Aku tutup hapeku, tak jadi membalas pesan. Bu Dyah dengan santainya bersandar di badanku padahal kalo cuma mau nyandar, tembok juga bisa.
Bu Dyah masih asik menghisap rokoknya, kuteguk susu coklat sisa yang diminum Bu Dyah.
“Jo.. apa aku jadi kliatan tuaan ya? Sejak aku melahirkan, bapak jadi kurang perhatiannya” kata Bu Dyah yg asik menikmati lintingan tembakau.
Sekedar info. Sejak beberapa bulan lalu setelah anaknya yang sekarang sudah berusia lebih dari 2th tidak minum ASInya, anak mereka di asuh oleh keluarga suami Bu Dyah. Alasannya karena didikan keluarga Bos ku itu sangat bagus dan mereka putuskan harus memulainya sejak dini. Bu Dyah sebagai ibunya akan mengunjungi anaknya seminggu sekali.
“Stres jauh dari anak dan kurang perhatian suami, mungkin ini yang membuat dia liar di luar rumah.” pikirku.
“Ibu itu masih sangat menarik kok, seksi malah” hiburku
“Setan mana jo yang ngajarin ngomong gitu? Mentang2 berdua dikamar, jadi mulai kurang ajar” ucapnya yang agak membuatku kaget
Kupikir ia marah, tapi ternyata masih santai bersandar di badanku.
Posisi kami aku duduk di kasur, Bu Dyah bersandar di punggung menghadap arah belakangku, kakinya di tembok.
“Saya jujur loh bu, ngomong apa adanya.” ucapku sambil berusaha memutar badanku 90 derajat ke arah kiri, memposisikan badan Bu Dyah agar terlentang sambil kepalanya berbantal paha kiriku.
“Mana ada, kamu aja kemarin ga nafsu liat dadaku” ucapnya sambil memandang lekat wajahku ke atas.
Ku kumpulkan keberanian, kupegang payudaranya dengan tangan kiriku dan berkata “Kalau bukan istri Bapak, pasti sudah saya telanjangin Ibu”
“Dasar cemen!” ucapnya menanggapiku
“Salah pemilihan kata Bu!” batinku yang memanas saat kudengar omongannya
Segera aku bangkit, kulepas kaos singlet dan celana kolor serta CDku.
Bu Dyah yang terbaring nampak bingung dengan perubahan sikapku.
Otong yang sepemikiran denganku sudah setengah bangun.
Segera aku bimbing ke arah mulut busuk yang tadi bilang aku “cemen”. Bu Dyah nampak masih bingung namun entah karena naluri atau apa, ia membuka jalan agar aku memasukkan penisku ke mulutnya.
Slepp.. Bu Dyah yang masih dengan tatapan heran mulai menghisap-hisap penisku dalam mulutnya yang membuat penisku terbangkitkan sepenuhnya.
Aku membebaskan penisku dari kulumannya. Kubimbing Bu Dyah untuk duduk, setelah ia duduk langsung ku sosor dan lumat bibirnya. Bibir tebal Bu Dyah ku hisap2 terutama bibir bawahnya.
Kubuka tanktopnya, ia memudahkan usahaku dengan mengangkat lengannya.
Lehernya yang jenjang seakan berteriak “jamah aku!,” ku jilat dan ku hisap kuat bagian itu sampai berbekas. “Jooo.. ehnnnghh.. jangan ninggalin bekas..” erangnya saat kuhisap kuat.
Aku tak pedulikan apa yang bu dyah katakan, malah aku tambah kembali cupanganku.
“Hah hah hah.. joo..” nafasnya memburu saat kuhentikan cumbuanku pada lehernya yang putih bersih mulus itu.
Kubuka pengait BHnya, sebenarnya aku tak begitu suka dengan bentuk isi BHnya tapi tetap saja karena ini jalan yang sudah kupilih jadi harus tuntas.
Payudara yg menggantung miliknya sudah terbebas, besar memang tapi agak kendor mirip pepaya.
Kubaringkan Bu Dyah dengan posisi searah kasur, kembali ku lumat bibirnya.
“Ehmmhh ekhhmm” erangnya tertahan saat tanganku ikut bekerja memilin putingnya yang sudah kaku.
Kubangkit dan nyalakan musik lagi, kali ini aliran metal yang terklik playlistnya.
