Vintari yang tak memiliki tujuan hidup lagi, patuh pada perintah kepala dewan Kalimera untuk berkoalisi menghancurkan kekuasaan Jenderal Detroit City.
Di satu sisi, negara menyiapkan pernikahan Presiden Orion dengan Jenderal Achilles sebagai tanda perdamaian dan berakhirnya perang. Sedangkan di sisi lain, Vintari disiapkan untuk melakukan pembunuhan yang berkedok negosiasi.
Ilmu bela diri Vintari ditingkatkan. Kemampuan negosiasinya dikembangkan. Vintari juga mempelajari bagaimana menggunakan senjata penyamaran. Sebelum dikirim ke Detroit City, tubuh Vintari dinetralisir dari virus hingga ia diizinkan masuk kawasan negara itu tanpa di curigai.
Mata Vintari menatap pria berseragam di hadapannya dengan tatapan bersahabat. Senyumnya terulas hangat. Wajah Vintari yang segar menunjukkan bahwa dirinya datang dengan damai.
Sebaliknya, Jenderal Achilles seakan tak mampu menyembunyikan rasa bencinya terhadap wanita di hadapannya. Makhluk dengan sejuta pesona untuk menutupi kelicikannya.
Jenderal Achilles mengingat mulut pedas wanita itu saat pertama kali negara mereka bernegosiasi. Semakin membenci ketika Vintari melakukan penyusupan ke negaranya dan bagaimana dia berpura-pura menjadi orang lain di hadapan Jenderal Achilles.
“Kau masih punya nyali untuk datang ke sini,” ujar Jenderal Achilles. Itu bukan pujian tentu saja. Jenderal Achilles sedang mengancamnya.
Kembali Vintari menunjukkan wajah ramah yang siapa pun akan luluh karenanya, kecuali sang jenderal. “Seperti yang aku katakan, Jenderal. Aku ke sini untuk perundingan ulang perjanjian pernikahan antara kedua pemimpin.”
“Orion ragu?”
“Sebetulnya dia tertekan. Mungkin Presiden Orion akan lebih menghormati pernikahannya jika ini persekutuan ini untuk memperkuat kedua negara, bukan takluk kepada Detroit City saja.”
Achilles mencibir pernyataan Vintari.
“Lagipula, Jenderal, ini berawal dari kesalahan Kalimera yang mengacau di negaramu.” Raut wajah Vintari berubah ekspresi. Sorot mata teduh Vintari kini sarat dengan godaan. “Seseorang harus dihukum, Jenderal.”
Vintari berdiri dan mendekati Achilles. Seketika enam tentara penjaga menodongkan senjata laras panjang kepada wanita itu. Tak gentar, Vintari melangkah satu sekali lagi dan para tentara itu menyiapkan tembakan yang siap memecahkan kepala Vintari saat ini juga.
“Aku yang pantas kau hukum. Bukan Orion,” tekan Vintari.
Jenderal Achilles tertawa mengejek. Satu tangan kirinya terangkat, para prajurit itu pun perlahan menurunkan senjata mereka. Tangan kiri Jenderal Achilles melambai pelan dan seluruh prajurit keluar dari ruangan. Senyum tipis terulas di bibir sang jenderal yang kini bangkit dan mendekati Vintari hingga mereka berdiri berhadapan.
Jenderal Achilles membungkuk pada meja kecil yang menunjukkan sebuah layar senyuh. Ia menekan beberapa bagian di sana lalu dua tentara wanita datang ke ruangan itu.
“Netralkan dia,” perintah Achilles.
Kedua tentara wanita itu mengangguk mengerti sementara Vintari berdiri bingung. Ia terkejut dan sempat menolak saat kedua prajurit itu memaksa Vintari untuk menanggalkan pakaiannya.
Tak ingin menuruti, mereka membuka paksa seluruh pakaian Vintari dan memasukannya ke dalam kotak sampah yang didesain untuk membakar benda.
Satu prajurit menyuntikan cairan bening ke leher Vintari, setelah itu ia menempelkan telapak tangan Vintari pada sebuah tablet. Tak lama layar pada dinding di ruangan itu muncul beberapa tulisan tentang catatan medis Vintari saat ini.
