Aku yang seorang mahasiswa di rantau tak hanya mengandalkan uang kiriman abangku. Aku juga bekerja pada seseorang tapi tidak terikat, hanya dipanggil jika dibutuhkan. Beliau seorang politikus sekaligus bertani, beliau memiliki tanah luas yang dikelola anak buahnya. Beliau memiliki seorang istri yang masih muda, 28th sementara beliau sendiri sudah 46th kalau tidak salah.
Aku yang bekerja kepada beliau hanya sebagai pekerja kasar, seperti bongkar gudang, tebas rumput, bahkan pernah jadi mata2 beliau untuk mengawasi lawan politiknya.
Malam itu (entah hari apa saya lupa) saya sedang asik chat dengan Kak Tuti. Dimana Kak Tuti kubuat seperti diharapkan kedatangannya tapi Kak Tuti tak berani datang karena saya bilang “di daerah ini sering razia kost dan penginapan”. Haha.. memang benar begitu kok, bukannya maksud aku menakuti Kak Tuti agar tak jadi datang.
Tiba-tiba ada telpon masuk di android milikku “wih boss.. duit nih” sorakku senang dalam hati sambil nyengir kuda.
Ku angkat “Selamat malam Boss.. tumben nih?”
“Jo.. kamu dimana? Ada tugas tapi sekarang, bisa?” Tanya si Boss.
“Oke boss, siap. Stand by saya sih”. Jawabku yakin.
“Kamu cari Ibu, tadi dia keluar katanya mau ketemu temennya. Tapi kudengar dia bicara sama cowok via telpon. Kamu cari tahu sama siapa dia pergi. Kabari kalo sudah dapat infonya” kata boss memberi instruksi
“Wehh soal keluarga, repot nih.. mana istri boss baik banget lagi” batinku
“Si-siap Pak.. Ibu pakai Fortune putih kah?” Jawabku agak ragu
“Iya baru pergi, hati2 Jo.. main bersih” wejangan si boss.
“Alamak e.. ada2 saja tugasnya. Yang enakan dikit ngapa boss. Makanya punya bini muda diiket di kamar biar gak lari.
Kalo temennya orang kuasa kan berabe juga aku” ocehku setelah telpon dimatikan.
Segera kuambil topi dan jaket jeans lusuh yang entah dari kapan belum dicuci.
Aku pun siap muter2 kota menjalankan tugas.
“Hitung2 cuci mata deh liat cabe” batinku menghibur diri
“Nah tuh mobilnya” saat aku sampai di daerah pusat kota. Tak jauh dari situ ada 2 penginapan. Aku lihat dari kejauhan. Tak ada gerak gerik di dalam mobil. Aku standby di warung kopi seberang penginapan yang agak mendingan kualitasnya. “Moga gak kelamaan, besok kuliah pagi nih” runtukku dalam hati.
Hampir 2 jam aku menunggu tak ada pergerakkan. Aku lihat mobil di kejauhan masih terparkir.
“Lama amat” aku pun pergi dari warkop itu berjalan ke arah hotel satunya. Saat aku sedang berjalan tiba2 istri bos keluar dari penginapan seorang diri. Dan bodohnya lagi dia melihatku!
“Shitt.. oke pura2 ga lihat, cuek tenang” aku kembali berjalan seolah ingin belanja ke indomerit tak jauh dari parkir mobil istri bos ku itu.
Aku masuk indomerit, kubeli rokok. Saat keluar, aku dikagetkan istri bos yang sudah menunggu di balik mobilnya. Kulihat ia jalan menghampiriku. Aku nyalakan rokok dengan masih tetap pura2 tak melihat.
“Ngapain disini Jo?” tegurnya.
“Beli rokok bu” jawabku. Memang umur kita tak jauh, dan dia juga pernah minta aku panggil kakak saja seperti anak buah suaminya yang lain.. tapi aku tetap kekeh memanggilnya ibu agar aku tahu batasan.
“Aku liat tadi kamu dari warkop itu, emang disana ga jual rokok?” desaknya
“Ada sih tapi rokok ini ga ada disana” dalihku berusaha mencari alasan
“Ohh.. gitu” jawabnya masih tak percaya
“Iya bu” balasku singkat sambil menunduk. Yah bawaan kalau dengan yang lebih tua atau dituakan ya gini. Beda sikapku dengan yang sepantaran.
