SUAMI DAN ISTRI BERBULAN MADU
Setelah menghabiskan makanan di atas meja, Elliot mengajak Charlotte untuk berjalan – jalan di pesisir pantai. Karena tidak ingin pasir masuk ke dalam sepatu, keduanya menenteng sepatu di tangan dan berjalan tanpa alas kaki. Matahari yang mulai menampakkan diri di atas kepala membuat pasir pantai terasa hangat di kaki.
Charlotte memejamkan matanya seraya menghela napas lega. “Aku masih tidak menyangka bisa mendapatkan libur saat baru mulai kerja.”
Elliot tertawa, “Semua orang berhak untuk pergi berlibur. Jika karyawan lain ingin mengajukan cuti, tentu aku juga akan menyetujuinya.”
Ketika sudah berjalan hampir setengah jam, Charlotte mengeluh haus sehingga Elliot pergi ke salah satu kios yang menjual minuman dingin, meninggalkan Charlotte seorang diri di pinggir pantai.
Angin pantai bertiup cukup kencang sehingga rok selutut Charlotte seringkali terangkat dan memperlihatkan pahanya yang mulus. Beberapa pria yang berada di pantai lumayan antusias saat melihat angin menerbangkan rok Charlotte, beberapa dari mereka bahkan ada yang bersiul dan meminta Charlotte untuk menggunakan bikini.
Jujur saja hal itu.membuat Charlotte merasa risih sehingga dia memutuskan untuk menunggu Elliot kembali sebelum berjalan – jalan lagi.
Untunglah Elliot cepat kembali saat sadar bila istrinya sedang diganggu oleh banyak pria cabul. Sedari tadi bahkan Elliot sudah ingin mencolok mata para pria yang memandang Charlotte dengan tatapan predator.
“Tidak ada yang mengganggumu, kan?” tanya Elliot dengan khawatir.
Elliot kemudian berdiri di belakang Charlotte, berusaha menutup pandangan para pria yang ingin melihat kaki Charlotte dari belakang.
“Untungnya mereka tidak mempunyai nyali untuk mendekatiku,” Charlotte berbalik dan menatap Elliot, “Sepertinya aku harus menggunakan rok yang lebih panjang saat ingin berjalan – jalan di pantai.”
“Jika kamu suka menggunakan rok pendek, maka kamu bisa memakainya.”
Charlotte mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum berkata, “Kamu tidak melarangku?”
“Kenapa aku harus melarangmu?”
“Aku sering melihat teman – temanku dimarahi oleh kekasih mereka saat menggunakan pakaian terbuka. Kupikir kamu akan marah …”
Elliot meletakkan tangannya di belakang rok Charlotte agar angin tidak bisa lagi menerbangkan kainnya. “Tentu aku marah. Tapi bukan kepadamu, melainkan kepada para pria yang sedari tadi terus menggodamu seolah – olah kamu adalah barang yang dipertontonkan.”
“My Love, rasanya tidak logis apabila aku memarahi kamu karena tingkah laku para bedebah itu.”
Elliot berpikir, istrinya sudah terkena pelecehan secara verbail, sehingga kenapa dia malah memperkeruh suasana hati Charlotte dengan memarahinya.
“Gunakan saja pakaian yang kamu suka, aku bisa memukul orang – orang yang ingin melecehkan kamu. Lagipula, istrikuku terlihat lebih manis saat menggunakan rok pendek.”
Sejak dahulu, Elliot memang tidak pernah ambil pusing dengan pakaian yang dikenakan oleh seorang wanita. Menurutnya, jika dia saja mampu tidak menggoda sembarangan wanita asing di jalan, kenapa pria lain tidak mampu melakukan hal yang sama.
Charlotte lantas memeluk Elliot, “Elliot, aku mencintaimu.”
Ujung bibir Elliot terangkat, dia kemudian membalas pelukan Charlotte dan berkata. “Aku juga mencintaimu. Bagaimana jika kita kembali ke resort saja? Sepertinya melihat matahari terbenam di resort lebih menarik.”
“Mhm, kita kembali saja.”