“Dia bersih, Jenderal.”
Jenderal Achilles tersenyum puas. Saat prajurit wanita itu melepaskan pegangannya pada lengan Vintari, Kaki Vintari terasa lemas dan ia jatuh terduduk. Kedua prajurit pergi atas perintah jenderal. Setelah hanya berdua,Vintari menekuk lututnya untuk menutup dada telanjangnya dari penglihatan Jenderal Achilles, meski ia tahu pria itu bahkan sudah melihat area pribadi Vintari.
“Seorang jenderal penguasa Detroit City takut pada pakaianku,” ejek Vintari lalu terkekeh.
Jenderal berjalan ke arah wanita tanpa busana itu. Tangan kirinya menyentuh dagu Vintari hingga wajah wanita itu menengadah. Jenderal kian menangkup wajah Vintari hingga wanita itu berdiri. Satu erangan Vintari lolos saat mereka berhadapan dengan jeda beberapa senti saja.
“Aku belum pernah bertemu wanita dengan bibir beracun sepertimu,” tutur Jenderal seraya mengusap bibir Vintari dengan jemari kirinya.
Sengaja, Vintari membuat engahan kecil. Dadanya naik turun karena napas beratnya hingga jenderal mendapat pertunjukan dada yang bergerak menggoda. “Aku negosiator. Wanita lain hanya sebagai pasangan seseorang atau istri.”
Vintari melangkah mendekat hingga tubuh mereka saling menempel. Tangan kanan Vintari menyentuh tangan besar Jenderal yang masih menangkup pipi Vintari. “Kau menginginkan wanita seperti itu? Pasangan … istri? Kau tahu menyantuh wanita lain selain pasangan aatau istri adalah tindakan kriminal.”
Bibir Vintari mengecup tiap buku-buku jari Achilles. Mengeluarkan napas dari mulutnya setelah jejak basah ia tinggalkan di kulit jenderal. “Aku harap kau menikmati pernikahanmu.”
Tangan Vintari membawa tangan besar Achilles ke leher jenjangnya. Saat jenderal menekan batang lehernya, Vintari mengerang—menggoda. Wanita itu terus membawa tangan kiri jenderal merasakan kulit halus tubuhnya.
Sampai di payudara kanan Vintari, ia membiarkan telapak tangan itu mengusapnya. Sebentar. Hanya untuk menggoda sang jenderal dan Vintari membawa tangan pria itu menyusuri perutnya yang rata juga pinggang Vintari yang ramping.
Dengan gerakan cepat, tangan kiri Jenderal Achilles mengunci tangan kanan kanan Vintari di punggungnya. Vintari terkejut saat tangan kanan Jenderal Achilles menahan tengkuknya.
“Achilles,” bisik Vintari yang berarti penolakan. Namun, segala gerak tubuh wanita itu justru berkata lain. Desah napas Vintari dan erangan kecil mengundang Achilles mencicipi rasa bibir merah itu.
Tanpa meminta izin, Achilles memagut bibir kenyal yang kerap mengeluarkan kalimat kontroversi padanya. Mahir, Vintari membalas ciuman pria itu hingga sang jenderal menciumnya lebih dalam. Beberapa detik ciuman mereka terputus hanya untuk berebut udara. Kembali Achilles mencari kenikmatan di balik ciumannya yang brutal.
Tak cukup, Jenderal Achilles membawa tubuh telanjang itu ke sebuah sofa panjang di ruangan itu. Achilles mengecup setiap senti tubuh mulus Vintari. Merasakan harum payudara wanita sebelum memberikan isapan di ujung putingnya. Kedua tangan Achilles membuka kedua tungkai Vintari. Dengan jemarinya, Achilles meraba lipatan kulit yang kini meneteskan madunya.
“Achilles,” sebut Vintari. Ia begitu menahan diri agar tak jatuh pada siksaan mulut dan jari-jari sang jenderal. Sayangnya wanita itu tak mampu menampik kepiawaian jenderal yang menyentuh tubuhnya.
