Vintari menoleh ke arah telepon yang digunakan Martinez untuk menghubungi suaminya. Wanita itu segera menekan layar lebar, mencari ruangan yang akan ia hubungi. Pada tulisan ‘ruang meeting’ ia menekannya dan muncul wajah pria bermata sipit di layar monitor.
“Ya?”
“Istrimu sakit,” ujar Vintari.
Vintari kembali ke sisi Martinez yang mulai kehilangan kesadaran. Tak lama pintu terbuka dan dua pria berlari ke arah Vintari. Riyu segera meraup tubuh atas Martinez, sedangkan Duncan menarik Vintari untuk memberi ruang.
“Apa yang terjadi?”
“Dia mengeluh sakit kepala dan sesak napas,” jawab Vintari pada pertanyaan Riyu.
“Hubungi dokter sekarang,” usul Duncan yang terdengar seperti perintah.
Riyu mengambil ponsel di sakunya lalu menghubungi rumah sakit di bulan. Suara operator terdengar dan meminta status Martinez saat ini. Riyu menempelkan telapak tangan di ponsel, agar pihak rumah sakit mendeteksi penyakit Martinez cukup men-scan telepak tangan dan datang membawa pertolongan yang dibutuhkan.
“Terinfeksi virus.” Suara operator.
Wajah Riyu nampak terkejut begitu juga dengan Duncan. Sementara Vintari justru semakin tegang karena ia tahu virus apa tepatnya. Riyu meminta detail dari alat di tangannya.
Layar ponsel mengeluarkan suara operator yang menerangkan penyakit yang diderita Martinez. Ia positif mengidap virus D3V4 stadium 2. Martinez akan segera dikarantina.
“Ini tidak mungkin,” keluh Riyu bagai sebuah bisikan.
“Dia baru stadium 2. Masih bisa diselamatkan. Tenang saja,” tutur Duncan menenangkan.
“Tenang? Tadi kami baik-baik saja dan sekarang istriku terserang virus. Mana mungkin aku bisa tenang?!” Riyu menatap Vintari. “Kau … apa yang sudah kau lakukan?”
Duncan melindungi tubuh Vintari dengan menyembunyikan wanita itu di balik tubuhnya. “Riyu, kami tak terkena virus itu.”
Riyu bangkit dan menantang Duncan. “Dia imigran. Tubuhnya pasti membawa virus itu.” Riyu berjalan ke dinding ruangan, menyetel beberapa sandi dan sebuah kotak keluar dari dinding. Ia mengeluarkan senjata dan menodongkannya ke arah Duncan dan Vintari.
“Katakan apa maumu? Mengapa kau menulari kami?” tekan Riyu dengan napas tersengal-sengal.
“Bukan aku,” bantah Vintari.
“Kumohon, Riyu. Jangan gegabah. Turunkan senjatamu. Kau bisa melukai kita semua.”
“Minggir, Duncan! Aku hanya ingin melukainya. Ia penyebab Martinez sakit!”
Pintu ruangan otomatis itu justru dibuka paksa dan beberapa tentara Detroit City menggerebek mereka. Semua berpakaian lengkap dengan sejata di tangan mereka. Beberapa orang lain yang mengenakan pakaian bagai astronot memeriksa tubuh Martinez.
“Mengapa tentara Detroit City ada di sini?” tanya Duncan pada semua orang yang ada di sana. “Martinez hanya sakit, bukan?”
Langkah seorang pira mencuri perhatian orang-orang di sana. Wajah tampannya begitu dingin hingga membuat siapa pun yang menatapnya, akan gentar. Ia memandang ke arah Duncan sebelum menoleh ke arah Riyu.
“Seorang pembuat pakaian menyimpan senjata, mengaktifkan dan menodongkannya pada warga sipil lainnya, di tengah istrinya sekarat karena virus D3V4.”
Riyu gemetaran, menurunkan senjatanya, lalu tergagap menjawab, “Ma-maaf, Jenderal Achilles. Mereka … istri sakit.”
Jenderal Achilles menoleh ke arah orang-orang yang menangani Mertinez. Kepalanya mengangguk memberi perintah lalu salah seorah medis itu menyuntikan sesuatu pada pergelangan tangan Martinez. Beberapa detik kemudian tubuh wanita itu dimasukkan ke dalam tabung kaca yang mereka bawa.
“Apa yang kau lakukan? Kau … kau membunuhnya?” tanya Riyu dengan suara bergetar.
“Dia baru stadium 2, Jenderal! Kau bisa mengarantinanya hingga sembuh!” bentak Duncan yang segera dipegang oleh tentara Detroit City. Salah seorang dari mereka memukul pria berambut pirang itu hingga terjatuh dan menodongkan senjata laser tept di kepalanya.
“Dia bisa menularkan virus kepada warga lain. Aku tak ingin mengambil resiko,” ujar Jenderal Achilles tanpa perasaan.
“Kau kejam!” teriak Riyu lalu mengaktifkan senjata laser ditangannya untuk ditembakkan ke arah pemimpin negara Detroit City.