“Gak usah begoin aku Joo, aku tau kamu disuruh bapak buat ngikutin aku” ucapnya yang membuatku panik
“Ehh.. enggak kok bu, saya cuma lagi santai aja. Ini juga udah mau balik. Besok kuliah pagi soalnya” balasku sambil beralasan.
“Aku kasih tau Jo, lawanmu punya kuasa. Lebih baik kamu gak usah ngelapor apa yang kamu lihat” ancamnya yang mulai membuatku kecil
Aku terdiam bingung mau berdalih apa lagi.
“Besok sore aku ke tempatmu Jo. inget jangan gak usah lapor. Lawanmu orang besar” ancamnya lagi.
Dia pun ke pergi.
“Mati aku” gumamku sambil menahan emosi karena kebodohanku sendiri.
Karena ketakutan dari ancaman, akhirnya aku turuti kemauan istri bosku.
Saat tiba di tempat dimana aku parkir motor, aku bbm ke bosku. “Pak, ibu sudah balik. Saya awasi kedua penginapan dekat ibu parkir mobil, tapi ibu tak keluar dari sana. Ibu berjalan sendiri dari arah pusat jajanan kota. Maaf misi gagal”
Aku pun yang masih kesal pulang ke kost, sampai kamar kulihat bbm “gak apa Jo, yang penting tidak keluar dari penginapan” balas bos ku yang sepertinya lega dengan laporanku.
“Haduuh bos, istrimu si Dyah itu lonte! Maaf bos” kataku ngomong sendiri sambil terduduk di kasur.
Aku yang tak habis pikir dengan Bu Dyah masih agak merinding teringat ancamannya. “Apa dia serius ya?” pikirku khawatir.
Aku pun tidur dengan berjuta pikiran dengan kemungkinan yang ada. Mengenai kelakuan Bu Dyah yang selama ini kuhormati, keluarga Bosku yang terancam gagal lagi, bahkan ancaman Bu Dyah.
Keesokan hari tak ada yang berarti, pagi kuliah dan pulang langsung fitness. Nothing special.
Saat aku pulang, kost sudah mulai brisik dengan aktifitas para alay yang sedang ngumpul di teras. Aku yang capek langsung masuk kamar dan bersiap mandi.
Setelah mandi aku gabung dengan para anak labil yang sedang berisik di depan.
Kami biasa menunggu gelap seperti ini, tak ada yang komentar dengan aku yang belum lama ini memasukan Kak Desi ke kamar. Kita “tahu sama tahu”.
Adzan maghrib seakan membubarkan para remaja labil ini.
Aku yang masih betah di teras tak ikut bubar. Aku tenggelam dalam lamunan sampai seseorang yang sangat kukenal dengan maticnya masuk ke halaman.
“Beneran ke sini” batinku, merinding teringat ancamannya.
Aku yang paham akan membicarakan hal yang rahasia, mengajak Bu Dyah ke kamarku. Saat berjalan ke kamarku yang paling ujung, aku tahu para alay pasti ada yang melihat tapi mereka tidak pernah saling singgung mengenai kegiatan “pribadi” masing2.
Aku persilahkan Bu Dyah, ku tutup dan kukunci pintu. Aku duduk bersila di depannya. Dia mulai bicara
“Kayaknya kamu ga lapor” ucapnya
Aku diam tertunduk di depan Bu Dyah yang mengenakan jeans pendek selutut dan sweater coklat.
“Baguslah. Kamu udah dewasa, kamu pasti tau soal kebutuhan ITU. Meski badan kamu besar, tapi kamu ga akan mampu melawan. Dia orang besar” sambungnya
“Kalau boleh tau siapa bu?” tanyaku penasaran.
Bu Dyah diam sejenak dan terlihat menatapku, seolah dia belum yakin denganku yang akan merahasiakannya.
“Pangkatnya lebih tinggi dari Bapak” jawabnya.
Ia keluarkan rokok LA mild merah dan menyalakannya. “Kamu jaga rahasia ini Jo, jangan sampai kamu diburu orang itu karena mencemarkan namanya” kata Bu Dyah sambil mundur bersandar di tembok.
