Sementara Presiden Orion dan Jenderal Achilles keluar ruangan, Vintari diajak oleh beberapa dewan untuk membicarakan hal yang lebih serius di ruang lain. Vintari merasa resah karena ia sama sekali tak mengenal orang-orang di ruangan ini. Wanita itu hanya mengenal orang-orang di divisi keamanan negara.
“Nona Vintari, Kalimera menginginkan pengabdianmu karena sudah memberi hak hidup padamu, juga temanmu,” ujar salah seorang pria dengan rambut beruban.
Dahi Vintari berkerut. “Apa maksudmu? Nyawaku bukan milik Kalimera. Aku mengabdi pada negara, tapi tak mau mengorbankan diri,” tegas Vintari. Dia tak ingin seperti Dean yang menjadi aparat negara ini dan menyerahkan seluruh hidupnya untuk diatur oleh pemerintahan.
Orang itu tersenyum sinis. “Warga Kalimera yang terkena virus pada level tiga akan dibebaskan hak hidupnya. Ini demi menjaga warga lain agar tak tertular. Temanmu—Tuan Dean—sudah mencapai level tiga. Jika kau tak mau bekerjasama dengan pemerintah, kami tak dapat menolongnya.”
“Kau …,” ucap Vintari dengan sengit. Matanya memanas dan napasnya bagai terenggut saat mengingat kondisi Dean. Dean begitu berbakti terhadap Kalimera, tetapi inikah yang negara lakukan untuknya? Cukup dengan membuatnya mati saat sang prajurit tak berguna lagi.
Pria berkepala botak lainnya turut berbicara. “Nona Vintari, dari catatan kesehatanmu, kau dan Dean pengonsumsi kafein dosis tinggi. Keintiman kalian membuat zat tersebut melekat erat di darah dan saat virus menyerang, hanya daya tahan tubuh masing-masing yang menentukan. Kau kebal, Dean tidak,” terangnya.
“Maksudmu, aku menularkan efek kafein pada Dean saat kami berhubungan intim dan secara tak langsung aku menjadi penyebab Dean tak dapat bertahan?” Vintari tertawa mengejek. “Baik, apapun penjelasan ilmiah kalian tentang kafein atau hormon di tubuh kami, tetap saja virus dari si Bangsat itu yang harus kalian cemaskan.”
Keparat kau, Dean, umpat Vintari di dalam hati.
Saat bersama pria itu, Vintari lupa daratan dan selalu menurutinya untuk tenggelam dalam panasnya bercinta. Vintari lupa jika tubuh Dean juga dipantau negara yang artinya dapat diketahui dengan siapa ia bercinta.
Pemerintah di Kalimera sangat ketat pada kondisi para aparatur negara. Mereka dapat mendeteksi seberapa banyak para prajurit itu mengonsumsi gizi, bahkan melepas hormonnya. Bagi Vintari, ini sangat tak nyaman ketika urusan pribadinya diketahui oleh orang lain.
Seharusnya ia tahu, mereka dapat mengontrol Dean saat makan, minum, olahraga, bahkan bercinta, dan Vintari termasuk di dalamnya karena ia berhubungan intim dengan Dean.
“Untuk itu, kami membutuhkan kesediaanmu demi menolong Kalimera,” jelas pria dengan rambut beruban.
“Apa yang kalian inginkan?” tanya Vintari kemudian. Dia teringat dirinya kebal. Mungkin mereka menginginkan darah dan beberapa organ tubuhnya untuk diteliti.
Pria berkepala botak melirik pada pria muda yang berdiri tak jauh dari mereka. Pria muda itu mengangguk lantas mulai menekan layar datar hingga di tengah meja tampak sebuah hologram seorang pria.
Dia terlihat muda, berkacamata, tubuhnya sehat terawat dan kesan tampan tapi dingin tak terelakkan. Beberapa layar memunculkan data dan video aktifitas orang tersebut. Vintari seksama memerhatikannya.
