The Beloved Wife (Session 2) – Selamat malam sobat Ngocokers yang setia. Sebelum mambaca cerita dibawah ada baiknya untuk membaca session 1 dengan judul The Beloved Wife (Session 1). Terima kasih bagi para pembaca ngocokers yang setia!
BERMAIN DIKANTOR
Suara Charlotte lantas dibungkam oleh ciuman Elliot. Jenis ciuman memabukkan yang mampu mengacaukan pikiran Charlotte dan membuatnya tak lagi memikirkan hal lain.
Bagi Charlotte, tindakan yang mereka lakukan sekarang ini sangat tidak bermoral. Hari ini adalah hari pertama Charlotte bekerja sebagai anak magang, tetapi dia sudah membiarkan atasannya menyentuh tubuh Charlotte sesuka hati di dalam ruang kantor.
Seandainya ada karyawan yang mengetahui tindakan itu, mereka mungkin akan menganggap Charlotte sebagai wanita murahan yang rela menyerahkan tubuhnya demi mendapatkan posisi tinggi di perusahaan.
Ngocoks Namun Charlotte tidak mempunyai waktu untuk memikirkan hal tersebut. Otaknya terlalu sibuk menerima rangsangan dan mengolah rangsangan itu menjadi sebuah kenikmatan.
Penampilan Charlotte sekarang ini sudah terlihat begitu kacau. Kancing pada kemejanya sudah terlepas semua, beberapa bahkan rusak akibat menerima tarikan kuat dari Elliot, bra yang dikenakan oleh Charlotte ditarik ke atas sehingga dadanya terekspos.
Rok hitam milik Charlotte sudah dibuang entah kemana dan celana dalamnya sudah lama dilucuti oleh Elliot. Satu – satunya pakaian yang masih melekat sempurna di tubuh Charlotte hanyalah stocking hitam selutut yang malah membuat penampilan Charlotte terlihat semakin menggoda.
Perlahan jari – jari Elliot menerobos masuk ke dalam inti Charlotte yang sudah terasa basah dan lembut. “Charlotte, kamu bilang takut ketahuan tapi kenapa sudah sebasah ini?”
Elliot tersenyum, lalu mendekatkan bibirnya di samping telinga Charlotte. “Apa mungkin kamu senang melakukannya di publik?”
“Aku tidak …” ucapan Charlotte terpotong oleh suara desahan tatkala jari Elliot menekan bagian sensitif yang ada di dalam intinya.
Tanpa sadar, Charlotte melebarkan pahanya sehingga ia duduk di antara kaki Elliot. Rangsangan yang diberikan Elliot terus – menerus membuat Charlotte sedikit menggerakan pinggulnya, berharap agar jari – jari itu terus membelai bagian dalamnya dengan cepat.
Begitu Charlotte hampir mencapai puncak, Elliot mengeluarkan jarinya, sehingga Charlotte mengerang frustasi. “Elliot … kenapa berhenti? Kumohon jangan berhenti ..”
Charlotte berusaha menarik lengan kokoh Elliot supaya pria itu kembali menyentuhnya, tapi Elliot tidak memenuhi permintaan Charlotte dan malah berkata, “Kamu ingin aku memenuhi hasratmu?”
Charlotte tidak menjawab, karena terlalu malu untuk mengucapkan kata.
Elliot akhirnya menggoda Charlotte dengan memainkan dada Charlotte. Menjilatnya secara perlahan sampai membuat wanita itu tidak tahan dan memaksakan diri untuk menjawab, “Ya, kumohon …”
“Memohonlah lagi,” ujar Elliot yang ingin mempermainkan Charlotte supaya istrinya berusaha menggoda Elliot.
Charlotte menangkup pipi Elliot, lalu mencium bibir Elliot sambil sesekali melumatnya pelan. Tangannya yang sedari tadi menganggur mulai menurunkan risleting celana Elliot, merasakan adanya benda keras tegak dan menantang.
Tangan Charlotte meremas – remas kecil benda tersebut, membuat Elliot sedikit meringis. Charlotte lantas melepaskan bibirnya dari bibir Elliot, dengan mata yang dipenuhi oleh gairah wanita itu berkata, “Aku mohon penuhi aku, sayang ..”
“Kenapa tidak kau lakukan sendiri bila seingin itu?”
Charlotte menatap Elliot dengan bingung.
Elliot kemudian menuntun Charlotte agar berada di atas bagian selatannya. “Hari ini, bagaimana bila kamu yang berusaha keras sedangkan aku hanya duduk?”
