku-Cerita dewasa bokepdo
“Makanya, kamu otaknya ngeres melulu sih. Sedikit-sedikit kalau tidak ada orang kamu nyiumin Mbak. Terus kalau yakin ga bakal ada orang yang ganggu, kamu setubuhi Mbak di tempat, ga peduli lagi ada di tangga, kamar mandi, ruang makan dan di mana aja. Itulah sebabnya kamu jadi parno sendiri. Supaya ga parno, kamu coba deh jangan terlalu nafsu sama Mbak. Masa sama Mbaknya sendiri nafsu?”
“Salah Mbak Vidya sendiri…” kataku cepat.
“Loh, kok salah Mbak? Kan adek yang selalu duluan ngajakin Mbak untuk gituan gak pandang tempat dan waktu.”
“Habis Mbak Vidya itu cantik banget. Kalau dekat begini Ari selalu nafsu. Biar Mbak Vidya pakai baju yang longgar pun, tapi kalau Ari udah mencium aroma tubuh Mbak Vidya, selalu deh burung Ari bangun…”
Mbak Vidya tertawa kecil lalu mendorong kepalaku sambil berkata,
“Dasar lelaki! Biar masih kecil tapi otaknya ngeres melulu!”
Aku merengutkan mukaku pura-pura marah, namun kemudian kupeluk tubuhnya dari samping. Saat itu kami sedang tiduran menghadap langit-langit sambil berbicara. Pelukanku membuat tubuhku setengah menindih tubuh Mbak Vidya sementara bibirku menyerang bibirnya.
“Tuh, kan……” kata Mbak Vidya merajuk sesaat sebelum kedua bibir kami bertemu.
Tak lama aku sudah menindih Mbak Vidya sementara kami berdua asyik menukar ludah dengan kedua lidah kami yang bergelut dalam rongga-rongga mulut kami. Tiba-tiba saja terdengar panggilan Tante Hani yang mengajak kami makan siang dan suara itu sudah dekat kamar Mbak Vidya.
Serta-merta aku menggulingkan tubuh ke samping dan saat aku duduk di pinggir tempat tidur pintu kamar telah terbuka. Mbak Vidya tidak secepat aku beraksi. Dia masih berbaring telentang dan wajah yang terkejut. Untung saja kami belum membuka baju kaos kami. Benar-benar nyaris ketahuan!
“Lagi ngapain pada?” tanya Tante Hani. Aku mendengar nada menuduh di kalimat itu, namun Mbak Vidya tampaknya tidak merasakan yang sama. Mbak Vidya lalu menjawab,
“Biasa, Ma.. lagi ngobrol aja…”
Aku melihat Tante Hani melirik selangkanganku. Aku saat itu memakai kaos singlet dan celana boxer. Dan baru kusadari bahwa burungku sedang tegang. Celana boxer itu memperlihatkan batangku yang panjang dan keras menyembul seakan mau mengeluarkan diri dari kungkungan celana ketat itu. Parahnya lagi, aku ketahuan hanya memakai baju dalam saja yaitu Singlet dan celana boxer (bagi yang tidak tahu, celana boxer adalah celana dalam model celana pendek).
Mbak Vidya memakai kaos you can see dan celana pendek ketat pula. Bila diperhatikan, maka putingnya terlihat menembus baju kaosnya itu karena Mbak Vidya tidak pakai BH. Untung saja celana pendek Mbak Vidya tidak tipis, karena pada saat itu kakak sepupuku itu juga tidak memakai celana dalam. Bila celananya tipis, tentu akan terlihat bahwa ia tidak memakai celana dalam.
Tante Hani meninggalkan kamar dengan alis yang ditekuk. Aku pikir tanteku itu sudah mulai mengendus ketidak laziman hubungan anaknya dan aku. Sebelum aku dapat membahas ini, Mbak Vidya sudah mendorongku ke luar kamar dan menyuruhku makan siang duluan. Aku bergegas ke kamarku untuk memakai celana panjang dan kaos, dan ketika aku sampai di ruang makan, Mbak Vidya juga sudah memakai celana jins dan kaos longgar.
Setelah makan siang Tante Hani pergi, katanya ia akan kembali sebelum makan malam. Kesempatan ini segera aku manfaatkan sebaik-baiknya. Mbak Vidya dan aku main sampai tiga kali sore itu. Alhasil, ketika makan malam selesai, Mbak Vidya yang kelelahan sudah tidur duluan. Aku sempat ingin merasakan menyetubuhi perempuan yang sedang tidur, namun akhirnya aku putuskan untuk ke ruang keluarga untuk menonton TV.
Aku agak terkejut ketika mendapati Tante Hani sedang menonton TV dengan berbaring di sofa. Kekagetanku disebabkan pakaian Tante Hani yang seksi sekali. Beliau memakai gaun tidur tanpa lengan yang panjang roknya berhenti di atas lututnya.
Gaun tidur itu berwarna hitam, namun di beberapa bagian transparan, yaitu pada bagian atas dadanya dan di bagian perutnya. Bagian atas gaun itu berbentuk setengah lingkaran, yaitu pada bagian tali lengannya dan bagian atas dadanya.
Bagian atas dada yang terlihat hanya sampai permulaan kedua payudara tanteku itu mulai meninggi. Berhubung kedua teteknya besar, maka terlihatlah bagian lipatan dadanya membentuk garis sangat tipis karena himpitan kedua payudara yang besar itu.
Bersambung…