Sesuai dengan apa yang dikatakan Jenderal Achilles, Vintari dilepaskan. Wanita itu dibiarkan berjalan melewati gerbang negara Detroit City dengan pengawalan ketat. Para prajurit di perbatasan menodongkan senjata ke arahnya, seakan wanita ringkih itu adalah bahaya bagi mereka.
Pesawat tempur milik Kalimera datang menjemput. Vintari dilumpuhkan dengan tembakan obat bius, baru kemudian beberapa tentara Kalimera turun dari pesawat dalam seragam tertutup rapat.
Mereka menganggap seolah Vintari biang virus yang akan menjangkiti tubuh manusia. Raga tanpa daya Vintari dimasukkan ke dalam tabung untuk dinetralisir sebelum dimasukkan ke pesawat. Pesawat tempur dengan perisai anti peluru itu melesat bagai cahaya, membawa Vintari ke Kalimera.
Pernikahan Jenderal Achilles–penguasa Detroit City yang terkenal kejam–dengan Orion telah diberitakan ke seluruh negara. Menciptakan rasa gentar bagi para pemimpin negara lain karena bersatunya negara adikuasa.
Mereka berspekulasi, jika Detroit City dan Kalimera di bawah kekuasaan orang yang sama, tak menutup kemungkinan akan adanya penjajahan di negara-negara lain sebagai perluasan wilayah.
Tiba hari bersatunya negara Kalimera dan Detroit City. Seluruh penghuni bulan dapat menyaksikan upacara resmi pernikahan mereka. Kekaguman akan keindahan paras dan fisik keduanya menjadi pembicaraan hangat.
Di sisi lain, kengerian di balik political marriage membawa mimpi buruk tersendiri bagi sebagian orang. Mereka justru menyebut ini adalah petaka terbesar di antariksa.
Dengan langkah pasti, Vintari menyusup ke istana Kalimera. Dengan bantuan Rome yang melindunginya, Vintari menerobos pertahanan dan masuk ke kamar pengantin. Hatinya terhenyak melihat sosok Orion dalam balutan busana malam. Perlahan, Vintari mendekati wanita itu dan rasa iba menyeruak di dadanya.
Terkejut, Orion berbalik badan dan memandang takut. Sebelum suaranya mengumandang, Vintari menembakkan senjata pelumpuh ke tubuh Orion. Tubuh sang presiden ditangkap Vintari kemudian diseretnya untuk disandarkan pada tembok. Orion tak dapat bergerak dan mulutnya tercekat. Tubuhnya lumpuh dan tak bisa ia gerakkan.
“Jangan takut, Orion. Aku akan mengakhiri semuanya,” terang Vintari yang tak kuasa menahan air mata.
Kedua tangan Vintari mengecup cepat punggung tangan Orion. “Aku menyayangimu. Memimpinlah dengan bijak,” pesan Vintari.
Vintari mematikan sebagian lampu, hingga di posisi Orion kini gelap gulita sedangkan di sisi ranjang masih temaram. “Percayalah padaku.”
Setelah mengatakannya, Vintari menggerai rambut yang kini sewarna dengan Orion. Ia naik ke atas ranjang dan tidur miring ke kiri–di bawah selimut sutra. Mata Vintari menatap ke arah tembok yang gelap di mana–ia yakin–Orion sedang balas menatapnya.
Sementara itu, Jenderal Achilles melangkah masuk ke kamar utama. Menatap sosok pemimpin Kalimera dengan senyum tipis di bibirnya. Tangan kanan Jenderal Achilles meraba sakunya, mengeluarkan senjata kecil yang dapat mengeluarkan ribuan volt listrik, kemudian menodongkan ke arah wanita yang tidur membelakanginya.
Di sisi lain, Orion melebarkan matanya. Berusaha berteriak meski usahanya sia-sia. Tangan dan kaki Orion dipaksa bergerak, tetapi hanya air mata yang keluar dari netra. Ingin rasanya Orion buta saat ini karena tak sanggup melihat pembunuhan langsung di depan mata.
