Dua puluh empat jam setelah sang jenderal menyentuhnya, Vintari dikurung dalam kamar dengan sisi tembok lunak agar Vintari tak dapat melukai diri sendiri. Peredam suara dari dalam dan luar. Juga satu kamar mandi.
Vintari menolak serum gizi atau makan makanan manusia bumi. Hingga sekali lagi pintu dibuka, Vintari kembali berteriak marah pada sosok pria yang tengah masuk. “Keluar!”
Pria berkepala pelontos, tubuhnya besar dan atletis, memakai pakain resmi tentara Detroit City berjalan tegap. Dia membungkuk sedikit di hadapan Vintari. “Rome, utusan Kalimera,” ucapnya.
Vintari melihat pria yang menjulang tinggi di hadapannya. “Aku lelah dengan kegilaan ini.”
“Aku akan merawat dan menjaga anda, Nona Vintari,” tuturnya penuh hormat.
“Katakan … berapa?” Tenggorokan Vintari tercekat. “Berapa orang yang harus dikorbankan agar kau menyusup kemari?”
Di saat Vintari bersama Jenderal Achilles, tentara Kalimera menyerang gudang persediaan makanan dan merusak lab pembuat gizi untuk warga Detroit City. Semuanya dilakukan untuk mengaburkan data dan menyusupkan Rome—utusan dari Kalimera.
“Sepuluh … mungkin” jawab Rome sambil membuka tangan kanannya untuk Vintari.
Sedangkan rasa sakit menyeruak di dada Vintari. Sepuluh nyawa harus rela dibantai demi mengacaukan sistem suatu negara. Di bulan, setiap nyawa tentunya teramat berharga, mengingat populasi bulan jauh lebih sedikit dari manusia bumi.
Vintari ingat bagaimana mereka mengorbankan Dean demi mempertahankan negara. Sudah ditakdirkan bagi seluruh manusia bulan, untuk membela tanahnya. Demi kelayakan bulan agar selalu menjadi tempat terbaik untuk ditinggali, terkadang manusia harus menyingkirkan akal sehatnya demi naluri bertahan hidup lebih lama.
“Kalian tak memiliki belas kasih,” umpat Vintari.
Ada benarnya. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku, cara berpikir, bahkan empati manusia di bulan. Mulai dari tempat tinggal yang jauh lebih baik dari bumi. Faktor hormonal di mana rekayasa genetik sudah ada di setiap tubuh penduduk bulan.
Naluri terbesar hanya bertahan hidup, berkembang biak, selebihnya mempertahankan tempat tinggal. Merasakan cinta kasih perlahan melebur bahkan sebagian lupa bagaimana merasakan hubungan baik pada sesama.
Vintari mengangkat tangan kirinya lalu Rome melepas cincin di jari manis wanita itu. Cekatan, Rome membersihkan jari Vintari dan menyiapkan gizi untuk wanita itu. Kali ini Vintari tak menolak saat Rome memberi serum gizi padanya.
Sambil menunggu serum gizi bekerja pada tubuh Vintari, Rome membuka tablet lipat, menyambungkan kabel pada tablet dan cincin Vintari yang telah terisi darah sang jenderal. Teknologi canggih Rome di tablet kecilnya, membuat ia memiliki akses ke mana pun berkat sensor DNA Jenderal Achilles yang berhasil diperolehnya.
“Anda sudah merasa lebih baik, Nona?” tanya Rome setelah tiga puluh menit berlalu.
Vintari mengangguk lemah. “Ayo, lakukan sekarang.”
Lagi, Rome mengangguk. Ia menggunakan tabletnya dan membuka kamar. Pria itu sudah membajak sistem komunikasi di istana Detroit City hingga kamera pengawas dibuat tak merekam saat mereka keluar.
Vintari berjalan di belakang Rome yang melangkah lebih dulu. Melewati beberapa ruangan hingga masuk lift untuk ke ruang pengendali. Saat lift terbuka, Rome terus mengoperasikan tabletnya agar kamera pengawas di sepanjang lorong tak merekam mereka. Sampai di sebuah ruangan, Vintari menggeser tubuhnya dan membiarkan Rome membuka pintu dengan tabletnya.
Saat masuk ke ruangan itu, Rome cekatan menembak tiga orang yang ada di dalam hingga ketiganya terkapar. Vintari masuk dan mendatarkan ekspresi wajahnya. Ia melihat ke arah Rome dengan tatapan sinis.
“Mereka bisa saja ayah atau anak seseorang,” desis Vintari.