Ucapan Elliot membawa rona merah ke seluruh wajah Charlotte. Pipinya terasa panas dan kepalanya tak mampu mencerna permintaan itu dengan baik.
Elliot menurunkan pinggang Charlotte sehingga kedua inti mereka hampir bersatu. “Apa yang kamu tunggu? Kamu harus bekerja keras untuk mendapatkan kepuasan.”
Pada kenyataannya, Elliot memang bukanlah pria yang lembut saat berurusan dengan masalah ranjang. Dia biasanya senang menggoda wanitanya sampai wanita itu merasa frustasi dan memohon kepada Elliot. Tampaknya, kebiasaan itu tidak kunjung hilang meski sudah bersama dengan Charlotte.
Dengan ragu – ragu dan diselimuti rasa malu, Charlotte perlahan menurunkan pinggungnya, menyatukan bagian inti mereka sedikit demi sedikit. Tiba – tiba saja, Elliot menarik pinggungnya ke bawah dengan kuat, menyebabkan Charlotte terpekik kaget.
Ketika berada di posisi atas, Charlotte merasa bila kejantanan Elliot mampu mencapai bagian terdalam dari diri Charlotte, amenimbulkan rasa sesak sekaligus nikmat yang tak mampu dilukiskan dengan sekedar kata.
Lambat laun, Charlotte mulai menggerakan pinggulnya ke atas dan ke bawah, berusaha menyelubungi bagian selatan dari Elliot dan memuaskan dirinya sendiri.
“Lihat ini, bertingkah malu – malu tapi berakhir bersenang – senang seorang diri. Charlortte apa rasa malumu sudah hilang?”
Charlotte tidak menanggapi, terlalu sibuk bergerak sampai mengabaikan segala hal yang ada di sekelilingnya. Kedua tangannya bertumpu pada pundak Elliot, jari – jari kakinya menekuk setiap kali dia bergerak turun. Napas Charlotte memanas, terdengar putus – putus akibat tak kuasa menahan rangsangan yang diberikan oleh Elliot.
Setelah beberapa saat membiarkan Charlotte bergerak sendiri. Elliot akhirnya menahan kedua paha istrinya dan melebarkan kaki Charlotte sehingga membuat cairan cinta mereka mengalir turun ke paha Charlotte.
“Kamu bisa beristirahat, biarkan aku yang memuaskanmu.”
Charlotte terlonjak tatkala Elliot menghujami bagian dalamnya dengan cepat, membuat Charlotte mencengkram bahu Elliot dengan kuat.
Elliot lantas mencium bibir Charlotte, mengecapnya lembut sampai Charlotte merasa mabuk dan kecanduan. Bagian dalam dari Charlotte terasa penuh, sesak, dan basah, suatu perpaduan yang mampu menerbangkan pikiran Charlotte entah kemana.
Beberapa saat kemudian keduanya sama – sama berada di puncak dan berakhir melepaskan hasrat yang tidak bisa lagi terbendung. Charlotte menyandarkan kepalanya ke bahu Elliot, merasa lemas setelah bergerak terlalu banyak. Kemejanya yang masih melekat di tubuh telah basah oleh keringat sehingga membuat kainnya tampak transparan.
“Elliot, lain kali aku tidak akan menunggumu di kantor,” bisik Charlotte.
Elliot berusaha mengatur napasnya sebelum tertawa pelan. “Jangan salahkan aku, kamu yang mengundang, aku hanya memenuhi undangan.”
Charlotte menggerutu, “Sekarang pakaianku kotor, apa yang harus kukenakan untuk pulang nanti?”
Lembaran pakaiannya telah berceceran di atas lantai, terkotori oleh debu serta jejak – jejak cairan cinta mereka. Melihat pakaiannya yang seperti itu, jelas Charlotte enggan untuk memakainya untuk pulang.
“Aku punya kemeja cadangan di kantor, jadi kamu bisa menggunakannya. Oh, kamu juga bisa memakai mantelku yang panjang sehingga tidak perlu memakai rok lagi.”
Charlotte, “Bagaimana dengan pakaian dalamku?”
Elliot tersenyum saat menanggapi hal itu, “Tidak memakai pakaian dalam juga tidak masalah. Lagipula, hanya aku yang tahu kamu tidak mengenakan apa – apa dibalik mantel.”
“Elliot, aku benar – benar tidak akan menunggumu lagi di kantor!”
Pada akhirnya, Charlotte mengenakan pakaian dalamnya lagi yang sudah kotor karena Elliot kerap mengutarakan pikiran tak senonoh saat mengetahui istrinya tidak mengenakan pakaian dalam.
Bersambung…