“Duncan, seorang ilmuwan muda dari Detroit City. Ia pernah dipenjara dan diasingkan karena menentang sang Jenderal. Namun, kecerdasannya sangat kita butuhkan. Dia memiliki penghambat virus yang menyerang warga Kalimera. Sayangnya, dia tak dapat dengan mudah memberikan penemuannya begitu saja. Kau harus ….”
“Tunggu dulu,” potong Vintari. “Dalam hematku, kita justru harus menemukan Fachrein. Paksa dia untuk membuat penawarnya karena setiap racun akan ada penawarnya.
Jika ia tak mau, suntikan kafein dalam tubuhnya maka ia akan terpaksa menunjukkan di mana penawar itu. Atau … lakukan dengan cara lama, cabut satu persatu kuku-kukunya, sayat-sayat wajahnya, atau cari seluruh keluarganya dan gantung bersamaan di depan seluruh warga lain,” terang Vintari dengan geram.
Pria berkepala botak itu tertawa. “Mulut tajammu seperti Jenderal saja.”
“Aku tak sudi kau menyamakanku dengannya!” hardik Vintari.
“Tenanglah, Nona.” Pria berkepala botak mendekati Vintari. “Orang seperti Fachrein sulit untuk ditumpas. Jika Fachrein sudah tak ada pun akan bermunculan Fachrein-Fachrein yang lain.”
“Hukum semua pengikutnya! Asingkan mereka di bumi dengan bawaan penyakit menular seperti kusta,” potong Vintari berapi-api.
Sebuah tawa terdengar lagi dari pria tak berambut itu. “Simpan tenagamu, Nona. Lagipula, aku belum selesai bicara.” Pria itu sekarang duduk di samping Vintari. “Kami punya orang-orang untuk membasmi pengacau seperti Fachrein. Percayalah.
Namun, jika kami hanya menggunakan cara itu, warga Kalimera akan banyak yang dikorbankan karena prosesnya lama. Mereka tidak akan tahan karena virus itu membuat sakit mereka parah dan ketika mencapai tahap level tiga, Presiden Orion akan mengikuti cara Jenderal Achilles untuk membunuh mereka.”
Pria itu menjeda agar Vintari menyerap apa yang ia ucapkan. “Duncan punya penghambat, memang bukan penawar. Virus D3V4 tetap akan menjangkiti mereka yang tak kebal. Tapi, bagi kita itu keuntungan. Rakyat Kalimera kebal dan virus itu akan terus menjangkit warga di luar Kalimera. Itu seperti kita menyerang mereka, hanya tak menggunakan tangan sendiri. Dalam hal ini, Fachrein yang akan disalahkan seperti Jenderal Achilles yang berapi-api memburu orang itu.”
“Bukankah itu sama saja seperti merenggut hak hidup orang banyak, Tuan ….”
“Juan Daniel,” ucap pria berkepala botak itu.
“Tuan Juan Daniel,” sambung Vintari. “Mengapa tak memberikan penghambat itu juga untuk yang lainnya?” tanya Vintari.
Juan Daniel menghela napas. “Bukan tugas kita untuk mempertahankan ras manusia. Tapi, sudah kewajiban kita melindungi Kalimera. Setiap warga di bulan punya cara sendiri untuk bertahan, salah satunya pada kebijakan pemerintah. Ngocoks.com
Detroit City misalnya, Jenderal Achilles membuat perisai anti virus tercanggih untuk melindungi negaranya. Namun, ketika ada warganya yang terjangkit, Jenderal tak bisa mengobati dan harus membunuhnya demi kestabilan negara. Kalimera akan melakukan tindakan yang sama, tetapi akan lebih baik jika warga diberi kekebalan tubuh juga, kan?” desak Juan Daniel.
“Lalu, apa tugasku?” Vintari bertanya langsung pada intinya. Ia pusing jika harus memikirkan usaha negara.
