Aku teringat bu rahma. Kukatan ke Yana tentang dia. Juga dia akan menelepon hari jumat untuk memastikan kedatangannya di hari sabtu. Yana lantas panik menyadari kemungkinan kebocoran informasi. Lantas kuberitahu lagi bahwa mama dan bu rahma merupakan orang yang tak suka sosialisai, apalagi sama tetangga.
Aku juga beritahu tentang kekayaannya. Yana senang, lantas menyambungkan kabel telepon lagi.
“Lu boleh pegang telepon kalau susulu mau gw bakar,” kata Yana mengancam mama. Mama percaya dan berjanji takkan melakukannya.
Esoknya bu rahma benar – benar menelepon. Kuangkat dan kubilang kalau mama sedang diluar. Kubilang juga mama menyuruhku mengangkat telepon dan bicara ke bu rahma kalau mama sangat mengharapkan kedatangannya esok hari.
Bu rahma terdengar senang. Juga bilang akan bawa anaknya. Dia akan datang sekijat jam delapan. Apa mamamu akan keberatan kalau bu rahma di sana lebih lama lagi, tanyanya.
Kujawab bahwa bu rahma boleh tinggal selama yang diinginkan. Gak selama itu, katanya, mungkin selama sebulan, lanjutnya. Kujawab kalau mama ingin agar bu rahma pindah saja dan tinggal dengan kami. Bu rahma tertawa dan bilang setidaknya aku akan punya teman main.
Aku menjawab sekenanya untuk menyenangkan dia, namun Yana dan Rudi ikut senang juga. Yana bilang kalau mereka akan sembunyi di kamar, lantas ngintip dari sana. Mama mesti kubawa ke dapur menjauhi pintu.
Jam delapan bu rahma benar – benar datang. Kubiarkan masuk. Bu rahma masuk sambil memegang rantai yang terpasang ke leher anaknya. Anaknya membawa keranjang besar berisi perkakas untuk menyiksa. Kutaksir umur anaknya kira – kira tiga belas tahun. Tubuhnya mungkin besar melihat dari bajunya yang longgar dan celananya yang besar.
Aku menyuruhnya langsung ke dapur untuk melihat mama, namun dia malah berkata, “sebentar lagi. Aku ingin kamu lihat teman barumu. Ayo lepas bajumu!”
Anaknya tanpa protes mulai melepas kancing bajunya satu – satu. Setelah itu dilepasnya. Anak itu memiliki susu! Dan saat celananya lepas, tak ada kontol di situ! Yang ada hanyalah memek tanpa jembut, dikelilingi tanda merah, yang kuyakin merupakan bekas sundutan rokok. Dia lantas disuruh merangkak seperti anjing menuju dapur.
Setelah agak dekat dengan dapur, Yana muncul dari kamar langsung menodong bu rahma, “diam lu anjing!”
Bu rahma lantas diam terkejut, tanpa suara. Mama keluar dari dapur, telanjang. Bu rahma tentu melihat bekas cambukan dan luka di tubuh mama, “apa yang terjadi pada dirimu, siapa mereka ini?”
“Mereka residivis kambuhan spesialis maling ayam tetangga.”
Bu rahma memperhatikan Yana dan Rudi, lantas bicara, “mereka bukan residivis, tapi buronan. Kemarin beritanya ada di tv. Di bui mereka juga bunuh sipir biar bisa kabur.”
“Ya… ya… makasih beritanya,” kata Yana. “Yang penting kita aman di sini.”
“Ya tuhan, mulutku bisa bikin celaka. Kamu pasti berusaha kabur lantas dipukuli sedemikian rupa.”
“Gak, aku gini karena dihukum karena nyiksa Kiki.”
“Oh tidak, kayak aku nyiksa Ani?”
“Lu bener. Lu berikutnya. Lu udah jelek, pasti gak peduli kita tambahin bekas luka lagi.”
Kulihat bu rahmat gak begitu jelek andai berpakaian yang selayaknya meski memang tubuhnya gemuk.
“Buka baju lu, biar lu tau tempat lu.”
“Jangan siksa saya, saya takkan melawan.”
Bu rahma lantas melepas pakaiannya. Terlihat lemak di perutnya.
Rudi melihat – lihat isi tas yang dibawa Ani. “Lihat nih,” katanya.
Rudi mengeluarkan cambuk dari kabel.
“Biasa dipakai di pantat,” Ani bicara. “Lihat nih efeknya, lebih dahsyat dari efek rumah kaca.” Ani berbalik dan menunjukan bekas luka di paha dan pantatnya.
Rudi mengeluarkan empat kali besar.
“Biasa dipasang ke memek dan susu, terus diangkat untuk menggantungku. Lihat nih lubangnya.”
Kulihat memek dan susunya, ternyata benar berlubang.
Rudi mengeluarkan tongkat.
“Tongset, alias tongkat setrum. Biasa dipakai nyetrum memek atau pantatku. Kadang aku pingsan dibuatnya.”
Rudi mengeluarkan cambuk kulit.
“Biasa dipakai untuk mencambuk diri sendiri. Kalau gak keras, bakal dipakai olehnya mencambuk memek dan putingku.”
“Benar,” akhirnya aku buka suara. “Aku juga suka disuruh nyambuk sendiri.”
Rudi mengeluarkan sekotak paku payung.
“Biasa disebarkan di lantai. Lantas aku disuruh berbaring dengan susu dan memek mengenai sebaran paku payung. Paku payung itu mesti nempel. Tentu sulit, saat bangun, langsung dapet lima cambukan. Mengerikan.”
“Berapa umurmu nak?”
“Dua belas jalan, mau tiga belas.”
“Untuk bocah seumuranmu, susumu termasuk besar.”