Jenderal Achilles yang mengerti akan reaksi Riyu, memutar badan dengan lihai dan terhindar dari serangan laser yang dapat melukainya. Sinar laser dari Riyu mengenai tembok, memantul, dan merusak beberapa alat di sana hingga menimbulkan letupan kecil.
Sedangkan Vintari segera tiarap karena letupan angin panas itu mendorong tubuh belakangnya. Jatuh yang tak wanita itu duga membuat kepalanya terantuk lantai dan mengerang. Melihat itu, Duncan ana menolong, tetapi tentara lainnya memukul wajah pria itu.
Sedangkan Jenderal Achilles segera memberi isyarat pada tentaranya untuk menembak mati Riyu saat itu juga. “Aku tak suka pemberontak,” ucapnya. Ngocoks.com
Orang-orang itu mengusung jasad Riyu dan mata Jenderal Achilles menatap wanita yang duduk di lantai memandangnya. Ketika didekati, wanita itu beringsut mundur. Seringai tipis yang hampir tak kentara terbit di wajah tampan Jenderal. Ia menarik tubuh Vintari agar berdiri dengannya.
Sementara Vintari sudah gatal ingin balas mengunci tangan sang jenderal yang menyentuhnya. Pria yang mendominasi atas dirinya membuat Vintari muak. Namun, posisinya saat ini bukan negosiator Kalimera yang dapat mematikan lawan hanya dengan mulut pedasnya. Ia seorang petani gandum.
Alih-alih mengeluarkan perlindungan diri, Vintari mengerang dan meneteskan air mata saat pria yang dikenal berdarah dingin itu meraih rahang bawahnya.
Tangan halusnya menangkup punggung tangan sang jenderal dan menyapunya secara tak sengaja. Jenderal itu tak tergoda? Vintari bermain lebih jauh lagi. Tangannya terulur hingga menekan dada sang jenderal, mendorongnya dengan lemah, layaknya hanya itu kekuatannya.
“Jangan, Jenderal,” isak Vintari dengan menunjukkan raut tak berdaya.
“jenderal! Dia pasanganku, kau tak boleh menyakitinya!” hardik Duncan yang bergegas bangun, menahan beberapa pukulan, dan berhasil mendekati sang jenderal.
Namun, jenderal yang ahli bela diri itu menendang Duncan hingga pria itu jatuh berlutut. Tentara yang lain segera memukulkan senjata ke arah kepala Duncan hingga pria itu jatuh di lantai. Menatap Vintari yang menangis dengan pandangan kaburnya.
Mata Jenderal Achilles kembali nyalan menatap Vintari. Gemuruh di dadanya kian menggebu. Ia segera memerintahkan salah satu tentara untuk memindai wajah Vintari. Jenderal terkejut saat data di benda pipih itu menyebutkan bahwa wanita itu petani gandum. Belum pernah berpasangan dengan siapa pun.
Tangan Jenderal Achilles meraih pinggang Vintari setelah memberikan alat itu kembali ke tentaranya. “Apa yang Kalimera rencanakan?”
“Aku tak mengerti maksudmu. Kau menyakitiku,” erang Vintari. Menunduk agar beberapa helai rambutnya menyapu punggung tangan Jenderal. Melemaskan kedua kakinya hingga tubuh wanita itu mendekat ke arah jenderal lalu menggaungkan desahnya. Vintari yakin pria dari Detroit City tak pernah digoda.
Seperti dugaan Vintari, Jenderal melepaskannya dan berjalan mundur. Pria itu masih menunjukkan ekspresi tak suka dan memerintahkan kepada para tentara. “Sterilkan tempat ini!”
Duncan yang mengerti akan hal itu, menarik lengan Vintari agar berlari bersamanya. Ia menekan layar dan pergi dari pintu lain yang dilewati jenderal. Setelah di dalam lift, Duncan memeluk Vintari erat-erat dan terdengar sebuah ledakkan hingga ruangan lift bergetar.
“Aku akan membawamu pergi dari sini,” bisik Duncan di telinga Vintari.
Wajah Vintari mendongak. “Aku takut. Mereka membunuh Riyu dan Martinez, lalu meledakkan tempat mereka. Apa yang terjadi?”
“Aku berurusan dengan Jenderal terkejam di Detroit City, Sayang. Begitulah cara kami hidup. Dibayang-bayang Jenderal Achilles yang kejam.”
Vintari menenggelamkan wajahnya di dada bidang Duncan. Isakannya terdengar, tetapi senyum kecilnya tersungging. Baginya, sang jenderal tak akan berkuasa lebih lama, karena Vintari memeluk Duncan. Pria yang bisa menyelamatkan Kalimera di saat negara lain seperti Detroit City hancur oleh virus D4VA.
Seharusnya Vintari tak perlu dendam pada Fachrein si pembuat kekacauan. Terima kasih pada pria itu yang telah merusak kestabilan suatu negera, tetapi orang-orang seperti Vintari yang akan mengambil keuntungan dari pengacau seperti dia. Kalimera akan tetap berjaya.
Bersambung…