ISTRIKU MENCURIGAI SESEORANG
Malam sudah larut saat mereka tiba di rumah, sehingga mereka hanya makan malam sebentar sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar, kemudian berganti pakaian menjadi piyama.
Charlotte menguap beberapa kali, matanya yang sudah mengantuk menatap pantulan wajahnya di hadapan cermin, tangannya menuangkan pembersih makeup ke atas kapas lalu mengusapkannya ke wajah. Di lain sisi, Elliot baru saja keluar dari kamar mandi dan melemparkan dirinya ke atas tempat tidur, lehernya terasa agak sakit setelah merasa tegang seharian.
“Jika mengantuk, kenapa tidak dibersihkan besok saja?” tanya Elliot.
“Kulitku bisa rusak kalau malas membersihkan riasan. Sudah mendapatkan jadwal satpam yang bertanggung jawab saat CCTV mati?”
Elliot meraih ponselnya dari atas nakas, lalu membuka pesan pribadinya yang belum terbaca. “Sudah, kepala penjaga baru saja mengirimkannya. Hmm .. di sore hari ada sekitar empat satpam yang menjaga ruang CCTV. Ada Bobby, Chad, Jeff, dan Adam.”
“Kepala penjaga bilang kalau di dalam ruang keamanan terdapat banyak monitor CCTV, biasanya akan ada bunyi peringatan jika ada monitor CCTV yang mati, tapi peringatan itu tidak akan bunyi apabila sengaja dimatikkan.”
Charlotte akhirnya berbaring di sebelah Elliot setelah membersihkan wajah. “Lalu apa ada suara peringatan pada waktu itu?”
“Tidak ada.”
“Maka artinya CCTV memang sengaja dimatikan,” Charlotte melanjutkan, “Karena ada banyak monitor CCTV, penjaga lain mungkin tidak akan sadar kalau ada satu monitor yang mati. Tapi di antara empat satpam, siapa yang kira – kira mematikan CCTV?”
Elliot menggendikan bahu, “Entahlah, aku bahkan tidak familier dengan nama mereka, sama sekali tidak tahu harus curiga kepada siapa.”
Charlotte meletakkan kedua tangannya di atas perut saat dia berbaring telentang. Kedua matanya menatap langit – langit kamar seraya memikirkan sesuatu. Tatkala dia menemukan secercah pikiran, Charlotte langsung memiringkan tubuhnya dan melihat Elliot. “Jika menebak siapa penjaga yang mematikan CCTV terlalu sulit, bagaimana bila mencari tahu siapa saja yang bisa mengakses komputer utama selama kamu pergi.”
“Sesungguhnya komputer utama tidak begitu sering digunakan. Hal ini karena fungsinya hanya untuk menyimpan seluruh data yang ada di komputer masing – masing karyawan. Komputer itu sangat penting, sehingga butuh sidik jari untuk membukanya.”
Elliot tampak berusaha mengingat sesuatu. “Orang yang bisa membukanya adalah aku, Erland, dan ketua di setiap divisi. Jika ditotal, mungkin hanya ada lima belas orang yang bisa membukanya.”
“Ada yang mencurigakan dari lima belas orang itu?” tanya Charlotte.
Elliot berusaha menjawab, tapi otaknya terasa buntu sehingga dia mengacak – ngacak rambutnya dan menjawab dengan frustasi. “Aku tidak tahu, ada terlalu banyak orang mencurigakan di dunia ini.”
Charlotte lantas mendekap Elliot dan menepuk punggungnya. “Kita bisa memikirkannya pelan – pelan. Bagaimana bila mengecek latar belakang dari masing – masing karyawan yang punya akses terlebih dahulu? Mungkin kita bisa menemukan petunjuk, aku juga bisa membantumu.”
“Kamu benar. Besok aku akan mengecek kembali latar belakang lengkap mereka.”
“Kenapa tidak sekarang?”
Elliot menarik selimut dan mematikan lampu. “Sudah larut, kamu pasti mengantuk.”
“Oh, kupikir kamu ingin memberiku bonus,” kata Charlotte dengan intonasi polos meski sesungguhnya tidak.
“Jangan memancing, Charlotte. Besok kita masih kerja, bisa – bisa besok kamu kelelahan.”
Charlotte tertawa sebentar, lalu mencium bibir Elliot sekali. “Bercanda, aku juga ingin tidur. Selamat tidur.”
Wanita itu bersandar di lengan Elliot, lalu menenggelamkan wajahnya ke dalam ceruk leher Elliot. Elliot turut tersenyum, dia membelai kepala Charlotte beberapa kali sebelum akhirnya ikut memejamkan mata. “Selama tidur juga.”