Kuhampiri lagi Bu Dyah, kini pandangan Bu Dyah seperti ketakutan melihat keagresifanku.
Kumulai lagi aksiku, kuciumi wajahnya mendekat ke telinganya dan kugigit2 kecil daun telinganya. Satu tanganku tak berhenti memilin bergantian puting coklat milik Bu Dyah. Kami kembali berciuman, saling hisap bibir bahkan lidah.
Aku berpindah ke dadanya, ku telusuri payudaranya yang besar mulai dari belahan lalu ke bawahnya bergantian kiri kanan. Kedua tanganku mencengkram dan meremas buah dada besar miliknya.
“Ahhh Jooo… ampuuunn…” rengek Bu Dyah saat aku mulai bermain di puncak payudaranya. Kuhisap kuat lalu kumainkan lidahku agar menari bersama putingnya, bergantian kiri kanan. Wajah ketakutannya karena keagresifanku kini berganti dengan wajah pasrah.
Aku yang lupa bahwa Bu Dyah masih mengenakan leggingnya, segera aku loloskan sisa pakaian yang melekat pada tubuhnya.
Kini bu dyah telah 100% telanjang pasrah dengan perlakuanku.
Kulipat dan kubuka pahanya, kuambil posisi diatasnya dengan penis yang menempel pada vaginanya
“Masukin Joo.. aku dah ga tahan.. please” rengeknya yang tak kupedulikan.
Kulumat kembali bibir tebal yang tadi mengucap kata kunci kemarahanku, kuhisap bibir itu dengan bernafsu dan tak ketinggalan kususuri juga langit2 mulut bu dyah, kutarik tarik lidahnya dengan lidahku. “Ehehhmmm emhh” erangnya yang seakan memintakan memasukkan penisku. Kurasakan juga pinggulnya bergoyang2 menggesekkan vaginanya pada penisnya yang masih power full.
Kini kuingin menuju ke bawah sana yang sedang asik bergoyang. Saat kulepas lumatanku, kuperhatikan goyangannya..
“Pro banget” pikirku.
Aku turunkan lagi badanku, ku raih kembali payudaranya yang sudah sangat basah karena liurku dan keringatnya dengan tanganku yang siap memilin puncak itu.
Kudarat kan kecupan dan beralih mencumbu sekitar telinga kirinya. Intensitas gesekan terasa meninggi, “ehmmmhhh” terdengar lenguh panjang dari Bu Dyah saat ku hisap daun telinganya. Bersamaan itu kurasakan pinggulnya terangkat mendesak penisku yang tadi dia gesek2.
“Permainan baru dimulai Bu” bisikku padanya.
Aku turun ke perutnya, kulihat bekas jahitan di sana. “Bekas operasi?” tanyaku dalam hati.
Kumulai bahasi sekitar pusarnya dengan lidahku, kujilati bagian pusarnya juga. “Jooo… geliiii…” desah Bu Dyah
Kumulai turun ke daerah lembah keramatnya, bulu-bulu yang terlihat terawat jadi basah karena ulahku.
Posisi Bu Dyah yang masih mengangkang memudahkanku beraksi, kubelah garis vaginanya. “Banjir bandang! Hahaa” tawaku dalam hati karena bangga.
Aku bimbing lidahku naik turun menyapu sisa orgasmenya.
Tiba-tiba “dog dog dog” pintu kamarku diketuk.
Kesal rasanya kegiatanku terganggu. Tapi apa boleh buat, ku lepar sweater Bu Dyah yang ditangkap dan dipakai menutupi ketelanjangannya.
Kubuka pintu sedikit, “ada apa bro?” tanyaku pada tetanggaku yang bekerja sebagai debt colector. “nanti ada razia kost” jawabnya sambil melirik ke arah Bu Dyah.
“Jam biasa?”
“Iya, kira2 jam 9 mereka mulai berangkat sweping.”
“Oke thanks” sambil kuberi dia 1bungkus rokok yang memang aku stok untuk konsumsi sendiri.
Aku pun menutup pintu, dan balik badan hendak meneruskan urusanku. Tapi kulihat bu dyah sedang memunguti pakaiannya yang berserakan di samping kasur.
“Mau kemana?” tanyaku dengan mimik wajah yg marah.