Lagipula, keduanya sama – sama ingin menghabiskan waktu berdua saja tanpa ada gangguan dari orang lain.
Alih – alih melihat matahari terbenam, Elliot dan Charlotte malah sama – sama tertidur ketika menunggu waktu sore datang. Mereka sepertinya kelelahan setelah melakukan perjalanan ke Pulau Maldives selama berjam – jam.
Keduanya tidur begitu pulas sampai akhirnya Elliot tanpa sengaja terbangun di tengah malam karena merasa lapar. Awalnya Elliot ingin mengambil makanan yang sempat dia beli di dapur, tapi niatnya diurungkan begitu melihat pemandangan langit yang terpampang di balik jendela kamar.
“Charlotte,” Elliot mengguncang tubuh Charlotte beberapa kali, membuat Charlotte menggeliat pelan dan menarik selimut.
Melihat istrinya belum merespon, Elliot kembali memanggil. “Charlotte, sayang bangunlah sebentar. Kamu pasti tidak akan menyesal bila membuka mata sekarang.”
Setelah berkali – kali dipanggil, Charlotte akhirnya mulai bangun. Bulu matanya bergetar tatkala kelopak mata Charlotte terbuka, ia perlahan mengusap matanya karena masih merasa ngantuk, lalu berusaha menyesuaikan pandangan matanya yang masih terlihat buram.
“Ada apa?” tanya Charlotte dengan suara serak.
Elliot dengan cekatan membantu Charlotte agar duduk, kemudian mengarahkan kepala Charlotte menuju jendela. “Lihatlah.”
Dalam seperkian detik, Charlotte membuka matanya lebar – lebar. Seluruh kesadarannya langsung pulih dan rasa kantuknya hilang begitu saja tatkala melihat pemandangan yang ada di luar.
“Indah.”
Hanya satu kata itu saja yang mampu dideskripsikan oleh Charlotte.
Karena Pulau Maldives tidak mempunyai pencahayaan sebanyak di kota, Charlotte bisa melihat hamparan bintang – bintang di langit dengan sangat jelas. Bintang – bintang itu terletak saling berdekatan, sehingga terlihat bagaikan illustrasi galaksi yang biasanya Charlotte lihat di internet.
“Kamu ingin melihatnya di luar?”
Charlotte mengangguk cepat, “Kita bisa melihatnya di kolam renang.”
Elliot, “Aku punya rekomendasi tempat yang lebih baik dari kolam renang.”
“Di mana?”
“Di bathup yang ada di area luar, bukankah kita berdua belum mandi sejak pagi?”
“Jangan aneh – aneh!”
Meski sempat menolak karena malu, pada akhirnya Charlotte mengikuti keinginan Elliot yang ingin mandi bersama.
Bathup yang Elliot maksud terletak di bagian samping resort, sengaja diletakkan di luar bangunan supaya pengunjung dapat melihat pemandangan langit dengan lebih jelas. Meski berada di luar, untungnya kamar mandi itu mempunyai sekat berupa dinding kayu yang menjadi pembatas antara bagian dalam resort dengan bagian luar resort.
Elliot dengan gembira meneteskan sabun beraroma vanilla ke dalam bathup dan mengetes suhu air. Ketika yakin suhu di dalam bathup sudah pas, Elliot segera masuk menggandeng Charlotte untuk masuk.
“Kemarilah, kenapa kamu masih malu dengan suamimu sendiri?”
“Rasanya hanya aneh mandi di luar bangunan,” balas Charlotte yang masih ragu untuk masuk atau tidak.
“Ada dinding pembatasnya, Charlotte. Kita tidak akan terlihat dari luar resort.”
Dengan sedikit paksaan, Elliot akhirnya berhasil membawa Charlotte masuk.
Begitu seluruh tubuhnya berendam di dalam air hangat, seluruh otot – otot Charlotte mulai merasa lebih rileks dan dia sudah melupakan rasa malunya. Charlotte kemudian menyandarkan punggungnya ke dada Elliot, sedangkan kepalanya mendongak ke atas untuk melihat taburan bintang.
