Aku tersipu-sipu dibuatnya. Harusnya kutanggapi bahwa dia pun tampan sekali. Belakangan aku tahu bahwa Yansen itu blasteran Menado dengan Belanda. Pantaslah tampang dan postur tubuhnya sebagus itu. Belakangan juga aku tahu bahwa kamar di hotel mahal itu dibayar oleh Yansen.
“Mas, di kulkas hotel ini suka ada minuman, silahkan ambil sendiri,” kata Yansen sambil menunjuk ke kulkas di kamar hotel berbintang lima itu.
Suamiku mengangguk, lalu melangkah ke arah kulkas itu. Sementara tangan Yansen sudah bukan memegang tanganku lagi, melainkan menyelinap ke belakang dan memeluk pinggangku. Ini membuatku semakin degdegan.
Apakah aku tergerak dengan semuanya ini? Ya, aku harus mengakuinya secara jujur. Tapi aku jadi begini gugupnya. Sementara harum khas parfum buat lelaki, tersiar ke penciumanku.
“Hebat,” seru suamiku sambil mengeluarkan beberapa botol minuman dari kulkas. Ada chivas regal, martini, tequila dan tiga sloki.
“Ayang suka ini kan?” kata suamiku sambil mendekatkan botol Martini ke dekatku. DI depan orang lain Mas Toni suka memanggilku dengan sebutan “ayang”, sebagai tanda menghargaiku.
“Tapi tequila lebih bagus,” kata Yansen, “Bikin semangat.”
aku pernah mendengar bahwa tequila bisa membuat wanita jadi horny. Tapi aku belum pernah mencobanya. Aku memang bukan peminum, tapi sesekali bolehlah. Apalagi saat itu aku merasa butuh keseimbangan, mungkin bisa dibantu oleh minuman.
“Iya Mas. Aku ingin nyoba tequila,” kataku sambil berusaha menenangkan diri.
“Aku chivas regal aja, biar kerasa greng,” kata suamiku.
“Aku juga chivas, Mas,” kata Yansen sambil mencium pipiku tanpa ragu. Aku terkejut. Tapi diam saja. Bahkan…aduh, aneh, tubuhku terasa lemas mendapatkan kecupan ini. Tapi harus kuakui sejujurnya, lemasnya ini karena belenggu birahi yang mulai mencuat di dalam batinku.
Dan setelah minum tequila, dinginnya AC tidak terasa lagi. Kecanggunganku juga mulai cair. Tapi tetap saja ada degdegan di dada, karena makin lama Yansen makin merapatkan duduknya ke tubuhku, sementara Mas Toni malah menyalakan TV, dengan botol minuman di depannya dan sloki yang sudah hampir kosong di tangannya.
Aku mencuri pandang berkali-kali ke arah suamiku yang sedang memandang ke arah TV, dengan perasaan bersalah. Karena tangan Yansen mulai menyelinap ke balik belahan kimonoku di bagian dada. Pasti Yansen tahu bahwa aku tak memakai beha di balik kimono sutra ini.
Dan ketika tangannya memegang payudaraku dengan lembut, oooh, aku benar-benar sudah runtuh ! Desir darahku sudah mulai merajalela dalam arus birahi yang tak terkendalikan. Tapi sebagai seorang wanita, aku masih menyembunyikan hasrat ini.
Aku hanya membiarkan buah dadaku mulai diremas dengan lembut oleh belia tampan itu, sementara bibirnya berkali-kali mengecup pipiku. Aku juga tahu suhu badanku mulai meningkat.
“Mas Toni,” kata Yansen pada suatu saat, “Mungkin lebih baik kalau lampunya dimatiin dulu, supaya kami tidak canggung. Nanti bisa dinyalakan lagi…kalau Mas setuju.”
“Iya, iya…” suamiku menjulurkan tangannya ke sakelar lampu yang tidak begitu jauh darinya. Lalu klik….lampu di kamar mewah ini pun mati. Hanya layar TV LCD yang masih membersitkan cahaya remang-remang.
Usul Yansen bagus sekali.Karena setelah digelapkan, aku pun tidak merasa rikuh lagi. Bahkan ketika bibirnya mencium bibirku, kusambut dengan lumatan penuh gairah.
Sungguh, baru sekali inilah aku sangat bergairah untuk saling lumat bibir dan saling julurkan lidah. Maka tanpa ragu-ragu lagi aku mulai memeluk Yansen erat-erat, terkadang bercampur dengan remasan bergelora.