“Mau ada razia kan? Lagian udah setengah 8, pulang senam kemaleman ga enak sama bapak” ucapnya sambil ekspresi takut melihatku marah
“Mana ku peduli!” Kataku setengah membentak
Ia terdiam menatapku penuh kemarahan. Kuhampiri Bu Dyah yang sedang memegangi pakaiannya yang sudah ia pungut. Kupegang rambutnya acak-acakan meski masih terikat, lalu kuarahkan penisku ke depan mulutnya. Ia yang takut melihatku tak seperti biasanya langsung melahap dan melayani kemauanku. Aku yang masih marah akibat perkataannya sebelum semua dimulai, menyodok2kan penisku ke mulutnya bahkan sesekali aku berusaha masukkan sampai mentok mesti tak bisa.
Ia yang mendapatkan perlakuan kasar terlihat air mata keluar dari sudut matanya. Aku yang iba melihatnya menghemtikan hujaman2ku.
Kucabut penisku, “maafin aku Joo..” katanya sambil terengah-engah.
“Mainkan seperti kemarin bu” kataku sambil menempelkan penisku pada pipinya.
Ia pun mulai, penisku dimasukkan, disedot kuat dan ia keluarkan lagi. Ia masukkan lagi sebatas helmnya, menyedotinya kuat-kuat sambil mengocok batang yang ia tak masukkan.
“Ahh Buu.. kalau begini.. saya gak akan kasar lagi” kataku yang seakan reda emosinya
Bu Dyah yang mendengar eranganku kini jadi tak menunjukkan mimik takut lagi, bahkan mulai menikmati permainan.
Ia masih sibuk di bawah sana, mengocok hisap helm dan sesekali juga menghisap bijiku.
Kulihat jam sudah hampir pukul 8malam. Aku pun berniat harus berhasil membuat Bu Dyah terkapar karena nikmat.
Aku tarik berdiri Bu Dyah, posisikan ia bersandar di tembok ku angkat dan kupegangi satu kakinya. Bu Dyah yang paham membimbing penisku mencicip cita rasa vaginanya. “Blesss”
Kumentokkan penisku “masih sempit, sebanding dengan Kak Yanti” pikirku membandingkan.
Kulihat Bu Dyah malah menghadap samping, memejamkan mata tapi membuka mulutnya lebar. Sepertinya dia belum terbiasa dengan ukuran milikku.
Tapi aku yang merasa dibatasi waktu mulai mengayunkan pinggul. Kurasa Bu Dyah juga ikut bergoyang. Ia membenamkan wajahnya di bahuku sambil menahan erangannya.
“Jooo.. pelannn.. jooo.. ohhhkkkhhh…” erangnya saat kunaikkan ritme ayunan pinggulku.
Aku tak peduli, tetap kukayuh dengan speed yang sama. Ia kelojotan menerima hujaman2 di vaginanya.
Kunaikkan lagi speed ku, “ohhh jooo…” lenguhan Bu Dyah yang disertai dekapan kuat menghentikan gerakanku.
Kucabut dan kubimbing Bu Dyah agar duduk diatas pangkuanku, aku ingin mencoba goyangannya yang terlihat pro tadi saat menggesek penisku.
Ia mengerti keinginanku, segera ia masukkan penisku dan mulai menggoyang.
“Ohh Buu… goyangan luar biasa.. aku sukaa buuu..” erangku mengomentari goyangannya yang luar biasa
“Joo.. ohh.. kontol kamu bisa bikin aku ketagihan akhhh… ohhh.. jooo…” suara dari Bu Dyah yang terlihat menikmati pergumulan kami.
Tak lama berselang, ia jadi hilang kendali menggoyang memompa dengan liar. Aku yang menebak bahwa ia ingin segera mendapat reward atas usahanya, membantunya dengan meremas-remas benda menggantung di dadanya.
Ternyata tindakanku berhasil membantunya membuahkan hasil saat remasanku ku rumah dengan memilin putingnya yang mengacung.
“Joo… anjingg.. enakkk… joo..” erang panjang Bu Dyah yang dibarengi dengan hentakan pinggulnya yang seakan ingin melahap penisku. Denyutan demi denyutan pada vagina Bu Dyah sangat kunikmati, himpitan vagina dan denyutannya saat orgasme benar2 memabukkanku.
Saat terasa reda, aku tak mau berlama-lama karena masih sadar kalau waktu kami terbatas.
Ku sanggah pinggulnya, saat hendak ku hentakkan pinggulku agar penisku kembali menyusup ia angkat bicara “emang kamu belum jo?” tanyanya dengan wajah puas.
