Betapapun Meliora berusaha melawan semuanya, namun tetap tak mampu menandingi kehebatan siasat Beduin. Perlahan-lahan rasa ngilu dan sakit tak terkira mulai bercampur dengan gejolak dan gelora lain. Seperti seolah-olah ada semut dan ulat bulu yang sedang merayapi dinding-dinding celah kewanitaannya, perih dan ngilu bercampur baur dengan rasa gatal.
“Hehehe… gimana, Neng, mulai nyaman kan? Bener kan yang abang bilang… semuanya jadi enak dan anget sekarang. Neng jadinya kegatelan dan geregetan enggak pengen ngelepasin nih lembing pusaka… iyah, gitu, pinter banget remesan memek, Neng! Duh, emak! Ngurut mijit-mijit, ini bener-bener faradj houri firdaus!!”
Beduin merem melek merasakan kedut-kedut serta denyutan ringan dinding vagina korban perkosaannya dan komentarnya itu diiringi dengan cemoohan dan gelak tawa Dollah serta Ali, menyebabkan Meliora jadi semakin merah pipinya.
Tak cukup dengan mengalami dua kali perkosaan yang menyakitkan hati, Meliora sebagai perempuan alim kini harus mengalahkan sudut gelap tersembunyi dari tubuhnya yang tak ingin diakuinya ternyata mendambakan elusan laki-laki.
Sebagai wanita dewasa normal, Meliora tentu saja sekali-kali memimpikan kemesraan badani suami istri dengan lawan jenis, namun tak pernah dibayangkannya bahwa tubuhnya yang penuh hormon kewanitaan ini ternyata ’membalas’ keganasan seorang lelaki tua, seorang yang lebih pantas menjadi ayahnya, namun mempunyai potensi kejantanan hebat.
Mengetahui bahwa korbannya telah berhasil ditaklukkan, maka Beduin kini bersiap menuaikan benih laki-lakinya ke dalam rahim Meliora. Dimulailah genjotannya yang bertubi-tubi bagaikan gempuran mesin bor listrik.
Sukarlah dihitung berapa banyak gempuran batang kelamin Beduin menghantam rahim Meliora setiap menitnya, hanya dengusan nafas sang Ustadz cabul yang bagai kuda pacuan disertai rintihan Meliora yang semakin lama menjadi semakin meninggi nadanya memberikan tanda bahwa keduanya sedang berlomba-lomba menuju puncak kepuasan.
“Ssshh… aaahh… aaiihh… ooohh… eegnhh…” keluhan dan rintihan Meliora bersilih ganti dengan, “Ayo, Neng… ngaku nggak sekarang kalo jadi budak abang?! Ayo ngaku cepetan! Mau diterusan jadi budak abang, apa minta dipuasin siang malem? Ngaku aja… aaah… oooh… mau kan dibikinin anak sama abang? Ayo ngaku, nggak usah malu. Semua perempuan sama aja, ayo ngaku!!” Beduin bagaikan kemasukan setan terus menggenjot tubuh sintal Meliora seperti seolah-olah ingin menusuk ulu hatinya, bukan rahimnya.
“Enghh… u-udah! Udah dong… aihh… emmh… oooh… nikm-aaah! Sshh… a-ampun, Bang! Nggak kuat lagi, iiih… nikmatnya! Aahh…” jerit Meliora bagai disembelih saat mencapai orgasmenya lagi disertai kucuran peluh membasahi tubuhnya yang telanjang.
Disaat bersamaan, Beduin menyemburkan spermanya membanjiri rongga dalam vagina mangsanya, sambil mulutnya berganti-ganti melumat bibir tipis Meliora, lalu turun ke leher kiri dan kanan, kemudian ke ketiak, dan terus menuju ke puting buah dada si perawat yang mencuat menggemaskan. Beduin mengigit-gigitnya lembut hingga membuat Meliora jadi kembali mendesah-desah.
Tubuh gadis itu terlihat lemas dan tergolek bagaikan tak sadarkan diri, sementara Beduin perlahan-lahan menarik keluar penisnya dari vagina Meliora, yang anehnya… penis itu tetap gagah mengacung bagaikan sedia kala ketika belum mengalami orgasme dan ejakulasi sama sekali! Inilah kehebatan dari stamina Beduin yang ditakuti hampir semua wanita-wanita di desa.