Tapi…oh…jiwaku semakin diamuk nafsu, karena tangan Yansen mulai merayapi lutut dan pahaku. Rasanya aku makin sulit bernafas. Sulit menahan gelora nafsu di dalam jiwaku. Aneh memang, elusan di pahaku terasa begini membangkitkan.
Terlebih setelah menyelinap ke balik celana dalamku…mulai meraba-raba kemaluanku yang sudah mulai merekah dan membasah. Mulai mengelus bibir kemaluanku, kelentitku dan ah…ini membuatku semakin tergetar dalam arus birahi yang semakin merajalela.
Terlebih ketika jemari nakal itu mulai menyelinap ke dalam celah vaginaku, lalu bergerak-gerak binal di dalam liang memekku, ah, rasanya tak tahan lagi aku dibuatnya. Aku sudah kepengen merasakan kejantanan. Tapi aku harus menahan diri. Kubiarkan saja tangan Yansen mempermainkan liang memekku.
Bahkan kubiarkan juga celana dalamku ditarik sampai terlepas dari kakiku. Berarti di balik kimono ini aku tidak mengenakan apa-apa lagi.
“Minta lagi tequilanya, Yan,” bisikku. Yan mengangguk, lalu menuangkan tequila ke slokiku. Kuteguk setengahnya. Lalu aku merasa semakin bergairah. Sesekali aku melirik ke arah Mas Toni yang masih tampak di keremangan, masih asyik menonton TV.
Lalu kubiarkan tangan Yansen mengelus dan mencolek-colek kemaluanku lagi. Bahkan seperti pencuri yang memanfaatkan kelengahan calon korban, diam-diam tanganku mulai menarik celana Yansen. Lalu menyelinap ke balik celana dalamnya.
Berdegup jantungku dibuatnya, karena aku sedang memegang batang kemaluan yang begini besar dan panjangnya…sudah keras dan hangat pula ! Secara jujur harus kuakui, batang kemaluan Yansen jauh lebih besar dan panjang daripada punya Mas Toni.
Ini membuatku semakin bernafsu. Tanpa ragu lagi tanganku mulai meremas dan mengelus zakar Yansen dengan lembut. Diam-diam Yansen pun mulai menanggalkan celana panjang dan celana dalamnya.
Dan aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, ketika Yansen melepaskan ikatan tali kimonoku, lalu dengan hangat mencelucupi puting payudaraku. Aku menggeliat dan merebahkan diri, terlentang di sofa panjang yang ukurannya hampir sama dengan bed nomor 3 itu.
Tapi jilatan dan sedotan Yansen tak terbatas pada puting payudaraku saja. Ia menjilati leherku. Lalu melumat bibirku, yang kusambut dengan lumatan hangat juga. Lalu turun lagi, dengan gigitan-gigitan lembut di payu daraku.
Dengan jilatan-jilatan hangat di pusar perutku…dan turun terus…mulai menjilati kemaluanku. Oh, aku tak kuat menahan nafsu birahiku. Jilatan Yansen memang enak sekali. Membuat sekujur tubuhku sering mengejang dan menggeliat.
Aku tak kuat lagi. Ingin segera merasakan persetubuhan yang sebenarnya. Maka kucubit-cubit bahu Yansen, sebagai isyarat agar dia menghentikan jilatannya, lalu mulai dengan persetubuhan yang sebenarnya. Tapi bagaimana dengan suamiku yang tampak masih asyik menikmati minumannya?
Yansen mengerti apa yang kuinginkan. Ia merayap ke atas tubuhku, sambil meletakkan puncak “pohon jamur”nya di antara sepasang bibir kemaluanku. Dan sebelum melakukan penetrasi, Yansen berkata, “Silakan nyalakan Mas…”
Aku terkejut. Tak menyangka Yansen akan minta diterangin lagi. Padahal aku sedang di puncak hasrat birahiku. Dan kamar ini jadi terang kembali. Tepat pada saat Yansen tinggal mendorong saja batang kemaluannya yang sudah siap di mulut memekku.
“Mas…mohon izin…” kata Yansen sambil menoleh ke arah suamiku.
Aku juga menatap suamiku, seolah-olah minta izin juga.
Mas Toni menghampiri kami. Mengelus pipiku sambil tersenyum, “Ya, lakukanlah. Ini rahasia kita bertiga. Orang luar takkan ada yang tahu.”