“Belum bu” ku jawab seperlunya
Ia tak menanggapi ku dengan omongan tapi ia mengangguk, yang kuartikan sebagai tanda restu agar aku juga mendapat puas atas dirinya.
Kuhujamkan batangku mulai dari tempo pelan, sedang dan tinggi. Ia menunduk sambil membuka mulutnya, “ohhhh ehh” suara erangnya tiap hentakanku menabrak vaginanya.
Ia kemudian pasrah telungkup diatasku sambil tetap menerima pompaanku.
“Ohhhhhh” lenguhan panjang kembali terdengar.. aku tak peduli.. tetap ku pompa bu Dyah dengan kasar.
Kurasakan ia mencengkram deltoid ku sambil terus mengerang-erang.
Aku yang merasa sakit bagian bahu karena cengkraman bu dyah menghenyikan tusukanku.
Kulihat sudah hampir jam 9. Ku balikkan badan kami, kini Bu Dyah dibawahku bahkan kakinya melingkar di pinggangku seolah tak ingin aku pergi.
Aku mulai kembali memompanya dengan keinginan segera menyudahi perbuatan kami.
Hujaman demi hujamanku di respon Bu Dyah dengan desah dan erangan yang mungkin terdengar di luar karena erangam Bu Dyah makin keras seolah di berteriak.
Kini bu dyah yang tadinya hanya kakinya yang melingkar di pinggangku, sekarang Bu Dyah juga mendekapku. Semakin erat dada kami beradu.
Aku yang sudah hampir sampai, makin semangat pula aku aku hujani memeknya dengan tusukan kasar penisku.
“Ahhhhh… Buuuuu…” erangku saat kuhentakkan kuat agar penisku benar2 tenggelam dalam vaginanya.
“Ehngggjhh..“lenguhan Bu Dyah namun seperti tertahan saat penisku menyemburkan isinya di dalam vagina legit Bu Dyah.
Aku lihat jam, “masih kurang 10menitan” pikirku.
Ku coba ajak Bu Dyah mengobrol, aku duduk sambil menyalakan rokok.
“Bu memek ibu sangat nikmat, bahkan lebih enak dari punya anak SMA” pujiku yang berusaha membuka obrolan.
Ia pun ikut duduk kemudian ia bersandar di bahuku.
“Memekku rasanya kayak ada yg mengganjal jo, kayak perawan aja nih” katanya
“Ibu masih mau berani sebut aku cemen?” aku berusaha menyudutkan
“Gak lah.. aku aja sampe hampir gila karena kamu tadi. Kamu jantan Jo” jawabnya sambil memeluk lengan kananku.
“Jantan mana sama selingkuhan ibu?” tanyaku mulai menyelidik
“Kamu lah Jo.. tau gak waktu kita ketemu malam itu, aku dikerjain berdua. Tapi mereka berdua ga ada apa2nya kalo dibanding dikerjain kamu”
“Wah main bertiga ya.. emang siapa aja yang pernah ngerjain ibu?” tanyaku lagi.
Akhirnya Bu Dyah mengakui melakukan perselingkuhan, bahkan ia menyebutkan siapa2 saja yang pernah menjamahnya. 1 nama yang membuatku kaget, dia orang yang dekat dengan Bos dan sering ditugasi Bos melakukan pekerjaan kotor yaitu ajudannya sendiri!
Jam 9lebih Bu Dyah pun pulang dengan keadaan yang tak karuan, badan lemah, badan basah penuh peluh dan liurku, cupangan yang aku tinggalkan pasti akan diketahui Bos. Tapi tak apa pikirku selama Bu Dyah suka hasil kerjaku, ia tak akan membuka mulut.
Rencanaku mengorek keterangan pun berhasil. Misi terlaksana!
Jam 9.30 polisi dan satpol pp melakukan sweeping, seperti biasa sasarannya adalah narkoba, minuman, dan seks bebas.
Kost kita yang selalu mendapat bocoran selalu lolos.
Tak lama berselang, hapeku berbunyi “Boss”. “Wah jangan2 istrinya buka mulut?? Bangsat! Anjing!” Aku mengumpat sendiri di dalam kamar belum berani mengangkat telepon.
Panggilan tak kujawab.