Beduin tertawa penuh kebanggaan dan kini merebahkan dirinya dengan batang kejantanan masih mengacung ke atas. Diberikannya tanda kepada Dollah dan Ali agar mengangkat tubuh montok Meliora yang telah lemas lunglai bagaikan hampir pingsan itu, rupanya ia ingin melanjutkan persetubuhan dalam posisi woman on top.
Jadilah Ali dan Dollah harus mengangkat dan menurunkan perlahan-lahan tubuh Meliora yang ditelungkupkan. Keduanya mengerti dan menuruti maksud si Ustadz cabul meski tak mudah untuk memenuhinya. Dengan vagina diarahkan ke batang kemaluan Beduin yang gagah perkasa bagai tonggak bambu, mereka mempersilahkan Beduin yang masih penuh dengan nafsu birahi untuk melanjutkan menggagahi Meliora.
Sekali, dua kali, tiga, empat kali meleset, barulah pada kesempatan kelima, Dollah dan Ali berhasil menempatkan gerbang kewanitaan Meliora di kepala penis Beduin yang berbentuk topi baja serdadu itu. Pelan-pelan… pelan-pelan… turun… dan…
“Aduh! Yaa gusti… auw! J-jangan lagi, oohh… saya nyerah, Bang! Ampun… aiihh… shh… udah! Hentikan! A-ampun, Bang!” Meliora kembali menjerit-jerit ketika merasakan vaginanya ditusuk dari bawah. Tubuhnya menggeliat meronta-ronta, tapi langsung dipeluk sekuat tenaga oleh Baduin dan laki-laki itu mencaplok bergantian buah dada Meliora yang menggantung indah dan dihisap-hisapnya rakus secara bergantian.
Sementara Meliora merasakan perih yang amat sangat, setiap genjotan penis Ustadz Beduin pada liang vaginanya membuatnya tersentak dan mengeluarkan desahan penuh kepiluan..
Hebatnya meskipun sudah sangat tua, tapi kemampuan Ustadz Beduin dalam melakukan persetubuhan ternyata sangat hebat. Mungkin sebelumnya dia sudah meminum ramuan khusus sehingga membuatnya jadi bisa bertahan lama. Hampir lima belas menit Ustadz Beduin menggenjot tubuh sintal Meliora, tapi belum ada tanda-tanda kalau dia akan segera selesai.
Malah Meliora yang tadinya lemas perlahan mulai terangsang, ia mulai melenguh dan mendesah-desah merasakan sensasi tusukan Ustadz Beduin yang bertubi-tubi. Genjotan laki-laki tua itu perlahan menaikkannya kembali, dan membuatnya siap meledak setiap saat. Benar juga, beberapa menit kemudian, tubuhnya kembali mengejang dengan tangan menggenggam jari-jari Ustadz Beduin dan menekannya dengan sangat kuat.
“Ohh… ahh…!!” Meliora mengerang keras, wajahnya merah padam karena terbalut nafsu birahi. Tubuh montoknya mengejang dan bergetar sangat kuat seolah akan melemparkan Ustadz Beduin yang masih asyik menggoyangnya. Sekali lagi dia mengalami orgasme.
Ustadz Beduin berusaha menahan agar tidak buru-buru ejakulasi, dia menghentikan gerakannya dan membiarkan Meliora bergerak liar. Seluruh tubuh Ustadz Beduin juga menegang, bedanya: Ustadz Beduin sedang berusaha menahan ejakulasi agar spermanya tidak buru-buru muntah keluar.
Ustadz Beduin pelan-pelan merasakan tubuh Meliora kembali melemas, segera dia mendekap tubuh mulus itu dan kembali melanjutkan genjotannya. Kali ini gerakannya menjadi lebih cepat dari sebelumnya, bahkan cenderung kasar. Ini karena memek Meliora yang berubah menjadi sangat basah setelah tersiram cairan orgasmenya.
Meliora merasakan tubuhnya sampai terbanting-banting menahan hentakan demi hentakan pada bagian bawah tubuhnya. Erangan-erangannya perlahan kembali mengeras, dengan badan dan kepala ikut bergoyang-goyang tidak beraturan menahan nikmat di dalam liang vaginanya.
Beberapa kali bibir Meliora yang tipis dikulum dengan lembut oleh Ustadz Beduin, seolah dilekatkan oleh lem yang sangat kuat. Mata Meliora sudah sangat sayu dan merem melek menerima kenikmatan yang rasanya tiada berakhir tersebut.