Tubuh Vintari menggeliat sebelum jatuh lemas karena ledakan nikmat yang berujung pada pangkal pahanya. Vintari menetralkan napas dan membiarkan lidah pria itu membersihkan kekacauan yang dibuat oleh jari-jari Achilles sendiri.
“Tidakkah … kau menginginkanku?” tanya Vintari saat napas hangat sang jenderal kembali membakar gairahnya.
Achilles mengentikan aktivitasnya lalu membopong Vintari ke kamar. Ia meletakkan tubuh Vintari di ranjang dan menanggalkan pakaiannya.
Sementara Vintari setengah terbangun, memandang pahatan sempurna tubuh jenderal muda. Wajah pria itu oriental, kulitnya yang kecokelatan, juga otot-otot yang menunjukkan betapa ia memiliki keindahan tubuh pria.
Tersenyum, Vintari menekuk satu kaki untuk menyembunyikan daerah kewanitaannya. “Kumohon Jenderal. Lepaskan dia. Kau sudah memilikiku,” rengek Vintari. Kini ia bertingkah bagai wanita lemah tak berdaya.
Hal itu membuat letupan hasrat sang jenderal kian terpacu. Kedua tangan jenderal diletakkan di pinggang. Alisnya naik. “Begitu?” Ngocoks.com
“Kau tidak dapat memiliki kami berdua,” tutur Vintari bagai rusa tak berdaya.
Tak tahan dengan godaan wanita yang berpura-pura lemah, Achilles menarik kedua kaki Vintari hingga wanita itu terlentang. Jenderal memposisikan dirinya di kedua kaki Vintari yang terbuka lebar. Ia mulai menghirup aroma kewanitaan yang menggiurkan.
“Jenderal, jangan lagi ….” Kalimat Vintari putus di tengah serangan pria itu di area intimnya.
Suara erangan dan isakan Vintari berbaur dengan cecapan Achilles yang rakus. Saat dirinya mulai hilang akal, Achilles menindih dan mencari kepuasannya sendiri di atas tubuh Vintari. Keduanya lebur dalam hasrat yang memburu nikmat. Satu erangan kepuasan membuat mereka saling terengah merindukan udara.
Semua pakaian Vintari memang dilucuti, tetapi satu cincin emas masih melingkar di jari manisnya. Dengan ibu jari, Vintari memutar batu permata ke arah dalam sebelum menekannya pada leher jenderal. Jenderal Achilles terkejut dan segera menangkis tangan Vintari lalu beranjak dari ranjang. Ia merasa lehernya kram dan dadanya seakan terbakar.
“Apa itu?”
Vintari tersenyum di wajahnya yang sayu dan sedikit lelah. “Kafein 30%. Rata-rata manusia bulan memiliki kadar kafein di tubuhnya sebanyak 20%. Aktivitas tadi …,” Vintari menatap sinis, “Membuat kafein di tubuhmu meningkat. Sebentar lagi kau akan mati karena kadar kafeinmu yang mencapai 60% karena akan dengan mudah terserang virus.”
Tangan Jenderal Achilles mengusap lehernya yang terasa kaku. Sebuah panggilan dari tablet pria itu berbunyi. Jenderal pun menerima panggilan suara dari anak buahnya.
“Jenderal, tentara Kalimera menyerang gudang bahan makanan kita.”
Achilles tersenyum miring pada Vintari. “Mereka takut menghadapi kita di medan antariksa dan menyerang kita dari belakang? Habisi mereka semua,” perintah Achilles dengan keji.
Tangan Vintari menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut. Seharusnya ia dapat setenang tadi. Hanya butuh beberapa jam saja, ia pasti dapat melihat sang jenderal terkapar seperti Dean-nya yang terserang virus. Wanita itu mulai gelisah saat Achilles berjalan tenang dan memakai kembali pakaiannya.
Setelah Achilles kembali rapi, ia memandang Vintari bagai mangsa dalam tawanannya. “Seharusnya kau tau. Aku kebal.”
Aura dingin mencekam seiring kepergian Jenderal Achilles dari kamar. Vintari seakan lupa cara bernapas. Dirinya telah kalah tanpa perlawanan pada penguasa kejam Detroit City.
Bersambung…