Boss menelepon lagi…
Kali ini kuberanikan diri mengangkatnya,
“Hallo”
“Ke warkop depan polsek, kutungu” kata boss yang langsung menutup telepon
Aku panik setengah mati. Bingung harus berbuat apa. Rasanya ingin kabur saja, lagi pula aku ada biaya di amplop coklat.
“Aku lelaki, harus tanggung jawab!” Sisi baik dalam hati seakan berbisik
Aku akhirnya nekad berangkat menemui Bos.
Warkop sepi tempat kami bertemu sudah terlihat, aku kembali mantabkan hati untuk menemuinya. Kuparkir motor disamping motor Bos, kulangkahkan kaki masuk menemuinya.
Aku duduk di kursi didepan Bos, beliau mulai bicara.
“Istriku habis kencan dengan seorang pria” katanya membuka perbincangan, kulihat wajahnya yang nampak geram. Mentalku kecil kembali di depannya.
“Boss dapat info darimana? Apakah bisa dipercaya?” kataku menyelidik
“Keparat itu meninggalkan tanda di tubuh Dyah” semakin geram wajah Bos
“Lalu bagaimana selanjutnya Pak?” tanyaku agak ketar-ketir
“Kamu ikuti kemana saja saat pergi” perintahnya
Hatiku PLONG! Aku tak ketahuan, Bu Dyah juga tak buka mulut.
“Baik pak nanti saya akan cari bantuan yang bisa dipercaya” jawabku menerima perintah
“Kalau butuh dana dulu kamu bisa telpon atau temui saya di kantor, saya tidak bawa uang cash sekarang”
“Baik pak” yang sudah tak was2 lagi.
“Saya undur diri dulu, saya akan laksanakan semaksimal mungkin”
Aku pun pergi meninggalkan Bos, aku pulang ke kost dengan hati yang tenang.
“Saya sudah dapat bantuan Pak, saya hanya akan mengawasi target saat malam. Kalau target curiga atau melihat kami saat menjalankan misi, kami akan bergantian” tengah malam ku kirim pesan itu ke Bos untuk meyakinkan saya sudah mulai bergerak.
Aku yang sebenarnya tak melakukan apapun dalam kasus ini pun sorak hore!
Kali ini aku bisa tenang. Tugas yang sebenarnya sudah beres, tinggal menunggu hasil saat kubuka kartu yang sudah kudapat.
Keesokannya aku pun beraktifitas seperti biasa, kuliah fitness pulang ke kost.
Jam 4 sore aku tiba di kost, alayers sedang berkumpul.. aku yang kondisi lelah pun hanya bersay-hello lalu naik ke atas, mandi dan ngumpul bareng para alayers.
Tak ada yang spesial hari itu, hanya chat dengan Kak Desi dan Chika. Kak Tuti yang sebelumnya sering chat walau gak guna karena hanya mengeluhkan kegatelannya pun akhir2 ini tak hubungi aku lagi, mungkin dah dapat kontol baru.
“Sayang dimana? Kok gak ada kabar 2hari ini? ” tulisan Chika di BBM saat kubaca setelah pulang kuliah. “Bukannya Chika belom pernah pacaran ya?” batinku bingung. Aku pun mengomentari tulisannya “Ciee.. yang ternyata punya pacar ”.
“Ikhh apaan sih” balasnya
“Lohh.. kok jutek?” pikirku
“Oh iya Om kemaren lupa gak balas BM kamu ya? Maaf yah.. mulai pikun nih.. Om kira udah Om balas, jadi Om juga nunggu balasan kamu ” balasku yang ingin menghidupkan suasana.
“Hahaha.. serius Om? Kirain kenapa gak balas, ternyata faktor U. Hahaaa..” balasnya
“Nyesel aku bilang pikun anak sama bundanya suka ngeledek”
“Ihh tua2 ngambekk.. jelek ihh..”
“Tuanya bisa di ilangin gak? Diganti sayang mungkin?”
“Eh Om dimana bisa minta tolong ndak?”
“Aku siap menjalankan permintaan tuan putri ”
“Jemput disekolah ya ” mintanya
“Oke.. wait a seccond *padahal 15menit ” balasku sambil segera bersiap.
Pkl 2:13 p. m aku menunggu sampai di seberang gerbang sekolahnya lalu aku langsung kabari Chika. Ia keluar berlari dengan lincahnya, “gayanya natural banget, tanpa ada dusta jadi selimutnya” gumamku lirih.