Badannya bergoyang erotis mengikuti setiap genjotan penis Ustadz Beduin. Terlihat sekali Meliora sedang menikmati permainan tersebut meski sudah sekuat tenaga berusaha untuk melawan. Ia sudah sepenuhnya dikuasai oleh nafsu birahi yang kian lama menjadi kian memuncak.
Meliora menggelinjang liar dan erotis, tubuhnya dibiarkan mengikuti apa mau laki-laki tua yang sedang menyetubuhinya itu. Desahan dan erangannya makin liar dan meracau. Namun sekali ini Ustadz Beduin yang sudah sangat berpengalaman tidak membiarkan Meliora untuk mencapai orgasmenya.
“Ampun! Eghh…” erang Meliora keras mengharap klimaks. Namun harapan tinggallah harapan, karena Ustadz Beduin masih ingin mempermainkannya dalam waktu lama. Tubuh Meliora sampai mengejang-ngejang setiap kali gagal menggapai orgasmenya.
Baru setelah lebih dari satu jam, Ustadz Beduin melepaskan gadis cantik itu. Seketika orgasme Meliora meledak dengan begitu dahsyatnya, membuat tubuh Meliora sampai melengkung dan terangkat-angkat. Kakinya menyepak-nyepak ke segala arah dengan erangan begitu keras meluncur dari bibirnya yang tipis memerah.
“Aahh… oohh…!!” Meliora menumpahkan segenap tenaganya saat orgasmenya meledak, seolah menghancurkan tubuhnya dari dalam. Vaginanya sedemikian kuat mencengkeram penis Ustadz Beduin, membuatnya jadi seperti dibetot oleh tangan yang tidak terlihat.
Ustadz Beduin akhirnya tidak tahan lagi. Dengan satu dorongan keras, dilesakkannya penisnya dalam-dalam ke liang vagina Meliora. “Ahhgh…” laki-laki itu mengejang tertahan ketika spermanya menyembur membanjiri lorong rahim Meliora.
Setelah itu keduanya sama-sama lemas dan saling berbaring bertumpuk. Meliora membiarkan saja Ustadz Beduin memeluknya. Laki-laki itu untuk terakhir kalinya meresapi kehangatan tubuh montok Meliora dengan mengelusnya lembut sambil sesekali menciumi bibir tipis Meliora yang masih mendesah-desah pelan.
Setelah Ustadz Beduin selesai melepaskan hasrat seksualnya, sekarang giliran Dollah yang akan menyetubuhi Meliora. Laki-laki yang telah telanjang bulat itu lalu menarik pinggang Meliora dan membalikkan tubuhnya sehingga posisi anak tirinya itu jadi sedikit menungging. Kemudian tanpa menunggu lama, Dollah mulai melesakkan penisnya ke dalam vagina Meliora yang masih belepotan sperma ustadz Beduin dan menggenjotnya dengan sangat kuat.
Dollah sudah terangsang menyaksikan adegan persetubuhan Meliora dengan Ustadz Beduin. Ia merasa tidak perlu lagi melakukan pemanasan, bahkan gerakan penisnya pada vagina Meliora semakin lama menjadi semakin kasar sehingga membuat Meliora jadi menjerit-jerit dan melolong-lolong histeris. Batang kemaluan Dollah yang berukuran besar bagaikan mengaduk-aduk liang vaginanya yang masih belum sepenuhnya siap.
Tidak puas dengan gaya anjing, Dollah membimbing Meliora untuk melakukan gaya lain. Kini dia duduk di atas ranjang, sementara Meliora di atas pangkuannya dengan paha mengangkang dan saling berhadapan. Dalam posisi seperti itu, buah dada Meliora jadi tampak sangat menggairahkan. Apalagi dengan tubuhnya yang ramping, tampak buah dada Meliora menggantung indah, padat dan sekal berisi.
Sambil menyetubuhi Meliora, Dollah segera meraih dan meremas-remasnya dengan sangat bernafsu. Kadang ia mendempetkan kedua buah dada Meliora lekat-lekat sehingga kedua putingnya jadi menempel satu sama lain, terlihat begitu indah dan sangat merangsang sekali. Sementara Meliora hanya dapat merintih-rintih dalam keadaan antara sadar dan tidak.
Terus memompa, Dollah tertawa-tawa dengan disaksikan oleh Ali yang sudah tidak sabar menanti giliran. Sesekali Dollah juga mengulum bibir tipis Meliora dengan gemas seolah ingin menggigitnya. Meliora benar-benar tidak berdaya, dia hanya mengikuti naluri seksualnya tanpa mempedulikan apapun lagi.