“Iya Bu” sahutku yang merasa terancam
“Ngomong2 kamarmu berantakan juga Jo” katanya, kemudian membuang abu rokok sembarangan di atas lantai.
Aku masih terdiam.
“Badan kamu bagus Jo, muka juga gak jelek2 amat. Jadi simpenan aja, istri pejabat banyak yang gatel loh. Nanti kamu bisa tinggal di tempat yang agak mendingan” kata Bu Dyah dengan santainya.
“Maaf Bu, saya gak tertarik kerja begituan” jawabku takut membuatnya tersinggung.
“Jangan2 kamu suka sesama jenis ya?” ditawarin enak dan duit banyak gak mau.
“Saya normal bu” aku membela diri
“Masak sih? Kamu pernah mikir buat merkosa aku gak Jo?” pertanyaan aneh pun terlontar
“Gak pernah Bu, saya sangat menghormati Ibu” balasku yang tidak habis pikir dengan Bu Dyah
Lalu Bu Dyah meleoas sweaternya, kemudian kaosnya.. menyisakan BH dengan warna cup ungu dan tali hitam yang ia kenakan.
Ia tersenyum melihatku yang kaget atas tingkahnya.
Namun aku tak berani bertindak, lain halnya jika dia adalah Kak Desi.
“Berdiri Jo” pinta Bu Dyah
Aku turuti permintaannya
Lalu dia mendekat dan menarik celana kolorku sampai pergelangan kaki dan menarik CDku pula.
“Kamu pasti homo ya Jo? Ada cewek begini masih gak berdiri. Apa aku yang kurang cantik?” Cerocosnya yang membuatku naik darah.
Aku yang berusaha menahan diri pun menjawab “saya normal Bu, hanya saja saya terlalu menghormati Ibu. Ibu cantik kok, buktinya ada ibu masih ada yang deketin sampai semalam kencan” kebodohanku terlepas
“Hati2 kalo ngomong Jo!” ujarnya yang merasa direndahkan sambil melempar rokoknya sembarangan
“Maaf Bu” balasku
Ia kemudian malah menggoda penisku yang belum sampai setengah tegang. Diurutnya penisku sampai hampir full power.
Dikocoknya penisku, lalu tiba2 ia masukkan ke mulutnya lalu mengeluarkannya kembali. Bibir tebalnya yang sensual mengecup lubang di kepala penisku yang kini sudah tegang sempurna.
Kembali ia masukkan penisku ke dalam mulutnya. “Ahhh Buu” erangku saat sedotan pertama darinya kurasakan.
Ia hanya masukkan kepala penisku, kemudian ia sedot-sedot kuat sambil mengocok bagian penis yang tak ia masukkan. “Ohhhkkhh Buuu” kembali aku mengerang menikmati ulah Bu Dyah.
Ia melakukannya sambil mendongak melihatku.
Kurang lebih 10menit kami bermain, atau mungkin lebih tepatnya aku dimainkan.. lantas dia mengakhiri aksinya.
Ia memungut dan kaos dan sweternya sambil berkata “pakai celanamu”.
“Hah? Segitu? Anjing!” umpatku dalam hati sambil merapihkan celana kolor dan CDku.
“Kalo kamu bisa bekerja sama, aku bakal sering kasih bonus” katanya sambil berlalu pergi meninggalkanku di kamar.
Aku pusing, bukan pusing karena tak dipuaskan melainkan pusing karena harus bagaimana lagi aku menutupi kebobrokan Bu Dyah di depan suaminya.
Aku tak ingin memikirkan hal itu terlalu mendalam. “Aku punya kehidupan sendiri” pikirku
Aku pun mengecek BBM, tak ada pesan selain pesan Kak Tuti si memek gatel yang malas kujawab.
Ku lihat Kak Desi mengganti DP, “woohh si Chika sama kakaknya” batinku yang mulai berpikir mesum mengenai kak Desi.