“Yuk Om” ajaknya sambil naik jok motorku.
“Kemana?” tanyaku
“Terserah yang penting jangan ke rumah, males ada ayah” jawabnya
“Loh ada ayah kok males? Eh mau makan dulu gak?” tanyaku lagi
“Chikka udah makan, ke kost Om Bejo aja yuk” katanya
“Oke lah kalau beggitu” kataku menirukan logat tegal
Kami pun sampai di kost, ku ajak Chika ke kamar ku dan ku kunci. Ku kunci pintu bukan karena aku mau perkosa dia, bukan. Aku cuma gak mau tiba2 Bu Dyah datang nyelonong.
Kami pun ngobrol sambil sambil buka snack dan softdrink yang kami beli di indomerit.
“Kamu kenapa Chikk kok ga mau pulang?” tanyaku
“Males ketemu Ayah” katanya
“Ya kenapa bisa males? Ayah kamu loh”
“Ayah sebenernya baik, tapi sekarang berubah sejak sering pulang ke rumah Mama” jelasnya
Mama disini adalah istri pertama yang katanya sampai sekarang gak rela diduakan.
Karena Chika keliatan sedih jadi aku berusaha mengganti topik.
“Eh katanya kamu belom punya pacar, tadi kamu update buat siapa?” tanyaku yang kepo
Chika diam, tersenyum lalu “buat Om”.
“Mau ngolok Om lagi yah? Ketebak” kataku
“Serius loh Om..” jelasnya
“Gak percaya” ucapku enteng.
Cupp.. dikecupnya pipiku.
“Apa tuh?” tanyaku sambil memegang pipi yang tadi dikecupnya
“Biar Om percaya” katanya santai sambil merebahkan diri.
Aku pun ikut berbaring di sampingnya.
“Ahh.. ciuman dipipi sih nyamuk juga bisa!” tantangku
“Mau lebih? Ijin dulu sama bunda” katanya
Aku yang berbaring lalu terduduk, “Kak Desi, aku sayang Chika, boleh ya aku cium bibirnya” “boleh” sambil aku menirukan suara perempuan.
“Ikhh Om Bejo gilaaaa” katanya dengan suara agak keras saat aku langsung mendekatkan bibirku.
Ku kecup bibir mungil gadis itu, Chika terpejam.. ku kecup lagi,, sekarang aku lumat bibirnya dan aku hisap-hisap bibirnya.
“Ihh om nyuri ciuman pertamaku” sambil menutup mukanya dengan bantal setelah aku melepas ciumanku.
“Kok kamu gak nolak?” tanyaku
“Aku kan penasaran gimana rasanya.. hahaaa” jawabnya sambil mengintip dari balik bantal.
Chika pun ikut duduk, sungguh pengalaman pertamaku aku disuguhi anak gadis manis dan polos seperti dia.
“Temen2 kamu sering cerita enaknya pacaran ya?” tanyaku
“Iya om, kadang aku juga jadi pengen” jawabnya
“Mereka pernah cerita apa aja? Kalo pacaran ngapain aja?” selidikku agak kepo
“Gitulah om, ciuman, raba2, bahkan ada yang pernah gitu” jawabnya dengan malu-malu
“Gitu apa sih?” tanyaku lagi
“Itu lohh.. ihh Om.. itu ML” ucapnya.
Chika memerah mukanya, mungkin dia malu mengucapkannya.
“Wow” hanya itu kata yang keluar dari mulutku.
“Om pernah ML?” tanyanya penasaran
Aku diam, menghela nafas.
“Pernah” jawabku singkat
“Gimana rasanya Om? Kata temenku ada yang enak, ada juga yang katanya sakit”
“Kalo cewek pertama sakit, malah bisa sampai 3 atau 4 kali masih sakit. Tapi lama2 enak, tergantung sih”
“Chika pernah kepikiran nyoba sama temen, tapi takut” ucapnya yang membuatku kaget
Aku angkat dia yang duduk di depanku agar duduk dipangkuanku. Ia kaget dengan perlakuanku. Tapi setelah kupeluk, ia terasa tenang.
“Kalo soal gitu, gak boleh coba2 yah. Kalo mau ngelakuin, kamu harus yakin. Dengan siapa kamu ngelakuin juga harus kamu pikir2 deh” nasehatku pada Chika yang sebenernya juga gak bener sih.