Itulah kenapa ketika ayah tirinya berhenti memompa, secara refleks Meliora melenguh dan mulai menggerak-gerakkan pantatnya sendiri agar tetap dikocok oleh kemaluan Dollah yang terasa sangat sesak di liang vaginanya.
“Ehh… kamu seneng ngentot juga rupanya,” Dollah tertawa mengejek di tengah lenguhannya. Dia memeluk tubuh gadis itu dan mengelus-ngelus punggungnya, sementara buah dada Meliora yang kenyal terjepit di antara tubuh mereka.
Mendengar perkataan itu, wajah Meliora kontan memerah karena malu dan marah, lalu tubuhnya diam tak bereaksi. Tapi Dollah tidak tinggal diam, dia kembali merangsang Meliora agar tetap berada dalam kendalinya. Ia mencengkeram kuat-kuat kedua buah dada gadis itu, lalu dengan gemas diremas-remasnya keras hingga membuat Meliora jadi merintih-rintih antara sakit dan nikmat
Dollah juga semakin ganas memperkosa Meliora, hingga selang beberapa saat tampak tubuh Meliora berkelojotan dan menegang, kedua kakinya mengacung lurus dengan otot paha dan betisnya mengejang. Jari-jarinya menutup dan nafas Meliora terdengar sangat tak teratur diantara rintihannya yang keras dan panjang.
“Ooohh… ” Setelah menggelinjang sesaat, tubuh gadis itupun tumbang lemas di pelukan Dollah yang masih terus memompa sambil tertawa-tawa gembira.
“Gimana rasanya, Neng? Enak nggak? Jangan diem aja, ngomong dong!” kata Dollah sambil terus menyodok-nyodokkan penisnya di vagina sempit Meliora.
Meliora hanya terdiam sambil membiarkan kedua putingnya dijilat dan digigit-gigit kecil oleh sang ayah tiri. Sampai setengah jam kemudian, Dollah masih menyetubuhinya. Baru setelah Meliora orgasme untuk yang kelima kalinya, laki-laki itu melenguh dan menyemburkan spermanya ke dalam rahim si gadis kota.
Giliran ketiga adalah Ali. Saudara tiri Meliora itu sudah sedari tadi bertelanjang bulat sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Begitu tiba gilirannya, segera ia menarik tubuh mulus Meliora yang masih terbaring lemah dan memaksanya untuk menegakkan badan. Kemudian dia menyodorkan penisnya ke wajah cantik Meliora.
“Ayo, isep punyaku!” katanya sambil menyorongkan penis.
Namun Meliora hanya diam saja, tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih dari orgasme. Dia hanya menurut saja ketika Ali membimbingnya untuk melingkarkan jari-jari tangannya yang lentik ke penis pemuda hitam itu. Kemudian dengan gerakan lembut, Meliora mulai mengocoknya naik turun. Semula gerakannya pelan, tapi lama lama menjadi semakin cepat.
Ali yang merasakan sensasi nikmat langsung melenguh lirih, “Ohh… emhh… terus! Kocokan kamu memang mantap… ahh!” Dia mulai mengerang-erang menikmati permainan jari lentik Meliora pada batang penisnya.
“Kocokan gadis kota memang beda…” kata Ustadz Beduin sambil membelai-belai rambut panjang Meliora, tampaknya ia sudah mulai pulih dari masa klimaksnya. “Begitu juga dengan tubuhnya!”
Perlahan tangan Ustadz Beduin menyusur turun menyentuh payudara Meliora dan mulai meremasinya dengan penuh nafsu. Sentuhan dan remasan tangan laki-laki itu pada payudaranya membuat Meliora jadi kembali terangsang, dia semakin bersemangat mengocok-ngocok penis besar dan hitam milik Ali.
“Sekarang masukin ke mulut.” perintah Ali.
Meliora yang sudah mulai terbangkitkan kembali gairahnya jadi tidak malu-malu lagi. Diapun langsung memasukkan penis Ali ke dalam mulutnya. Ali mendesah merasakan kehangatan mulut Meliora, sentuhan lidahnya memberi sensasi nikmat padanya.
“Eeghh… aah… aah!” terdengar desahan Ali saat penisnya dikenyot-kenyot oleh Meliora. Sesekali Meliora mengeluarkan penis itu untuk dikocoknya pelan, ia menarik nafas, setelah itu dikulumnya lagi. Penis Ali jadi semakin mengeras dan berkedut-kedut di dalam mulutnya.