Seperti biasa aku chat dia, “Chikaa Love u ”
“Mimpi mblo?” jawab Kak Desi seperti biasa dengan olokannya
“Kali aja dikasih jadi istriku kak, namanya juga usaha” balasku
“Chika tadi baca, katanya kamu lebay. Hahahaa Om2 lebay” kak Desi kembali menjawab
“Masa sih Chika deket kakak sekarang? Emuuuaaacchhh sampaikan ciumanku buat Chika ya” balasnya memasuki mode alay
“Kalo kamu serius, kamu kesini besok.. nih chika lagi sakit.” Kak desi membalas bersama kabar anaknya yang sakit
Aku pun membalas “aduh sakit yaa.. calon istriku mau dibawakan apa?”
“Haduh Joo.. belum juga ketemu udah main claim calon istri. Bangun mblo!” balas kak Desi dengan tak ketinggalan olokannya.
“Yah kak, namanya juga usaha. Jomblo lama kayak aku pasti setia nantinya loh” balasku lagi
Ia tak membalas, aku yang memang sudah tau dimana Kak Desi tinggal berniat menengok anaknya yang masih SMP itu.
Iya, Chika ini masih SMP. Tapi kliatan manis banget, aku sih bukannya mau pdkt sama Chika.. emang aku niatnya deketin keluarga Kak Desi aja biar gak ada kecurigaan.
Esoknya aktifitas seperti biasa, kuliah. Sepulang kuliah aku gak latihan karena berniat ke rumah Kak Desi. Aku bersiap, membeli beberapa buah dari uang pemberian waktu ditempat abangku (amplop coklat).
Kurang lebih jam 2 siang aku tiba di rumah Kak Desi. Kak Desi sendiri yang membukakan pintu.
“Seriusan kamu Jo kesini?” Kak desi kaget karena kedatanganku
“Pasti lah kak, kan calon istri sakit masa gak nengok” ucapku sambil nyengir kuda.
“Hadeeh.. kamu Jo.. ternyata serius ya” balas kak desi sambil mengajakku masuk.
Rumahnya sepi, mungkin suaminya pergi dan si Dina anak kak desi yang besar belum pulang.
“Kok sepi kak?” tanyaku sambil mengamati sekeliling.
“Suami kakak kerja pulang petang terus, kalo Dina baru aja brangkat ngampus” jawab kak desi sambik membawakanku minum.
Aku hanya manggut2.
“Chika sakit apa kak?” tanyaku lagi
“Biasa demam” jawabnya singkat
“Demam kok dibiasain?” tanyaku sambil belagak bego.
“Susah amat ngomong sama kamu! Maksud kakak tuh demam doang, namanya juga masa pertumbuhan. Apalagi kemarin dia main ke waterboom sampe sore” balas kak desi
“Aku nengokin Chika boleh kak?” kataku sambil pasang muka serius.
“Ayo deh, dia lagi main hape tadi.. sambil kenalan juga” ajak kak desi
Kami jalan menuju kamar Chika.
Aku memang belum pernah bertemu dengannya, selama ini aku hanya lihat dia di foto.
“Chikaa.. ada yang mau ketemu nih..” kata kak desi sambil membuka pintu.
“Suruh masuk aja Bund..” jawab chika
Saat ku lihat dia sedang duduk bersandar di ranjangnya, “manisnya melebihi emaknya” itu yang kupikirkan.
“Siapa tuh Bund?” tanya Chika yang tak mengenaliku.
“Itu loh yang semalam nitip ciuman buat kamu” kata kak Desi mengingatkan
“Ohhh.. om alay” katanya sambil tertawa kecil
“Hai manis.. kok om alay? Haduuh.. sama calon suami sendiri kok gitu” kataku sambil duduk di kursi dekat kaki Chika.
“Manis juga, sayang masih anak2” batinku.
“Ternyata om serius nengokin Chika ya.. apa jangan2 Om beneran suka sama Chika?” katanya sambil tersenyum dan fokus menatapku
*sekedar info, umurku 24! Jangan bayangkan Bejo kayak Om2 senang yg kayak di tv2.
“Kalau Om serius emang Chika mau?” tanyaku sambil membalas tatapannya
“Gak ahh.. om udah tua!” jawabnya sambil tertawa
“Hahahaaa.. sabar mblo!” kata Kak Desi sambil menepuk pundakku.
Kami pun sama2 tertawa lepas..