Tanpa ragu, Jenderal Achilles naik ke ranjang, menempelkan senjata itu pada leher istrinya, dan detik yang sama, menembakkan sengatan listrik yang merusak seluruh saraf korban.
Vintari hampir tak merasakan sakit. Tubuhnya mati rasa dan ia tak mampu berpikir saat kejutan listrik itu menyengat tubuhnya. Mulutnya terbuka, tetapi untuk mengerang pun ia tak bisa.
Tersenyum puas, Jenderal Achilles membalik tubuh wanita itu hingga terlentang. Senyum Jenderal Achilles hilang dan tubuhnya kaku. Ia mengerjap beberapa kali dan rasa panik mulai dirasakannya ketika di hadapannya kini adalah sosok Vintari.
“Apa yang telah kulakukan?” lirih Jenderal Achilles.
Tangan kirinya membelai kepala Vintari. Wanita itu menatap kosong dan perlahan kehilangan desah napasnya. Degub jantung sang jenderal mulai tak beraturan sekarang.
“Kau tak seharusnya di sini. Orion yang semestinya mati, bukan kau.”
Napas Jenderal Achilles terasa sesak. Rasa pening mulai menghunus kepalanya. Tangan sang jenderal mulai gemetaran hebat.
Erangan kecil terdengar oleh Jenderal Achilles. Ia menyalakan lampu dan menodongkan senjata ke sosok wanita yang bersandar pada tembok. Mata kecil Jenderal Achilles melebar saat Orion menatapnya dengan tatapan benci.
“Kau … pembunuh,” rintih Orion yang termegap karena berusaha mengeluarkan suara dan bergerak. Bius yang melumpuhkan tubuhnya hanya sementara.
Jenderal Achilles kembali menatap raga wanita di sisinya. Wajah Vintari pucat, matanya nyalang, dan mulutnya sedikit terbuka. Sepertinya seluruh persendian Jenderal Achilles terasa lepas hingga membuatnya lemas.
“Kau tidak boleh mati. Kau … tak kuizinkan untuk mati!” seru Achilles dengan penuh murka.
Pria itu mengarahkan senjatanya ke arah Orion. Saat jemari sang jenderal akan menyentuh pelatuk, pintu terbuka dan satu tembakan dari Rome mengenai tangan Jenderal Achilles. Senjata itu jatuh bersamaan dengan tubuh Achilles di sisi Vintari.
Termegap dan kesulitan bernapas karena tembakan Rome, Achilles mendekatkan wajah ke sisi kanan paras Vintari. Berbisik di atas keputusasaan yang dalam, “Kau lebih memilih mati daripada kumiliki.”
“Anda melakukan percobaan pembunuhan pada pemimpin negara, Jenderal. Hukumannya adalah pengadilan internasional,” ujar Rome. Ngocoks.com
Beberapa tentara Kalimera masuk. Sebagian mengevakuasi Orion dan lainnya mengamankan sang jenderal tanpa perlawanan dari pria itu. Sementara Rome memandang ke seluruh ruangan untuk memastikan.
“Seperti pernikahan Anda yang disiarkan secara langsung, tindakan Anda juga disaksikan oleh seluruh manusia di bulan,” tutur Rome.
Tak ada kata yang keluar dari mulut Jenderal Achilles, setelah menyadari bahwa pihak Kalimera menyerang laboratorium gizi Detroit City bukan tanpa tujuan. Mereka menyusupkan Rome sebagai ahli gizi dan pria itu mengendalikan sistem telekomunikasi, hingga Rome dengan mudahnya menyiarkan apa yang terjadi di ruangan ini.
Hanya butuh dua hari untuk membuat pertemuan dengan beberapa pemimpin negara di bulan. Mereka sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati pada kejahatan Jenderal Achilles. Para dewan di negera Detroit City pun sepakat mengganti pemimpin negara.