Keesokan harinya, Noelle pulang ke rumah orang tuanya pagi – pagi buta karena harus mengambil buku sekolahnya sebelum dia berangkat sekolah. Karena keributan yang ditimbulkan oleh anak itu juga, Elliot dan Charlotte ikut terbangun meski matahari belum terbit.
Karena tidak bisa tidur lagi, mereka memutuskan untuk bersiap – siap pergi ke kantor dan sarapan di ruang makan. Seraya menggigit roti panggangnya, Elliot melihat – lihat dokumen berisikan data diri lengkap dari para karyawan yang bisa mengakses komputer utama. Dia memperhatikan setiap detail yang tertera di dalam dokumen, mulai dari latar belakang pendidikan, runtutan pekerjaan yang pernah mereka jalani, dan sebagainya.
Charlotte mengangkat kepalanya, dan bertanya, “Boleh aku lihat?”
“Tentu, lagipula aku juga sudah pernah membaca data mereka, hanya ingin memastikan saja.”
Charlotte menerima tab dari Elliot, kemudian bertanya lagi, “Lalu kamu mendapatkan petunjuk?”
“Tidak.” Elliot menghela napas. “Semuanya terlihat tidak ada masalah.”
“Kamu harus mempersempit lingkupnya dulu. Sebaiknya singkirkan ketua – ketua divisi yang tidak begitu mahil dalam menggunakan komputer. Divisi ini tidak perlu, ini juga …”
Charlotte mengambil sebuah buku catatan kecil dari tasnya, kemudian menuliskan setiap nama yang bisa mendapatkan akses ke komputer utama. Setelah memilah – milah, dia akan mencoret beberapa nama yang dirasa tidak diperlukan sehingga ada makin sedikit nama di catatannya.
“Sisanya ada enam orang, sehingga kita bisa menargetkan dalangnya dengan lebih mudah.”
Elliot, “Meski hanya sedikit, tetap saja sulit untuk mencari dalangnya.”
Charlotte tidak lekas menjawab, dia membaca latar belakang dari masing – masing karyawan secara singkat dan lebih serius saat membaca riwayat pekerjaan mereka.
“Permasalahan yang kita hadapi itu berkaitan dengan program komputer, jadi sepertinya kita perlu memeriksa ketua divisi IT dengan lebih seksama,” kata Charlotte.
“Kamu mencurigai Renold?”
Tanpa menatap Elliot, Charlotte membalas, “Kita bisa mencurigai siapapun selagi tersangka belum ada.”
Charlotte membaca data milik Renold Portman beberapa kali, sebelum akhirnya fokus ke salah satu riwayat pekerjaan yang pernah ia lakukan. “Berdasarkan riwayat pekerjaannya, Tuan Portman pernah bekerja di Departemen Infrastruktur I selama 10 tahun, lalu pindah Departemen Infrastruktur III tiga tahun yang lalu. Kenapa dia tiba – tiba bisa dipindahkan?”
Elliot, “Renold Portman dipindahkan ke Departemen Infrastruktur III bertepatan saat Johan baru menjabat di Departemen Infrastruktur I. Mungkin Renold dipindahkan karena Departemen III masih kekurangan banyak orang waktu itu dan Johan juga seringkali mengambil alih departemenku sebelumnya.”
Charlotte mengerutkan keningnya, “Maka artinya Tuan Portman lebih dekat dengan Johan daripada kamu?”
“Ya, bisa dibilang begitu. Selama tiga tahun terakhir yang terus mengurus Departemen Infrastruktur III adalah Johan, bukan aku.”
“Maka ada kemungkinan mereka bekerja sama.” Charlotte menatap Elliot dengan sangat serius. “Kamu harus menyelidiki Tuan Portman, cari tahu seluruh kegiatannya di dalam kantor atau luar kantor. Lihat apakah dia sering bertemu dengan Johan atau tidak, sebaiknya juga cek riwayat bank dia.”
Elliot, “Karena Johan bisa saja mengiriminya uang banyak setelah menyabotase data departemenku?”
“Ya, dia pasti menerima imbalan besar jika memang dia yang memasukan malware ke dalam komputer.”
Setelah berdiskusi banyak dengan Charlotte, Elliot akhirnya bisa tersenyum lega setelah melalui banyak hal yang memusingkan. “Charlotte, kamu memang benar – benar cerdas! Jika kamu tidak membantuku, aku mungkin tidak akan pernah tahu siapa tersangka yang cocok dalam masalah ini.”
“Jangan terlalu bersemangat.” Charlotte tertawa kecil. “Tuan Portman belum tentu tersangkanya.”
“Tidak. Tidak. Tebakanmu pasti tidak akan meleset jauh. Tapi, aku sangat kecewa bila memang Renold tersangkanya. Karena aku selalu mempercayainya untuk memperbaiki program komputer selama ini, rasanya sangat menyedihkan telah dicelakai oleh seseorang yang sangat kupercaya.”