Serasa sudah kenal lama, kami mengobrol dengan enjoynya meski ditinggal Kak Desi ke belakang.
“Eh bunda kemana tadi kok belum balik?” tanyaku yang kehabisan topik pembicaraan
“Mungkin nyiapkan makan Om, udah hampir jam 3, Chika biasanya makan jam segini” terangnya
“Ohh.. eh om cari bunda dulu ya, biar bunda nyiapin makan buat Chika” ucapku
“Iya om” jawabnya sambil tersenyum sangat manis
Aku pun keluar kamar Chika, kudengar ada yang melakukan kegiatan diarah belakang. Aku menghampiri sumber suara, ternyata Kak Desi yang sedang menyiapkan makan. “Disini makannya emang sore kah kak?”
“Ehh Jo.. iya Jo.. udah kebiasaan” jawabnya yang terkaget dengan kehadiranku
Ku dekati Kak Desi yang tengah mengelap piring yang hendak dipakai. Kupeluk dia dari belakang.
“Jo.. jangan disini, ada Chika!” hardiknya sambil menghentikan pekerjaannya
“Pengen cium aja kok kak.. sekali aja” rengekku dengan muka memelas setelah membalik badannya.
Aku ditarik ke arah yang tak terjangkau pandangan dari arah kamar Chika, lalu Kak Desi memelukku. “Sekali aja ya. Jangan sekali2 minta lagi atau kita akhiri aja” ucapnya serius
Aku respon dengan kecupan di bibir dan dilanjutkan dengan ciuman. Ia pun membalas mencium bibirku dan kita saling melumat. Tak hanya saking melumat, kami juga mainkan lidah kami saat itu. Tangan kak Desi yang tadi merangkulku kini mendorongku dan menghentikan kegiatan kami lantaran aku mencoba meraba payudaranya.
“Jangan keterusan” ucapnya singkat sambil kembali meneruskan mempersiapkan meja makan.
Aku kembali ke kamar Chika,
“Maniss.. makanan udah siap tuh..” kataku pada Chika yg masih bersandar dan memainkan hapenya.
Ia tersenyum saat aku mengatakan bahwa makan siang sudah siap, lalu ia turun dari ranjangnya siap menuju ruang makan yang berada di belakang.
“Kuat gak? Atau mau Om gemdong?” kataku sambil menggoda.
“Kuat lah Om, cuma pusing doang masa ga kuat jalan. Tapi kalo Om maksa, aku mau kok digendong” katanya sambil nyengir kuda memamerkan gigi2nya.
“Ya udah Om maksa deh” aku pun kearahnya dan memposisikan badanku setengah jongkok agar ia naik di punggungku.
Ia pun naik, di punggungku. Kami mungkin terlihat seperti Ayah dan Anak jika seperti ini. Tapi aku tak peduli.
Aku pun membawa Chika ke arah meja makan.
“Ikhh romantisnya.. istrinya sakit suaminya gendong ke meja makan” ucap Kak Desi melihat tingkah kami.
“Serasi ya Bund? Heheee” sahut Chika
“Kalo cocok, langsung aku lamar bulan depan Kak” ucapku menanggapi komentar Kak Desi
“Enak aja.. ngarep amat mblo!” olok Kak Desi.
Kami tertawa sambil aku menurukan Chika dekat kursi.
“Aku heran Bund, Om Bejo baik.. kok gak punya pacar yah?” kata chika setelah duduk di kursinya
“Mungkin mau nunggu kamu Chikk” balas Kak Desi
“Ihh romantisnyaa” sahut Chika dengan gaya centil khas ABG
“Aku sih kalo udah sayang, jangankan nunggu.. suruh nikahin sekarang juga mau” kataku sambil duduk.
Kak Desi tersenyum sambil geleng kepala mendengar jawaban konyolku.
“Eh Jo, emang udah Kakak ajak makan? Main duduk aja” kata kak desi membuyarkanku yang sedang tersipu.
“Ehh” reflekku saat dengar ucapan Kak Desi sambil garuk2 kepala yang tak gatal
Kak Desi dan Chika pun tertawa.
“Udah jangan salting Jo, gak mungkin lah calon menantu sendiri gak diajak makan bareng” katanya sambil melirik Chika
“Ihh Bunda nihh..” sahut Chika yang ternyata tersipu malu mendengar pernyataan Bundanya.