Rome menatap wanita itu dan tersenyum miring. “Itu hanya tembakan bius, Nona. Aku sungguh akan direpotkan jika harus mengurus jenazah mereka.” Ngocoks.com
Ada sedikit kelegaan di hati Vintari. “Baiklah, lakukan tugasmu.” Vintari mengambil tempat duduk dan menatap layar besar. “Aku akan lakukan tugasku.”
Tak memedulikan Rome yang bekerja membajak satelit milik Detroit City, Vintari segera mencari nama Duncan di file milik Detroit City. Tak mudah, Vintari terus mengulik, apa yang disimpan negara itu tentang Duncan.
“Nona, Anda tidak seharusnya melakukan pencarian ….”
“Bukan urusanmu,” tegur Vintari tanpa menoleh. Wanita itu semakin resah karena waktu mereka tak banyak di tempat ini.
“Kita lima menit lagi di sini.”
Hampir berteriak frustrasi, jari tengah Vintari tak sengaja menekan layar file keamanan. Tampak di layar beberapa informasi daftar orang-orang yang dicari Detroit City. Dengan gemetar, Vintari mengetik nama Duncan. Terpampanglah di layar dinding semua data tentang Duncan. Foto-foto dan video pria itu ada di sana.
Vintari membeku di tempat duduknya saat melihat video Duncan tertangkap pemerintah Detroit City dan disiksa. Ada data mulai dari lokasi dan video di mana Duncan diasingkan karena menjual serum ilegal. Rasa ingin tahu menyeruak dalam hati Vintari. Apa yang dicari pangeran Alexandria di negeri ini?
Jika Duncan membuat kekacauan di Detroit City untuk kemudian menyerangnya, mengapa harus sang pangeran sendiri yang melakukannya? Vintari semakin tak mengerti saat Duncan memiliki beberapa catatan kriminal tetapi Jenderal Achilles berulang kali melepaskan pria itu.
Tubuh Vintari mulai merinding takut saat menebak jika jenderal Achilles sudah tahu bahwa Duncan adalah pangeran Alexandria. Seperti pada Kalimera, mungkin jenderal Achilles punya rencana pada Alexandria.
“Nona, kita harus pergi,” tegur Rome yang kini siaga di dekat Vintari.
“Aku harus menghapus ini.” Vintari mengotak-atik keyboard hologram untuk mencari cara menghapus data Duncan.
“Itu bukan urusan kita lagi.”
Vintari menatap pria berbadan besar itu. “Cukup ini menjadi masalah Detroit City dan Kalimera saja. Alexandria tidak perlu mengintervensi.”
Dahi Rome mengerut tak mengerti.
“Tak dapat ku jelaskan karena kita tak punya waktu. Sekarang bantu aku.”
Saat Rome bergeming, Vintari memohon.
“Ini demi Kalimera.”
Rome bergerak ke kursi lain dan membantu Vintari menghapus data Duncan dari sistem catatan Detroit City. “Tapi yang aku lihat di sini, Anda sedang melindunginya.”
Suatu perasaan aneh menjalar di hati Vintari. Menyentuh relungnya hingga terasa sakit bagai dihujam pisau tak kasat mata. Tak sempat Vintari membalas, tablet Rome berbunyi lirih. “Pintu gerbang terbuka. Jenderal telah kembali.”
Bertepatan dengan itu, Rome berhasil menghapus data Duncan dari sistem Detroit City. Mereka berhati-hati keluar tempat pemgendali dan harus memutar jalan karena banyak tentara yang berjaga di lorong yang mereka lewati. Rome terus mengikuti petunjuk di tabletnya untuk kembali ke kamar Vintari.
Malangnya, mereka bertemu rombongan Jenderal Achilles dan harus bersembunyi di salah satu celah ruangan. Seorang wanita datang membawa tablet dan menunjukkan benda itu pada Jenderal Achilles. Pria berseragam militer itu memeriksa sebentar dan tersenyum puas.
“Pernikahan Anda telah disiapkan, Jenderal.”
“Bagaimana dengan wanita itu?” Suara Jenderal Achilles membuat Vintari gentar di persembunyiannya.
“Dia masih di kamarnya. Kami menunjuk ahli gizi untuk memastikan keadaannya sehat.”
Jenderal Achilles mengangguk puas. “Pemilik gen terbaik pantas menjadi presiden. Aku tak akan menyentuh manusia buatan seperti Orion. Singkirkan dia,” geram Jenderal Achilles.
Bersambung…