Tanpa basa basi lagi Yansen mendesakkan batang kemaluannya yang panjang gede itu. Perlahan-lahan terasa liang kenikmatanku diterobos batang kemaluan yang jauh lebih besar daripada batang kemaluan suamiku.
Membuatku terengah dan memegang pergelangan tangan Mas Toni erat-erat. Oh…ini adalah pertama kalinya memekku dimasuki batang kemaluan orang selain suamiku sendiri!
Tapi Mas Toni malah tersenyum dan berkata, “Nikmati saja. Ini kan keinginan aku, sayang. Jangan kaku…lebih hot lebih bagus.”
Lalu suamiku duduk lagi di kursi depan TV, sambil menyaksikan kejadian yang sedang kualami. Apakah aku mulai dipengaruhi tequila yang kuminum tadi, ataukah memang gairah birahiku sedang memuncak, atau karena ukuran batang kemaluan Yansen yang aduhai…entahlah.
Yang jelas aku mulai menikmatinya. Mulai merasakan enaknya ayunan batang kemaluan Yansen, yang begitu mantap dan terasa sekali begitu kuatnya menggesek-gesek dinding liang memekku. Oh, ini membuatku mulai mendesah-desah histeris…aaaah….oooh…aaah….ooowh….aaaawh….
Lebih enak lagi ketika Yansen mulai mengemut puting payudaraku, menyedot-nyedot dan menjilatinya, sementara batang kemaluannya demikian mantap mengentot memekku.
Tak peduli lagi dengan kehadiran suamiku, maka terlontar begitu saja celotehan histeris dari mulutku yang sedang diamuk kenikmatan, “Oo….Yan…ooo….ini enak sekali Yan….aaaah….terus genjot jangan brenti-brenti Yan…ooooh….”
Ketika aku melirik ke arah Mas Toni, malah kulihat suamiku mengacungkan jempolnya. Mungkin ia sangat terangsang dengan apa yang sedang kulakukan dengan Yansen yang tampan dan perkasa ini. Maka tanpa ragu lagi aku pun mulai mengayun pinggulku.
Rasanya Yansen sangat memperhatikan titik-titik kenikmatan seorang wanita. Waktu mengayun batang kemaluannya, bibir dan tangannya pun tiada hentinya menyelusuri titik-titik peka di tubuhku. Terkadang ia menggigit daun telingaku dengan lembut, kadang-kadang juga menjilati lubang telingaku, lalu menggigit-gigit kecil di leher dan buah dadaku, lalu melumat bibirku kembali, sementara batang kamaluannya benar-benar perkasa bergerak maju mundur dengan mantapnya di dalam liang memekku.
Aku jadi merasa punya tempat pelampiasan. Sambil mendekap pinggang Yansen erat-erat, kulumat bibir cowok tampan itu.
Aneh memang. Berciuman dengan Yansen terasa indah sekali. Malah lebih indah daripada berciuman di masa remajaku dengan Mas Toni dulu.
Semuanya membuatku lupa daratan. Saling lumat bibir dan lidah, sehingga tak peduli lagi dengan air ludah yang bertukar-tukar tampat, sambil saling dekap erat dan hangat, sementara memekku dienjot terus dengan mantapnya oleh batang kemaluan Yansen yang “giant size” itu.
Aku malah dibuat lupa bahwa di kamar mewah itu ada suamiku yang sedang menyaksikan semuanya ini. Soalnya gesekan batang kemaluan Yansen yang begitu terasa mendenyut-denyutkan kenikmatanku telah membuatku seolah tiada orang ketiga di kamar ini.
Lagian aku teringat pada ucapan suamiku sendiri sebelum Yansen datang tadi, “Lakukan semuanya seseksi mungkin. Semakin kelihatan bergairah, akan semakin positif pengaruhnya bagi jiwaku.”
Jadi, salahkah kalau aku menikmati semuanya ini demi kepuasanku dan demi keinginan suamiku sendiri?
Tapi terlalu enaknya geseran batang kemaluan Yansen, ditambah dengan saling lumat bibir dan saling remas dengan hangat dan gairah birahi yang terlalu dahsyat ini, membuatku cepat mencapai titik orgasme…membuatku mengejang sambil merasakan puncak kenikmatan dari hubungan seksual yang aduhai ini.