“Udah yuk makan, Bejo makan yang banyak.. mumpung gratis!” ucap Kak Desi yang setengah meledek
“Iya lah Kak.. namanya juga anak kost! Eh apa aku ikut panggil Bunda ya?” kataku dengan pede gila
Suasana makan yang ramai, asik dan konyol kami bertiga pun terlewati.
“Om gendong lagi” rengek manja Chika yang membuat Kak Desi heran
“Ciee kayaknya bakal ada gosip baru nih..” kata kak desi menyindir putrinya
“Apa sih Bunda, jangan iri yah sama pengantin baru!” balas Chika
Kak Desi tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya.
Aku pun kembali menggendong Chika kembali ke kamarnya.
Aku turunkan Chika di dekat ranjangnya, diapun duduk di tepian
“Om sini Chika bisikin deh” ucapnya
Aku pun memajukan kepalaku mendekatinya.
Ia malah merangkulku dan “Cupp” mengecup bibirku.
Aku kaget, tersenyum dan balas mengecupnya.
Ia tersipu, “itu buat Om yang udah baik mau gendong Chika”
Aku diam menatapnya sambil tersenyum.
“Baru juga ketemu sekali, udah main kecup aja. Bahaya bener ABG jaman sekarang. Apa cuma karena dia gak dapat perhatian lebih dari Ayahnya ya?” bingung dalam hati.
Suasana canggung menyelimuti kami berdua.
“Om, minta nomor dan pin nya yah” ucapnya membelah kecanggungan.
“Nih.. tapi dikasih nama sayang aja yah” balasku
“Ihh Om nih.. ganjen masa modusin anak kecil” sahut Chika
“Tapi Om gak anggap kamu anak kecil loh. Om anggap Chika sebagai wanita yang harus mendapat kasih sayang lebih” ucapku sok dewasa
Chika terdiam, wajahnya kosong seakan memang dia kurang diperhatikan seseorang yang ia sayang.
“Chika belum pernah pacaran, mungkinkah dia memang sesuai perkiraanku.. kurang perhatian dari Ayahnya yang mungkin sangat ia kagumi” dalam hati aku menerka-nerka.
Singkatnya aku pamit pulang karena hari sudah sore.
“Kak Desi, Chika.. aku pamit ya” kataku yang berniat pamit pulang
“Oh yaudah Jo, kirain mau nunggu” sahut Kak Desi
“Nunggu apa Kak?” tanya ku penasaran
“Nunggu diusir!” olok Kak Desi yang diikuti tawa kami bertiga.
“Yaudah kak lah, aku pamit beneran nih” ucapku lagi
“Hati2 Jo, makasih udah jenguk Chika” katanya sambil menjabat tanganku
Aku pun kearah Chika untuk bersalaman “Om balik ya, kalo Chika kangen boleh kok telpon Om nanti” ucapku sambil tanganku dicium Chika.
“Ihh Om kepedean, siapa juga yang bakal kangen” balasnya setelah mencium tanganku
Ku elus rambutnya “sama calon suami sendiri masa gak kangen” sambungku lagi
Aku pun keluar dari kamar Chika diantar Kak Desi. Baru keluar dari kamarnya dan dirasa aman, aku remas bongkahan pantatnya dari samping.
Ia menepis tanganku lebih tepatnya memukul.
Sampai lah kami di teras rumah Kak Desi, tiba2 kak desi angkat bicara
“Jangan macem2 Jo, aku gak mau ambil resiko” katanya setelah kondisi aman untuk bicara
“Maaf Kak, aku ga tahan dekat Kakak”
“Eh tadi aku pikir kamu serius sama Chika” kata Kak Desi yang berusaha mengalihkan topik
“Kalo aku direstui, aku ya bakal serius” balasku sambil memakai helm.
“Hati2 Jo” ucapnya saat aku mulai melangkah ke motor
Kak Desi menatapku sambil tersenyum namun matanya seakan kosong seperti tatapan Chika tadi.
Aku pun pulang ke kost.
“Sepi amat, tumben.. kemana para alayers yah” gumamku setibanya di kost.