Jenderal Achilles, mantan pemimpin negara Detroit City ditembak mati saat fajar menyingsing. Jasadnya dihancurkan agar tak ada yang mereplikanya lagi. Cerita semasa hidup sang jenderal hanya tertulis segala kebaikan dan pengorbanannya demi negara, mengantisipasi agar tak ada kejahatannya serupa.
Pernikahan Orion dianggap tidak sah karena di balik political marriage tersebut ada usaha pembunuhan. Kekuasaan Kalimera tetap berada di tangan Orion dan fakta bahwa Vintari adalab keturunan resmi dari pemimpin negera sebelumnya, ditutup rapat.
Orion melakukan segala pembenahan sistem di negara dan berfokus pada pembangunan di segala sektor. Perekonomian yang sempat lumpuh karena virus D3V4 dikembangkan.
Ketahanan negara yang porak-poranda karena perang, kembali dibangkitkan. Bekerjasama dengan beberapa negara lain agar kekacauan yang dibuat oleh Fachrein atau Devos, tak lagi tercipta.
Di sebuah ruangan tersembunyi di Kalimera. Ruangan dengan suhu dingin dan dijaga ketat, terbujur kaku tubuh seorang wanita. Dilindungi oleh kapsul dengan kaca tebal yang tembus cahaya. Ujung pintu ruangan tersebut dibuka paksa dengan sebuah ledakkan. Tiga orang masuk dan mengamankan sekitar.
Dengan waktu yang terbatas, ketiganya mendorong kapsul keluar ruangan. Saat dekat dengan sebuah kendaraan, mereka memasukkan kapsul tersebut. Tepat kapsul masuk ke sebuah mobil yang dapat mengudara, satu peleton tentara Kalimera datang. Menghadang mereka dengan senapan laras panjang yang siap ditembakkan.
Tak gentar, ketiga pria itu memulai baku tembak dengan tentara Kalimera. Mengorbankan diri mereka agar mobil terbang itu lolos membawa kapsul yang sangat berharga. Kalah jumlah, perisai yang melindungi tiga pencuri itu tak dapat menahan serangan peluru para tentara. Ketiganya gugur dalam kerelaan tugas yang diberikan oleh negara.
Ibu jari seorang pria menyentuh layar kecil di tangan kursi rodanya. Roda kecil itu bergerak pelan, membawa sang pria berambut pirang masuk ke sebuah ruangan dengan aksen putih dan futuristik. Satu erangan pria itu mulai lolos. Tangannya menyentuh layar di sebuah kapsul hingga kacanya terbuka.
Nampak sosok wanita yang terbujur kaku. Lenguhan pria itu terdengar lebih keras saat mata yang biasa memberinya tatapan sejuta makna, kini tertutup rapat. Tangan sang pria menyentuh pelan tangan halus yang tak bergerak milik sosok itu. Hatinya perih saat tak ada pergerakan apa pun.
“Vintari …. Kumohon jangan lakukan ini.”
Kepala sang pangeran tertunduk. Satu bulir air dari matanya menetes dan disusul tetesan lain. Rongga dada Duncan terasa terbakar. Wajah tampannya kini memandang jasad Vintari yang bergeming.
“Bangunlah, Vintari! Jangan mati!” seru Duncan.
Mata biru pria itu menutup rapat, membiarkan lelehan hangat dari mata terus menyapu wajah tampannya yang begitu terluka. Erangan keras sang pangeran terdengar karena luka hatinya terasa menyakitkan. Duncan berteriak lepas lantaran duka bagai menyayat jantungnya. Rasa kehilangan membuat otak Duncan membeku hingga ia merasa tanpa nyawa saat ini.
Mata Duncan terbuka dan menatap jasad Vintari dengan pandangan buram. Bibir Duncan bergetar dan tubuhnya menggigil. Isakan tangis membuat pria itu sulit bernapas dengan baik. Titah di bawah alam sadarnya pun terucap.
“Segenap hati, aku mencintaimu. Batas semesta tak akan bisa memisahkan kita.”
Penulis: Vintari
TAMAT