Maka aku pun mengejang, menahan napas dan memeluk pinggang Yansen seerat-eratnya. Lalu terasa liang memekku berkedut-kedut. Ini orgasmeku yang aduhai. Tapi aku tidak mau membisikkannya kepada Yansen bahwa aku sudah mencapai orgasme, karena malu.
Hanya saja aku jadi terdiam dalam lunglai dan kepuasan. Sementara batang kemaluan Yansen jadi lancar bergerak maju mundur di dalam liang memekku yang sudah mulai basah oleh lendir kenikmatanku.
Dalam kondisi yang masih lesu, tapi gairah masih berkobar, aku baru teringat pada suamiku yang sedang memperhatikan gerak-gerikku sambil tersenyum-senyum. Aku jadi merasa kasihan juga padanya. Lalu kulambaikan tanganku agar ia mendekat.
Mas Toni mendekatiku. Tanganku menjulur dan mrnarik-narik ritsleting celananya. Ia mengerti apa tujuanku. Disembulkannya batang kemaluannya dari belahan celananya.
Sudah keras sekali! Lalu kutarik ke arah mulutku.
Mas Toni jadi pindah untuk mencapai tujuanku. Dia jadi berlutut dengan kaki berada di kiri kanan kepalaku. Sementara Yansen mengentotku sambil menahan badan dengan kedua tangannya.
Aku berhasil menarik batang kemaluan Mas Toni ke dalam mulutku. Akupuin mulai menjilati dan menyedot-nyedot batang kemaluan Mas Toni. Ini adalah pertama kalinya aku meladeni dua orang pria sekaligus.
Bukan main…aku jadi sibuk tapi nikmatnya luar biasa.Gesekan-gesekan batang kemaluan Yansen yang makin gencar mengentot memekku, membuatku terengah-engah dalam nikmat. Lalu kulampiaskan ke arah zakar suamiku, dengan menyelomotinya seedan mungkin.
Sungguh aku tak menduga akan mengalami peristiwa yang luar biasa bergairahnya ini. Tapi sayang sekali, baru beberapa menit kuselomoti batang kemaluan Mas Toni, lalu terasa menyembur-nyemburkan air mani di dalam mulutku! Mungkin ia sangat terangsang melihat persetubuhanku dengan Yansen, sehingga cepat sekali ia mengalami ejakulasi. Tanpa banyak protes, kutelan seluruh cairan kental dari batang kemaluan suamiku ini. Tak kusisakan setetes pun.
Supaya tidak mendatangkan kesan kurang enak, aku minta tequila lagi. Suamiku menuruti permintaanku. Kuminta agar Yansen mencabut dulu batang kemaluannya dari memekku. Lalu kuteguk tequila di slokiku sekaligus. Gairahku semakin menjadi-jadi setelah minum tequila yang konon dibuat dari sari buah nanas itu.
Aku mengajak Yansen pindah ke atas tempat tidur. Yansen setuju. Sementara suamiku merebahkan diri di sofa panjang itu. Pasti karena lemas setelah ejakulasi tadi.
“Tukar posisi ya,” kataku sambil mendorong dada Yansen agar menelentang di kasur. Yansen tersenyum dan mengikuti kehendakku. Kemudian aku merayap ke atas tubuhnya. Memegang batang kemaluannya sambil mengarahkan ke mulut vaginaku.
Dengan gairah yang makin menggila, aku menurunkan pinggulku, sehingga batang kemaluan Yansen membenam ke dalam liang kenikmatanku.
Aku menjatuhkan diri ke dada Yansen, sehingga payudaraku terasa mendesak dadanya yang bidang dan atletis.
Seperti serigala lapar, aku dengan edan mengayun pinggulku, naik turun dan meliuk-liuk, sehingga liang memekku seperti membesot-besot batang kemaluan Yansen…membuat Yansen ternganga-nganga mungkin karena merasa enaknya besotan liang vaginaku.
Tapi kututup mulut Yansen dengan ciuman hangatku, yang lalu menjadi luamatan penuh gairah. Aku sudah minum tequila lagi tadi, membuatku yakin takkan ada bau kurang sedap tersiar dari mulutku. Dalam posisi seperti ini, terasa buah pinggulku diremas-remas oleh Yansen, membuatku tambah bersemangat untuk mengayun pantatku dengan gerakan yang erotis, terkadang gerakan pinggulku seperti angka 8.