Aku pun berjalan menuju kamar, terdengar jenis suara tak asing dari beberapa kamar tetanggaku. “Pantas sepi, lagi pada happy sih” batinku mendengar desahan dari kamar para tetangga. “Kok bisa barengan gitu” pikirku.
Kost yang aku tempati ini adalah kost putra dimana bisa terbilang bebas karena tidak campur dengan pemiliknya.
Lantai atas ada 8 kamar yang isinya 1 pekerjaanya sebagai debt colector, 5 pelajar SMA dan aku yang mahasiswa.
Sedangkan lantai bawah hanya ada 4 kamar yang penghuninya aku tak begitu kenal, karena jarang keluar si penghuninya.
Aku masuk ke kamarku dan ganti baju kebesaran ku. Yah singlet dan celana pendek. Kubuka pintu kamar agar lebih adem suasananya. Susu coklat, rokok kupeesiapkan. Aku di tepi kasur dan main game kecil di andro ku. Jam 5 sore aku bangkit dan mandi. Setelah mandi, aku main game lagi. Sungguh tidak penting kan?
Haha.. Sebenernya ada rencana ke fitness center tapi malas karena biasanya ramai kalau sore dan banyak tante ganjen yang bikin main tidak fokus. Bagiku keberadaan tante ganjen di fitness center bukan hal yang menguntungkan, malah merugikan, bikin salah fokus! Bukannya angkat beban malah bisa ngiler liat tingkah dan body mereka.
Kadang aku mikir, kenapa mereka gak ikut kelas aerobik aja? Atau emang mau cari peler disana? Entahlah.. hanya Tuhan yang tahu. Ngocoks.com
Maaf curcol.
Aku yang sedang asik buka2 sosmed di androku kaget tiba2 ada yang masuk dan mengunci pintu kamarku.
Sepatu olahraga, legging, sweater hoodie, ransel adides itu yang ia pakai.
Aku seketika duduk di tepi kasur. Menunggu ia yang sedang meletakkan tas dan melepas sepatunya.
“Gak keluar Jo?”
“Gak Bu, masih sore” jawabku yang memang sebenernya jarang nongkrong.
Bu Dyah ikut duduk di tepian kasur sambil menyalakan rokoknya.
“Pulang senam Bu?” tanyaku
Aku yang sebenarnya penasaran ada hal apa dia kesini tak berani menanyakan. “Kayaknya aku udah setuju buat tutup mulut. Ngapain lagi sih?” pikirku.
“Ga jadi senam, lagi males.” jawabnya sambil menyeruput susu coklatku. “Woii aku yang punya aja belum nyicip!” batinku.
Aku ikut nyalakan rokok, sambil mengamati gameku.
“Jo.. kamu beneran gak lapor ke bapak kan?” ungkitnya masalah yang sudah lalu
“Ndak Bu, sesuai permintaan Ibu” jawabku mencoba meyakinkan.
Ia membuka sweater hoodienya. Tersajilah tubuh Bu Dyah dengan kostum senamnya, Legging hitam dan tanktop abu-abu.
Terasa ada yang menggeliat di bawahku, oh itu si otong yang melakukan perenggangan setelah bangun tidur.
Aku berusaha santai, kututup gameku. Tapi tiba2 ada pesan dari Chika “Omku sayang ” lalu “maaf om, dibajak Bunda”. Ahh mereka sedang bercanda disana. Aku yang berusaha cuek pada Bu Dyah malah membalas pesan Chika, “aku udah mau salto loh baca BM kamu”.
Klingg.. pesan dari Chika lagi “ihh Om ngarep bener sama Chika, Chika masih kecil loh Om. Emang Om gak malu kalau misal kita beneran jadian?” panjang bener.. pikirku.
“Masa iya aku malu jadian sama cewek semanis kamu” kubalas pesannya
“Om tuh sukanya godain terus” balasnya lagi.
Baru kubaca chatnya, tiba2 Bu Dyah memepetku. “Siapa Jo? Cewekmu?” tanyanya kepo.
“Temen Bu” jawabku singkat
“Temen ngentot?”
Aku kaget mendengar ucapnya yang terakhir, apalagi ia menyandarkan tubuhnya ke badanku.
Bersambung…