“Normalnya gak segede gini. Mama selalu pake jarum suntik dan menyuntikan carian garam. Efeknya tiap hari makin gede.
“Oh, jadi itu gunanya,” Rudi mengangkat jarum dan suntikan tipe besar. Serta sebuah larutan, namun bukan larutan yang ada binatang atau beberapa kaki.
“Ya, katanya mau iket kontol Kiki agar masuk ke celah pantat. Terus nyuntik pangkalnya biar kayak perempuan. Mungkin juga bikin susu Kiki jadi gede.”
“Luka di memekmu karena apa?”
“Sundutan rokok. Mama menyuruhku memohon agar menyundut lagi, kalau tidak nubinku bakal disundut.”
“Apaan tuh nubin?”
“Yang kecil di sini,” Ani menunjuk itilnya, “yang sangat sensitif.
“Oh, itu namanya itil. Kayak kontol kalau di anak laki.”
“Ya terserah. Kalau di elus nikmat, tapi kalau ditusuk jarum sakit sekali.
“Apa kamu dipaksa melakukan hal – hal seksual?”
“Belakangan ini mulai jarang dengan lelaki. Mama punya pacar, hingga pacarnya pindah ke luar kota. Mama suka nyuruh aku duduk di atas kontolnya, sementara susuku diremes mama hingga lakinya keluar. Dia juga kadang membuat anusku berdarah. Namun kini aku malah rindu dia, karena kini satu – satunya seks yang terjadi ya aku disuruh menjilati memek mama.
Rudi kembali mengeluarkan barang, kali ini dildo dengan ujungnya memasang bola besar.
“Itu untuk Kiki. Masukan ke anus, lantas pompa bolanya. Dildo otomatis membesar. Anus dijamin membesar plus berdarah. Pantatku telah berkali – kali dipasangi itu hingga bisa kalian pake.”
“Kebetulan nih,” kata Yana. Dia lantas mengeluarkan kontol dari celananya.
“Gak masalah,” Ani menambahkan. “Bisa pake pantatku. Aku mulai menyukainya meski sambil susu dicambuk.”
“Gw gak doyan bocah. Tapi Kiki mungkin suka. Gimana?”
“Boleh juga, dia lumayan lucu. Tapi memekku masih kekecilan kayanya. Pacar mama juga bilang kalau mulutku boleh juga.”
Luar biasa percakapan ini. Ngocoks.com
“Mau mukul mamamu gak?” tanya Yana ke Ani.
“Entahlah. Takut dia akan membalasnya, bahkan mungkin lebih dari yang kulakukan. Tapi kau boleh saja. Mau bunuh dia juga gak masalah. Biar aku bisa tinggal sama ayah.”
Bu Rahma berteriak, “dasar nakal. Kamu akan menyesalinya.
“Tidak,” kata Yana. “Ambil tongkatnya.”
Rahmat berteriak, “Kamu sedikit jalang. Aku akan membuat Anda menyesal!”
Yan mengatakan, “Tidak, kau tidak akan! Ambil Rod nya.”
Bu rahma berontak saat tangannya diikat di belakang punggung, namun tenaganya jelas kalah. Dia dibawa ke garasi, sementara aku membawa tas Ani.
“Apa mereka akan memukulnya sampai payah?” tanya Ani padaku. Kami berjalan berdampingan.
“Oh ya.”
“Oh.”
Mereka mengambil kail besar dan mengail puting dan bibir memek bu rahma. Bu rahma tentu berteriak sambil menangis. Kail di susunya diikat, lantas ditarik ke atas hingga berbentuk seperti es kon. Saat hampir robek, Yana menghentikan tarikannya.
Yana mengikat selangkangan bu rahma, lantas menariknya ke atas hingga kakinya tak menyentuh tanah. “Punya tusuk sate gak?” tanya Yana.
“Ada,” kataku lantas berlari mengambilnya. Mama duduk di sudut sambil menangis. Mungkin mengira dia selanjutnya. Kuberi tusuk sate ke Yana.
Yana menusuk tiap susu Bu Rahma dengan enam tusukan. Kail di memek Bu Rahma dipasangi ember. Ember itu lantas diairi membuat bibir memek bu rahma menggelambir.
Mereka kemudian menarik itilnya dengan tang dan menusuknya dengan jarum. Bu Rahma langsung pingsan. Mereka mengguyurnya hingga bangun dan kembali menjerit lagi. Mereka ambil kabel dan melilit itinya hingga seperti kontol terlilit. Itil itu kembali diikat ke kember dan diisi air lagi.
Yana menatap memek Bu Rahma, “gw gak doyan liat jembut.”
“Ada minyak tanah di sudut.”
Bu rahma mulai berteriak jangan, namun mereka membasahinya dengan minyak tanah lantas membakar jembutnya.
“Lebih parah dibanding rokok,” kata Ani.
Jembutnya habis dan memek serta itilnya jadi merah gelap. Bu rahma pingsan lagi saat api dimatikan. Namun Rudi mendekatkan garam ke hidung bu rahma hingga kembali sadar.
“Memeknya pasti sensitif,” kata Yana. Dia lantas mengambil cambuk kabel dan menyambuk memeknya hingga berdarah dan tentu, pingsan lagi.
Bu rahma kembali disadarkan. “Itilnya kepanjangan,” kata Rudi. Mereka lantas memotong itilnya hingga ember dipenuhi darah sementara mulutnya menjerit – jerit.
Tali yang mengangkatnya lantas digunting dan Bu rahma jatuh seperti batu. Kail di susunya merobek kulit dan dia mengerang di lantai.
Rudi menyuruh bu rahma bangun, namun bu rahma hanya mengerang. Rudi mengambil tongset (tongkat setrum) dan menyetrum memeknya menyebabkan bu rahma kelejotan hingga meninggal.
Bersambung…