“Bagaimana? Apa suhunya nyaman?”
“Lumayan,” balas Charlotte dengan malu.
Karena masih tidak nyaman dengan suasana luar saat mandi, Charlotte tanpa sadar menekuk lututnya sampai ke dada, terlihat meringkuk seperti bola.
Elliot tertawa saat melihatnya bertingkah begitu, “Kita hanya mandi, Charlotte. Bukan berhubungan badan di depan umum, tapi kita bisa melakukannya jika kamu ingin.”
“Elliot!”
“Kenapa? Kita bahkan pernah melakukannya di dalam kantor.”
Charlotte berusaha mencubit perut Elliot. Tapi karena Elliot memiliki otot perut yang keras, cubitan Charlotte hanya terasa seperti sentilan kecil untuknya.
“Daripada memusingkan hal yang tidak berguna, lebih baik kamu menikmati pemandangan sekitar saja,” Elliot melanjutkan setelah meraih shampo, “Biarkan aku membersihkan rambutmu.”
Elliot pertama menyiramkan air hangat ke atas kepala Charlotte, mengusap – ngusapnya pelan supaya wanita itu merasa semakin rileks. Charlotte bahkan sampai menutup mata saat Elliot memijat kepalanya dan menuangkan shampo.
“Tidak begitu buruk kan setelah kamu lebih rileks?”
“Mhm,” gumam Charlotte.
Selesai membersihkan rambut Charlotte, Elliot mulai menuangkan sabun ke tangannya dan membaluri tubuh Charlotte dengan sabun. Pada saat inilah, Charlotte tahu bahwa Elliot sedang mencari – cari kesempatan.
Sedari tadi, Elliot sengaja mengusap kulit tubuh Charlotte secara perlahan, membuat wanita itu merasa sedikit geli. Tangan Elliot yang awalnya hanya menyabuni punggung Charlotte mulai meraba – raba pinggang dan perut Charlotte.
Charlotte menoleh ke belakang, “Elliot, kamu sepertinya senang mencari kesempatan.”
“Kalau kamu menolak, tentu aku tidak akan meneruskan,” balas Elliot seraya melingkarkan lengannya pada pinggang Charlotte.
“Aku tidak begitu keberatan,” bisik Charlotte, matanya bergerak ke arah lain supaya tidak bertemu pandang dengan Elliot.
Setelah mendapatkan izin, Elliot memiringkan kepalanya supaya berhadapan dengan Charlotte, kemudian mencium bibir istrinya dengan lumatan yang sedikit kasar. Elliot lantas memutar tubuh Charlotte sehingga kini mereka berhadapan, tangannya bergerak dengan lincah menelusuri tubuh istrinya dan membuat Charlotte meliukkan tubuhnya karena merasa geli.
Charlotte setidaknya sudah berhubungan dengan Elliot berkali – kali, sehingga dia tidak sekaku dahulu dan mampu mengimbangi permainan Elliot yang dipenuhi oleh hasrat.
Suara deburan ombak dan tetesan air yang meluap dari bak mandi menyertai permainan mereka, menenggelamkan suara desahan yang keluar dari bibir Charlotte. Keduanya lantas tenggelam dalam permainan yang dipenuhi oleh cinta, saling berusaha menyatukan bagian inti mereka dan melupakan seluruh dunia yang ada disekeliling mereka.
Charlotte duduk di atas pangkuan Elliot, dia mengalungkan tangannya di belakang leher pria itu. Aroma sabun menguar dari tengkuk Elliot dan hal itu membuat Charlotte menjadi lebih bersemangat.
Malam itu akhirnya resmi menjadi malam pertama bulan madu mereka.
Ketika Charlotte mulai menggigil, Elliot membawanya masuk ke dalam kamar tidur dan melanjutkan penyatuan mereka yang tertunda.
“Elliot …”
Entah sudah berapa kali Charlotte memanggil Elliot, yang pasti dia akan selalu memanggil nama suaminya tatkala Elliot mempercepat gerakannya dan membuat Charlotte lupa akan daratan.
Bersambung…