Melihat itu, Ustadz Beduin yang rupanya sudah tak tahan dengan sigap berlutut di belakang punggung Meliora. “Sini aku bantuin,” ujarnya sambil menarik tubuh Meliora dan membaringkannya telentang di ranjang. Dia membuka kaki gadis itu lebar-lebar dan kemudian langsung menindihnya sambil mengarahkan penisnya yang kembali membesar ke vagina sempit Meliora.
“Aghh…” erang Meliora ketika penis besar Ustadz Beduin mulai memasuki liang vaginanya.
Ustadz Beduin dengan kasar langsung memasukkan penisnya sampai mentok dan mulai memompanya dengan cepat dan kasar. Meliora hanya bisa mengerang-erang dengan mata tertutup dan mulut sedikit terbuka karena batang penis Ali masih menancap erat disana.
“Aah… ooh… ahh…” ia mendesah-desah dan menggelinjang-gelinjang sambil tangannya meremas-remas kain seprei, sementara Ustadz Beduin semakin cepat memompa liang vaginanya.
Ali yang menonton dari jarak dekat jadi melotot dan terangsang hebat begitu melihat bagaimana seorang pria separoh baya dengan perut buncit sedang menyetubuhi seorang wanita muda yang sangat cantik. Apalagi saat melihat Ustadz Beduin yang mengajak Meliora untuk bertukar posisi. Sekarang tubuh putih Meliora berada di atas dengan posisi agak melengkung karena perut gadis itu tertekan oleh perut gendut Ustadz Beduin.
Dengan posisi seperti itu, Ustadz Beduin memegangi pinggang Meliora dengan kedua tangannya, lalu memaksa gadis itu untuk bergerak sehingga penisnya yang masih terbenam di dalam vagina Meliora kembali terkocok nikmat.
“Hehehe… Neng memang gadis pintar.” Ustadz Beduin tertawa sambil memeluk tubuh montok Meliora, tangannya mengelus-ngelus punggung putih mulus milik gadis itu.
Meliora yang tidak mempedulikan ejekan Ustadz Beduin, terus menggerakkan pantatnya naik-turun. Saat itulah mendadak Ali maju mendekat. Dia yang dari tadi dikulum, rupanya belum merasa puas. Sekarang pemuda itu memegangi pantat Meliora sambil sesekali meremas-remasnya gemas.
“Pak Ustadz nggak keberatan kan kalau saya ikutan?” tanya Ali sambil sibuk meremasi pantat sekal Meliora.
“Ohh… tentu saja tidak,” kata Ustadz Beduin di tengah usahanya menggagahi Meliora.
Meliora terkejut ketika dengan kasar Ali membuka celah pantatnya. Sesaat kesadarannya pulih. “Jangan! Ampuun… jangan di situ!” Ia menggeliat, mencoba untuk memberontak. Tapi Ustadz Beduin segera mendekapnya dengan erat, membuatnya jadi tidak bisa bergerak lagi.
“Saya mau nyobain lubang pantat gadis kota,” kata Ali sambil terkekeh-kekeh.
“Jangan! Kumohon!” tangis Meliora mulai pecah lagi, dia tersedu-sedu merasakan geliat tangan Ali pada lubang pantatnya.
Ustadz Beduin tidak membiarkan Meliora berontak, ia mendekap dengan semakin erat hingga membuat Meliora jadi terhimpit oleh dua pria sekaligus. Dia terus menusuk lorong kawanitaan Meliora dari bawah, sementara Ali merentangkan kedua paha gadis itu sampai terbuka selebar-lebarnya.
“Jangan! Jangan!” tangis Meliora semakin keras.
Tapi seakan tidak mendengarnya, Ali terus saja menguak bongkahan pantat Meliora hingga mengakibatkan lubang anusnya menjadi terlihat jelas.
“AAAHHH…!!” Tiba-tiba terdengar jeritan Meliora. Rupanya Ali sudah mulai memasukkan penisnya yang besar ke dalam lubang pantat gadis cantik itu.
“Jangan! Ampuun… s-sakiit!” teriak Meliora ketika perlahan tapi pasti penis Ali semakin terbenam dalam.
“Uhh… masih seret dan sempit nih,” kata Ali ketika seluruh penisnya sudah masuk ke dalam lubang pantat Meliora. Untuk sesaat tidak ada pergerakan baik dari dia, Meliora maupun Ustadz Beduin. Mereka seakan-akan sedang di-freeze dalam posisi seperti itu. Ali ingin memberikan waktu kepada Meliora agar terbiasa dengan keadaan dimana terdapat penis besar di dalam lubang pantat dan juga di liang vaginanya.