Aku tak peduli lagi siapa diriku dan siapa lelaki muda yang sedang bersetubuh denganku. Mungkin Mas Toni benar, seperti yang diungkap dalam file pribadinya itu, bahwa aku ini pada dasarnya memiliki nafsu besar. Hanya aku sering menyembunyikannya, karena aku ini seorang wanita.
Gilanya, Yansen belum ejakulasi juga. Padahal aku sudah 3 kali merasakan orgasme.
“Kamu minum obat kuat?” bisikku terengah, tanpa menghentikan ayunan pinggulku.
“Nggak. Swear…nggak pernah menyentuh obat kuat segala macam…” sahut Yansen sambil menciumi puting payudaraku.
“Kamu kuat sekali sayang….kalau begini bisa ketagihan aku nanti…” bisikku pelan, takut kedengaran sama Mas Toni.
“Emang biasanya suka berapa jam?”
“Nanti deh kuceritakan. aku memang lain dari yang lain…oooh….memekmu enak sekali Mbak….aku pasti ketagihan nih…” Yansen terpejam-pejam ketika liang memekku membesot dengan kencang. Ini sebenarnya untuk kenikmatanku juga. Karena makin kencang aku membesotnya, makin enak juga rasanya buatku.
Aku tidak tahu apa yang ia maksud dengan “lain dari yang lain”. Aku cuma merasa ia terlalu tangguh, sehingga aku harus berjuang keras untuk membuatnya ejakulasi.
Maka besotan-besotan liang vaginaku juga semakin kupergila. Tapi akibatnya…aku malah orgasme lagi untuk yang kesekian kalinya. Gila, belum pernah aku mengalami persetubuhan seedan ini.Padahal keringat Yansen sudah membasahi tubuhnya, berbaur dengan keringatku.
Yansen malah seperti menyukai keringat yang membasahi leherku. Ia pun menjilati keringat di leherku, membuatku merinding dalam nikmat. Sungguh…tak pernah kubayangkan bahwa ide suamiku telah memberikan kenikmatan yang aduhai begini.
Kelopak mataku juga tak luput dari kecupan dan jilatannya. Sehingga aku makin bersemangat untuk mengayun pinggulku, tanpa mempedulikan suamiku yang sudah terkapar di sofa. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com
Batang kemaluan Yansen yang begitu panjangnya, membuat ujung liang memekku disundul-sundul terus. Sungguh fantastis rasanya, karena puranaku (seperti cincin yang berada di ujung liang vagina) disundul-sundul terus, membuatku merem melek dalam nikmat yang sulit kulukiskan dengan kata-kata.
Yansen sendiri sering membisikiku, “Mbak…oooh…Mbak enak sekali….luar biasa enaknya….”
Aku sendiri seolah melayang-layang di langit yang ke tujuh saking nikmatnya. Sehingga terkadang aku meremas setengah mencakar-cakar bahu Yansen dalam keadaan lupa daratan.
Begitu lama Yansen menyetubuhiku, sehingga aku merasa berkali-kali orgasme, tapi aku tidak mengatakannya, karena malu mengakui bahwa semuanya ini terlalu nikmat bagiku.
Sampai pada satu saat, Yansen membisiki telingaku, pelan sekali, seperti takut terdengar oleh suamiku: “Aku mau lepas…gakpapa kalau kulepasin di dalam?” Aku malah menjawabnya dengan spontan, “Iya, lepasin di dalam aja biar enak.”
Lalu kugoyang pinggulku seedan mungkin. Dan pada satu saat Yansen menekankan batang kemaluannya sedalam mungkin, sampai aku terbeliak dalam arus birahi yang fantastis.
Dan batang kemaluan perkasa itu terasa mengejut-ngejut di dalam liang vaginaku, sambil menyemprot-nyemprotkan cairan hangat dan kental…srrrt…srrrt…srrttttt…srttttt…..oooh enak sekali semburan air mani Yansen ini.
Rasanya baru sekali ini aku meresapi arti nikmatnya bersetubuh,bukan dengan suamiku pula, sehingga aku mendekap pinggang Yansen dengan penuh perasaan. Dan membiarkan keringatnya membanjiri tubuhku. Air maninya pun terasa meluap, meleleh dari memekku ke seprai. Begitu banyak dia memuntahkan air maninya.
Oh, indahnya malam yang penuh birahi ini…..seakan takkan berujung…seakan nafasku sudah menyatu dengan perjalanan baru ini.