“Terkadang apa yang kamu lihat di permukaan belum tentu sama dengan isi yang ada di dalamnya. Walau Tuan Portman terlihat baik, dia tetap saja mampu menjadi seseorang yang bisa menusuk punggungmu dari belakang.”
“Elliot, sebaiknya kamu tidak boleh terlalu mempercayai orang lain.”
Charlotte bisa berkata demikian karena dia seringkali mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga yang dahulu pernah ia percayai tidak akan pernah menyakitinya. Pola asuh yang buruk itulah, yang menyebabkan Charlotte jadi sulit mempercayai orang lain dalam waktu singkat.
Di awal – awal Elliot berubah baik pun, Charlotte seringkali curiga kepada Elliot.
Elliot meletakkan tangannya di atas tangan Charlotte, kemudian tersenyum begitu lembut. “Charlotte, di antara semua orang. Kamu adalah satu – satunya orang yang paling kupercaya dan aku tidak akan pernah meragukanmu.”
Charlotte tertegun, tapi segera tersenyum seraya memelankan intonasi suaranya. “Aku juga tidak akan pernah meragukan kamu.”
*****
Sesampainya di kantor, Elliot segera meminta Erland untuk menyelidiki Renold Portman secara keseluruhan. Dia juga meminta tim keamanan untuk memberikan seluruh rekaman CCTV yang memuat Renold di dalamnya selama satu minggu terakhir.
Penyelidikan itu bersifat rahasia, sehingga hanya ada segelintir orang saja yang tahu. Mata Elliot sempat memperhatikan tingkah Renold dari balik jendela kantor pribadinya, pria itu terlihat begitu dekat dengan rekan kerjanya di Departemen Infrastruktur III. Jika boleh jujur, Renold sama sekali tidak terlihat seperti pengkhianat, tapi Elliot juga tidak yakin.
Karena ada banyak sekali manusia di dunia ini yang menggunakan topeng untuk menyembunyikan sifat asli mereka dari dunia.
Hari itu, Elliot tidak bisa fokus bekerja karena lebih memilih untuk menelisik latar belakang Renold lebih jauh. Pada saat jam makan siang, Erland membawakan beberapa rekaman CCTV dari tim keamanan, mereka juga sudah memastikan bila Renold ada di setiap rekaman CCTV itu.
Ketika semua karyawan sedang pergi makan siang, Elliot tetap duduk di dalam ruangannya tanpa berniat untuk beranjak pergi. Charlotte juga sepertinya makan bersama dengan rekan – rekan kerjanya hari ini sehingga Elliot ada di kantor sendirian.
Namun, ternyata Charlotte turun ke bawah bukan untuk makan bersama rekan kantornya, melainkan ingin membeli makanan untuknya dan Elliot.
Ketika Charlotte masuk ke dalam ruangan Elliot, dia melihat suaminya masih berkutat dengan rekaman CCTV tanpa ada niatan untuk beristirahat. Elliot bahkan tidak sadar bila Charlotte masuk ke dalam ruangannya dan berdiri di depan mejanya sekarang.
“Elliot, bagaimana kamu bisa fokus jika makan siang saja belum? Cepat matikan rekamannya dan makan dulu.”
Elliot terlonjak kaget saat mendengar suara Charlotte. Dia segera menoleh dan mendapati istrinya sudah membawa dua bungkusan makanan untuk mereka berdua.
“Aku membeli fish and chips di kantin kantor. Dari aromanya enak, tapi aku belum tahu rasanya.”
Elliot mematikan komputernya dan membuka kotak makanan yang dibeli Charlotte. “Kupikir kamu akan makan siang dengan rekanmu, makanya aku tidak memesan makanan. Kalau tahu kamu ingin makan denganku, aku pasti akan memesan sesuatu.”
Charlotte tertawa kecil, “Aku tidak mungkin makan, sementara kamu kelaparan sendirian di sini. Lain kali, ketika sudah jam makan siang, kamu harus mematikan komputermu dan segera makan.”
Elliot turut membalasnya dengan tawa. “Aku atasanmu di kantor, tapi kenapa kamu yang malah menasihatiku tentang etos kerja?”
“Elliot,” tegur Charlotte, pertanda kalau dia memang serius dan tidak main – main dengan ucapannya.
“Iya, tidak akan kuulangi.”
Mereka lantas menyantap makanan masing – masing sambil mengobrol singkat perihal Renold.
“Kamu sudah menyelidikinya?” tanya Charlotte.
“Mhm, aku juga sedang meminta detektif swasta untuk memeriksa riwayat rekening Renold secara diam – diam.”
Bersambung…