“Iya Om” ucapnya sambil memegangi tanganku yang memeluknya.
“Om baik ya.. coba kalo orang lain, pasti Chika udah diperkosa” sambungnya
“Kok?”
“Iya, Chika juga udah tau Om sebenernya soal begituan. Chika juga sering dibilang kuper karena belom pernah ngapa2in” sambungnya lagi
“Anak SMP sekarang ganas amat ya masih kelas 1 padahal.. sewaktu aku SMP perasaan masih jaman main tamiya” batinku
Aku mati kutu, gak bisa ngomong apa2 lagi.
“Om” panggilnya karena aku diam terus
“Ya Chikka?”
“Om serius gak waktu bilang sayang ke Chikka?” pertanyaan yang sulit dijawab
“Sayang lah, kalo ga sayang mana mau Om jemput kamu” pemilihan jawaban yang salah
“Chika juga sayang Om Bejo, kita pacaran yah”
Aku melongo mendengar ucapan gadis kecil ini.
“Jadi kalo bunda ngeledek Om Bejo, jawab aja kalo Om Bejo pacar Chika” sambungnya.
“Kita kan baru 2x ketemu Chik, kamu yakin? Lagian kamu masih sekolah” sahutku yang masih terheran karena ulah Chika Ngocoks.com
“Ndak apa, sekali kenal udah cukup bikin aku yakin dengan Om Bejo kok”
Aku gak bisa ngomong apa-apa.
“Udah sore nih, anterin Chika pulang ya sayang”
Aku yang masih kehabisan kata2 masih terdiam.
Cupp.. kecupan Chika membangunkanku dari lamunan.
“Chika, Om masih ga percaya kamu ngomong begitu” ucapku
Ia malah menciumku, melumat bibirku menirukan apa yang aku lakukan sebelumnya. Aku yang tadinya pasif jadi membalas aksinya. Kulumat juga bibirnya bahkan kini kumasukkan lidahku, ia terkaget tapi kembali terpejam menikmati perlakuanku.
“Chika yakin mau jadi pacar Om Bejo?” tanyaku yang masih tak percaya
“Iya sayang” kembali ia mengecup bibir ku.
“Yaudah nanti Om bilang terus terang sama Bunda ya” kutatap wajahnya
“Siapa takut.. bunda pasti ijinin, Om kan baik” balasnya yang belum tau diriku sebenarnya
“Yuk.. katanya mau pulang” ajakku
Aku pun mengantar Chika pulang.
Chika turun dari motorku setelah aku berhenti di halaman rumahnya.
“Om tunggu di teras yah, aku ganti baju dulu” pintanya
“Oke” jawabku singkat
Tak lama setelah Chika masuk, Kak Desi keluar dan duduk di kursi sampingku.
“Kalian dari mana Jo?” tanya Kak Desi yang matanya sembab
“Abis jalan di pusat jajanan Kak, Kakak kenapa? Kok kayak abis nangis?” tanyaku balik
“Gak apa2 Jo”
“Suami kakak dirumah?” tanyaku memastikan, karena tak ada sosok seorang Ayah keluar daritadi.
“Tadi pergi lagi?”
“Iya”
Chika pun keluar
“Om, ayo masuk” kata Chika
“Eh, iya Jo masuk” sambung kak Desi
“Eh Dina kemana? 2x kesini kok gak pernah ada?” tanyaku
“Biasa Jo, dina lagi jalan sama cowoknya. Balik paling maghrib” jawab Kak Desi
“Bunda abis nangis lagi? Kenapa Bund?” tanya Chika yang baru sadar kalau mata Bundanya sembab
“Biasa Chikk” jawab kak Desi
Mereka pun nampak lesu.
Aku bingung harus bagaimana, mencari ide untuk mencairkan suasana
“Kak, nanti abis maghrib aku jemput ya. Ada yang aku omongin. Soal Chika” kataku sambil melihat Chika.
“Aku ikut ya Om?” pinta Chika yang merasa terancam
“Gak boleh, kamu sama kak Dina di rumah” ucapku
“Ada apa Jo? Soal Chika? Tumben kenapa gak disini aja? Biasanya lewat BM” sahut kak desi.
“Penting Kak” kataku
“Oke kalau penting” kata Kak Desi sambil melihat Chika
“Kalau begitu aku pamit dulu Kak, maaf ya Chika” kataku sambil membelai kepalanya.
Bersambung…