“Aghh…” jerit Meliora ketika Ali mulai menarik penisnya secara perlahan dari lubang pantatnya. “AGHHHH…” jeritnya lagi dengan keras ketika secara tiba-tiba Ali memasukkan kembali penis itu dengan sangat cepat dan kasar.
Sementara Ustadz Beduin juga mulai menggerakkan pantat sehingga batang penisnya kembali menyodok-nyodok vagina sempit Meliora. Ia dan Ali dengan kompak memompa tubuh mulus Meliora hingga membuat gadis kota itu tergoncang-goncang akibat benturan. Kepala Meliora bergoyang tidak beraturan karena nikmat sekaligus sakit yang kembali dirasakannya. Kedua payudaranya dijilati oleh Ustad Beduin dari bawah, sementara putingnya yang mungil dimainkan oleh Ali seperti orang yang sedang mencari sinyal radio.
Selama hampir lima belas menit kedua laki-laki itu menghimpit tubuh montok Meliora, menjadikannya seperti daging dalam jepitan roti hamburger. Dollah menyaksikannya tanpa berkedip bagaimana tubuh putih mulus milik Meliora terhentak-hentak di tengah jepitan Ustad Beduin dan Ali, anaknya.
Genjotan demi genjotan penis kedua laki-laki itu pada anus dan liang vaginanya benar-benar memaksa Meliora untuk kembali mengalami orgasme. Tubuhnya mengejang-ngejang dengan kedua tangan dan kaki kembali meronta-ronta liar. Tapi kedua laki-laki itu terus menyetubuhinya. Bahkan selama hampir satu jam mereka melakukannya.
Meliora benar-benar sudah kepayahan, berulangkali orgasme membuat wajah cantiknya jadi memerah seolah akan meledak. “Ohghh… a-ampun! Sudah… a-aku nggak tahan! Ahh… mau sampai!!” Dia merintih-rintih putus asa di tengah usahanya untuk cepat menyelesaikan permainan ini.
Namun Ustad Beduin dan Ali hanya tertawa-tawa saja mendengar rintihannya. “Tunggu bentar lagi, Neng… Bapak belum puas.” kata Ustad Beduin di telinga Meliora. Ia terus menggenjot tubuh mulus gadis itu yang sudah melemas pasrah.
Meliora sekarang tidak ubahnya seperti boneka kain yang terhentak-hentak dalam himpitan dua lelaki. Matanya sudah sayu dan hanya bisa merem melek menerima segala siksa yang seperti tiada berakhir. Badannya bergoyang mengikuti irama sodokan penis kedua lelaki pada vagina dan lubang pantatnya.
Setelah lebih dari satu jam mengerjai Meliora sedemikian rupa, akhirnya Ali dan ustadz Beduin jadi tidak tahan lagi. Ali lah yang pertama kali mencapai puncak orgasmenya. Tubuhnya mengejang keras sambil kakinya menyentak-nyentak seperti kuda liar, sementara tubuhnya melengkung seperti mendorong tubuh Meliora yang berada di bawahnya.
“Aaahh!!” Dia mengerang keras sambil tangannya mengepal kuat-kuat.
Pada saat yang bersamaan, Ustad Beduin juga mengejang. Laki-laki tua itu menekan keras penisnya ke dalam liang vagina Meliora. “Ohhh… ahhh…” Diiringi desah penuh kenikmatan, ia menyemburkan spermanya yang sudah tidak sekental tadi.
Tubuh Meliora tergolek lemas di atas ranjang, tenaganya benar-benar habis. Ia merasa seluruh tulang di tubuhnya seperti rontok dari persendiannya, badannya terasa sakit sekali, seolah baru saja dilindas oleh serombongan gajah. Ia benar-benar tidak berdaya, sekujur tubuhnya yang putih mulus dan telanjang itu kini penuh berlumuran sperma.
Gadis itu hanya bisa menangis setelah kesadarannya kembali pulih. Penderitaan yang barusan dialaminya telah menghancurkan dirinya luar dalam. Meliora merasa benar-benar hina, lebih hina dari pelacur yang paling rendah. Apalagi ketika teringat berapa banyak sperma yang disemprotkan ke dalam rahimnya, Meliora merinding dengan kemungkinan dirinya akan hamil mengingat saat ini adalah masa suburnya.