“Kami akan mengubah datamu menjadi seorang petani biasa. Kau yang kebal, pasti dapat menembus perisai Detroit City. Selama menjadi imigran gelap, kau harus mengambil zat penghambat D3V4 dari Duncan,” terang Juan Daniel.
“Caranya?” tanya Vintari yang masih belum mengerti.
“Membujuk,” sahut Juan Daniel setelah diam beberapa detik.
Vintari mencerna sebuah kata yang mengandung banyak makna dari pria di sampingnya lantas tawanya meledak. “Aku harus tidur dengan Duncan lalu mengendap-endap di tengah malam untuk mengambil penemuannya?” Vintari berdiri dan memandang marah. “Aku seorang negosiator negara, bukan pencuri murahan!”
“Nona Vintari, mengingat hubunganmu dengan Dean ….”
“Tinggal bersama Dean tak menjadikanku seorang jalang yang dapat tidur dengan siapapun.” Vintari melangkah pergi dari Juan Daniel. Setelah mencapai pintu ia menoleh ke arah pria yang masih menatapnya. “Berhenti mengurusi aktifitas ranjangku dengan Dean,” murkanya.
Lutut Vintari begitu lemas saat keluar dari istana. Tak ia sangka akan begitu pelik bencana di Kalimera. Kini dia menggunakan alat transportasi umum di bulan, seperti sebuah kereta gantung, tetapi memiliki kecepatan luar biasa. Butuh waktu tiga menit untuk mencapai tiga kilometer jarak perjalanan. Wanita itu memilih ke rumah sakit untuk membesuk Dean.
Saat di depan ruang isolasi, terjadi keributan. Beberapa warga masuk membawa senjata laser dan menembak secara membabi buta. Mereka marah karena pihak rumah sakit tak dapat menolong beberapa pasien yang mencapai level tiga.
Mereka bisa menebak bahwa pihak rumah sakit sengaja membuat pasien meninggal lebih cepat. Beberapa yang tak terima dengan ketidakadilan ini, menghancurkan tabung-tabung lain yang berisi warga sekarat.
“Dean!” jerit Vintari saat seorang warga yang marah akan menembakan senjata laser itu.
Vintari menendang tangan pria itu hingga senjatanya jatuh. Pukulan dari pria itu dilayangkan ke arah wajah Vintari, tetapi dapat dihindari. Vintari balas memukul perut pria di hadapannya, saat pria itu menunduk, Vintari menendang belakang telinga lawannya hingga tersungkur.
Sebuah tembakan laser lain hampir saja melukai Vintari. Wanita itu berbalik badan dan melihat pria lain mengarahkan senjata pada tabung Dean. Vintari melepas sebelah sepatunya untuk melempar tangan pria bersenjata. Tembakan pria itu meleset dan senjatanya terjatuh. Sinar laser dari senjata yang dapat membakar kulit itu mengenai perut bawah Vintari.
Wanita itu mengerang kesakitan dan jatuh tertelungkup di atas tabung Dean. Darahnya menghiasi tabung kaca dan Vintari menangis saat melihat wajah pucat Dean. “Tolong aku, Dean,” isaknya.
Sebuah pukulan mendarat di punggung Vintari. Wanita itu terjatuh dan mengerang. Ia melihat pria penyerangnya sedang menodongkan besi panjang padanya. Sakit meranggas seluruh tubuh Vintari hingga wanita itu pasrah untuk mati. Namun, pria itu melayangkan besi untuk menghancurkan tubuh kaca Dean.
“Jangan!” jerit Vintari. Ia mengeluarkan belati dari sepatunya yang lain lalu mencabik di atas mata kaki pria penyerang Dean. Pria itu jatuh dan terkapar saat darahnya memuncrat. Sementara Vintari berusaha berdiri. Ia melihat tubuh Dean yang mulai bergerak seperti kesulitan bernapas.
“Dean, bertahanlah,” lirih Vintari sebelum wanita itu jatuh dan tak sadarkan diri.
Bersambung…